Kaskus

Story

ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
[Tak Ada] Gading yang Tak Retak (True Story)
[TAK ADA] GADING YANG TAK RETAK (TRUE STORY)





Ketika semua orang mengatakan tidak ada sesuatu yang sempurna, tetapi aku memiliki sesuatu yang begitu sempurna di hidupku.

Gading, sebuah arti dari nama Ivory. Ia adalah sesosok wanita yang amat sempurna, tidak retak seperti apa yang orang selalu katakan. Di dalam kesempurnaan itu, ada hal yang membuatku semakin tidak mungkin untuk menyakitinya.

Gading, tak kuasa aku menyakitinya dengan segala keindahan dan kesempurnaan yang ia miliki. Bahkan terlalu sempurnanya ia, sampai ia pun ingin orang yang mencintaiku juga merasakan kebahagiaan yang sama dengannya.

Gading yang Tak Retak.




Selamat datang di thread kedua saya. Perkenalkan saya adalah Sani, seorang setengah pedagang yang masih mencari peruntungan dari banyak hal. Apabila belum pernah membaca thread saya, saya persilakan untuk membaca terlebih dahulu thread saya sebelumnya.



Pada cerita sebelumnya, saya berhasil memberikan jawaban kepada hati saya sendiri yang begitu bimbang atas pilihan di antara Cahaya, mantan istri saya, dan Ivory yang saat ini menjadi Istri saya. Perselingkuhan sistematis sebenarnya sudah dimulai sejak saya dan Cahaya masih berpacaran dahulu, ia lebih memilih mantan kekasihnya semasa SMA ketimbang harus setia kepada saya.

Dan saat kebimbangan itu mulai merasuk jauh ke dalam hati saya, datanglah Ivory, gadis yang saat itu masih berumur delapan-belas-tahun, memberikan saya cinta sejati yang mungkin tidak akan pernah saya rasakan sebelumnya.

Semuanya tidak berhenti ketika Rahma, mantan kekasih saya dan Anita, seorang wanita yang begitu luar biasa, juga datang ke kehidupan saya, menawarkan cinta yang begitu indah pula untuk saya pilih ketika saya sedang berada di ambang kebimbangan.

Hanya satu permintaan Ivory kepada saya, ia ingin saya juga membahagiakan orang yang juga mencintai saya. Itu berarti saya harus memilih lagi untuk menikahi antara Cahaya, Rahma dan Anita. Kisah ini menjadi sangat rumit ketika seseorang datang ke dalam hidup saya dan mengatakan ia tengah hamil anak saya.

Apakah saya harus memilih salah satu dari mereka?

Atau tidak sama sekali?

Quote:


Maaf apabila ada salah kata, penulisan, atau sikap dalam berforum, mohon bimbingan dari teman-teman semua, dan apabila ditemukan gaya bahasa saya mirip dengan salah satu, atau banyak penulis di SFTH, mohon maklum, saya hanya penulis amatiran baru.

Selamat membaca.

Quote:

Polling
0 suara
Siapakah yang harus gw (Sani) pilih?
Diubah oleh ivory.cahaya 21-07-2018 11:07
fandiadi99Avatar border
a.khordAvatar border
mhdrdhoAvatar border
mhdrdho dan 3 lainnya memberi reputasi
4
107.2K
487
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
#229
Second Purple Sector
Second Purple Sector


Hari-hari berlalu setelah peristiwa itu. Ivory bahkan terlihat bahagia ketika aku dan Cahaya terlihat seperti seorang sahabat yang saling melengkapi.

Aku tidak akan pernah lupa, apa yang terjadi di masa itu. Dan aku tidak memungkiri, bahwa perasaanku kepada wanita itu masih sebesar dahulu, hanya saja, aku juga tidak dapat meyingkirkan segala racun yang telah ia sebarkan ke seluruh hatiku.

Meskipun, hal itu tidak pernah sedikitpun membuat perasaanku serta merta berubah kepadanya. Dan sungguh sampai saat ini pun aku masih selalu mencintai sosok wanita yang telah merebut segalanya dariku sejak awal mula aku bertemu dengannya.


“Sayang, bengong aja,” panggil Ivory, dengan nada manja yang selalu ia lontarkan saat ingin menarik perhatianku.

“Enggak Dek,” sahutku, telunjukku menyentuh ringan hidungnya, dan hal itu selalu disambut dengan wajah memerah yang sering ia lemparkan kepadaku.

“Mikirin apaan sih?”

Aku menggeleng, “yang pasti bukan masalah offshore,” ujarku lalu tertawa kecil.

“Cuma sedikit mikirin Aya sama Anita,” ujarku lagi.

“Oh, lagi mikirin cewek laen?” ledek Ivory, lalu tertawa kecil.

“Masa udah punya Istri masih mikirin cewek laen sih Kak.”

“Aneh deh,” ia lalu tersenyum di depanku.

“Ya, gimana ya Dek.”

“Kakak istilahnya juga enggan mau mikirin hal itu, tapi seolah semuanya muncul begitu aja di kepala Kakak.”

“Asli, pengen banget rasanya lupain rasa manis itu bareng sama mereka.”

Ivory lalu menggelengkan kepalanya, “kalo manusia dikasih lupa.”

“Pasti akan banyak hal yang dilupain selama hidupnya.”

Aku mengangguk pelan, “kamu bener Dek.”

“Sejauh apapun kita coba buat lupain hal buruk itu, sejauh itu pula kenangan buruk itu selalu dateng buat makin mengokohkan posisinya di dalem hati kita.”

“Yang bisa kita lakuin, cuma ikhlasin apa yang udah terjadi,” ujar Ivory, “bener kan?”

Aku menangguk pelan, “dan ilmu enam huruf itu kedengeran sederhana.”

“Tapi berat buat dijalanin.”


*****


Hubunganku dengan Ivory semakin hari semakin hangat. Bahkan setelah kehadiran Cahaya setiap hari ke rumah kami. Terkadang, ada pertanyaan yang begitu mendasar di dalam benakku tentang semua sikap Ivory, mengapa ia tidak pernah cemburu kepada Cahaya?

Terlebih setelah Anita yang tiba-tiba datang lagi ke hidupku. Wanita dua-puluh-dua-tahun itu begitu luar biasa dengan segala pesona yang ia miliki pada usianya.

Ivory, Cahaya, dan Anita terkadang bahkan terlihat begitu akrab, lebih akrab dari pada sebuah persahabatan, mungkin lebih terlihat seperti tiga wanita yang bersaudara dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Beruntung, aku tinggal di perumahan yang tergolong masih sepi, meskipun beberapa kali ada tetangga yang memergoki kendaraan yang digunakan Cahaya dan Anita silih berganti terparkir di depan rumahku, tetapi tidak pernah ada nada miring yang terdengar sampai ke telingaku.

Entahlah. Apa memang aku yang tidak peka, atau memang karena aku memang tidak pernah peduli dengan apa kata orang lain.

Dan ya, mungkin aku tidak peduli dengan kata-kata orang lain.

*****



“Kak,” panggil Ivory, wanita itu tampak begitu gugup saat ia mencoba mengenakan pakaian yang diharuskan dikenakan saat hari pertamanya masuk ke universitas pekan depan.

“Iya sayang,” sahutku, seraya menghampiri wanita itu, “grogi ya?”

Ia mengangguk pelan, “iya nih Kak, apalagi kan pasti banyak gitu orangnya.”

“Kakak tahu sendiri, Adek pemalu,” ia lalu tertawa kecil.

“Nanti Kakak temenin sayang, tenang aja.”


Sejurus kemudian, terdengar deru langsam mesin empat silinder, bukan mobil yang biasa digunakan oleh Cahaya. Aku yakin, itu adalah sedan D Segment milik Anita.

Dan benar saja, Anita saat itu datang ke rumah ini.

Entah ada angin apa, tetapi ia mengenakan pakaian yang cukup menggoda siapapun mata laki-laki yang memandangnya.

Ia mengenakan baju lengan panjang yang terlihat kebesaran. Sungguh hanya menutupi sepertiga pahanya. Rambutnya yang panjang, indah, dan bergelombang pun digerainya, semakin menambah aura kecantikan alami Anita yang juga tidak dapat kusangkal.

Wanita itu tersenyum, seraya melambaikan tangannya begitu riang.


“Kakak,” panggilnya manja, ia lalu berjalan cepat menujuku.

“Nita,” sahutku datar.

“Hai Vo, kamu kenapa pake baju beginian sih? Macem SPG aja,” gerutu Anita langsung mengomentari Ivory yang saat ini memang mengenakan pakaian putih-hitam.

“Ah, aku tahu, pasti buat ospek ya, ayo ngaku?” tanya wanita itu, ia tampak begitu riang saat ini.

“Kak Sani apa kabar?” tanya wanita itu lagi, seolah lisannya tidak dapat berhenti berujar, ia lalu mencium tanganku layaknya seseorang yang begitu tunduk dan menghormatiku.

“Baik-baik aja Nit,” sahutku.

“Baru keliatan Kak,” ujar Ivory lalu tersenyum kepada wanita itu.

Ia lalu mengangguk, “aku itu sebenernya sebulan kemaren ke sini tiap hari.”

“Tapi kayaknya masih pada betah di Lumajang.”

“Aku pikir belom pulang, ato malah pindah rumah.”

“Aku samperin ke Lumajang tiga hari yang lalu, eh katanya udah pulang dari dua minggu yang lalu.”

“Yaudah aku samperin ke sini.”

“Loh,” aku keheranan.

“Kenapa sampe ke Lumajang sih Nit?” tanyaku, “kan kamu bisa tanya sama Aya.”

“Hehe,” ujarnya tertawa kecil, “pas kemaren aku juga masih di Jogja Kak sebenernya.”

“Jadi, pas sebulan kemaren ke sini gak ada Kak Sani, aku balik lagi ke Jogja,” ujarnya dengan senyum yang benar-benar mengembang, tampaknya ia benar-benar tidak dapat menyembunyikan ekspresinya.

“Jadi, dari Jogja, kamu ke Lumajang.”

“Pas aku gak ada di sana, kamu pulang, gitu?”

Wanita itu mengangguk, “aku kangen sama kamu Kak.”

“Sama Vo juga,” ujarnya lalu memeluk erat Ivory, dan kedua wanita itu tertawa kecil.


Entahlah, ada sebuah perasaan yang begitu lega melihat Anita berada di sini. Terlebih, dua hari yang lalu Cahaya juga baru datang ke sini, membawakan segudang cinta untukku, untuk Ivory, dan juga untuk Reva.

Ada rasa cinta yang benar-benar tidak dapat kupahami saat ini. Rasa cinta yang seolah ingin selalu memberikan, menyayangi dengan tulus, dan tidak mengharapkan apapun kecuali senyumanku yang mungkin mereka tunggu. Apakah ini yang selalu Alfarizi katakan kepadaku?

Apakah ini yang selalu Cahaya rasakan, ketika ada banyak cinta di hidupnya.

Sejurus, aku tersenyum sendiri. Kuusap kedua kepala wanita itu dengan lembut.

*****



“Kak,” panggil Ivory ketika ia sudah berada di depan.

“Cepetan nih, udah jam delapan, nanti kasian Kak Aya kalo nunggu kelamaan.”

“Iya sayang,” ujarku, berlari kecil untuk segera menuju ke garasi, “sebentar.”

Sejurus, aku langsung mengunci pintu dan menuju ke Ivory, “kan Aya nanti jalan sendiri sayang.”

“Ih enggak ih,” ujar Ivory manja, “kita kan ke dokternya barengan Kak.”

“Loh loh,” ujarku seraya menggelengkan kepala, “terus nanti gimana?”

“Masa iya kamu sama Aya masuk barengan.”

“Disangka istri aku dua nanti.”

“Lah emang iya Kakak,” ujarnya manja, mengusap pelan pipiku.

“Kan status Kak Aya masih Istri pertama kamu, dan aku yang kedua.”

“Lagian, emang Kakak pernah ada niat ngurus surat cerai Kak Aya?”


Deg!

Seketika tubuhku melemas. Entah apa yang saat ini merasuki seluruh relungku. Tetapi, apa yang dikatakan oleh Ivory adalah benar. Sejak aku menceraikannya secara lisan di depan seluruh teman gilanya, aku memang tidak pernah mengurus surat cerai secara hukum negara.

Jantungku berdegup sangat kencang. Lebih kencang dari apapun yang pernah kurasakan sebelumnya. Senyuman manis yang terlihat begitu tulus dari Ivory justru semakin menambah canggung apa yang kurasakan.

Mengapa aku tidak mengurus surat cerai itu?

Padahal, sudah hampir tiga bulan waktu berlalu sejak aku mengikrarkan penolakanku atas hubungan ini?

Apakah aku memang masih mencintainya?

Apakah memang pernyataan talak yang saat itu kulontarkan hanya sebatas niatanku untuk memberikannya pelajaran, bukan untuk benar-benar memisahkan diri darinya?


“Adek yang nyetir kah?” tanya Ivory pelan, seolah ia tahu apa yang kupikirkan di balik senyuman manis yang masih ia lemparkan kepadaku.

Aku menggeleng, “enggak usah sayang.”

“Cuma…,” ujarku ragu, “cuma aku gak tahu, kalo apa yang kamu bilang bener Dek.”

Wanita itu lalu mengusap pelan pipiku, “Kak.”

“Kan udah Adek bilang, kalo sebenernya Kakak juga masih sayang kan sama Kak Aya.”

“Kembalilah sama Kak Aya.”

“Biar aku di sini, terus Kak Aya di sana.”

“Kakak juga harus mikir kebahagiaan Kak Aya, juga Kak Nita,” ujar Ivory, ia menggenggam tanganku hangat.

“Yaudah yuk ngobrol mulu.”

“Kasian Kak Aya nungguin.”


Ivory. Sungguh sebuah karunia yang sangat luar biasa dari Sang Jabbar untukku. Ia membawakan sebuah pernyataan cinta yang tidak dapat kumengerti. Sebuah perasaan yang sampai saat ini selalu saja membuatku terkagum atas kedewasaan dirinya yang begitu paripurna, terkonstelasi begitu rapi di atas kasih yang majemuk, namun satu.

Sejurus, kuarahkan Hatch B Segment ini menuju ke rumah Cahaya, dan saat aku tiba di sana, ia sudah bersiap dengan pakaian yang terlihat anggun di antara perutnya yang terlihat sudah membesar. Mengapa tidak, sudah tiga bulan ia mengandung anakku, dan jelas saja itu sangat terlihat.

Kami lalu menuju ke sebuah Rumah Sakit yang cukup terkenal di Bekasi Barat. Beruntung, sebelum melakukan pemeriksaan, kami sudah membuat janji terlebih dahulu kepada rumah sakit tersebut. Dan seperti dugaanku, nama Ivory dan Cahaya terdaftar berurutan.

Kami pun menunggu sekitar satu jam di ruang tunggu rumah sakit tersebut.


“Ibu Ivory,” panggil suster yang saat itu membuka pintu poliklinik tempat Dokter kami memeriksa.

“Yaudah Vo sekalian aja,” ujar Cahaya, ia lalu memimpin langkah dan menggandeng Ivory untuk masuk ke dalam ruang periksa. Aku hanya mengikuti mereka berdua, hingga mereka duduk di kursi yang tersedia di depan dokter wanita yang saat itu memandang kami dengan heran.

“Yang namanya Ibu Ivory yang mana?” tanya dokter itu.

“Aku Dok,” sahut Ivory, ia lalu tersenyum.

“Terus ini Kakaknya atau siapanya?”

“Kok yang keliatan hamil Ibu yang pake baju maroon?”

“Ini Kak Cahaya, Istrinya Kak Sani,” ujar Ivory, menyebutkan itu tanpa ada rasa canggung sama sekali.

“Jadi, yang hamil Ibu Cahaya, tapi kenapa yang diperiksa Ibu Ivory?” tanya dokter itu, ia lalu memeriksa jejak rekam medis Cahaya yang sudah pasti ada di sana.

“Saya juga Istrinya Kak Sani,” ujar Ivory ringan. Dan saat itu dokter tersebut saling berpandangan dengan suster yang berada di sana, sementara suster ini memandangku dengan sinis.

Sementara, aku hanya bisa menundukkan pandangan seraya menghela napas panjang, “ya silakan diperiksa aja dua-duanya Dok.”


*****


Satu masa telah terlewati. Sol sudah kembali lagi berada di atas horizon, mengisi satu hari lagi dengan penuh kebahagiaan. Dan pagi ini, aku langsung menemui Murobbiku, Pak Azzam dan juga Alfarizi yang juga berjanji untuk menemuiku setelah kewajiban pagi.

Alfarizi tampak begitu semangat, memang sudah lama kami tidak bertemu. Dan setelah semuanya selesai, aku pun berbincang bertiga bersama Pak Azzam dan juga Alfarizi.


“Jadi gini Pak,” ujarku memulai ini semua.

“Kayak apa yang dibilang Fariz.”

“Saya udah ngomong sama Cahaya kalo saya bilang saya ceraikan kamu, tiga kali.”

“Nah, yang saya tanyain, apa iya itu udah jatoh talak tiga gak ke Aya?”

Sejenak Pak Azzam berpikir, ia lalu menganggukkan kepalanya, “sebenernya begini Mas Sani.”

“Jadi,” ujar Pak Azzam lalu menghela napas.

deniiskandard
deniiskandard memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.