Aku memutuskan untuk membuka usaha sendiri dirumah, setidaknya agar aku bisa terus bersama anak-anak. Aku selalu menitipkan mereka pada ayah dan ibu semenjak kepergian almarhumah istri. Setelah membaca surat terakhir dari Anna, aku meminta petunjuk pada Allah, shalat istikharah kulakukan. Jika aku jalani ini, aku tak ingin dipandang bahwa aku tak setia pada Anna. Lagipula, tak ada hasratku untuk menikah lagi. Suatu hari, aku kedatangan tamu yang tak terduga. Sudah lama aku tak bertemu dengan dia. Lalu aku menyuruhnya masuk.



Kemudian Zee kedalam dan ikut bermain bersama anak-anak. Aku merasa sedikit senang bahwa Abidah dan Abiyyah masih bisa ceria. Suatu hari nanti, aku harus siap jika mereka telah tumbuh besar, dan menanyakan kemanakah ummi? Suatu ketika Heri juga datang kerumahku. Aku menceritakan semua tentang Anna, Zee, Aulia, Rahma, dan semua orang yang telah masuk kedalam lingkaran kehidupanku. Hingga aku menceritakan tentang surat terakhir Anna yang memintaku menikahi seorang perempuan.



Beberapa hari kemudian, aku baru saja selesai mengajar kembali di madrasah. Saat itu, anak-anak aku titipkan pada ayah dan ibu. Saat aku sedang membereskan barang-barangku, aku menatap sejenak ke kelas kosong ini. Aku rindu mereka. Saat aku keluar, aku mendapati seseorang didepan kelas.



Kamipun berpindah tempat



Singkat cerita, aku sudah dirumah. Aulia nampak begitu gemas melihat Abidah dan Abiyyah saat bertemu. Aku melihat anak-anak begitu senang dengan kedatangan Aulia. Entah mengapa setiap aku bertemu perempuan, anak-anak begitu antusias langsung menghampiri meski terlihat malu-malu. Beberapa hari setelah curhat dengan Heri, aku mendapat satu SMS masuk dari nomer yang tak aku kenal yang berisi

Dia: Assalamualaikum, Netra, bisakah besok kau temui aku di alun-alun kota selepas shalat ashar?

Aku: Waalaikumsalam, afwan, siapa ini?

Ku tunggu beberapa menit, tak ada jawaban darinya. Siapa lelaki ini? Atau, siapa perempuan ini? Apakah aku mengenal dia? Entahlah. Malam itu, anak-anak tengah tertidur. Aku terus bertanya-tanya siapa pengirim SMS itu. Saat aku telfon nomornya tak bisa dihubungi. Aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan tidur. Keesokan paginya, aku bekerja seperti biasa. Orang-orang kantor yang terkadang masih melihatku iba karena ditinggal istri, tapi semua itu aku anggap sebagai rasa simpati. Aku tidak peduli apa yang akan mereka katakan padaku. Setelah ashar, aku meminta izin pada bosku untuk pulang lebih awal dengan alasan urusan keluarga.

Aku berjalan ke alun-alun kota, sesaat aku tiba disana, aku mengecek Hpku dan dia SMS padaku, memberitahukan bahwa ia menggunakan kerudung hitam berbaju merah. Aku mencari dan terus mencari ke setiap titik tempat ini, hingga aku melihat orang yang dimaksud dalam SMS itu, orang yang ciri-cirinya sama dengan yang disebutkan di SMS itu. Kulihat ia sedang berdua bersama temannya membelakangi aku. Akupun datang menghampirinya.



Aku kaget ketika mereka berbalik, ternyata orang yang aku kenal tahun lalu. Mereka adalah Riris dan Maya. Wanita yang dimaksud dalam SMS itu adalah Maya.



Tanpa berkata-kata lagi, aku mengikuti Riris tanpa Maya. Aku lihat Maya dari kejauhan sedang menghadap ke arah lapangan



Aku menunduk, kemudian aku melihat kearah Maya yang katanya adalah Sari. Apa dia benar-benar Sari? Sari yang selama ini sudah pergi dari kehidupanku? Sari yang pernah merawatku saat aku sedang down? Sari yang pernah mengisi hari-hariku? Aku berjalan perlahan mendekati dia. Seketika aku berdiri di belakangnya. Aku begitu tak percaya dengan semua ini. Memang dalam surat terakhir Anna, ia mengatakan bahwa Sari masih hidup, dan Anna ingin aku menikahi Sari.



Wanita bercadar yang selama ini aku kenal, tak kusangka adalah wanita yang selama ini menghilang dari kehidupanku. Selama ini ia begitu dekat, namun kenapa aku tak bisa merasakan kehadirannya. Apa karena ia menggunakan cadar? Apa karena ia mengganti nama? Aku tertunduk, berusaha menerima ini semua. Apakah aku harus mengikuti kata Anna untuk menikahi Sari?