- Beranda
- Stories from the Heart
DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]
...
TS
dudatamvan88
DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON II
Salam penghuni Jagad KASKUS Terutama yang berada di Sub Forum SFTH
Hari ini ane nulis kisah kelanjutan dari cerita yang ane tulis sebelumnya mengenai hal - hal yang ane alami beberapa tahun yang lalu
Dan ane tetep mohon dengan sangat Kritik. Saran. Dan bimbinganya Buat ane yang Nubie ini.


![DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/09/30/9887347_201709301052350189.jpg)
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON II
Salam penghuni Jagad KASKUS Terutama yang berada di Sub Forum SFTH
Hari ini ane nulis kisah kelanjutan dari cerita yang ane tulis sebelumnya mengenai hal - hal yang ane alami beberapa tahun yang lalu
Dan ane tetep mohon dengan sangat Kritik. Saran. Dan bimbinganya Buat ane yang Nubie ini.


Quote:
Quote:
![DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/09/30/9887347_201709301052350189.jpg)
Quote:
Quote:
PROLOG
Masih terngiang dengan jelas dikepalaku rasa sakit akan Kehilangan.
Semua yang aku miliki saat aku berjaya di jakarta hanya seperti cerita dongeng yang berakhir dengan tragis.
Rian mengajakku untuk merantau kekota Bontang.
Aku berharap bisa merubah hidupku saat aku menginjakan kaki di pulau terbeasar di indonesia ini.
Tapi semuanya tidak berjalan begitu lancar saat aku dan rian berkendara menyusuri Jalan Poros Sejauh 240 kilometer Dari kota Balikpapan menuju ke Kota Bontang.
Di kota ini aku Bertemu dengan lingkungan baru.
Bertemu dengan teman baru.
Dan hal yang tak pernah kubayangkan ternyata juga kualami di kota ini.
Akulah sang wakil janji itu.
Akankah semuanya akan berakhir disini???
Masih terngiang dengan jelas dikepalaku rasa sakit akan Kehilangan.
Semua yang aku miliki saat aku berjaya di jakarta hanya seperti cerita dongeng yang berakhir dengan tragis.
Rian mengajakku untuk merantau kekota Bontang.
Aku berharap bisa merubah hidupku saat aku menginjakan kaki di pulau terbeasar di indonesia ini.
Tapi semuanya tidak berjalan begitu lancar saat aku dan rian berkendara menyusuri Jalan Poros Sejauh 240 kilometer Dari kota Balikpapan menuju ke Kota Bontang.
Di kota ini aku Bertemu dengan lingkungan baru.
Bertemu dengan teman baru.
Dan hal yang tak pernah kubayangkan ternyata juga kualami di kota ini.
Akulah sang wakil janji itu.
Akankah semuanya akan berakhir disini???
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dudatamvan88 25-11-2017 00:14
vanpad dan 39 lainnya memberi reputasi
40
949.3K
4.1K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#1726
TIARA
Diantara rasa senang saat mengetahui bahwa yang berhenti di depan bengkel adalah pak dion yang berarti malam ini akan ramai tapi setelah mengingat kata - kata aji aku langsung bergidik merinding.
"Perasaan gw kok jadi ga enak.. Aji kemaren bilang kan?? Akkh sudahlah" gumanku melangkah kedepan untuk menyambut mereka.
Dan benar saja beberapa saat kemudian Aji. Rian. Dan pak Dion keluar dari mobil.
Aku langsung menyalami pak dion dan kami berbasa basi saling menanyakan kabar hingga akhirnya aku ajak mereka masuk ke bengkel.
"Lho?? Mas said nginep??" ujar rian bingung saat melihat mas said dikamar.
Memang mereka sudah saling mengenal karena rian beberapa kali datang ke bengkel tempat aku dan mas said bekerja dulu.
"Oh rian.. Baru datang kah kamu?? Sama siapa??" ujar mas sait sambil beranjak bangun dari tidurnya.
"Aji sama Pak Dion aja.. Baru aja datang ini" jawab rian yang langsung duduk di dekat mas said.
Mereka mengobrol di kamar saat aku merebus air untuk membuat kopi.
"Saya sudah dengar semuanya dari Aji ndra.. Situasinya juga sudah saya pahami.. Nah kita jalanin tengah malam ini" ujar pak dion.
"Maksudnya pak??" tanya mas said bingung.
Aji langsung menyela saat pak dion akan menjawab.
Setelah mendengar penjelasan aji kami disini berkumpul 5 orang pecah menjadi dua kubu yang saling bersebrangan.
Aku. Rian. Dan mas Said adalah Kubu yang menolak karena ketakutan dan Pak Dion dan Aji adalah kubu yang bersikukuh tetap melakukanya.
Sekali lagi terbukti jika faktor usia dan senioritas selalu menang dalam perdebatan.
"Terus rencananya gimana??" tanya mas said.
Pak dion beranjak keluar kamar menuju ke mobilnya.
"Harusnya aku ga usah ikut tadi ji" ujar rian lemas penuh penyesalan.
"Lah tadi kamu yang bilang mau ikut.. Gimana sih" jawab aji ketus.
"Aku ga tau kalo kalian akan jadi pemburu jin lagi" ujar rian.
Tak lama kemudian pak dion kembali masuk ke kamar dengan membawa sebuah bungkusan putih panjang dan cangkul.
"Kita mau gali malem ini pak?? Engga besok pagi aja??" tanyaku bingung.
Pak dion hanya menjawab pertanyaanku dengan tersenyum kecil yang membuatku merinding ngeri.
"Tapi kayaknya ga usah dek pak.. Udah ga ada gangguan apa - apa akhir - akhir ini.. Aman kok" ujarku lemas dan putus asa.
"Mana ada.. Tadi aja aku lihat anak kecil loncat dari atap rumah itu!!" ujar mas said.
"Booodddoooooooo" gumanku dalam hati sambil menggaruk - garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.
Mengingatnya saja sudah membuatku bergidik ngeri. Saat mengejar kuyang hingga mendatangi rumahnya serta cerita rian tentang apa yang pak dion lakukan dimalam itu. Beginilah jadinya jika pak dion sudah turun tangan maka semuanya harus tuntas hingga ke akarnya tanpa mempedulikan ketakutan kami yang ada disekitarnya.
Aku melihat wajah rian yang tertunduk lesu disudut kamar. Entah apa yang dia rasakan sekarang tapi pandanganya kosong ke arah dinding hingga beberapa saat kemudian dia melihat handphone dan mulai tertawa sendiri.
Mas said tampak bersemangat dan juga tidak dapat ditutupi jika dia juga takut saat dia mengobrol dengan Aji dan pak Dion.
"Aaakkkhh.. Cepet tuntas.. Biar kelar sekalian lah" gumanku pelan.
DDDRRRRRTTTTTT
handphoneku tiba - tiba bergetar yang sepertinya ada pesan singkat yang masuk.
"hoooooo.. ida" ujarku dalam hati dan tanpa kusadari aku sudah tersenyum - senyum sendiri.
Beberapa waktu suanan hening tercipta diantara kami berlima yang sedang sibuk dengan handphone masing - masing kecuali pak dion yang sedang sibuk dengan Parang atau lebih tepatnya mandau yang ia bungkus dengan kain putih tadi. Tapi seingatku dulu dia membungkusnya dengan kain bermotif batik. Kenapa sekarang berubah putih?? Ah sudahlah.
Entah apa yang mereka mainkan di hanphone yang pasti sekarang aku sedang membalasi pesan dari ida. Saling bertanya kabar dan bertanya hal - hal yang tidak penting. Dan entah kenapa pula aku menjadi tidak ingin menceritakan perihal pengalaman mistisku disini. Tak rela rasanya jika dia menertawakanku.
Entah kenapa aku jadi merindukanya.
"Ndra.. Kamu punya senter kan??" ujar pak dion.
"Ada pak.. Satu aja tapi" jawabku.
"Aduh.. Aku juga cuma punya satu dimobil.." ujarnya dengan mengerutkan dahi.
"Saya pinjamkan ke tempat teman saya pak" ujarku sambil beranjak dari dudukku.
"Kemana lu ndra??" tanya rian.
"Rumah Rosa.. Bapanya punya senter banyak kayaknya" jawabku.
"Ikuut" ujar rian setengah berlari mengejarku.
TOK.. TOK.. TOK..
"ASSALAMUALAIKOOOM.. ROOOSSS" ujarku dengan setengah berteriak sambil mengetuk pintu rumah rosa dan rian bersembunyi dibelakang punggungku.
"Lu ngapa si?? Ndusel aja.. Geli gw cuk" ujarku sambil mengeplak kepalanya.
"Engg.. engga.. Gapapa ndra.." jawabnya dengan agak tergagap.
Suara langkah di papan kayu ulin yang menjadi lantai rumah ini perlahan mendekati pintu.
"Eh.. Kamu ndra.. Ada apa??" ujar rosa sesaat setelah membuka pintu. "Riaan?? Kamu kenapa ngumpet dibelakang indra?" lanjutnya saat melihat rian.
"Engga.. Ga apa - apa ros.." jawab rian dengan tergagap.
"Kamu lucu" ujar rosa sambil tertawa kecil.
"Bapamu ada?? Aku mau pinjam senter" ujarku.
"Ooohh.. Bentar.." jawab rosa dengan meninggalkan kami melangkah kedalam.
Memperhatikan gerak - gerik rian yang salah tingkah sepertinya membuatku tersadar akan sesuatu.
"Ada yang ga beres ini" ujarku.
"Maksud lu ndra??" jawab rian.
"Kaga ada maksud" ujarku sambil menahan tawa.
Tak lama berselang rosa keluar dengan disertai pak Fikri dengan membawa senternya.
Pak fikri sepertinya terlihat tidak sehat dengan jaket tebal dan wajah yang sedikit pucat.
"Kamu mau nyari apa ndra??" ujar pak fikri dengan memberikan sebuah senter kepadaku.
"Engga pak.. Buat jaga - jaga aja.. Punya saya mati soalnya.. Besok mau saya dandani.. Kalo boleh saya pinjam satu lagi pak.. Biar saya sama teman saya ini megang masing - masing satu" jawabku dan disambut oleh wajah bingung pak fikri.
Aku sengaja tidak memberitahukanya agar tidak terjadi kepanikan masal seperti beberapa hari yang lalu. Dan memang kelihatanya dia sudah curiga.
"Roooss ambilkan satu lagi" ujarnya. "Jangan aneh - aneh ya ndra.. " lanjut pak fikri.
Tak lama rosa keluar dan memberikan senter pada rian dan mereka saling tersipu.
"Huh.. Kayaknya emang ada apa - apa nih" gumanku dalam hati.
"Lu sama rosa yan??" ujarku ditengah perjalanan kami kembali ke bengkel.
"Hah.. Kaga ndra.." ujarnya mengelak.
"Udalah.. Sama gw masih aja rahasia - rahasiaan lu" ujarku emosi..
"Iya ndra.. Hhehe.. Jangan bilang siapa - siapa dulu ya.." ujarnya.
Dan akupun tertawa geli mendengar jawabanya itu. "Tenang aja.. Gw jagain dia disini.. Kerja bae - bae lu.. Langsung nikahin" ujarku kegelian.
"Ada 2 pak senternya.." ujarku pada pak dion saat aku dan rian tiba di bengkel.
"Yaudah.. Cukup.." jawabnya singkat dan kembali mengobrol bersama aji dan mas said.
Rian bergabung bersama mereka dan aku ke kamar mandi.
"Kaaaaaaaaaaaaaaaaaak" suara pelan seorang anak kecil terdengar jelas ditelingaku saat aku sedang buang air kecil.
DEG
Aku terdiam sejenak dan wajahku mulai mengeluarkan keringat dingin karena mengingat saat pintu kamar mandi ini hilang. Sontak saja aku langsung menengok ke arah pintu dan alangkah leganya aku melihat pintu itu masih ada di tempatnya dan sumber suara itu tak nampak.
Aku membersihkan bekas kegiatanku dan berbalik kearah pintu.
BUUGGHH
Aku terduduk di lantai kamar mandi saat berbalik badan dan terkejut saat melihat sesosok anak kecil dengan rongga mata kosong berwajah sangat pucat berdiri di depan pintu.
Baju putih khas seorang anak kecil yang seharusnya terlihat indah tapi malah terlihat sangat mengerikan dan terlihat lusuh dengan noda yang tak bisa aku bedakan apakah itu tanah atau darah.
"Kaaaaaaaaaaak" ujarnya dengan suara lirih.
Dengan tubuh bergetar aku mundur perlahan menjauhinya.
"Ka.. Kamu.. Kenapa?? Aku ga bikin salah apa - apa sama kamu" ujarku dengan gemetaran.
"Aaku tiara" ujarnya dengan suara yang sangat pelan tapi cukup terdengar ditelingaku.
Aku memejamkan mataku dan meringkuk gemetaran hingga cukup lama tanpa beranj membuka mata.
"Ndraaaaaaa.. Kamu gapapa??" ujar suara mas said sambil menggedor pintu kamar mandi.
"iiiii.. iya massss" jawabku sambil perlahan membuka mata dan bergegas membuka pintu.
Nafasku terengah - engah saat keluar dari kamar mandi dan mas aji memandangiku dengan wajah aneh.
"Kamu kok pucat ndra??" ujarnya dengan masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Sepertinya dia tidak perlu tau apa yang kutemui di dalam barusan. Aku mengatur nafas dan bergabung dengan yang lainya.
"Namanya tiara pak.." ujarku lemas saat duduk bergabung bersama mereka.
Tak ada yang menanyakan bagaimananaku mengetahuinya dan pak dion kembali menjelaskan langkah apa saja yang akan kami lakukan malam ini.
Malam semakin larut saat pak dion dan aji menyiapkan bawaan mereka masing - masing.
"Pesan saya jangan sampai pisah dari saya dan aji.. Dan yang paling penting nih.. Biar ga nyusahin yang lain.. Jangan sampai pingsan" ujar pak dion. "Ayok berangkat" lanjutnya dengan melangkah di keremangan lampu bengkel dan cahaya bulan ke rumah mengerikan itu dengan diikuti oleh kami berempat.
"Harus diakhiri malem ini..!!" gumanku dalam hati untuk memberanikan diri.
"Perasaan gw kok jadi ga enak.. Aji kemaren bilang kan?? Akkh sudahlah" gumanku melangkah kedepan untuk menyambut mereka.
Dan benar saja beberapa saat kemudian Aji. Rian. Dan pak Dion keluar dari mobil.
Aku langsung menyalami pak dion dan kami berbasa basi saling menanyakan kabar hingga akhirnya aku ajak mereka masuk ke bengkel.
"Lho?? Mas said nginep??" ujar rian bingung saat melihat mas said dikamar.
Memang mereka sudah saling mengenal karena rian beberapa kali datang ke bengkel tempat aku dan mas said bekerja dulu.
"Oh rian.. Baru datang kah kamu?? Sama siapa??" ujar mas sait sambil beranjak bangun dari tidurnya.
"Aji sama Pak Dion aja.. Baru aja datang ini" jawab rian yang langsung duduk di dekat mas said.
Mereka mengobrol di kamar saat aku merebus air untuk membuat kopi.
"Saya sudah dengar semuanya dari Aji ndra.. Situasinya juga sudah saya pahami.. Nah kita jalanin tengah malam ini" ujar pak dion.
"Maksudnya pak??" tanya mas said bingung.
Aji langsung menyela saat pak dion akan menjawab.
Setelah mendengar penjelasan aji kami disini berkumpul 5 orang pecah menjadi dua kubu yang saling bersebrangan.
Aku. Rian. Dan mas Said adalah Kubu yang menolak karena ketakutan dan Pak Dion dan Aji adalah kubu yang bersikukuh tetap melakukanya.
Sekali lagi terbukti jika faktor usia dan senioritas selalu menang dalam perdebatan.
"Terus rencananya gimana??" tanya mas said.
Pak dion beranjak keluar kamar menuju ke mobilnya.
"Harusnya aku ga usah ikut tadi ji" ujar rian lemas penuh penyesalan.
"Lah tadi kamu yang bilang mau ikut.. Gimana sih" jawab aji ketus.
"Aku ga tau kalo kalian akan jadi pemburu jin lagi" ujar rian.
Tak lama kemudian pak dion kembali masuk ke kamar dengan membawa sebuah bungkusan putih panjang dan cangkul.
"Kita mau gali malem ini pak?? Engga besok pagi aja??" tanyaku bingung.
Pak dion hanya menjawab pertanyaanku dengan tersenyum kecil yang membuatku merinding ngeri.
"Tapi kayaknya ga usah dek pak.. Udah ga ada gangguan apa - apa akhir - akhir ini.. Aman kok" ujarku lemas dan putus asa.
"Mana ada.. Tadi aja aku lihat anak kecil loncat dari atap rumah itu!!" ujar mas said.
"Booodddoooooooo" gumanku dalam hati sambil menggaruk - garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.
Mengingatnya saja sudah membuatku bergidik ngeri. Saat mengejar kuyang hingga mendatangi rumahnya serta cerita rian tentang apa yang pak dion lakukan dimalam itu. Beginilah jadinya jika pak dion sudah turun tangan maka semuanya harus tuntas hingga ke akarnya tanpa mempedulikan ketakutan kami yang ada disekitarnya.
Aku melihat wajah rian yang tertunduk lesu disudut kamar. Entah apa yang dia rasakan sekarang tapi pandanganya kosong ke arah dinding hingga beberapa saat kemudian dia melihat handphone dan mulai tertawa sendiri.
Mas said tampak bersemangat dan juga tidak dapat ditutupi jika dia juga takut saat dia mengobrol dengan Aji dan pak Dion.
"Aaakkkhh.. Cepet tuntas.. Biar kelar sekalian lah" gumanku pelan.
DDDRRRRRTTTTTT
handphoneku tiba - tiba bergetar yang sepertinya ada pesan singkat yang masuk.
Quote:
"hoooooo.. ida" ujarku dalam hati dan tanpa kusadari aku sudah tersenyum - senyum sendiri.
Beberapa waktu suanan hening tercipta diantara kami berlima yang sedang sibuk dengan handphone masing - masing kecuali pak dion yang sedang sibuk dengan Parang atau lebih tepatnya mandau yang ia bungkus dengan kain putih tadi. Tapi seingatku dulu dia membungkusnya dengan kain bermotif batik. Kenapa sekarang berubah putih?? Ah sudahlah.
Entah apa yang mereka mainkan di hanphone yang pasti sekarang aku sedang membalasi pesan dari ida. Saling bertanya kabar dan bertanya hal - hal yang tidak penting. Dan entah kenapa pula aku menjadi tidak ingin menceritakan perihal pengalaman mistisku disini. Tak rela rasanya jika dia menertawakanku.
Entah kenapa aku jadi merindukanya.
"Ndra.. Kamu punya senter kan??" ujar pak dion.
"Ada pak.. Satu aja tapi" jawabku.
"Aduh.. Aku juga cuma punya satu dimobil.." ujarnya dengan mengerutkan dahi.
"Saya pinjamkan ke tempat teman saya pak" ujarku sambil beranjak dari dudukku.
"Kemana lu ndra??" tanya rian.
"Rumah Rosa.. Bapanya punya senter banyak kayaknya" jawabku.
"Ikuut" ujar rian setengah berlari mengejarku.
TOK.. TOK.. TOK..
"ASSALAMUALAIKOOOM.. ROOOSSS" ujarku dengan setengah berteriak sambil mengetuk pintu rumah rosa dan rian bersembunyi dibelakang punggungku.
"Lu ngapa si?? Ndusel aja.. Geli gw cuk" ujarku sambil mengeplak kepalanya.
"Engg.. engga.. Gapapa ndra.." jawabnya dengan agak tergagap.
Suara langkah di papan kayu ulin yang menjadi lantai rumah ini perlahan mendekati pintu.
"Eh.. Kamu ndra.. Ada apa??" ujar rosa sesaat setelah membuka pintu. "Riaan?? Kamu kenapa ngumpet dibelakang indra?" lanjutnya saat melihat rian.
"Engga.. Ga apa - apa ros.." jawab rian dengan tergagap.
"Kamu lucu" ujar rosa sambil tertawa kecil.
"Bapamu ada?? Aku mau pinjam senter" ujarku.
"Ooohh.. Bentar.." jawab rosa dengan meninggalkan kami melangkah kedalam.
Memperhatikan gerak - gerik rian yang salah tingkah sepertinya membuatku tersadar akan sesuatu.
"Ada yang ga beres ini" ujarku.
"Maksud lu ndra??" jawab rian.
"Kaga ada maksud" ujarku sambil menahan tawa.
Tak lama berselang rosa keluar dengan disertai pak Fikri dengan membawa senternya.
Pak fikri sepertinya terlihat tidak sehat dengan jaket tebal dan wajah yang sedikit pucat.
"Kamu mau nyari apa ndra??" ujar pak fikri dengan memberikan sebuah senter kepadaku.
"Engga pak.. Buat jaga - jaga aja.. Punya saya mati soalnya.. Besok mau saya dandani.. Kalo boleh saya pinjam satu lagi pak.. Biar saya sama teman saya ini megang masing - masing satu" jawabku dan disambut oleh wajah bingung pak fikri.
Aku sengaja tidak memberitahukanya agar tidak terjadi kepanikan masal seperti beberapa hari yang lalu. Dan memang kelihatanya dia sudah curiga.
"Roooss ambilkan satu lagi" ujarnya. "Jangan aneh - aneh ya ndra.. " lanjut pak fikri.
Tak lama rosa keluar dan memberikan senter pada rian dan mereka saling tersipu.
"Huh.. Kayaknya emang ada apa - apa nih" gumanku dalam hati.
"Lu sama rosa yan??" ujarku ditengah perjalanan kami kembali ke bengkel.
"Hah.. Kaga ndra.." ujarnya mengelak.
"Udalah.. Sama gw masih aja rahasia - rahasiaan lu" ujarku emosi..
"Iya ndra.. Hhehe.. Jangan bilang siapa - siapa dulu ya.." ujarnya.
Dan akupun tertawa geli mendengar jawabanya itu. "Tenang aja.. Gw jagain dia disini.. Kerja bae - bae lu.. Langsung nikahin" ujarku kegelian.
"Ada 2 pak senternya.." ujarku pada pak dion saat aku dan rian tiba di bengkel.
"Yaudah.. Cukup.." jawabnya singkat dan kembali mengobrol bersama aji dan mas said.
Rian bergabung bersama mereka dan aku ke kamar mandi.
"Kaaaaaaaaaaaaaaaaaak" suara pelan seorang anak kecil terdengar jelas ditelingaku saat aku sedang buang air kecil.
DEG
Aku terdiam sejenak dan wajahku mulai mengeluarkan keringat dingin karena mengingat saat pintu kamar mandi ini hilang. Sontak saja aku langsung menengok ke arah pintu dan alangkah leganya aku melihat pintu itu masih ada di tempatnya dan sumber suara itu tak nampak.
Aku membersihkan bekas kegiatanku dan berbalik kearah pintu.
BUUGGHH
Aku terduduk di lantai kamar mandi saat berbalik badan dan terkejut saat melihat sesosok anak kecil dengan rongga mata kosong berwajah sangat pucat berdiri di depan pintu.
Baju putih khas seorang anak kecil yang seharusnya terlihat indah tapi malah terlihat sangat mengerikan dan terlihat lusuh dengan noda yang tak bisa aku bedakan apakah itu tanah atau darah.
"Kaaaaaaaaaaak" ujarnya dengan suara lirih.
Dengan tubuh bergetar aku mundur perlahan menjauhinya.
"Ka.. Kamu.. Kenapa?? Aku ga bikin salah apa - apa sama kamu" ujarku dengan gemetaran.
"Aaku tiara" ujarnya dengan suara yang sangat pelan tapi cukup terdengar ditelingaku.
Aku memejamkan mataku dan meringkuk gemetaran hingga cukup lama tanpa beranj membuka mata.
"Ndraaaaaaa.. Kamu gapapa??" ujar suara mas said sambil menggedor pintu kamar mandi.
"iiiii.. iya massss" jawabku sambil perlahan membuka mata dan bergegas membuka pintu.
Nafasku terengah - engah saat keluar dari kamar mandi dan mas aji memandangiku dengan wajah aneh.
"Kamu kok pucat ndra??" ujarnya dengan masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Sepertinya dia tidak perlu tau apa yang kutemui di dalam barusan. Aku mengatur nafas dan bergabung dengan yang lainya.
"Namanya tiara pak.." ujarku lemas saat duduk bergabung bersama mereka.
Tak ada yang menanyakan bagaimananaku mengetahuinya dan pak dion kembali menjelaskan langkah apa saja yang akan kami lakukan malam ini.
Malam semakin larut saat pak dion dan aji menyiapkan bawaan mereka masing - masing.
"Pesan saya jangan sampai pisah dari saya dan aji.. Dan yang paling penting nih.. Biar ga nyusahin yang lain.. Jangan sampai pingsan" ujar pak dion. "Ayok berangkat" lanjutnya dengan melangkah di keremangan lampu bengkel dan cahaya bulan ke rumah mengerikan itu dengan diikuti oleh kami berempat.
"Harus diakhiri malem ini..!!" gumanku dalam hati untuk memberanikan diri.
symoel08 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
![DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/09/30/9887347_201709300850100467.jpg)
![DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/10/11/9931379_20171011035147.jpg)
![DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/10/08/9887347_201710080143290163.jpg)