Kaskus

Story

kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
CERMIN
CERMIN
cover keren by. Awayaye

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera.

Haloo , selamat pagi, siang dan malam bagi penghuni jagad Kaskus ini.
kali ini saya WN yang menggunakan akun Warisan ini, akan membagikan sebuah cerita yang berbeda dengan 100 Tahun Setelah Aku Mati.
cerita ini adalah cerita dari seorang, ehh maksud saya cerita ini dari dua orang tapi dari dua orang yang ....... Ahhh saya sendiri bingung kalau menjelaskannya secara singkat pada kalian, simak saja ya.

cerita ini lebih nyaman saya sebut sebagai fiksi. jadi jangan over kepo ya saudara-saudara.
dan jika mungkin ada yang "seakan" mengenal tokoh dalam cerita mohon tetap anggap cerita ini fiksi, oke??
cerita ini akan sedikit panjang. saya tidak tau seberapa panjang, dan seberapa lama saya bisa menulisnya. sebisa mungkin akan saya selesaikan sampai pada titik tertentu sesuai permintaan si penutur.
mohon jangan terlalu memburu, jika ada kentang mohon maaf karena keterbatasan saya,
pertanyaan lebih lanjut via ig : @wn.naufal
semoga hikmah dan pembelajaran yang mungkin ada dalam cerita ini bisa diambil oleh pembaca semua.


ini adalah cerita mereka, yang mengaku bernama WISNU MURTI, dan cerita ini dimulai!!

Daftar Isi :
1. Wisnu Murti
2. Aku Wisnu
3. Aku Murti
4. Beradu!
5. Tidak Ada Teman
6. Safe House
7. Mengejutkan Mereka
8. Bertemu Dengan Dajjal
9. Kepo!!
10.KAMI TIDAK INGIN DIPISAHKAN!!!
11.AKU TIDAK GILA!!!
12.KABUR
13.Realita
14.Cinta Yang Normal
15.Hujan Lokal
16.Jurney To The West
17.Harapan Baru
18.Aku Manusia!
19.Si Penggendong Beban Dan Payung Terbang

TANGGAL 6 DESEMBER UPDATE LAGI
Diubah oleh kulon.kali 05-12-2017 00:14
scorpiolamaAvatar border
bukhoriganAvatar border
dewisuzannaAvatar border
dewisuzanna dan 8 lainnya memberi reputasi
9
70.1K
280
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
kulon.kaliAvatar border
TS
kulon.kali
#237
HARAPAN BARU
Siapa yang tak kenal kota ini, salah satu pusat pesona di pulau jawa, bumi parihiyangan ini akan menjadi tempat baruku yang paling tidak selama satu tahun kedepan, sampai aku lulus SMA disini.
Aku, Murti dan Nanda tinggal disebuah rumah kontrakan di pusat kota Bandung, awalnya kami hendak dititipkan di rumah Budhe yang kebetulan tinggal disini, tapi kami sepakat menolak dan mencoba untuk berlatih mandiri dengan mengontrak rumah..
Ayah, dan Ibu sudah kembali, tinggalah kami 3 bersaudara didalam rumah. 2 hari lagi kami akan mulai bersekolah ditempat baru, beruntung antara sekolahku dengan sekolah nanda tidak begitu jauh, jadi kami bisa berangkat sekolah bersama. Bandung,kota ini adalah kota yang besar, baru kemarin Ayah dan Ibu pulang setelah menginap selama dua hari disini sambil mengajak kami jalan-jalan, ya lumayanlah meskipun baru sedikit paling tidak aku jadi mengenal kota ini.
Yang menjadi khas disini adalah bahasanya, bahasa sunda menurutku adalah bahasa yang unik tiap kali dilafalkan. Coba perhatikan tiap ada orang sunda bicara pasti di akhir kalimat nadanya selalu mengayun, aku yang bersuku jawa harus belajar ekstra karena perihal bahasa, ya meskipun ada beberapa kata yang sebenarnya sama dengan bahasa jawa namun berbeda penyucapanya. Jawa menggunakan “o” sedangkan sunda dengan huruf “a” .
Tapi itu tak jadi soal, yang jadi soal adalah lusa aku sudah sekolah, dan waktu yang begitu mepet dengan ujian akhir semester genap. Yaaa aku masuk ke sekolah baru 2 minggu menjelang UAS, begitu juga dengan Nanda yang sudah belingsatan dengan buku buku yang tertumpuk diatas meja.
“sibuk banget dek” kataku kepada Nanda
“bentar lagi UAS mas, gimana dong sekolah baru ee langsung ujian, Mas Wisnu, Mas Murti ajarin nanda dong” Nanda merajuk. Kuajari Nanda tentang pelajaran matematika smpai dia benar-benar paham beberapa materi, kemudian dilanjutkan oleh Murti yang mengajari Nanda maple Biologi. Sampai jam 10 malam belajar dicukupkan dan nanda kembali ke kamarnya..
“enaknya ngapain ya mur?” tanyaku kepada murti.
“gimana kalau kita jalan-jalan” jawab murti seenaknya
“ngawur, kesasar malah berabe” kataku sambil menoyor kepalaku sendiri.
“bikin kopi aja lah, trus duduk-duduk didepan liat lingkungan baru kita” kataku
“jangan kopi lah” kilah Murti yang tidak kudengarkan.
Kuseduh kopi didapur, air panas yang mengepul dari dalam dispenser berubah menjadi harum baunya saat melarut kopi gayo pada dasar gelas..
“besok pagi harus segera cari warung makan yang deket Mur, minggu depan baru dikirimin alat dapur sama Ayah” kataku sambil mengaduk carian pekat itu. Dan menuju teras depan. Suasana malam itu cukup sepi,beberapa motor saja yang lewat karena hujan baru saja reda, sebuah pohon jambu berukuran besar sedang berbuah lebat, dan mengundang codot-codot untuk memangsa buah itu, selebihnya pemandangan disana Cuma lampu jalan yang bekedip-kedip dan jajaran kos-kosan mahasiswa yang rapat-rapat.
Kuhirup kopiku dan sensasi pahitnya mencumbui lidah, teman ada yang lucu ketika kami mengkonsumsi sesuatu. Pada dasarnya semua yang kumakan atau kuminum juga kan ikut diraasakan oleh Murti, begitu juga sebaliknya. Tapi bagaimana jika selera kami berlawanan? Yaa seperti saat ini aku yang begitu suka kopi, sedangkan Murti sebaliknya.satu sisi pikiranku bisa menikmati, dan sisi lainnya menolaknya, ahh sulit juga mengatakan hal ini.
Ketika kami tengah dalam percakapan didepan pagar kontrakan kami melintas seorang perempuan yang berjalan pelan dengan tas ransel yang sangat besar, dari langkahnya yang gontai dia nampak keberatan dengan barang bawaannya. Rambutnya dikucir kuda dengan ujung sudut pobinya menjuntai melewati batas telinga, kemudian ia berbelok dan berhenti di samping rumah yang berjejer persis dengan kontrakan kami.
“Kirain tuh rumah kosong” gumam Murti dari dalam kepalaku. Perempuan itu nampaknya tidak menyadari kehadiranku dan tanpa menoleh dan berkata apapun dia langsung masuk dan menutup pintunya dengan setengah membanting.
Wisnu Murti, a invisible man” gerutu murti.
“dia gak liat kita Mur, kan baru dua hari kita disini” kataku sambil sekali lagi menyruput kopi.
--
Hari Selasa, ya dan tiba juga saatnya untuk Wisnu Murti, dan juga Nanda bersekolah di tempat yang benar-benar baru. Aku dan Murti sudah sepakat bahwa rahasia mengenai Wisnu dan Murti biarlah menjadi rahasia yang hanya diketahui keluarga kami, selebihnya biar orang di tempat baru ini mengenal kami sebagai satu individu. Itu lebih mudah dari pada harus menjelaskan kepada mereka panjang lebar yang pada akhirnya tidak akan mereka percayai.
“Dek, ayo udah siap belum?” teriak Murti sambil menggedor pintu kamar Nanda.
“Bentar!, baru juga enem seperempat mas” jawab Nanda yang nggak kalah keceng.
“iya tau, tp ini hari pertama, Mas kan harus nganter kamu dulu kan. Emang berani ke Kepala sekolah sendirian” kata murti dengan suara tinggi.
“iya bawel ihh.. ini lagi pake kaos kaki” jawab Nanda lagi, kali ini sambil memutar hendle pintu, dan memperlihatkan dia yang baru memakai sebelah kaos kakinya..
Murti membalik badan dan menuju meja makan sambil menuang bubur ayam yang baru saja dibelinya untuk sarapan.
“Nanda, makan dulu” kata Murti lagi yang langsung dihampiri nanda dengan setengah berlari.
“baru hari pertama aja udah kayak siswa tentara gini” gerutunya dengan manyun sambil menyendok buburnya banyak-banyak.
“soalnya ini hari pertama dek” kata Murti sambil mengelus kepala Nanda dengan lembut.
Tepat 06.30 pagi akhirnya kami berangkat juga, Rute angkot yang menuju sekolah kami masing-masing juga sudah kami ketahui sejak awal pertama mendaftar, dan agenda pagi ini aku dan Murti harus mengantarkan nanda dulu untuk bertemu kepala sekolah.
“Kamu jaga diri baik-baik disini ya, jangan bandel. Focus belajar oke?” ucapku dengan tersenyum kepada Nanda.
“soal itu Nanda yakin bisa mas, nah Mas Wisnu sama Mas Murti nih yang harus jaga diri baik-baik. Ini kesempatan baru mas. Jangan kayak kemarin-kemarin ya mas. Semoga disini menyenangkan buat mas” kata nanda dengan suara khasnya.
Nanda menjabat tanganku dan menciumnya dengan kening kemudian berlalu dengan lincah, ahh gadis centil itu tidak akan kesulitan bergaul disini aku tidak perlu khawatir. Justru yang perlu ku khawatirkan adalah diriku sendiri..
Aku sudah naik angkot lagi, dan menuju sekolahan baruku. Dari dalam kendaraan berwarna hijau metalik itu sesekali kuedarkan pandangan keluar dan melihat jalanan kota Bandung yang begitu padat, jam dipergelangan tanganku sudah menunjukan hampir pukul tujuh, jika aku bukan murid baru mungkin aku harus was was karena akan terlambat masuk. Tapi untuk hari ini pastinya aku aman.
Angkot yang kutumpangi sesekali berhenti untuk menaikan penumpang yang diisi dua kategori, yang pertama ibu-ibu yang hendak ke pasar, dan yang kedua adalah anak sekolahan sama sepertiku. Sepeda motor, mobil angkot dan kendaraan lain seperti berusaha memacu mesin di tengah aliran lalulintaas yang begitu deras, ruas jalan ini nampaknya tak mampu lagi menampung begitu banyaknya jumlah kendaraan disini. Dan pada akhirnya angkot ini harus menyerah dengan keadaan yang macet. Yaa hari pertamaku sekolah dan aku terjebak macet, lumayan untuk pengalaman pertama. Kata murti dari dalam kepalaku.
Duhh mun kieu mah bisa-bisa kabeurangan atuh” dua orang gadis sekolah yang kebetulan ada didepanku berbicara dengan bahasa yang tidak kumengerti.
Nya tos atuh mending mapah sesarengan wae yu” kata gadis satunya sambil menggandeng temannya tadi turun dari angkot dan berjalan pergi. Sekitar semenit berselang, penumpang lain melakukan hal yang sama, tinggalah aku bersama beberapa ibu-ibu yang sedang ngeggosip dengan bahasa sunda yang begitu cepat.
Aih ujang the sakolana dimana? Nu sanes na tos pada turun geuning teu ngiringan turun? Mangkaning ieu macet na panjang pisan” tiba-tiba dari kursi depan supir angkot itu bicara sambil menatap spion depan, nampaknya dia bicara denganku.
“nah lo, gimana tuh jawabnya. Tuh bapak bilang apa aku aja ga paham” murti malah ikut berkomentar tanpa solusi.

“aduh pak, maaf saya bukan orang sini. Baru dating ke Bandung jadi belum bisa bahasa Sunda” jawabku dengan sedikit terbata.
“oalah, bukan orang sini, yap antes atuh keliatan bingung. Ini tadi saya tanya situ sekolahnya dimana? Kok gak ikut turun aja, soalnya ini mah macetnya panjang sekali” kata bapak itu dengan suara khas sunda yang berayun ayun
“saya sekolah di SMA XXX pak, apa sudah dekat?” tanyaku.
“aih, kalau SMA itu sama kaya mbak-mbak yang tadi, sok atuh susul aja dari pada nunggu macet nanti telat loh. Udah gak jauh juga sekolahnya” kata bapak itu yang membuatku sontak berjalan keluar.
“ngapain kudu ikut jalan sih nu? Kan kita murid baru telat gapapa lah” kata murti dari dalam kepalaku.
“ya tapi kalau bisa ga telat lebih baik kan Mur” jawabku sambil setengah berlari untuk menyusul anak-anak sekolah tadi.
Sudah jam 07.10 dan lima menit lagi bel tanda masuk akan berbunyi, siswa lain sudah berlarian masuk gerbang sebelum pagar besi itu ditutup oleh pak satpam yang sudah berdiri gagah selayaknya jenderal tentara, matanya tajam dengan kumis tebal seperti pak raden.
“hayuh, cepat masuk.. gerbang sebentar lagi ditutup” katanya agar siswa-siswa yang masih berada diluar gerbang segera masuk. Kuikuti kerumunan masa itu dan masuk ke lingkungan belajarku yang baru.
Sekolah ini bertingkat tiga, bangunanya tiga atau empat kali lebih besar lebih besar dari pada sekolahanku dulu. Satu lapangan basket, dan satu lapangan serbaguna berada ditengah dengan plesteran beton yang tampak mengkilap. Warna putih abu-abu mendominasi pemandangan disini, mereka sedang asik dengan aktifitas mereka. Ada yang ngobrol di emperan koridor, ada yang baca buku didepan pintu, ada juga sekumpulan anak lelaki yang tengah bermain bola basket dengan seragam olahraga yang sudah mereka kenakan. Lalu sejurus kemudian bunyi bel dengan suara tinggi nyaring terdengar dari masing-masing intercom yang ada ditiap koridor,dan disusul orang-orang berseragam keki mulai keluar dari ruang guru.
Kuhirup nafas panjang, dadaku terasa bergetar dan tanganku sedikit gemetar, apakah disini akan lebih baik atau mungkin akan menjadi cerita sama? Sedikit rasa takut kembali bersarang dibenakku.
“kesempatan kita nu, kita mulai hari ini. Kita pasti bisa” kata Murti berusaha menguatkan niatku.
“yaa.. kita bisa” jawabku pelan sambil menuju kantor guru..
Badge SMA N 1 Adikarta yang tertempel pada lengan seragamku masih tertempel, tapi itu tidak akan lama karena sebentar lagi nama sekolah inilah yang akan menggantikannya. Aku hanya terus berdoa, semoga harapan yang kudoakan menjadi kenyataan..
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.