- Beranda
- Stories from the Heart
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish
...
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish

Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 10:27
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
165.6K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
congyang.jus
#269
Ia tertunduk malu. "Hehe.. Abisnya ga bangun-bangun sih" gw terkekeh.
"Pertama ya?" tanya gw. Ia mengangguk malu. Udah kelihatan kalau dia masih noob
Gw pegang kepalanya agar mendekat. "Sini kukasih yang kedua..". Gw lumat lagi bibirnya. Masih tak ada balasan dari nya.
Gw dan Shinta berputar2 mengitari alun-alun wonosobo. Kawan-kawan gw entah kemana perginya. Suasananya masih ramai meskipun hari sudah mendekati siang, mungkin suasana pegunungan yang adem membuat wisatawan tak begitu terganggu dengan pancaran sinar matahari.
"Mau makan apa?" tanya gw ke Shinta.
Shinta menggelendot manja. "Apa aja, yang penting kenyang" jawabnya.
Gw melihat gerobak penjual bakso. "Bakso?" tanya gw lagi.
"Ga kenyang.." jawabnya
Gw menyapu pandangan mencari penjual makanan. "Gudeg mau?" tanya gw lagi
"Boleh deh.." jawab gw
Kami berdua berjalan menuju penjual gudeg di salah satu sudut alun-alun. Banyak penjual makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Suasananya mirip dengan simpang lima pada pagi hari (dulu, sebelum adanya car free day)
"Silahkan mas, mbak" ucap ibu-ibu penjual
"Gudegnya dua ya bu.." ucap gw
"Sama telur apa ayam mas?" tanya si ibu penjual
"Sama telur apa ayam?" tanya gw ke Shinta
"Telur aja.." jawab Shinta
"Sama telur semua bu.." ucap gw ke ibu penjual
"Minumnya apa mas?" tanya si penjual lagi
"Teh manis bu.." jawab shinta
"Dua bu.." timpal gw
"Duduk dulu mas.." si penjual mempersilahkan gw duduk di tikar belakang gerobaknya sembari menunggu pesanan.
Kata si ibu penjual, suasana seperti ini akan berlanjut sampai sore hari tiba. "Mungkin gw betah kalo tinggal di daerah sini" bathin gw. Suasana nya sangat kontras dengan semarang yang begitu panas. Di semarang, jam 8 pagi pun hawanya sudah mulai panas.
Shinta menggosok2an kedua telapak tangannya. "Dingin?.." tanya gw
"He'em.." jawabnya
Setelah makan, kami melanjutkan acara jalan-jalan di alun-alun. Kami berdua melangkahkan kaki menuju pohon besar di tengah-tengah. Tak lupa juga kami mengabadikan momen tersebut dengan kamera saku yang gw bawa. Setelah puas berfoto-foto, kami duduk-duduk di bawah pohon besar tersebut.
"Bentar.." ucap gw ke Shinta.
Gw berjalan menuju salah satu pedagang yang menjual sarung tangan
"Berapa mas?" tanya gw sambil memegang sarung tangan putih dengan corak warna-warni.
"20 ribuan mas" jawab nya
Setelah mendapat barang yang gw inginkan, gw kembali menghampiri Shinta. "Sini tanganmu.." Shinta mengulurkan tangannya, dan gw memakaikan sarung tangan ke kedua tangannya.
"Makasih.." ucap Shinta. Gw tersenyum lebar.
Gw langsung menuju mobil sesaat setelah Zahra menghubungi gw
"Gantian ja.." ucap Paman memberikan kunci Mobil. Gw pun mengendarai mobil dari alun-alun menuju dieng. Hamparan perkebunan dan sawah menjadi pemandangan kami saat perjalanan.
Lagu dari Shagydog yang berjudul 'jalan-jalan' sayup-sayup terdengar dari radio mobil.
Pergi jauh keluar kota lewati desa desa
Pikiran segar hati jadi riang duhai asyiknya
Jalan jalan di akhir pekan lihat ke kiri dan kanan
Pohon pohon dan burung burung semua menyambut riang
Kami berhenti terlebih dahulu di main gate Dieng yang legendaris. Rasanya ga afdol kalo ga mampir kesini dahulu. Banyak pedagang baju maupun pernak-pernik bertuliskan Dieng
Shinta membeli beberapa baju dan sebuah penutup kepala ukuran kecil untuk tegar. Kawan-kawan gw juga membeli baju-baju untuk orang rumah. Setelah cukup, kami melanjutkan perjalanan menuju telaga warna.
Di Telaga Warna ada 2 pintu masuk, yang satunya untuk akses ke tebing diatas telaga warna, dari sini kita bisa melihat warna air telaga yang berwarna hijau ke biru-biruan. Tebing-tebing hijau di sekitarnya menambah kesan indah pada tempat tersebut. Pintu masuk yang satunya untuk akses ke pinggiran Telaga Warna. Jadi kita bisa jalan-jalan di sekitarnya. Disana juga terdapat gua kecil, mitosnya dulu ada seekor kuda yang masuk kesana, waktu keluar sudah dalam kondisi hamil.
Dari Telaga Warna, kami menuju Kawah Sikidang yang masih satu komplek dengan Candi Arjuna dan Candi Bima (nama candinya bener ga sih?). Kawah Sikidang diambil dari nama Kidang yang berarti Kijang. Karena kolam di kawah yang sewaktu-waktu berpindah seperti melompat layaknya Kijang. Layaknya kawah lainnya, Kawah Sikidang juga tinggi akan zat sulfur dan belerang. Maka dari itu pengunjung disarankan untuk memakai masker. Disana banyak penjual-penjual masker jika pengunjung tidak membawanya dari rumah. Tapi harganya nyekek leher
Waktu beranjak sore ketika kami selesai merebus telur di kawah. Kabut tipis pun mulai turun. Kamipun memutuskan untuk mencari alamat penginapan yang sebelumnya sudah dipesan oleh Izal. Orang ini dari dulu selalu gw andalkan dalam reservasi penginapan ataupun maskapai
.
Sebenarnya kami menyewa 5 kamar, namun para laki-laki malah berkumpul dalam kamar gw dan Izal.
"Dingin-dingin mabok enak nih" ucap Paman
"Eh, bodoh. Tadi Okta bilang dia bawa JD" ucap Ryan
Teman-teman gw langsung berbondong-bondong pergi ke kamar Okta. Kesendirian gw tak berlangsung lama, karena beberapa saat kemudian Shinta menyusul ke kamar gw.
"Dingin.." ucapnya merangkul lengan gw
"Sini peluk..
" gw mendekap tubuhnya, gw usap2 rambutnya yang panjang.
Shin, apa yang harus gw lakuin supaya Ibu lo setuju saat lo dekat dengan gw? Apa gw harus merubah perilaku, penampilan dan gaya hidup gw? Apa gw harus menjadi munafik agar Ibu lo memberikan restu ke gw?. Akankah kedekatan kita akan terus berlanjut sampai berujung manis?. Pertanyaan2 tersebut terus terpikirkan oleh gw. Pertanyaan2 yang selalu menghantui, seolah menunggu jawaban dari semua kisah ini.
"Pertama ya?" tanya gw. Ia mengangguk malu. Udah kelihatan kalau dia masih noob
Gw pegang kepalanya agar mendekat. "Sini kukasih yang kedua..". Gw lumat lagi bibirnya. Masih tak ada balasan dari nya.
Gw dan Shinta berputar2 mengitari alun-alun wonosobo. Kawan-kawan gw entah kemana perginya. Suasananya masih ramai meskipun hari sudah mendekati siang, mungkin suasana pegunungan yang adem membuat wisatawan tak begitu terganggu dengan pancaran sinar matahari.
"Mau makan apa?" tanya gw ke Shinta.
Shinta menggelendot manja. "Apa aja, yang penting kenyang" jawabnya.
Gw melihat gerobak penjual bakso. "Bakso?" tanya gw lagi.
"Ga kenyang.." jawabnya
Gw menyapu pandangan mencari penjual makanan. "Gudeg mau?" tanya gw lagi
"Boleh deh.." jawab gw
Kami berdua berjalan menuju penjual gudeg di salah satu sudut alun-alun. Banyak penjual makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Suasananya mirip dengan simpang lima pada pagi hari (dulu, sebelum adanya car free day)
"Silahkan mas, mbak" ucap ibu-ibu penjual
"Gudegnya dua ya bu.." ucap gw
"Sama telur apa ayam mas?" tanya si ibu penjual
"Sama telur apa ayam?" tanya gw ke Shinta
"Telur aja.." jawab Shinta
"Sama telur semua bu.." ucap gw ke ibu penjual
"Minumnya apa mas?" tanya si penjual lagi
"Teh manis bu.." jawab shinta
"Dua bu.." timpal gw
"Duduk dulu mas.." si penjual mempersilahkan gw duduk di tikar belakang gerobaknya sembari menunggu pesanan.
Kata si ibu penjual, suasana seperti ini akan berlanjut sampai sore hari tiba. "Mungkin gw betah kalo tinggal di daerah sini" bathin gw. Suasana nya sangat kontras dengan semarang yang begitu panas. Di semarang, jam 8 pagi pun hawanya sudah mulai panas.
Shinta menggosok2an kedua telapak tangannya. "Dingin?.." tanya gw
"He'em.." jawabnya
Setelah makan, kami melanjutkan acara jalan-jalan di alun-alun. Kami berdua melangkahkan kaki menuju pohon besar di tengah-tengah. Tak lupa juga kami mengabadikan momen tersebut dengan kamera saku yang gw bawa. Setelah puas berfoto-foto, kami duduk-duduk di bawah pohon besar tersebut.
"Bentar.." ucap gw ke Shinta.
Gw berjalan menuju salah satu pedagang yang menjual sarung tangan
"Berapa mas?" tanya gw sambil memegang sarung tangan putih dengan corak warna-warni.
"20 ribuan mas" jawab nya
Setelah mendapat barang yang gw inginkan, gw kembali menghampiri Shinta. "Sini tanganmu.." Shinta mengulurkan tangannya, dan gw memakaikan sarung tangan ke kedua tangannya.
"Makasih.." ucap Shinta. Gw tersenyum lebar.
Gw langsung menuju mobil sesaat setelah Zahra menghubungi gw
"Gantian ja.." ucap Paman memberikan kunci Mobil. Gw pun mengendarai mobil dari alun-alun menuju dieng. Hamparan perkebunan dan sawah menjadi pemandangan kami saat perjalanan.
Lagu dari Shagydog yang berjudul 'jalan-jalan' sayup-sayup terdengar dari radio mobil.
Pergi jauh keluar kota lewati desa desa
Pikiran segar hati jadi riang duhai asyiknya
Jalan jalan di akhir pekan lihat ke kiri dan kanan
Pohon pohon dan burung burung semua menyambut riang
Kami berhenti terlebih dahulu di main gate Dieng yang legendaris. Rasanya ga afdol kalo ga mampir kesini dahulu. Banyak pedagang baju maupun pernak-pernik bertuliskan Dieng
Shinta membeli beberapa baju dan sebuah penutup kepala ukuran kecil untuk tegar. Kawan-kawan gw juga membeli baju-baju untuk orang rumah. Setelah cukup, kami melanjutkan perjalanan menuju telaga warna.
Di Telaga Warna ada 2 pintu masuk, yang satunya untuk akses ke tebing diatas telaga warna, dari sini kita bisa melihat warna air telaga yang berwarna hijau ke biru-biruan. Tebing-tebing hijau di sekitarnya menambah kesan indah pada tempat tersebut. Pintu masuk yang satunya untuk akses ke pinggiran Telaga Warna. Jadi kita bisa jalan-jalan di sekitarnya. Disana juga terdapat gua kecil, mitosnya dulu ada seekor kuda yang masuk kesana, waktu keluar sudah dalam kondisi hamil.
Dari Telaga Warna, kami menuju Kawah Sikidang yang masih satu komplek dengan Candi Arjuna dan Candi Bima (nama candinya bener ga sih?). Kawah Sikidang diambil dari nama Kidang yang berarti Kijang. Karena kolam di kawah yang sewaktu-waktu berpindah seperti melompat layaknya Kijang. Layaknya kawah lainnya, Kawah Sikidang juga tinggi akan zat sulfur dan belerang. Maka dari itu pengunjung disarankan untuk memakai masker. Disana banyak penjual-penjual masker jika pengunjung tidak membawanya dari rumah. Tapi harganya nyekek leher

Waktu beranjak sore ketika kami selesai merebus telur di kawah. Kabut tipis pun mulai turun. Kamipun memutuskan untuk mencari alamat penginapan yang sebelumnya sudah dipesan oleh Izal. Orang ini dari dulu selalu gw andalkan dalam reservasi penginapan ataupun maskapai
.Sebenarnya kami menyewa 5 kamar, namun para laki-laki malah berkumpul dalam kamar gw dan Izal.
"Dingin-dingin mabok enak nih" ucap Paman
"Eh, bodoh. Tadi Okta bilang dia bawa JD" ucap Ryan
Teman-teman gw langsung berbondong-bondong pergi ke kamar Okta. Kesendirian gw tak berlangsung lama, karena beberapa saat kemudian Shinta menyusul ke kamar gw.
"Dingin.." ucapnya merangkul lengan gw
"Sini peluk..
" gw mendekap tubuhnya, gw usap2 rambutnya yang panjang.Shin, apa yang harus gw lakuin supaya Ibu lo setuju saat lo dekat dengan gw? Apa gw harus merubah perilaku, penampilan dan gaya hidup gw? Apa gw harus menjadi munafik agar Ibu lo memberikan restu ke gw?. Akankah kedekatan kita akan terus berlanjut sampai berujung manis?. Pertanyaan2 tersebut terus terpikirkan oleh gw. Pertanyaan2 yang selalu menghantui, seolah menunggu jawaban dari semua kisah ini.
Diubah oleh congyang.jus 11-11-2017 02:08
japraha47 dan 10 lainnya memberi reputasi
11