tyo.kartikoAvatar border
TS
tyo.kartiko
Titik Irasional dalam Rasionalitas. (Horror, Keluarga, True Story)


Halo agan-agan penghuni Kaskus, kususnya SFTH. Perkenalkan nama saya Tyo Kartiko (nama samaran tentunya hehehe). Selama ini saya hanya menjadi penikmat, alias silent reader dari SFTH, tp kali ini izinkan saya berbagi sepenggal kisah hidup yang semoga menarik buat disimak. Sebelumnya mohon maaf jika tulisannya agak berantakan, karena saya juga baruu belajar nulis hehehee.

Kisah yang saya alami ini terjadi berkisar tahun 1998, 2004, hingga 2006 ketika saya masih kelas 1 SMA. Sekarang saya sudah lulus kuliah dan bekerja btw. Cerita ini saya jamin 99% real, true story, kisah nyata karena saya alami sendiri. 1%-nya lagi bumbu2 jika saya lupa detail ceritanya hehehe..

Ohya, untuk updatenya saya usahkan bisa tiap hari gan... Tp dgn catatan tdk sedang lembur kerja yahh hehehehe. Doakan saja tetap istiqomah. Tapi saya janji bakal saya selesaikan cerita ini.

INDEX

Spoiler for INDEX:


Kalo tidak keberatan rate, share, komen dan cendolnya yah gan, biar tambah semangat nulisnya hehehee, makasih banyak... emoticon-Shakehand2

... Selamat Membaca ....
Diubah oleh tyo.kartiko 02-12-2017 15:41
eL89
ableh80
meqiba
meqiba dan 7 lainnya memberi reputasi
8
46.2K
186
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
tyo.kartikoAvatar border
TS
tyo.kartiko
#32
Chapter 4 : Hanya 6 Bulan
Operasi melelahkan yg setiidaknya memakan waktu 6 jam itupun akhirnya selesai. Kanker rahim berhasil diangkat, tetapi ibu masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Ayah masih duduk termenung sembari memegang tangan ibu. Saya dan Adit, (adik saya) menunggu di luar ruangan.

Selang beberapa saat kemudian saya melihat Ayah mendatangi dokter Eko.

“Dok bagaimana?” Tanya Ayah dengan penuh kekhawatiran.

“Operasinya telah sukses pak, kanker berhasil kami angkat. Sekitar 1 jam lagi Ibu akan segera tersadar” Terang dokter Eko.

“Lalu habis ini apakah kanker sudah bersih?” Ayah kembali bertanya.

“Sehharusnya tinggal menunggu hitungan hari atau paling lama satu bulan Ibu sudah bisa beraktifitas secara normal pak” jawab dokter Eko.

Setelah mendengar keterangan dari dokter Eko, ayah agak terlihat tenang. Beberapa menit kemudian, Ibu bangun dan tersadar. Ibu tidak berkata apapun, beliau hanya memegang erat tangan ayah.

Beberapa hari kemudian, kondisi ibu mulai berangsur2 asur membaik. Hingga akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter Eko. Meski begitu, ibu masih belum bisa berjalan. Beliau diharuskan menggunakan kursi roda.

Disini saya merasa ada perubahan drastis pada Ibu. Saya tidak lagi mendapati Ibu yg tegas, keras dan disiplin dalam segala hal. Beliau hanya sering menghabiskan waktu duduk termenung sembari membaca berbagai buku dikursi roda.

Rasanya sangat sedih, saya ingin menangis tapi kami harus tetap terlihat tegar agar ibu juga tegar.

Hari-hari terus berlalu. Ibu mengambil cuti panjang dari pekerjaannya dikarenakan mesti istirahat total untuk proses pemulihan paska operasi.

Sudah 1 bulan paska operasi, kondisi ibu tidak kunjung membaik. Justru semakin parah jika saya lihat. Ibu yg dahulu masih bisa duduk di kursi roda sekarang harus terbaring lemas di tempat tidur.

Ayah kemudian kembali membawa Ibu ke rumah sakit. Namun kali ini dokter Eko sedang study ke luar negeri, sehingga ibu kembali ditangai dokter Edy beserta dokter ahli dari Surabaya, yaitu dokter Harso.

Mereka berdua sangat bingung knp paska dioperasi, kondisi Ibu justru semakin parah. Padahal seharusnya sel kanker sudah hilang. Akhirnya, atas saran dokter Harso, Ibu mesti dirujuk ke rumah sakit Surabaya. Disana akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim dokter ahli yg didukung peralatan medis cukup canggih.

Singkat cerita akhirnya kami sekeluarga mengantar ibu ke Surabaya.

Setelah menjalani pemeriksaan yang lumayan lama, akhirnya dokter Harso memanggil Ayah dan saya untuk masuk ke ruangannya.

“Jadi begini pak, mas. Saat ini kanker rahim ibu memang telah diangkat, tapi sayangnya yg kita tidak tahu ternyata sel kanker telah masuk ke tulang belakang, dan menyerang sun sum tulang belakang”

Tangan ayah bergetar hebat mendengar penjelasan dokter Harso, sedangkan saya masih tidak mengerti apa artinya semua itu.

“Jadi Pak, ini memang penyebab Ibu tidak bisa berjalan atau sekedar untuk duduk adalah karena sel2 kanker tersebut telah menggerogoti tulang belakang Ibu”

“Lalu dok apa yg bisa kita lakukan” Ayah menyela dokter Harso dgn nada yg sangat panik.

“Kami mohon maaf sebesar2nya pak, tapi saat ini kami tidak bisa berbuat apa2 lagi”

“Andai bisapun, adalah dengan cara cangkok tulang belakang. Itu membutuhkan donor dan juga kami memiliki keterbatas untuk bisa melakukannya. Kemungkinannya adalah kami rujuk ke rumah sakit di Singapore, itu jg tdk ada jaminan akan berhasil”

“La.. laluu apa yg akan terjadi pada Istri saya dok” tanya Ayah dengan gugup

Dokter Harso menghela nafas panjang…..

“Jadi, menurut pengalaman saya, 1-2 bulan kedepan kedua kaki ibu akan lumpuh total. Sama sekali tak bisa digerakan”

“Setelah itu, sel kanker akan menyerang pertahanan tubuh ibu, penyakit semacam flu atau sejenisnya bisa berakibat fatal nantinya”

“Ketika kanker telah menyerang otak belakang, ibu akan kehilangan kesadaran, atau setidaknya akan kehilangan ingatan2 secara parsial”

Dokter Harso kembali menghela nafas sebelum melanjutkan penjelasannya…

“Kemudian, Ibu akan memasuki kondisi koma, hingga akhirnya tubuh si pasien sama seekali berhenti bekerja. Paling lama proses ini akan memakan waktu 6 BULAN”

---PALING LAMA PROSES INI AKAN MEMAKAN WAKTU 6 BULAN----

“Berhenti bekerja?” Tanya ayah dengan heran apa yg dimaksud oleh dokter Harso.

“Iya pak, berhenti bekerja dengan kata lain meninggal” Jawab dokter Harso.

Tak sadar airmata mengalir deras dari mata saya. Saya tak mampu berucap apa2. Ayah hanya menggenggam erat telapam tanganku.

“Lalu apakah benar2 tdk ada yg bisa kami perbuat dok?” Tanya Ayah kembali.

“Kami bisa meemberikan pereda rasa sakit, tp itu tak akan menyembuhkan Pak. Hanya akan mengurangi rasa sakit Ibu” Jawab dokter Harso.

Akhirnya kami keluar dari ruangan dokter Harso dngn hati yg sangat tak karuan.

Kemudian saya bertanya pada Ayah.

“Yah, kita beritahu Ibu dan Adek?”

Ayah hanya termenung…

“Tidak usah Yo. Cukup Ayah dan Tyo aja yg tahu penjelasan dokter Harso tadi” Jawab Ayah dgn wajah yg sembab karena menahan tangis.

“Yo, Andai saja kamu tau orang yg kamu sayangi akan meninggal, apakah kamu akan memberitahunya?” Tanya Ayah kepadaku.

Saya hanya terdiam tnpa menjawab apapun.

“Kalo aku tidak yo” Lanjut beliau.

“Aku akan bilang kalau dia akan hidup terus, dia akan kembali normal, dia akan sehat kembali. Agar dia bisa tetap bersemangat tuk hidup”

“Saat inj jadi tugas kita Yo, untuk tetap berjuang mencari solusi”

“Jika memang segala jalan RASIONAL sudah kita tempuh dan buntu, mungkin saatnya kita mencari berbagai keemungkinan lain. Termasuk berbagai TITIK TITIK IRASIONAL” Lanjut Ayah sambil memegang erat telapak tanganku.

Disinilah, awal mula kami memasuki berbagai dunia yg sebelumnya hanya kami anggap sebagai fiksi, mitos atau dongeng belaka.Dimana akhirnya kami tau tentang dunia lain, dunia klenik, dunia ghaib, dunia tahayul atau apapun itu…



Next Chapter : Perjuangan Bersama Abah Kiai dari Sidoarjo
Diubah oleh tyo.kartiko 18-11-2017 13:45
eL89
eL89 memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.