- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
...
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.
Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.
Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.
Quote:
Quote:
Spoiler for Sinopsis:
Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#1
PART 1
“Gue enggak mau buang-buang waktu jam makan siang gue jadi dengerin gue baik-baik.” Arya menunjuk gue dengan sendok kecilnya, “Muhammad Danang Wijaya, lo harus KKN sekarang.”
“Sekarang?”
“Iya, sekarang,” ulangnya dengan menekankan kata sekarang.
“Enggak semester depan aja? Kayaknya semester depan tempatnya bakalan lebih–”
“Kalo gue bilang sekarang ya sekarang!” potongnya dengan muka serius. “Sekarang.”
“I-iya, sekarang,” kata gue membuang muka.
“Wi?” panggilnya memaksa gue untuk kembali menatapnya. “Alasan apalagi sekarang yang bakal lo jadiin alasan buat nunda KKN?”
“Enggak, kok,” kata gue kembali menatapnya. “Siapa bilang kalo gue lagi cari alasan?”
“Yaudah,” ucap Arya terdengar kalem kembali. “Kalo gitu KKN sekarang.”
“M-maksud gue kenapa juga harus pake ada acara KKN? Selama ini kan kita kan udah mengabdi buat masyarakat. Demo turunin BBM, demo turunin tarif dasar listrik, bikin trending #savetianglistrik. Terus nih ya, ngapain tiba-tiba ujug-ujug harus pergi ke suatu desa terus tidur bareng-bareng di rumah yang serem coba? Apa faedahnya?”
Arya terlihat kesal dan mulai mencari kesalahan dari kalimat-kalimat yang baru gue lontarkan. Gue yakin, seperti biasanya, setelah ini dia bakalan skakmat gue dan bikin gue tunduk sama permintaan dia.
“Sereman mana sama mimpi kalo lo ditinggal sahabat lo?” tanyanya dengan muka yang tiba-tiba serius. “Sereman mana sama bayangan kalo lo ditinggal sama cewek lo sendiri?”
Tuh kan! Apa gue bilang! Dia ini jeli banget kalo cari kesalahan orang. Ini semisal ada biji wijen di patty burger yang warnanya sedikit kekuningan aja dia pasti bakalan sadar. Padahal itu wijen udah tercerna dengan baik di perut tetangganya. Ini orang emang bener-bener bahaya.
“Ya… se-serem itu–”
“Gue udah sarjana, sekarang lagi pendidikan notaris. Emil, dia udah ambil koas. Dalam hitungan dua sampai tiga tahun lagi dia udah siap nerima pasien, Wi,” jelas Arya. “Masa iya lo yang masuknya barengan sama kita berdua masih dipasung di kampus S1 cuma gara-gara takut sama setan? Lo enggak mau kan 500 days of Emil beneran kejadian sama lo? Lo enggak mau kan ditinggal sama Emil cuma gara-gara takut KKN?”
“M-maksud gue–”
“Orang malas itu ada batasnya.” Arya menuang kopinya ke piring kecil alas cangkir, “Gue males nunggu dingin, yaudah, gue cari cara biar cepet dingin. Lo males kuliah lama-lama, yaudah, buruan diselesaiin. Tapi kenyataannya? Lo bukannya cari cara biar cepet tapi malah cari pelarian biar makin lama.”
“Ya DotA emang bikin kuliah lama–”
“Jangan salahin DotA!” Arya menyeruput kopinya, “Gue juga main DotA, tapi empat tahun kuliah selesai!”
“Kok lo jadi bawa-bawa DotA–”
“Gausah banyak alasan, pake nyalahin DotA segala.” Arya mengotak-atik hapenya lalu menunjukkan layarnya pada gue, “Tadinya gue ngajakin lo ketemuan pengin kasih tau MMR baru gue sama nanya soal KKN. Tapi begitu gue tau lo mau ngundurin diri, gue jadi males.
“Gue yang MMR-nya empat ribu aja enggak nyalahin DotA. Nah lo, MMR dua ribu berani-beraninya nyalahin game kesukaan gue! Lo pikir lo tuh siapa? InYourdreaM aja enggak segitunya!”
Gue menatap Arya sekilas, lalu menatap kopi gue kembali. Sekilas terlihat wajah sahabat baik gue dengan mimik muka yang belum pernah gue temui sebelumnya.
“Dah, gue cabut,” kata Arya berdiri dari kursinya. “Lo pikirin baik-baik omongan kita barusan.”
“Yaudah, biar gue aja yang bayarin kopi–”
“Gausah,” ucapnya meletakkan selembar uang di bawah piring kecilnya. “Mahasiswa tingkat akhir kayak lo pasti bokek di akhir bulan kayak gini.”
“Makasih.”
“Ya, sama-sama,” ucapya meninggalkan gue.
“Hati-hati di jalan,” seru gue melambaikan tangan. “Salam buat nyokap lo.”
“Oh iya, gue baru inget,” balasnya dari depan pintu kafe. “Warung Padang nyokap gue mulai hari ini berhenti kasih diskon buat veteran.”
“Enggak jadi salam kalo gitu!”
“Tetep gue salamin!” serunya mengacungkan jari tengah. “Jangan sampai Puppey kepisah sama Dendi!”
“Gue enggak mau buang-buang waktu jam makan siang gue jadi dengerin gue baik-baik.” Arya menunjuk gue dengan sendok kecilnya, “Muhammad Danang Wijaya, lo harus KKN sekarang.”
“Sekarang?”
“Iya, sekarang,” ulangnya dengan menekankan kata sekarang.
“Enggak semester depan aja? Kayaknya semester depan tempatnya bakalan lebih–”
“Kalo gue bilang sekarang ya sekarang!” potongnya dengan muka serius. “Sekarang.”
“I-iya, sekarang,” kata gue membuang muka.
“Wi?” panggilnya memaksa gue untuk kembali menatapnya. “Alasan apalagi sekarang yang bakal lo jadiin alasan buat nunda KKN?”
“Enggak, kok,” kata gue kembali menatapnya. “Siapa bilang kalo gue lagi cari alasan?”
“Yaudah,” ucap Arya terdengar kalem kembali. “Kalo gitu KKN sekarang.”
“M-maksud gue kenapa juga harus pake ada acara KKN? Selama ini kan kita kan udah mengabdi buat masyarakat. Demo turunin BBM, demo turunin tarif dasar listrik, bikin trending #savetianglistrik. Terus nih ya, ngapain tiba-tiba ujug-ujug harus pergi ke suatu desa terus tidur bareng-bareng di rumah yang serem coba? Apa faedahnya?”
Arya terlihat kesal dan mulai mencari kesalahan dari kalimat-kalimat yang baru gue lontarkan. Gue yakin, seperti biasanya, setelah ini dia bakalan skakmat gue dan bikin gue tunduk sama permintaan dia.
“Sereman mana sama mimpi kalo lo ditinggal sahabat lo?” tanyanya dengan muka yang tiba-tiba serius. “Sereman mana sama bayangan kalo lo ditinggal sama cewek lo sendiri?”
Tuh kan! Apa gue bilang! Dia ini jeli banget kalo cari kesalahan orang. Ini semisal ada biji wijen di patty burger yang warnanya sedikit kekuningan aja dia pasti bakalan sadar. Padahal itu wijen udah tercerna dengan baik di perut tetangganya. Ini orang emang bener-bener bahaya.
“Ya… se-serem itu–”
“Gue udah sarjana, sekarang lagi pendidikan notaris. Emil, dia udah ambil koas. Dalam hitungan dua sampai tiga tahun lagi dia udah siap nerima pasien, Wi,” jelas Arya. “Masa iya lo yang masuknya barengan sama kita berdua masih dipasung di kampus S1 cuma gara-gara takut sama setan? Lo enggak mau kan 500 days of Emil beneran kejadian sama lo? Lo enggak mau kan ditinggal sama Emil cuma gara-gara takut KKN?”
“M-maksud gue–”
“Orang malas itu ada batasnya.” Arya menuang kopinya ke piring kecil alas cangkir, “Gue males nunggu dingin, yaudah, gue cari cara biar cepet dingin. Lo males kuliah lama-lama, yaudah, buruan diselesaiin. Tapi kenyataannya? Lo bukannya cari cara biar cepet tapi malah cari pelarian biar makin lama.”
“Ya DotA emang bikin kuliah lama–”
“Jangan salahin DotA!” Arya menyeruput kopinya, “Gue juga main DotA, tapi empat tahun kuliah selesai!”
“Kok lo jadi bawa-bawa DotA–”
“Gausah banyak alasan, pake nyalahin DotA segala.” Arya mengotak-atik hapenya lalu menunjukkan layarnya pada gue, “Tadinya gue ngajakin lo ketemuan pengin kasih tau MMR baru gue sama nanya soal KKN. Tapi begitu gue tau lo mau ngundurin diri, gue jadi males.
“Gue yang MMR-nya empat ribu aja enggak nyalahin DotA. Nah lo, MMR dua ribu berani-beraninya nyalahin game kesukaan gue! Lo pikir lo tuh siapa? InYourdreaM aja enggak segitunya!”
Gue menatap Arya sekilas, lalu menatap kopi gue kembali. Sekilas terlihat wajah sahabat baik gue dengan mimik muka yang belum pernah gue temui sebelumnya.
“Dah, gue cabut,” kata Arya berdiri dari kursinya. “Lo pikirin baik-baik omongan kita barusan.”
“Yaudah, biar gue aja yang bayarin kopi–”
“Gausah,” ucapnya meletakkan selembar uang di bawah piring kecilnya. “Mahasiswa tingkat akhir kayak lo pasti bokek di akhir bulan kayak gini.”
“Makasih.”
“Ya, sama-sama,” ucapya meninggalkan gue.
“Hati-hati di jalan,” seru gue melambaikan tangan. “Salam buat nyokap lo.”
“Oh iya, gue baru inget,” balasnya dari depan pintu kafe. “Warung Padang nyokap gue mulai hari ini berhenti kasih diskon buat veteran.”
“Enggak jadi salam kalo gitu!”
“Tetep gue salamin!” serunya mengacungkan jari tengah. “Jangan sampai Puppey kepisah sama Dendi!”
Diubah oleh dasadharma10 25-11-2017 17:02
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
5
