What’s Wrong With You, Yank?

Keesokan harinya, sepulang kerja, gw terpaksa izin lagi di kampus karena berniat untuk menjemput Anggie.. Gw memutuskan untuk tidak pulang terlebih dahulu karena Ibu pasti akan bertanya alasan gw tidak masuk kampus..

Tepat jam 4.30 menit, gw sudah tiba di depan gerbang rumah Anggie.. Gw sempat tertegun melihat rumah Anggie yang berdiri megah di depan, lalu membuka pintu gerbang.. Mobil Nissa* JU*e milik gadis itu terparkir rapih di dalam garasi, berderet dengan motor CB* yang di beli Anggie untuk gw..

Dua kali suara bel terdengar setelah gw pencet.. Terdengar suara seorang gadis yang sudah lama tidak terngiang di kedua telinga ini..

Sesaat, gw kembali tertegun menyaksikan sosok Anggie yang nampak anggun memakai mukena putih berenda di ujungnya..

“Ohh, kamu” Ucap Anggie dengan senyuman dingin, yang menyadarkan gw dari lamunan..

“Eh iya, sayank.. Eh, Gie” Ucap gw tanpa sengaja dan langsung meralat ucapan tersebut..

Anggie yang mendengar, terlihat kaget lalu mengajak gw untuk masuk ke dalam rumah.. Gw dipersilahkannya duduk di ruang tengah, sementara Anggie sendiri terlihat menaiki anak tangga, menuju kamarnya..

“Loh, nak Imam baru datang?” Tanya Mamah nya Anggie dengan senyuman ramah..

Gw segera bangkit dari tempat duduk dan mencium punggung tangan wanita itu..

“Iya, tante.. Baru pulang kerja soalnya.. Ini aja belom mandi, masih bau keringat” Jawab gw yang disusul dengan senyuman Mamahnya Anggie..

Kami berdua saling duduk berhadapan dan membicarakan banyak hal, terutama soal pekerjaan dan Kuliah gw.. Beberapa nasihat dan pujian dilayangkan wanita yang masih terlihat cantik meski usianya sudah di mencapai 40 tahunan itu.. Hingga akhirnya ia mulai menyinggung obrolan, soal anak gadisnya yang masih berada di dalam kamar..

“Kamu lihat perubahan dalam diri Anggie, nak Imam?” Tanya Mamahnya Anggie sambil menatap gw lekat-lekat..

“Maksud tante?” Tanya gw yang tidak mengerti..
“Ya itu.. Sekarang Anggie jauh lebih pendiam di banding dahulu, nak Imam.. Tante perhatikan semuanya itu terjadi selepas kalian putus, lho” Terang wanita berambut sebahu itu..

Gw menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya sesaat kemudian..

“Justru itu, hari ini saya berniat meluruskan sekaligus menjelaskan semua ke, Anggie, tante” Jawab gw yang menerangkan maksud, untuk mengajak anak gadis wanita itu keluar sebentar..

Mamah nya Anggie terpaksa menunda jawaban yang sepertinya sudah berada di ujung bibir, karena Anggie terlihat sudah menuruni anak tangga rumahnya..

Sesaat, gw tertegun melihat penampilan Anggie yang berubah drastis.. Tadi ia nampak anggun dengan mukena, namun sekarang berubah 180 derajat dengan memakai hot pants hitam beserta tanktop biru di tutup cardigan hitam..

Kedua mata gw menatap tajam melihat Anggie, untuk menandakan ketidaksukaan gw akan penampilannya saat ini.. Bukannya menunduk, gadis itu malah membalas tatapan gw jauh lebih mengintimidasi.. Seakan-akan dari tatapannya itu keluar kalimat, suka-suka gw, emang lu siapa gw yang sok ngatur-ngatur..

“Eh, Nak Imam mau ngajak Anggie pergi?” Tanya Mamah nya Anggie yang menyadari ada ketegangan diantara kami berdua

“Iya, tante..Saya mau ajak Anggie keluar dulu” Ucap gw sengaja mengulang pembicaraan terakhir tadi ke Mamahnya Anggie..

“Silahkan, nak Imam.. Kamu jangan manyun gitu donk, sayank.. Kan mau ng’date sama Imam.. Masa ga semangat gitu mukanya.. Senyum donk” Ucap Mamahnya Anggie ke arah anak gadisnya, sambil memperagakan senyuman sumringahnya di depan Anggie..

Setelah pamit dengan orang tuanya Anggie, gw segera keluar dari dalam rumahnya dan berjalan beriringan dengan gadis yang sepertinya sedang mengunci mulutnya..

“Kita mau jalan kemana, Gie?” Tanya gw mencoba membuka obrolan dengan gadis itu, sambil terus berjalan menuju motor yang gw parkirkan di teras rumahnya..

“Terserah kamu” Jawab Anggie singkat..

Gw mengambil helm kedua yang sengaja gw bawa dan menyodorkannya ke arah Anggie.. Lalu memakai sweater hitam kumal, yang sengaja gw bawa sebagai pengingat masa-masa indah kami dahulu..

Anggie nampak tertegun melihat gw yang berdiri di hadapannya, dengan mengenakan sebuah sweater yang sudah ia kembalikan beberapa waktu lalu, langsung dari Amerika.. Kedua matanya nampak berkaca-kaca, namun langsung ia sembunyikan wajahnya dengan segera memakai helm..

Sepanjang perjalanan, Anggie sama sekali tidak berbicara satu kata pun.. Dari kaca spion, gw melirik gadis itu malah sedang tersenyum, sambil melihat ke arah layar HP..

“Kamu ga mau peluk aku dari belakang?” Tanya gw sengaja memancingnya..

“Di Amerika ga ada tukang ojek.. Jadi aku udah lupa cara nya meluk orang dari belakang” Jawab Anggie dengan suara seperti sengaja di kencangkan..

“Njiir, gw di bilang tukang ojek.. Gw bakal bikin lu meluk gw lagi, meski terpaksa, Gie” Gumam gw dalam hati..

Dengan sengaja, gw menarik gas ke bawah agar laju motor bertambah cepat.. Awalnya, Anggie terlihat memegang besi yang ada di jok belakang motor matic gw.. Lalu berganti mulai memegang ujung sweater kumal gw dari belakang..

“Kamu ga bisa pelan, aku takut?”Tanya Anggie cukup keras..

“Haah, apaan? Aku ga denger” Jawab gw sembari terus fokus ke jalan raya yang mulai ramai..

“Peluk aku aja, kalo kamu takut?” Kata gw dengan suara keras sambil melirik wajah gadis itu yang sedikit cemberut..

Gw tersenyum begitu Anggie, perlahan-lahan melingkarkan kedua tangannya di pinggang gw.. Sekali lagi, gw lihat Anggie dari kaca spion.. Gadis itu nampak sudah membenamkan wajahnya ke dalam sweater kumal yang gw kenakan, sambil memejamkan kedua mata.. Sedikit demi sedikit, kecepatan laju motor gw kurangi, hingga akhirnya kami tiba di tempat yang di tuju..

“Udah sampe, neng.. Ongkosnya 20 ribu” Ucap gw meledek Anggie yang terlihat masih menikmati sandarannya di punggung gw..

Saat ia membuka mata, gadis itu nampak terkejut menyadari motor gw sudah berhenti..

“Udah sampe, neng.. Kek nya pulas banget tidurnya?” Ucap gw mengulangi gurauan pertama yang sepertinya terlewat oleh gadis itu..

Bukannya menjawab, malah satu cubitan keras di pinggang gw yang ia berikan.. Seketika gw membekap mulut sendiri, untuk meredam teriakan kesakitan dari cubitan Anggie.. Beberapa orang tersenyum, menyaksikan reaksi gw yang menjadi korban salah satu bentuk penindasan kaum cewe..

Anggie perlahan turun dari motor dan berjalan pelan ke depan, sementara gw mencoba mencari celah untuk memarkirkan motor, diantara kendaraan lain yang sudah lebih dahulu berada disana.. Sesekali gw mengusap pinggang yang masih menyisakan rasa panas perih disana, sambil berjalan menyusul Anggie..

Beberapa saat, hp gw terdengar berbunyi.. Gw segera mengeluarkan Hp dan membalas sebuah pesan yang ternyata dari Ridho, yang mengajak untuk berkumpul bersama Suluh.. Gw langsung balas saja pesan Ridho, dengan kalimat Don’t Disturb, Imam nya lagi ama cewe”..

“Kita ketempat biasa aja, yah” Ucap gw ke arah Anggie yang sedang berhenti, melihat-lihat toko pakaian..

Gadis itu malah terlihat lebih asyik memilih baju, di banding membalas ucapan gw barusan..

“Gie, ayo donk.. Kita kesini bukan buat shopping” Kata gw sambil bertolak pinggang..

Sesaat, Anggie melirik gw dengan tatapan sinis.. Lalu melepaskan pegangan tangannya dari sebuah celana jeans ketat..

“Bawel banget sih” Ucap Anggie ketus sambil berjalan melewati gw..

Gw sendiri hanya mengurut dada, menerima perlakuan Anggie yang dingin sejak pembicaraan semalam.. Lalu berjalan menyusul gadis itu dari belakang..

Di sebuah Cafe tempat kami beberap kali menghabiskan malam minggu, Anggie memilih tempat duduk yang kebetulan berada di sudut dan kosong pula.. Seorang pelayan laki-laki nampak menghampiri gadis itu yang sudah terlbih dahulu duduk disana..

“Si Mas mau order apa?” Tanya laki-laki tersebut cukup ramah, ke arah gw yang baru mendaratkan bokong di sofa empuk, duduk di hadapan Anggie..

“Jus jeruk aja, Mas” Jawab gw sambil melirik Anggie yang mengeluarkan sebuah box kecil di atas meja..

Untuk sesaat, gw melihat box putih itu yang masih tergeletak.. Lalu Anggie mengambil box tersebut dan membukanya.. Tatapan gw nanar melihat beberapa rokok ada di dalam box sialan itu.. Dengan cepat, tangan gw menyambar benda tersebut dan bangkit dari sofa..

Sebuah tatapan tajam gw berikan ke Anggie, sebelum gw berjalan dan meremas box besi tersebut menjadi sebuah serpihan halus, dan membuangnya di tong sampah..