- Beranda
- Stories from the Heart
KABUT (Horror Story)
...
TS
endokrin
KABUT (Horror Story)
Tanpa basa-basi lagi bagi agan dan sista yang sudah pernah membaca dongeng-dongeng saya sebelumnya kali ini saya ingin mempersembahkan sebuah dongeng baru

Cerita saya sebelumnya bisa dibaca dibawah ini, tinggal diklik saja
Quote:
WARNING!!
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak mengcopy paste cerita ini. semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan mengerti bahwa betapa susahnya membuat cerita. Terima kasih
Quote:

Diubah oleh endokrin 19-05-2019 05:10
disturbing14 dan 30 lainnya memberi reputasi
29
619.5K
Kutip
2.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
endokrin
#796
Quote:
CHAPTER 8
Mungkin hanya aku yang mengalami teror semalam, aku juga tidak tahu apakah itu benar-benar nyata atau hanya halusinasiku saja. Selama ini aku percaya bahwa cerita orang-orang tentang hantu hanya bualan mereka saja. tapi semalam, suara yang aku dengar persis dipinggir tenda, benar-benar nyata, suara seorang pria yang menggigil kedinginan.
Entah jam berapa akhirnya aku terlelap tidur, hingga Baim membangunkanku sekitar jam 7 pagi, tapi keadaan diluar tenda langit terlihat mendung dan hujan turun cukup lebat.
“Gagal dong agenda kita buat melihat sunrise”
“Kalau hujan sudah reda, apa mau dilanjut ke puncak ?”
“Kalau seperti ini, bisa-bisa seharian hujan terus. Kalau keadaanya begitu apa kita harus menginap lagi semalam disini Im ?” Imron menjawab pertanyaan Baim dengan bertanya balik.
“Mudah-mudahan saja hujan cepat reda, kalau menginap lagi apa tidak beramasalah ? di pos pendaftaran kita turun hari ini. Tapi kalau terpaksa ya apa boleh buat, perbekalan kita cukup sepertinya untuk menginap satu malam lagi.”
“Sebaiknya bangunkan Hesti, kita buat sarapan.”
“Buat sarapan gimana, diluar hujan. Lagian Hesti pasti masih tidur, kalau sudah bangun dia pasti datang ke tenda ini.” Imron menjawab usulanku.
“Apa kalian semalem tidur pulas ? mendengar suara-suara aneh tidak ?”
“Aneh-aneh gimana Pan ? Aku semalam tidur pulas, mungkin karena kecapean saat pendakian.” Imron yang pertama menjawab.
“Iya, suara aneh. Aku juga tidak yakin apakah itu nyata atau hanya halusinasiku saja. Semalam aku mendengar suara laki-laki meminta tolong, dia seperti kedinginan gitu. Persis dipinggir tenda dekat dengan telingaku. Entah dia berjongkok atau tengkurap, rasanya mulutnya dekat sekali dengan telingaku dan Cuma terhalang kain tipis tenda ini.” Sambil kutunjuk arah dari suara yang semalam aku dengar.
“Huss.. ini masih pagi, tidak boleh cerita aneh-aneh.” Baim dari dalam sleeping bag-nya menegur kami.
“Mungkin itu hanya imajinasimu saja, kamu terlalu terobsesi dengan cerita pendaki pria yang meninggal dan terus kau ceritakan itu. Cerita penjaga warung itukan ?”
“Semoga saja itu hanya ketakutanku saja.” Walaupun dalam hati aku yakin suara semalam sangat nyata.
Hujan mulai reda sekitar jam 10 pagi. Rasa lapar sudah tidak bisa ditahan lagi, kami bertiga langsung keluar tenda untuk membuat sarapan dan api untuk mengusir dingin.
Air panas dalam panci kecil sudah mulai mendidih, aku langsung memasukan 3 bungkus mie instan ayam bawang sekaligus dengan bumbu dan pendampingnya, bau sedap menyeruak seketika membangkitkan nafsu makan.
“Kamu panggil Hesti sana.” Aku menyuruh Imron.
Walaupun jarak tenda kami hanya berjarak sekitaran 5 langkah saja, tapi daritadi Hesti tidak terdengar bangun. Mungkin dia tertidur pulas karena kecapean, atau mungkin juga suasana dingin dan mendung seperti ini memang cocok untuk tidur seharian.
“Hes….Hesti…Hes” tedengar suara Imron, terlihat dia berjalan menuju semak-semak yang cukup jauh dari tenda Hesti.
“Hesti tidak ada ditendanya, sudah aku cek kebelakang, dan tidak ada juga.” Imron datang dengan wajah panik.
Aku dan Baim langsung berdiri, kami berdua bergegas untuk mengecek tenda, apakah Imron sedang bercanda. Benar saja tidak ada, kami berdua langsung berpencar mencari ke setiap semak tersembunyi disekitar tenda untuk mencari keberadaan Hesti.
Aku harus berjalan hati-hati karena setiap tempat begitu curam dan pijakannya bukan lagi tanah tetapi batu yang licin karena terguyur air hujan. Kabut masih menyelimuti pemandangan, embun dari daun dan ranting membasahi jaket dan celana yang aku kenakan.
Sepuluh menit berlalu, pencarian kami sia-sia saja, Hesti tidak ditemukan. Imron terlihat ketakutan, mungkin dia akan merasa bersalah kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan menimpa Hesti.
Kami kebingungan, duduk didepan api unggun kecil tanpa saling berbicara. Aku merasa takut, bahkan lebih takut daripada medengar suara gaib semalam. Didalam hati aku terus berdoa semoga Hesti baik-baik saja, tapi perasaan tidak bisa tenang karena kepalaku terus berpikir. Mana mungkin seseorang baik-baik saja ketika hilang diatas gunung seperti ini, dalam kondisi hujan pula.
“Sebaiknya kita mencarinya lebih jauh lagi pan, kita berpencar sekali lagi”
“Sebaiknya kita pikirkan dulu. Kita belum makan apa-apa, dan juga udara disini dingin sekali, sebaiknya kita amankan dulu kondisi kita sekarang.”
“Hesti hilang, dan kita sekarang akan makan ? dia mungkin bukan temanmu, tapi dia tanggung jawabku. Aku yang mengajaknya untuk kesini.” Imron terlihat kesal.
“Topan benar, mungkin aku baru kenal dengan Hesti, tapi aku juga merasa khawatir. Tenangkan dulu dirimu, jangan sampai kita akan membantu tapi malah mencelakakan diri sendiri. Dalam keadaan seperti ini kita harus berpikir jernih.”
Baim mengangkat panci berisi mie instan yang sudah tampak lotoh dari tungku api. Selera makan yang tadi menggebu-gebu tiba-tiba saja hilang, aroma khas bumbu mie instan kini tidak lagi menggoda. Aku dan baim makan dengan terpaksa, tubuh memang tidak bisa aku bohongi karena sudah lemas daritadi. Imron masih tampak gelisah beberapa kali aku mencoba membujuknya untuk makan, tapi dia tidak menggubris sedikitpun.
“Sudahlah, biarkan dia tenang dulu. Jangan memperkeruh suasana dengan memaksanya makan, emosinya sedang tidak stabil.”
Imron masuk kedalam tenda mengambil tas kecil dan senter kemudian dia berjalan terburu-buru menjauhi kami. Baim dengan segera berjalan mengejarnya dan menarik lengannya. Mereka tampak berdebat, entah apa yang dia sedang bicarakan hingga akhirnya Imron terlihat menangis.
……………………………….
Setelah selesai makan, kami bertiga mengecek kembali tempat-tempat yang tadi kami datangi, hanya untuk memastikan bahwa Hesti benar-benar tidak ada disana.. Aku teringat lagi pada perisitwa semalam, jangan-jangan Hesti didatangi juga oleh suara pria misterius itu, dia ketakutan kemudian lari karena panik.
“Kita tidak bisa mencari lebih jauh lagi dari jalur pendakian, karena kalau salah malah kita yang tersesat.”
Pendapat Baim Benar adanya, disebalah kiri dan kanan hanya pepohonan dan dengan kontur tanah yang curam. “ lalu sekarang bagaimana ?”
“Mau tidak mau dan juga tidak ada cara lain, sebaiknya kita turun dan melapor di pos”
Imron masih terdiam, entah dia mendengarkan ucapan kami atau tidak.
Aku dan Baim membiarkan Imron dalam lamunannya, kami berdua langsung membereskan barang bawaan dan juga membongkar tenda.
“Bagaimana kalau kita tunggu dulu sampe besok. Mungkin Hesti sekarang pergi dan sedang berusaha kembali kesini. Kalau dia datang dan kita malah pergi bagaimana ?” Imron akhirnya berbicara ketika aku dan Baim sibuk bekerja.
“Dia memang pergi kemana ? apa alasan dia pergi tanpa pamit kepada kita ?”
“Mungkin saja dia semalam keluar tenda untuk kencing, dan tidak tahu arah kembali ke tenda.”
“Tidak mungkinlah, jarak semak-semak dan tenda disekitaran sini tidak terlalu jauh, liat tebing-tebing curam itu tidak mungkin dia pergi jauh, Kecuali…”
Belum selsesai aku berbicara tiba-tiba Imron bangun dari duduknya dan segera pergi kearah bawah jalur pendakian.
“Jangan-jangan Hesti terjatuh kebawah, ingat semalam hujan sangat deras bukan ?” aku berbisik kepada Baim.
Meninggalkan pekerjaan yang belum diselesaikan, aku dan Baim segera menyusul Imron ke bawah jalur pendakian.
Tepat di bawah tempat kami mendirikan tenda hanya sedikit tanah yang landai, sisanya curam. Semak-semak dipenuhi dengan berbagai jenis tumbuhan rimbun, dan juga terlihat tonjolan batu-batu besar. Seandainya memang ada urang yang jatuh dari ketinggian, aku hanya bisa membayangkan tubuh itu akan terjun bebas hingga kebawah atau tersangkut diantara himpitan bebatuan.
Imron berteriak, suaranya menggema memanggil nama Hesti, namun tidak terdengar jawaban yang ada hanya suara angin yang bertiup menggoyangkan dahan-dahan pohon. Jarak pandang kami juga semakin terbatas, karena ternyata semakin kebawah kabut semakin tebal.
Bulu kuduk ku tiba-tiba merinding, suasana disekitar tidak terlihat apapun kecuali kepulan asap putih yang terus bergerak terbawa angin. Aku menengok kiri dan kanan, entah kenapa tiba-tiba tonjolan bebatuan dan batang pohon samar-samar terlihat gelap seperti sosok tubuh manusia yang sedang mengelilingi kami bertiga.
“Kamu bereskan barang, aku akan menyusul si Imron. Dia semakin nekat saja..aku takut dia tergelincir” lamunanku dibangunkan oleh suara Baim.
Tanpa minta minta persetujuan dariku, Baim langsung turun lagi kebawah, karena terlihat Imron kini mulai berajalan semakin jauh dari jalur pendakian kearah semak-semak sambil terus berteriak.
Tubuhku kini menggigil, entah karena udara semakin dingin atau pengaruh dari rasa takut yang tiba-tiba saja aku alami barusan. Aku mengambil satu ruas jahe dari saku celana, pemeberian dari Baim saat di Bus kemarin. Satu gigitan cukup untuk menghangatkan tenggorokan.
Tidak ada pilihan lain, dengan terpaksa aku kembali keatas karena semua peralatan masih berantakan disana. Aku percecepat langkahku karena gerimis sudah mulai turun. Tapi begitu aku mulai melangkahkan kaki untuk mendaki keatas, samar-samar ditempat kami berkemah terlihat sosok hitam seperti manusia sedang berjongkok disana. Entah lelaki atau perempuan, yang pasti sosok tersebut terlihat bergerak seperti sedang mengacak-ngacak sesuatu. Apakah itu Hesti ?
Bersambung.....
Jangan lupa like, comen, share and subcribe
twiratmoko dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Kutip
Balas
Tutup