Kaskus

Story

ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)
TAK SELAMANYA [SELINGKUH ITU] INDAH (TRUE STORY)


Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)



Ketika kesetiaan cinta diuji, apakah Aku bisa bertahan atau malah menyerah?

Kalian bisa menghakimiku, mencaci maki, dan meludahiku dengan hinaan kalian, tapi jangan mereka, orang yang terlanjur mencintai. Cinta tidak pernah salah, yang salah adalah orang yang melakukan penyelewengan, apapun, cinta itu tetap suci. Aku memang sampah. Tetapi tidak dengan mereka.




Kata orang, mendua itu indah. Kata orang, mendua itu membuat bahagia. Mungkin bisa iya, mungkin juga tidak, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Ini sebuah kisah tentangku yang terjebak dalam dua hati yang sama-sama mencintai, menyembunyikan segala sesuatunya dari Istriku dan menjalani dua kehidupan.

Aku adalah penghuni baru di SFTH, selama ini hanya jadi Silent Reader, dan kali ini sedang berusaha untuk bercerita tentang kisahku yang agak kelam.

Kisah ini aku modifikasi sedemikian rupa, baik dari nama tempat, nama tokoh, dan tanggal kejadian, tetapi percayalah ini masih terjadi hingga saat ini. Saat aku belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil, apakah tetap setia atau terus hidup seperti ini.

Beruntung, Cahaya, Istriku tidak tahu menahu tentang akun ini di Kaskus, bahkan ia tidak pernah sekalipun tertarik dengan Kaskus, sementara Ivory, aku yakin suatu saat ia akan menemukan cerita ini, tetapi tidak masalah.

Hati yang sudah mendua ini butuh pencerahan, karena semuanya kini sudah terlewat jauh dari batasan yang kumiliki sendiri.

Quote:


Maaf apabila ada salah kata, penulisan, atau sikap dalam berforum, mohon bimbingan dari teman-teman semua, dan apabila ditemukan gaya bahasa saya mirip dengan salah satu, atau banyak penulis di SFTH, mohon maklum, saya hanya penulis amatiran baru.

Selamat membaca.

Quote:
Polling
0 suara
Siapa yang harus gw (Sani) pilih?
Diubah oleh ivory.cahaya 11-05-2022 06:16
a.khordAvatar border
arieaduhAvatar border
mhdrdhoAvatar border
mhdrdho dan 19 lainnya memberi reputasi
20
977.8K
2.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
#2320
Mach 1: The Beginning
MACH 1: THE BEGINNING



“Ngobrol masalah Aya.”

“Kapan antum ngobrol sama Lia?” tanya Alfarizi tanpa menoleh kepadaku.

“Ya dulu lah Riz, pas loe belom nikah sama dia.”

“Pernah ketemu pas dia masih di Bandung.”

“Asli, gue sebenernya udah dibilangin masalah Rahma juga sama dia.”

“Tapi ya begonya gue gak pernah percaya sedikitpun.”

“Gue udah cinta buta sama Aya, bahkan dari jaman gue masih pacaran sama Rahma.”

“Itu kesalahan antum San,” tukas Alfarizi langsung, ia lalu sedikit menoleh ke arahku.

“Sekarang ana tanya, apa yang bikin antum lebih milih Cahaya ketimbang Rahma dulu?”

“Antum jujur sama ana,” ujar Alfarizi, seolah mencoba mengafirmasi pikiranku dengan jawaban yang sebenarnya ia sudah tahu sejak awal.

“Loe tahu kan, pertama kali gue kenal sama Lia,” kenangku seraya mencoba mengingat peristiwa enam tahun yang lalu.

“Taun 2010, pas waktu itu ana dateng ke kost antum,” ujar Alfarizi.

“Gue inget banget, waktu itu dia pake baju kuning, ketat jelas bentuk badannya dia.”

“Rambutnya digerai, panjang bergelombang sepunggung, ditambah kacamata full frame yang dia pake.”

“Asli gue terkesima,” ujarku pelan.

“Sorry nih Riz, gue malah ngomongin bini loe, sorry.”

“Itu udah lama San, ana sih cuek aja,” ujar Alfarizi ringan, bertepatan dengan laju mobil ini yang makin cepat seraya hampir memasuki akses tol Jagorawi dari arah Puncak.

“Justru itu yang ngebuat gue waktu itu mikir.”

“Gue pasti bahagia kalo punya cewek ato istri yang kayak loe punya.”

Alfarizi terdengar menghela napas tajam, “justru antum salah kalo antum mikir mencintai seorang wanita karena fisiknya dulu.”

“Ana pun sampe sekarang sama Cyllia juga bukan barusan San.”

“Dari akhir 2006, dan berlanjut sampe hari ini.”

“Ana kenal dia dari hal sekecil mungkin, dan buat ana, kesempurnaan fisik yang dia punya itu adalah bonus.”

Aku terdiam mendengar lisan Alfarizi, kupejamkan mata sejenak lalu menoleh lagi ke arahnya, “justru itu Riz, dari sana gue jadi terobsesi punya cewek macem Lia.”

“Ya meskipun gak sebagus Lia, tapi gue nemu keindahan itu dari Aya.”

“Dan gue sia-siain segala ketulusan Rahma yang jelas-jelas udah ngasih segalanya ke gue.”

“Jadi, dulu antum ninggalin Rahma buat pilihan antum yang salah.”

“Begitu juga Aya, ninggalin antum buat pilihan dia yang salah.”

“Gue sadar Riz, hal yang gak dimilikin Aya ketimbang Lia,” ujarku seraya menghela napas panjang.

“Ada hal lain yang beda di antara mereka, dan itu yang bikin gue bener-bener kayak orang bego sekarang.”

“Dan itu semua cuma karena satu hal San,” ujar Alfarizi pelan.

“Karena antum belum sepenuhnya bersyukur waktu itu.”


Kali ini, aku terdiam, benar-benar terdiam saat raungan mesin seribu-empat-ratus-centimeter-kubik ini terus menerus berteriak mendekati redline. Seorang Alfarizi yang cukup mahir mengemudikan kendaraan pun harus terseok-seok mengikuti sedan F-Segment bermesin enam-ribu-centimeter-kubik yang sejak tadi tampak begitu mudah meninggalkan mobil ini.

Jelas hal itu meninggalkan Rahma di belakang, entah kemana wanita itu sekarang.

Dalam nyanyian merdu mesin empat-silinder-segaris besutan General Motors ini, aku terus terdiam, merenungi segala hal yang telah terjadi di antara aku, Cahaya, Rahma, Anita, sampai Ivory.

Entah berapa banyak hal yang kusia-siakan sejak aku mengenal Aya. Sejak ia mencoba merebut seluruh perhatianku dengan keindahan fisiknya yang tak sesuai dengan isi di dalam hatinya. Tetapi, hal itu mengajarkanku banyak hal tentang arti terlalu mencintai.

Aku terlalu mencintai Cahaya, sehingga aku tidak pernah bisa bergerak dari tempat di mana aku merasakan segala kenyamanan itu berada di sana, membuaiku dengan usapan cinta lembut yang semu. Mempermainkan segala perasaan yang telah tercipta begitu tiba-tiba kepadanya.

Dan semuanya karena obsesiku memiliki wanita bertubuh jam pasir, seperti Cyllia.

Sungguh, aku tidak dapat membohongi perasaanku sendiri, bahwa aku masih teringat betapa harum vanili yang tercium begitu menenangkan itu tersebar di ruangan kost milikku saat itu. Menimbulkan sebuah perasaan besar, seolah aku ingin sekali memilikinya.

Maafkan aku sahabatku, aku pernah menaruh perasaan yang tidak sepantasnya kepada istrimu di saat itu. Tetapi, itu semua seolah bisa tergantikan oleh kedatangan Cahaya yang begitu tiba-tiba, menjanjikan segala keindahan yang bisa kuterima, tetapi itu justru mengendapkanku dalam keadaan seperti ini.

Sebuah kenyataan perasaan yang sesungguhnya tidak pernah bisa kuungkapkan kepada Cyllia.

Teringatku kepada saat ketika wanita itu pernah memperingatiku akan betapa tidak pantasnya Cahaya untuk kunikahi di suatu hari di Mei 2011, dan saat itu aku sesungguhnya mempercayainya. Tetapi, karena perasaan cintaku kepada Cahaya, segala kenyataan itu seolah tidak pernah kugubris, kubiarkan bergeming segala pernyataan cinta semua dari Cahaya yang selalu kujaga.

Sudahlah, semakin aku mengingat seorang Cahaya, semakin aku merasa dibodohi oleh perasaan bersalah yang semakin lama semakin berat kurasakan.

Sebuah sesal yang tidak akan pernah mengubah segala hal yang telah terjadi di antara aku dan Cahaya.

*****


Waktu menunjukkan pukul satu dini hari, saat itu Alfarizi benar-benar mengantarkanku hingga ke depan rumahku. Ingin rasanya aku berterima kasih kepada sahabat yang telah menyadarkanku tentang banyak hal. Termasuk meneguhkan hatiku tentang pilihanku kini.

Sejurus berlalu.

Ia pulang ke rumahnya bersama Cyllia dengan sedan Jerman itu, sementara aku hanya memandang ke arah rumah ini yang sebentar lagi akan kutinggalkan.

Terbesit segala kenangan indah yang pernah terjadi di antara aku dan juga Cahaya serta Reva. Segalanya sudah musnah seraya seluruh pengkhianatan yang telah dilakukan Cahaya selama menikah denganku. Dan saat ini, sungguh aku sudah rela untuk melepaskan dirinya untuk mendekap laki-laki lain.

Dan, sesuai dengan ucapanku, aku akan meninggalkan rumah ini untuk digunakan oleh Cahaya dan mungkin oleh laki-laki yang bisa lebih membahagiakannya dan lebih mengerti semua tentang dirinya.

Sementara, aku benar-benar ingin segera menghabiskan waktuku dengan Ivory, yang mungkin akan kunikahi langsung ketika aku berkunjung ke rumah Pak Ardi yang sekaligus menjadi wali Ivory di Pati tanggal 4 Juni 2016 besok, sebuah hal yang harus segera kuurus dalam keterbatasan waktu kami.

Kupandang sosok Ivory yang masih tersenyum dengan wajah yang memerah di pelataran rumah ini. Cahaya lampu teras yang temaram tetap saja menampilkan kulit orientalnya yang begitu putih dan bersih itu. Aku bersyukur ada gadis yang benar-benar bisa kucintai dan mencintaiku dengan tulus, selain Rahma dan Anita.


“Kak,” panggil Ivory pelan.

“Kamu yakin sama keputusan kamu?”

Aku mengangguk pelan, “udah terujar Dek.”

“Aku udah mantap buat ceraiin Aya, atas segala kesalahannya.”

Aku menghela napas panjang, “sekarang yang harus kita pikirin, sisa waktu kita yang cuma empat hari ini buat ngurus banyak hal.”

“Dari ngurus surat nikah, penghulu, sampe ngomong sama orangtua aku sama orangtua Aya.”

“Nanti pagi, jam delapan aku mau mulai ngurus-ngurus ke KUA, terus mungkin aku minta Pakde Ardi buat ngurus surat numpang nikah kita di Pati.”

“Eh eh, langsung Kak?” tanya Ivory, wajahnya semakin merah, sementara Anita hanya memandangku dengan senyuman yang agak dipaksakan dengan tatapan mata yang nanar.

“Langsung Dek,” ujarku pasti, “aku mau semuanya terjadi karena restu.”

“Tapia apa kamu gak kasian sama Kak Aya?” tanyanya pelan.

Aku menggeleng pelan, “itu bukan jadi urusan aku lagi Dek.”

“Aku udah terlalu banyak pertahanin segala hal dari nol sama dia,” ujarku pelan.

“Kalopun nanti dia berubah jadi lebih baik atau lebih buruk, itu bukan urusan aku lagi.”

“Sekarang, aku milih kamu sebagai Istri aku kelak,” ujarku pelan.

“Terus Kak Rahma sama Kak Anita gimana?” tanya Ivory, pandangannya terlempar ke arah Anita yang saat itu mencoba tersenyum kepadaku.

“Kak Fariz bilang, kalo emang memungkinkan kenapa enggak Kakak nikahin Kak Anita sama Kak Rahma sekalian?”

Aku menghela napas panjang, tersenyum kepada Anita, “berarti gak menutup kemungkinan kan.”

“Mungkin suatu saat, aku bisa kasih sebuah kesempatan buat Nita,” ujarku lalu menghampirinya.


Ia mendekapku begitu erat dan hangat, sebuah perasaan yang benar-benar sudah begitu akrab denganku akhir-akhir ini. Ada bahasa kecewa yang terasa begitu nyata di tiap-tiap gerak tubuhnya, dan aku benar-benar mengetahui itu semua.

Tetapi, helaan napas yang seolah menyiratkan pernyataan cinta itu terasa begitu hangat menembus indraku. Aku benar-benar menghargai setiap detik yang telah ia habiskan untuk memperoleh kebahagiaanku karena kesetiaanku kepada Cahaya.

Dan, ia harus membayar segalanya dengan kekecewaan yang mungkin ia rasakan saat ini.

Apakah hal ini adil?

Apakah aku bisa berbuat adil?

Hal yang tidak pernah dapat kucari jawabannya dari segala peristiwa yang kualami sejak aku menikah dengan Cahaya. Dan mungkin, aku harus belajar banyak, untuk dapat memahami esensi keadilan di atas cinta, yang aku yakin tidak ada seorangpun yang dapat melakukannya.

Kulepas dekapan itu perlahan, seraya aku berjalan kembali ke arah Ivory. Benakku terus berkutat, aku harus segera menyelesaikan ini semua di depan orangtuaku dan orangtua Cahaya. Dan aku yakin hari ini segalanya bisa kuselesaikan, meskipun banyak yang akan terjadi nanti.


“Kak,” panggil Ivory pelan.

“Ada hal yang mau aku sampein tentang Kak Aya, dan orangtuanya.”

“Sebenernya Kak Aya itu,” ujar Ivory ragu.

Diubah oleh ivory.cahaya 24-11-2017 08:11
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.