beanilla93Avatar border
TS
beanilla93
Vanilla
Hai agan-sis semua.
Setelah sering jadi silent reader, kayanya asik juga kalau saya mencoba share cerita juga.

Cerita ini 'based on true story'. Tapi ya mungkin dengan sedikit modifikasi. hehehe

Tapi kalo cerita ini bukan selera agan-sis, atau agan-sis merasa ceritanya aneh,
And you feel like you can't stand to read it anymore silahkan cari cerita lain.
Nggak usah sumpah serapah ya.
Karna buat saya mereka yg sumpah serapah itu, pikirannya sempit, kosa katanya terbatas.
Bingung mau komentar apa, ujungnya malah ngata-ngatain emoticon-Lempar Bata

Comment, critics and question allowed ya emoticon-Big Kiss

Spoiler for Prolog:


Indeks :
Part 1. Prolog
Part 2. Selected memories

Part 3. MY hero
Part 4. His journey
Part 5. Restriction
Part 6. The results

Part 7. First year
Part 8. We're classmate!
Part 9. The class president
Part 10. Embarrassing youth - intermezzo
Part 11. Wrong thought?
Part 12. Boom!
Part 13. Aftereffects
Part 14. "Manner maketh man"
Part 15. Reunion
Part 16. Let it loose
Part 17. Those shoulders
Part 18. The sunrise
Part 19. Present
Part 20. Year 7th

Part 21. Tom and jerry
Part 22. Crown Prince
Part 23. Amnesia
Part 24. "Okay, let's do that"
Part 25. Jalan belakang(back street)
Part 26. The castle
Part 27. Story about a long night
Part 28. The storm
Part 29. War
Part 30. Gotcha!
Part 31. End

Part 32. Abege
Part 33. Story of nasi goreng
Part 34. The reason behind cold martabak
Part 35. He knew it(all the time!)
Part 36. The betrayal
Part 37. Revealing the truth
Diubah oleh beanilla93 16-03-2018 06:46
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
20.1K
182
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Tampilkan semua post
beanilla93Avatar border
TS
beanilla93
#70
Part 18. Azka - 11

"Lo serius pake baju gitu aja?" tanyaku heran melihat outfit Azka setelah turun dari hardtop.

Azka hanya tersenyum sinis sambil berpose di hadapanku.
Dia memang menggunakan 3 lapis pakaian. Kaos oblong, di lapis hoodie, dan terakhir di lapis dengan jaket jeans yang memang sering dipakainya. Tapi diantara kami semua, memang pakaiannya lah yang paling 'menantang'.

A : Gue tinggal di kota dingin udah lama. Kulit gue udah tebel. Ngga kaya kulit lo neng, tipis, kaya cangkang telor penyu. Urat aja keliatan
V : Takabur. Ati-ati di atas hipotermia.
A : Astagfirullah neng, do'anyaa.

Aku hanya tersenyum dan berjalan menyusul teman-temanku yang sudah lebih dahulu menuju ke atas.

Berhubung kami sampai pukul 3 pagi, dan sunrise sepertinya masih lama. Kami pun memutuskan duduk di salah satu warung yang memang mudah dijumpai di situ.

Berbagai jajanan terlihat mengepulkan uap, hangat dan menggiurkan untuk dimakan pada suhu saat itu. Mi cup instan, gorengan, teh dan juga kopi panas menghiasi meja-meja di hadapan pengunjung. Aku dan Nana yang baru kembali dari toilet pun takjub melihat banyaknya orang yang memenuhi warung tersebut. Kami menemukan teman-teman kami tidak menemukan tempat duduk dan hanya berdiri di samping tumpukan dus mi instan.

"Ngga dapet bangku sama sekali?" ucapku sambil berdiri di samping Azka yang sedang asik meniup pisang goreng.

"Iya neng. Mau pindah warung lain juga sama aja. Long weekend begini pasti penuh semua." sahut Azka sambil menyodorkan potongan pisang goreng padaku. Aku pun membuka mulutku dan membiarkan Azka menyuapkannya padaku.

V : Terus ini apa pada ngga pegel?
A : Kita abisin nyemil sama minum aja dulu. Habis ini langsung ke atas aja, biar bisa duduk.

Azka pun menyerahkan segelas teh hangat yang ada di hadapannya. Aku dilarangnya memesan lagi, katanya satu gelas saja cukup untuk berdua.
Setelah selesai menghangatkan perut, kami pun perlahan bergerak ke atas, tempat wisatawan biasa berkumpul untuk melihat sunrise.

Sesampainya di atas, kami tercengang akan banyaknya pengunjung di sini. Sulit rasanya menemukan tempat untuk duduk di tengah kerumunan orang banyak. Setelah berkeliling, akhirnya kami menemukan tempat yang cukup menampung kami berenam untuk duduk.

Azka duduk di paling kiri, dan aku duduk di sebelah kanannya. Di sebelah kananku ada Tony, dan teman-temanku yang lain duduk berjajar setelahnya. Kami membicarakan banyak hal. Entah membicarakan orang(dengan bahasa daerah tentunya, agar tidak ada yang mengerti), sampai hal-hal tidak penting lainnya.

Pembicaraan hanya datang ramai dari sebelah kananku. Azka yang berada di sebelah kiriku hanya menunduk dan meletakkan kepalanya di lututnya. Kedua tangannya pun dia simpan di depan dadanya.

"Ka. Kenapa lo diem aja dari tadi si? Pingsan lo?" tanya Nanto yang rupanya juga menyadari diamnya Azka.
"Sakit perut gue nih. Masuk angin. Dingin juga." sahut Azka tanpa mengangkat wajahnya.
"Dingin. Mulus banget modus lo, biar bisa minta angetin Vanilla. Noh van, angetin abang Azka. Kasian tangannya dingin ngga pake sarung tangan." celetuk Langga.

Aku hanya tersenyum menanggapi celetukkan Langga sambil tetap menatap pemandangan di depan.

"Neng. Sampe kapan tangan gue di anggurin?Dingin..."

Aku pun menoleh mendengar Azka memanggilku. Kepalanya masih tertunduk, hanya saja tangan kanannya yang tadinya disimpan, sekarang sedang terulur kepadaku. Dengan ragu aku melepaskan kedua sarung tanganku.

Aku terdiam cukup lama. Dalam pikiranku sedang berkecamuk berbagai macam penolakan dan pembenaran.

Di satu sisi, kami hanya teman, apa yang aku takutkan? Toh Azka juga sudah menegaskan status pertemanan kami sejak 5 tahun yang lalu. Aku juga sedang dalam status pacaran dengan orang lain. Azka juga tau itu.
Tapi di sisi lain, aku tahu Azka adalah salah satu bab yang sangat sulit untuk ku tutup di dalam hidupku. Lengah sedikit saja, bisa menjatuhkan ku dan membuatku terpaksa membuka dan menjalani bab itu lagi.

Sampai akhirnya ketika aku sadar, aku menemukan tangan kiriku sudah bertaut jadi satu dengan tangan Azka. Bahkan sekarang tangan kananku juga ikut menggosok punggung tangan Azka.

"Makanya jangan sok kuat. Takabur beneran kan. Ngga pake sarung tangan. Baju juga tipis bang-"

Ucapanku terputus saat Azka membawa kedua tanganku kedalam dekapannya. Akibatnya, tubuhku pun duduk semakin rapat pada Azka. Dia masih tidak bersuara. Kepalanya masih tertunduk.
Aku dapat merasakan suhu tubuhku sedang naik drastis. Rona wajahku bersaing dengan semburat jingga yang perlahan muncul di hadapan kami.

Pelan-pelan. Seiring dengan hembusan nafasnya yang kurasakan di tanganku, hati ku pun mendeklarasikan kekalahan nya.

"Van, bagi ah tangan lo satu. Jangan ke Azka dua-duanya. Dingin juga gue" ucap Tony tiba-tiba. Dia menarik paksa tangan kananku dan menggenggamnya. Dan membiarkan tangan kiriku tetap dalam dekapan Azka. Tanpa ku sadari, aku sedikit kesal karena Tony baru saja menghancurkan salah satu momen yang sangat jarang kudapatkan. Tapi di sisi lain aku juga bersyukur karena Tony menarikku kembali ke dunia nyata.

----

Drrrttt...

Aku mengambil benda bergetar yang ada di dalam tasku.

Mamah is calling

Bukan ponselku rupanya.

"Mamah nelpon nih." ucapku pada Azka yang sedang asyik mengobrol dengan Langga.

Azka menerima ponsel dan menjawab panggilan dari Mamahnya. Aku dapat mendengar semua pembicaraan mereka. Ya tanpa sengaja tentunya, karena aku duduk di sebelah Azka. Berbeda dengan 'Mamah' yang aku punya yang hanya menelponku bila ada hal penting, Mamah Azka rutin menelpon hanya menanyakan pertanyaan-pertanyaan ringan seperti sedang dimana, sedang apa, sudah makankah, dengan siapa, dan lain-lain.

"Kenapa angkat telponnya lama nak?" tanya mama Azka di seberang sana.
A : Hpnya dalem tas Vanilla mah.
MA : Loh, kenapa sama Vanilla?
A : Titip aja.
MA : Tumben mas. Biasanya kamu protektif banget sama hp. Disentuh sama orang lain aja ngga mau.
A : Ya susah aja nyimpan di kantong celana.
MA : Biasanya juga disimpan di situ ngga papa. Hayo... ada apa sama Vanilla?
A : Apa sih mamah ah. Vanilla nya di samping nih, kedengeran omongan kita dari tadi.

Aku tersentak dan langsung menghadap Azka sambil menggelengkan kepala dan membuat gestur tangan bahwa aku tidak menguping. Tapi Azka hanya tersenyum sambil merespon kalimat-kalimat lain dari Mamah nya.

"Gue ngga nguping loh ya." ucapku sesaat setelah Azka mengakhiri panggilan dengan Mamah nya.
"Nguping juga ngga papa neng. Nih, masukin tas lo lagi." jawab Azka sambil menyerahkan ponselnya.

"Kalo nguping kan kesannya sengaja, kalo gue kan ngga sengaja." gumamku pelan sambil memasukkan ponsel Azka dan memanyunkan bibirku.

"Kenapa?" tanya Azka yang rupanya mendengar gumamanku. Aku pun terkejut dan melihat ke arahnya sambil menggelengkan kepalaku dan tersenyum. Azka hanya tersenyum balik dan mengelus pelan kepalaku.

Dalam perjalanan pulang, aku tidak dapat menahan kantukku dan tertidur. Dan sama seperti tadi malam, aku tertidur dan meletakkan kepalaku di bahu Azka. Hanya bedanya hari ini atas inisiatifku sendiri, walaupun Azka juga tidak menolaknya. Sama seperti aku, Azka sepertinya juga tertidur. Karena sebelum aku benar-benar tertidur, aku dapat merasakan Azka menyenderkan kepalanya di atas kepalaku.

Medan jalan yang luar biasa mengejutkanku dan membangunkanku tiba-tiba. Aku dapat melihat Nana dan Langga tertidur. Langga tidur dengan menyenderkan kepalanya di pintu mobil. Saat aku menoleh untuk mengecek Azka, dia tersenyum padaku. Yang membuat aku kaget adalah tangan kirinya yang terlihat sedang menahan gagang pintu yang sedang disandari Langga, yang rupanya terbuka. Andai Azka melepaskan pegangannya, Langga pasti jatuh.

V : Astaga! Itu pintunya kebuka?
A : Heheh iya neng. Pegel nih abang megangin.
V : Supirnya udah tau belom?
A : Udah gue panggil-panggil tapi ngga direspon.

Aku pun memberitahukan pada supir bahwa pintu belakang terbuka. Bapa itu pun menghentikan mobil dan kami membangunkan Langga agar pintu itu ditutup dengan benar. Setelah dipastikan pintu ditutup dengan benar, kami melanjutkan perjalanannya. Langga pun melanjutkan tidurnya, hanya saja aku menyerahkan jaket parka ku sebagai bantalan untuknya bersandar di pintu mobil. Karena sebelumnya aku melihat kepala Langga terantuk lumayan keras akibat goncangan mobil.

V : Berapa lama lo megangin pintu kaya tadi?
A : Ada kali setengah jam heheh.
V : Kenapa ngga disadarin sih bapanya?
A : Kayanya angin dari jendelanya kenceng banget ampe bapanya khusyuk banget nyetirnya. Ahaha
V : Terus kenapa ngga bangunin gue? Kan gue berat nyender di bahu lo?
A : Bobok lo nyenyak banget, ngga tega gue bangunin.
V : ... Kalo kejadian kaya tadi, bangunin aja gue. Ketimbang Langga jatoh terus ilang.
A : Kalo Langga jatoh gampang nyarinya lah, kan dia gede. Ahaha

Aku hanya tersenyum mendengar Azka yang masih bisa bercanda. Akhirnya aku memutuskan tidak tidur lagi, karena pemandangan di luar memang sedang bagus dan sayang untuk dilewatkan. Malam sebelumnya aku memang melewati jalan yang sama, tapi karena gelap aku tidak menyadari bahwa pemandangannya sangat indah.

Saat aku sedang melihat pemandangan di luar, aku merasakan beban di bahu sebelah kiriku. Saat aku menoleh, aku melihat Azka menyenderkan kepalanya di bahuku dan memejamkan matanya.

"Leher lo ngga sakit kayagini?" tanyaku pelan. Aku menanyakannya karena memang Azka lebih tinggi dari pada aku. Sehingga dia harus sedikit lebih ekstra agar bisa bersandar di bahuku.
"Ngga. Udah diem. Giliran gue yang bobok."

Aku pun menutup mulutku dan membiarkan Azka di bahuku. Sambil tersenyum, aku meneruskan melihat pemandangan di luar jendela mobil yang sepertinya terlihat jauh lebih indah daripada sebelumnya.


Diubah oleh beanilla93 14-11-2017 06:43
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.