- Beranda
- Stories from the Heart
CERMIN
...
TS
kulon.kali
CERMIN

cover keren by. Awayaye
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera.
Haloo , selamat pagi, siang dan malam bagi penghuni jagad Kaskus ini.
kali ini saya WN yang menggunakan akun Warisan ini, akan membagikan sebuah cerita yang berbeda dengan 100 Tahun Setelah Aku Mati.
cerita ini adalah cerita dari seorang, ehh maksud saya cerita ini dari dua orang tapi dari dua orang yang ....... Ahhh saya sendiri bingung kalau menjelaskannya secara singkat pada kalian, simak saja ya.
cerita ini lebih nyaman saya sebut sebagai fiksi. jadi jangan over kepo ya saudara-saudara.
dan jika mungkin ada yang "seakan" mengenal tokoh dalam cerita mohon tetap anggap cerita ini fiksi, oke??
cerita ini akan sedikit panjang. saya tidak tau seberapa panjang, dan seberapa lama saya bisa menulisnya. sebisa mungkin akan saya selesaikan sampai pada titik tertentu sesuai permintaan si penutur.
mohon jangan terlalu memburu, jika ada kentang mohon maaf karena keterbatasan saya,
pertanyaan lebih lanjut via ig : @wn.naufal
semoga hikmah dan pembelajaran yang mungkin ada dalam cerita ini bisa diambil oleh pembaca semua.
ini adalah cerita mereka, yang mengaku bernama WISNU MURTI, dan cerita ini dimulai!!
Daftar Isi :
1. Wisnu Murti
2. Aku Wisnu
3. Aku Murti
4. Beradu!
5. Tidak Ada Teman
6. Safe House
7. Mengejutkan Mereka
8. Bertemu Dengan Dajjal
9. Kepo!!
10.KAMI TIDAK INGIN DIPISAHKAN!!!
11.AKU TIDAK GILA!!!
12.KABUR
13.Realita
14.Cinta Yang Normal
15.Hujan Lokal
16.Jurney To The West
17.Harapan Baru
18.Aku Manusia!
19.Si Penggendong Beban Dan Payung Terbang
TANGGAL 6 DESEMBER UPDATE LAGI
Diubah oleh kulon.kali 05-12-2017 00:14
dewisuzanna dan 8 lainnya memberi reputasi
9
70.1K
280
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kulon.kali
#225
CINTA YANG NORMAL
Aku tidak bisa menolak, saat perasaan itu datang entah secara perlahan atau tiba-tiba. Bisa juga ia datang dengan tiba-tiba namun perlahan, dan mungkin sebaliknya..
Aku merasakan itu, getaran yang halus yang menggelitik tiap rongga dadaku yang terasa sejuk sekaligus sesak dalam waktu bersamaan ketika aku mengingatnya.
Aku menengadah kelangit, tatapanku berfokus kepada gradasi warnanya yang mulai kontras terlihat. Awan putih tertiup angin yang bergelak perlahan, tergantikan awan dengan muatan air berlebih yang berwarna kehitaman.
Aku duduk termenung, sedangkan Wisnu jelas melakukan hal yang sama karena kami satu tubuh. Tapi renungan kami berbeda, antara aku yang hanya fokus kepada Putri yang tak bisa aku temui dan wisnu yang memikirkan langkah baik apa yang bisa dilakukan setelah ini.
Lama aku merenung, sedangkan Wisnu dia sudah selesai dengan sebuah rencana. Beberapa kali dia memanggilku tapi aku diam saja sambil terus menikmati fantasi frustasi yang sengaja aku ciptakan. Nampaknya Wisnu bosan juga menunggu respon dariku, hingga dia memilih mengambil alih tubuh dan berjalan menuju pohon jambu klutuk yang berbuah rendah sambil menyimak apa yang sedang aku pikirkan.
“Mur, aku punya rencana setelah ini” ucapnya, yang kubalas dengan diam..
Mulutku bergerak sendiri, mengunyah sebutir jambu klutuk yang setengah matang itu sebagai penggajal perutku yang sudah sedari malam menuntut untuk diisi. Wisnu masih diam, tapi tidak pikirannya, dan masing masing dari kami biasanya sudah bisa menebak pembicaraan apa yang akan kita angkat.
“apakah aku berlebihan kalau bilang aku suka sama Putri?” ucapku kepada Wisnu.
“well.. apa yang salah dari itu mur?” balas dia.
“ya, tapi dengan keadaanku, apakah mungkin? Maksudku apa yang akan terjadi selanjutnya? Jika nanti ada kesempatan aku bertemu putri dan mengatakan apa yang aku rasakan setelah itu apa? Apakah dia akan menyambutku? Atau mungkin sebaliknya? Yang jelas dia akan bingung dengan siapa dia bicara. Apakah Wisnu atau Murti, karena dia hanya dicintai oleh satu orang saja yaitu aku Nu. Aku tidak heran jika dia menampik pengakuanku nu, tapi pernahkah terbayang olehmu? Bagaimana jika putri ternyata menyambutnya? Siapa yang akan dia pilih wisnu atau murti? Karena dia tidak akan bisa memilih keduanya, dan kita tidak bisa membagi kehidupan kita menjadi dua”
Wisnu
Aku terhenyak mendengar pengakuan Murti, yaa analisanya tidak salah. Bagaimana masa depan kami? Memang tidak ada masalah kami dalam menjalani hari sebagai Wisnu Murti karena kami bisa bekerja sama. Tapi yang perlu kamu ingat teman, kami ini adalah dua individu berbeda yang punya perasaan masing-masing., yang suatu saat nanti akan dewasa.
Bagaimana cara salah satu dari kami menikah kelak? Karena kami memiliki pandangan lain dalam hal ini. Wisnu Murti tidak mungkin menikahi dua wanita yang masing-masing untuk wisnu dan Murti.. ahhh perkataan dan pemikiran murti barusan benar-benar membuat ganjalan baru dibenakku..
“mungkin tidak ada cinta untuk orang gila seperti Wisnu Murti” ujar Murti sambil meringkukan kakinya…
Aku menghela nafas panjang, aku memahami kekhawatiran murti dan jujur itu juga menggangguku, namun kali ini ada hal lain yang harus segera aku lakukan. Yaitu mengembalikan optimisme Murti.
“tidak Mur, mungkin sebaliknya…” balasku dengan yakin.
“maksudmu?”
“mungkin cinta yang membuat Wisnu Murti tetap waras” jawabku dengan suara berbisik.
“bukankah dengan adanya putri bisa membuat kita sedikit melihat dari sisi lain? Tentang dunia yang selama ini kita anggap selalu abu-abu ternyata menyimpan warna yang lebih dari itu. Kuakui rasa sukaku terhadap putri berbeda dengan bagaiman perasaan sukamu kepadanya, tapi bukankah kita sama-sama menyukai dia. Perkara apa yang kamu khawatirkan sungguh aku juga baru mikirin itu.. tapi bukankah kita selalu bisa melewati kesusahan? Kita akan cari solusinya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita menghadapi masalah setelah ini”
Kurasakan kepalaku mengangguk, murti mengambil alih tubuhku lalu dia mulai berdiri kemudian berjalan dan duduk di gubug sambil memutar pandanganya kesekeliling.
Melihat pohon-pohon cersen,pinus, karet, mahoni, dan beringin dari hutan kecil dibawah bukit yang menjadi tempat persembunyian kami. Yaa, aku dan murti selepas dari rumah putri tadi tentunya menuju ke sini, ke sarang persembunyian kami..
“lalu, setelah ini apa?” tanya murti yang meminta pendapat.
“kita berteduh dulu” jawabku kalem sambil naik keatas gubug tua itu agar rintik hujan yang mulai turun sore itu tidak membasahi kami…
--
Angin bertiup kencang, rambutku terangkat tiap kali desiran itu menghantam kepala Wisnu Murti. Dari kejauhan langit yang mulai berjelaga itu mengeluarkan urat-urat api diiringi dengan suara gemuruh. Sedangkan kaki langit ini seperti mendukung suasana sedih yang merundung kami. Kabut yang turun perlahan memaksa kami harus lebih kuat menahan dingin..
Senja,hujan, dan air mata situasi yang senada dengan perasaan kami yang bingung mau berbuat apa. Akan kemana setelah ini? jika kembali ketempat semula hanya mendapat perlakuan lebih tidak menyenangkan…
Kami sama-sama diam, berusaha tetap waras dengan cara menolak untuk depresi. menghadapi situasi yang mungkin benar-benar bisa membuat Wisnu Murti jadi gila.
Angin dibuntuti badai. Air yang terbawa angin menetesi tubuh wisnu murti, sedangkan sang waktu ikut menenggelamkan kami dalam pelarian ini, sore terlihat gelap oleh matahari yang padam ditutup awan. Dan malam tak menunjukan bintang barang sebiji, tidak ada cahaya di langit kecuali petir yang menyalak galak..
Kuringkukkan tubuh pinjaman ini ke sudut gubug, berharap air yang tertiup angin tidak mampu menjangkau kami..
Dingin.. malam ini dingin, dan hujan tak kenal ampun membombardir tanah yang merindukan rintiknya, kabut seperti membalut tirai hujan yang membuat pandanganku gelap ditelan malam..
Dan entah sejak kapan.. kami berdua hilang sadar, entah tidur atau pingsan karena lemas..
…
…
“Wisnu!! Wisnu!! Nak!!” sayup sayup aku mendengar nama abangku dipanggil, disertai tepukan dipipi dan goncangan di lenganku.
Kucoba membuka mataku, dan kendali tubuh ini ternyata ada pada Wisnu…
Blur… ya pandanganku terasa kabur saat aku mencoba menangkap apa yang dilihat Wisnu, perlahan bayangan didepanku makin jelas..
“Ayah? … Ibu?” kata wisnu yang mulai sadar siapa yang membangunkan kami. Dan ternyata itu adalah orangtua kami.. kepalaku memutar dan melihat beliau tidak hanya berdua.
Satu, dua, tiga mungkin empat atau lima orang lain juga ada disitu mengerumuniku dan sejenak kemudian aku mengenali mereka, mereka adalah tetanggaku..
--
Disinilah teman, perjalanan kami sebagai seorang buronan berakhir. Akhirnya kami ditemukan setelah lebih dari 24 jam kabur dari tempat seharusnya Wisnu Murti berada..
Ibu menangis, Ayah hanya diam dengan urat di pelipis dan tangannya yang mulai nampak menegang, sedangkan warga-warga yang ada disana mereka saling bergumam dan aku tidak mau tau apa yang sedang mereka bicarakan. Yang aku tau sekarang aku sudah berada didalam mobil, ayahku sebagai supir lalu aku dan berada pada kursi paling belakang, dan ibuku dia masih menangis sambil memeluku dengan sangat erat..
“Wisnu, Murti maafkan Ibu”
Kalian dengar itu?
“Wisnu, Murti maafkan Ayah”
Yaaa.. kalian harusnya mendengarnya.. beliau memanggil nama itu..
Seperti ada koma ditengahnya…..
**
“Mas Wisnu!!!” teriak nanda adiku yang sudah berminggu-minggu tidak kami temui… dia berlari dari ambang pintu, menyongsongku dan memeluku dengan erat.. sangat erat sampai aku merasakan ada sesuatu yang hangat dan berair membasahi bajuku..
“Mas Murti ….. aku juga kangen mas Murti” ucap nanda dengan lirih…
Dan begitu kalimat sederhana itu meluncur dari mulut nanda, tubuh ini segera diambil kendali oleh murti. Dengan segera dia balas pelukan nanda, dan dia balas air mata yang membasahi baju ini dengan air mata murti yang menetes membasahi ubun-ubun adik perempuan kami ini..
“wisnu… apakah seperti ini rasanya? Aku tidak tau dengan perubahan sikap mereka, tapi apakah seperti ini rasanya?.. rasa Cinta yang normal” ujar Murti dari dalam hatinya..
Aku merasakan itu, getaran yang halus yang menggelitik tiap rongga dadaku yang terasa sejuk sekaligus sesak dalam waktu bersamaan ketika aku mengingatnya.
Aku menengadah kelangit, tatapanku berfokus kepada gradasi warnanya yang mulai kontras terlihat. Awan putih tertiup angin yang bergelak perlahan, tergantikan awan dengan muatan air berlebih yang berwarna kehitaman.
Aku duduk termenung, sedangkan Wisnu jelas melakukan hal yang sama karena kami satu tubuh. Tapi renungan kami berbeda, antara aku yang hanya fokus kepada Putri yang tak bisa aku temui dan wisnu yang memikirkan langkah baik apa yang bisa dilakukan setelah ini.
Lama aku merenung, sedangkan Wisnu dia sudah selesai dengan sebuah rencana. Beberapa kali dia memanggilku tapi aku diam saja sambil terus menikmati fantasi frustasi yang sengaja aku ciptakan. Nampaknya Wisnu bosan juga menunggu respon dariku, hingga dia memilih mengambil alih tubuh dan berjalan menuju pohon jambu klutuk yang berbuah rendah sambil menyimak apa yang sedang aku pikirkan.
“Mur, aku punya rencana setelah ini” ucapnya, yang kubalas dengan diam..
Mulutku bergerak sendiri, mengunyah sebutir jambu klutuk yang setengah matang itu sebagai penggajal perutku yang sudah sedari malam menuntut untuk diisi. Wisnu masih diam, tapi tidak pikirannya, dan masing masing dari kami biasanya sudah bisa menebak pembicaraan apa yang akan kita angkat.
“apakah aku berlebihan kalau bilang aku suka sama Putri?” ucapku kepada Wisnu.
“well.. apa yang salah dari itu mur?” balas dia.
“ya, tapi dengan keadaanku, apakah mungkin? Maksudku apa yang akan terjadi selanjutnya? Jika nanti ada kesempatan aku bertemu putri dan mengatakan apa yang aku rasakan setelah itu apa? Apakah dia akan menyambutku? Atau mungkin sebaliknya? Yang jelas dia akan bingung dengan siapa dia bicara. Apakah Wisnu atau Murti, karena dia hanya dicintai oleh satu orang saja yaitu aku Nu. Aku tidak heran jika dia menampik pengakuanku nu, tapi pernahkah terbayang olehmu? Bagaimana jika putri ternyata menyambutnya? Siapa yang akan dia pilih wisnu atau murti? Karena dia tidak akan bisa memilih keduanya, dan kita tidak bisa membagi kehidupan kita menjadi dua”
Wisnu
Aku terhenyak mendengar pengakuan Murti, yaa analisanya tidak salah. Bagaimana masa depan kami? Memang tidak ada masalah kami dalam menjalani hari sebagai Wisnu Murti karena kami bisa bekerja sama. Tapi yang perlu kamu ingat teman, kami ini adalah dua individu berbeda yang punya perasaan masing-masing., yang suatu saat nanti akan dewasa.
Bagaimana cara salah satu dari kami menikah kelak? Karena kami memiliki pandangan lain dalam hal ini. Wisnu Murti tidak mungkin menikahi dua wanita yang masing-masing untuk wisnu dan Murti.. ahhh perkataan dan pemikiran murti barusan benar-benar membuat ganjalan baru dibenakku..
“mungkin tidak ada cinta untuk orang gila seperti Wisnu Murti” ujar Murti sambil meringkukan kakinya…
Aku menghela nafas panjang, aku memahami kekhawatiran murti dan jujur itu juga menggangguku, namun kali ini ada hal lain yang harus segera aku lakukan. Yaitu mengembalikan optimisme Murti.
“tidak Mur, mungkin sebaliknya…” balasku dengan yakin.
“maksudmu?”
“mungkin cinta yang membuat Wisnu Murti tetap waras” jawabku dengan suara berbisik.
“bukankah dengan adanya putri bisa membuat kita sedikit melihat dari sisi lain? Tentang dunia yang selama ini kita anggap selalu abu-abu ternyata menyimpan warna yang lebih dari itu. Kuakui rasa sukaku terhadap putri berbeda dengan bagaiman perasaan sukamu kepadanya, tapi bukankah kita sama-sama menyukai dia. Perkara apa yang kamu khawatirkan sungguh aku juga baru mikirin itu.. tapi bukankah kita selalu bisa melewati kesusahan? Kita akan cari solusinya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita menghadapi masalah setelah ini”
Kurasakan kepalaku mengangguk, murti mengambil alih tubuhku lalu dia mulai berdiri kemudian berjalan dan duduk di gubug sambil memutar pandanganya kesekeliling.
Melihat pohon-pohon cersen,pinus, karet, mahoni, dan beringin dari hutan kecil dibawah bukit yang menjadi tempat persembunyian kami. Yaa, aku dan murti selepas dari rumah putri tadi tentunya menuju ke sini, ke sarang persembunyian kami..
“lalu, setelah ini apa?” tanya murti yang meminta pendapat.
“kita berteduh dulu” jawabku kalem sambil naik keatas gubug tua itu agar rintik hujan yang mulai turun sore itu tidak membasahi kami…
--
Angin bertiup kencang, rambutku terangkat tiap kali desiran itu menghantam kepala Wisnu Murti. Dari kejauhan langit yang mulai berjelaga itu mengeluarkan urat-urat api diiringi dengan suara gemuruh. Sedangkan kaki langit ini seperti mendukung suasana sedih yang merundung kami. Kabut yang turun perlahan memaksa kami harus lebih kuat menahan dingin..
Senja,hujan, dan air mata situasi yang senada dengan perasaan kami yang bingung mau berbuat apa. Akan kemana setelah ini? jika kembali ketempat semula hanya mendapat perlakuan lebih tidak menyenangkan…
Kami sama-sama diam, berusaha tetap waras dengan cara menolak untuk depresi. menghadapi situasi yang mungkin benar-benar bisa membuat Wisnu Murti jadi gila.
Angin dibuntuti badai. Air yang terbawa angin menetesi tubuh wisnu murti, sedangkan sang waktu ikut menenggelamkan kami dalam pelarian ini, sore terlihat gelap oleh matahari yang padam ditutup awan. Dan malam tak menunjukan bintang barang sebiji, tidak ada cahaya di langit kecuali petir yang menyalak galak..
Kuringkukkan tubuh pinjaman ini ke sudut gubug, berharap air yang tertiup angin tidak mampu menjangkau kami..
Dingin.. malam ini dingin, dan hujan tak kenal ampun membombardir tanah yang merindukan rintiknya, kabut seperti membalut tirai hujan yang membuat pandanganku gelap ditelan malam..
Dan entah sejak kapan.. kami berdua hilang sadar, entah tidur atau pingsan karena lemas..
…
…
“Wisnu!! Wisnu!! Nak!!” sayup sayup aku mendengar nama abangku dipanggil, disertai tepukan dipipi dan goncangan di lenganku.
Kucoba membuka mataku, dan kendali tubuh ini ternyata ada pada Wisnu…
Blur… ya pandanganku terasa kabur saat aku mencoba menangkap apa yang dilihat Wisnu, perlahan bayangan didepanku makin jelas..
“Ayah? … Ibu?” kata wisnu yang mulai sadar siapa yang membangunkan kami. Dan ternyata itu adalah orangtua kami.. kepalaku memutar dan melihat beliau tidak hanya berdua.
Satu, dua, tiga mungkin empat atau lima orang lain juga ada disitu mengerumuniku dan sejenak kemudian aku mengenali mereka, mereka adalah tetanggaku..
--
Disinilah teman, perjalanan kami sebagai seorang buronan berakhir. Akhirnya kami ditemukan setelah lebih dari 24 jam kabur dari tempat seharusnya Wisnu Murti berada..
Ibu menangis, Ayah hanya diam dengan urat di pelipis dan tangannya yang mulai nampak menegang, sedangkan warga-warga yang ada disana mereka saling bergumam dan aku tidak mau tau apa yang sedang mereka bicarakan. Yang aku tau sekarang aku sudah berada didalam mobil, ayahku sebagai supir lalu aku dan berada pada kursi paling belakang, dan ibuku dia masih menangis sambil memeluku dengan sangat erat..
“Wisnu, Murti maafkan Ibu”
Kalian dengar itu?
“Wisnu, Murti maafkan Ayah”
Yaaa.. kalian harusnya mendengarnya.. beliau memanggil nama itu..
Seperti ada koma ditengahnya…..
**
“Mas Wisnu!!!” teriak nanda adiku yang sudah berminggu-minggu tidak kami temui… dia berlari dari ambang pintu, menyongsongku dan memeluku dengan erat.. sangat erat sampai aku merasakan ada sesuatu yang hangat dan berair membasahi bajuku..
“Mas Murti ….. aku juga kangen mas Murti” ucap nanda dengan lirih…
Dan begitu kalimat sederhana itu meluncur dari mulut nanda, tubuh ini segera diambil kendali oleh murti. Dengan segera dia balas pelukan nanda, dan dia balas air mata yang membasahi baju ini dengan air mata murti yang menetes membasahi ubun-ubun adik perempuan kami ini..
“wisnu… apakah seperti ini rasanya? Aku tidak tau dengan perubahan sikap mereka, tapi apakah seperti ini rasanya?.. rasa Cinta yang normal” ujar Murti dari dalam hatinya..
namakuve dan black392 memberi reputasi
3