Kok Tau
Quote:
“jadi kita damai yah”, katanya
Akupun hanya mengangguk. Tak lama dari situ aku langsung kembali kekelas, dan anak kelasku sedang berkeliaran tak jelas sedangkan kelas lain masih di dalam.
“Teo”, sapa Caca
“kenapa Ca?”, tanyaku
“udah dama sama Ita?”, tanyanya
“kenapa emang?”, tanyaku
“Cuma nanya, eh Teo. Lu sama Ayu itu beneran bukan pacar?”, tanyanya
“bukan”, kataku
Dengan tubuhnya yang kecil dia menjinjitkan kakinya mencoba mendekatkan wajahnya padaku.
“kenapa lu?”, tanyaku
“nunduk sih, tinggi bener. Gua mau bisikin sesuatu nih”, katanya
“ngomong”, kataku yang menundukkan badanku
Diapun membisikkan sesuatu yang membuatku agak kaget.
“serius?”, tanyaku
“tapi lu jangan berisik, gua ga sengaja sih denger waktu di kantin”, katanya
Akupun duduk dan Caca duduk berhadapan denganku. Kamipun membahas hal yang baru di bisikkan tadi dan tak lama Ita bergabung.
“hei hei”, katanya yang langsung duduk di sebelahku.
“hei Ta, udah damai nih lu berdua? Traktir dong”, kata Caca
“hubungannya apa sih Ca pake acara traktir segala”, katanya
“yak an lu galau banget kemaren berangkat sama ini anak”, tunjuk Caca
“songong anak kecil”, ledekku
“rese lu. Kecil gini gua imut tau”, katanya
Akupun berakting mual.
“Teostraaaa!!”, teriak Caca sambil mencubit tanganku.
Ita membantu temannya ini untuk menyiksaku dengan cubitan mereka yag kecil tapi pedasnya setengah mati. Terdengar bel istirahat dan lapangan langsung ramai seperti semut keluar dari sarangnya.
“yah, di ganggu deh”, kata Ita
“hah? Di ganggu gimana?”, tanya Caca
“Teo”, sapa Ayu dari luar
Dan Ita langsung memasang wajah bt.
“oh ngerti-ngerti”, kata Caca
Aku menyenggol kaki Ita, memintanya untuk geser tapi dia tidak merespon. Sedangkan Ayu masih menunggu di depan kelas. Akupun melewati meja lalu melewati Caca dan sampai lah aku di depan kelas.
“kamu bawa makan?”, tanya Ayu
Akupun menggelengkan kepala.
“taraaaa! Ni aku bawain bekel”, katanya
Akupun menarik baju Ayu dan duduk di luar kelas.
“makan di sini aja”, kataku
“kamu suka sosis sama nugget kan?”, tanyanya sambil membuka tutup bekalnya
“apa aja sih, yang penting halal terus gratis”, kataku
“kamu mah emang maunya”, katanya
Ita dan Caca mendekati kami. Caca langsung nemplok di punggungku seperti anak kecil sedangkan Ita duduk di sebelahku.
“Ca, berat sih”, kataku
“mau dong”, kata Caca dengan suaranya yang khas seperti anak kecil
“ga apa-apa kan kita di sini?”, tanya Ita
“santai aja lagi”, kata Ayu
Dan jadwal makanku terganggu, dua wanita ini memang selalu mengangguku entah aku sedang apa. sebenarnya masih ada 1 wanita lagi yang selalu bersama mereka tapi dia agak pendiam dan tidak pernah ikut menggangguku.
“sory ya kita ganggu”, kata Ita
“udah biasa lu ganggu gua, apa lagi si cebol nih satu”, kataku sambil menjewer kuping Caca
“seneng banget lu bilang gua cebol”, kata Caca
“emang cebol”, kataku yang langsung berdiri
“sueeeee!!”, katanya yang mencoba naik ke tempat duduk
“nih udah tinggi”, katanya
“masih sepantaran”, kataku memegang kepalanya
“sialan lu Teoooo!!”, teriaknya dan kami pun tertawa.
Dan seharian ini aku benar-benar di ganggu oleh mereka yang mengakibatkan yang lain pun ikut menggangu. Anehnya aku tidak marah akan hal ini. saat jam terakhir ada tugas b.ing, deskripsi tentang diri kami masing-masing. saat sedang serius mengerjakan tugas.
“Teo”, sapa seseorang
“eh Nis. Ada apa?”, tanyaku
Namanya Anis salah satu anggota dari geng Ita.
“bantuin bisa, gua ga terlalu bagus vocab nya”, katanya
Akupun menggeser dudukku dan Anis duduk di samping. Anis bisa ku gambarkan seperti kembarannya Wina, yang berbeda adalah dia sangat jarang memandang mata ke lawan bicaranya, entah itu perempuan ataupun laki-laki. Yang ku suka darinya adalah dia menggunakan kacamata dan poninya yang menutup sebelah matanya. Rambutnya selalu di ikat ponytail, dan matanya berwarna coklat terang.
“ga ada yang marah gua duduk sama lu?”, tanyanya
“gada, emang siapa yang mau marah? Ita? Caca? Ayu? Lu tenang aja. Kan kita Cuma ngerjain tugas”, kataku
Karena Anis kidal, tangan siku kami jadi sering bersentuhan saat menulis, sebenarnya aku tidak ada masalah tapi Anis selalu meminta maaf saat itu terjadi.
“Nis”, kataku berhenti menulis
“kenapa?”, tanyanya
“ganti posisi deh biar ga ribet”, kataku yang sudah berdiri
Kamipun bertukar posisi. Aku memiliki kebiasaan memutar pulpen atau pensil di tangannku saat sedang serius saat sedang melakukan itu memang tak jarang pulpen terlepas dari tanganku dan tanpa melihat aku mengambilnya, saat itu tak sengaja aku memegang tangan Anis.
“sory Nis”, kataku
Dia tidak menjawabnya dan terus melanjutkan mengerjakan tugas.
“Teo”, katanya
“apa Nis?”, tanyaku
“kalo kata ini enaknya pake yang mana ya?”, tanyanya sambil mendekatiku dan menunjuk kearah bukunya
“pake ini aja, sesuai pola kalimatnya, past kan?”, tanyaku
Diapun mengangguk. Saat sedang menjelaskan baru aku sadari aku bisa mendengar suara nafas Anis.
“gitu”, kataku dan langsung menggeser tempatku duduk.
Seketika punyaku bangkit dan itu membuatku tidak nyaman, terbayang Wina dan segala yang ada padanya. Akupun mengatur posisi agar tidak terlalu terlihat dan melanjutkan tugasku. Dengan segala tekanan yang tiba-tiba ini tugas pun selesai 30 menit sebelum jam pulang.
“udah beres?”, tanya Anis
Akupun mengangguk.
“cepet ya, gua dikit lagi.”, katanya
“Gua mau ke kantin dulu, aus”, kataku
Saat jalan ke kantin terasa ada yang mengikutiku, dan saat aku menoleh ke belakang ternyata Caca.
“ngapain cebol??”, tanyaku
“stop deh panggil gua cebol”, katanya
Kamipun berhenti di warung yang sama dan memesan minuman.
“Teo”, katanya
“hmmp”, gumamku
“punya lu masih bangun?”, tanyanya yang membuatku kaget.