Kaskus

Story

ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)
TAK SELAMANYA [SELINGKUH ITU] INDAH (TRUE STORY)


Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)



Ketika kesetiaan cinta diuji, apakah Aku bisa bertahan atau malah menyerah?

Kalian bisa menghakimiku, mencaci maki, dan meludahiku dengan hinaan kalian, tapi jangan mereka, orang yang terlanjur mencintai. Cinta tidak pernah salah, yang salah adalah orang yang melakukan penyelewengan, apapun, cinta itu tetap suci. Aku memang sampah. Tetapi tidak dengan mereka.




Kata orang, mendua itu indah. Kata orang, mendua itu membuat bahagia. Mungkin bisa iya, mungkin juga tidak, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Ini sebuah kisah tentangku yang terjebak dalam dua hati yang sama-sama mencintai, menyembunyikan segala sesuatunya dari Istriku dan menjalani dua kehidupan.

Aku adalah penghuni baru di SFTH, selama ini hanya jadi Silent Reader, dan kali ini sedang berusaha untuk bercerita tentang kisahku yang agak kelam.

Kisah ini aku modifikasi sedemikian rupa, baik dari nama tempat, nama tokoh, dan tanggal kejadian, tetapi percayalah ini masih terjadi hingga saat ini. Saat aku belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil, apakah tetap setia atau terus hidup seperti ini.

Beruntung, Cahaya, Istriku tidak tahu menahu tentang akun ini di Kaskus, bahkan ia tidak pernah sekalipun tertarik dengan Kaskus, sementara Ivory, aku yakin suatu saat ia akan menemukan cerita ini, tetapi tidak masalah.

Hati yang sudah mendua ini butuh pencerahan, karena semuanya kini sudah terlewat jauh dari batasan yang kumiliki sendiri.

Quote:


Maaf apabila ada salah kata, penulisan, atau sikap dalam berforum, mohon bimbingan dari teman-teman semua, dan apabila ditemukan gaya bahasa saya mirip dengan salah satu, atau banyak penulis di SFTH, mohon maklum, saya hanya penulis amatiran baru.

Selamat membaca.

Quote:
Polling
0 suara
Siapa yang harus gw (Sani) pilih?
Diubah oleh ivory.cahaya 11-05-2022 06:16
a.khordAvatar border
arieaduhAvatar border
mhdrdhoAvatar border
mhdrdho dan 19 lainnya memberi reputasi
20
977.8K
2.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
#2234
Sebuah Penyerahan Diri Rahma
SEBUAH PENYERAHAN DIRI RAHMA



“Masih kasih kesempatan juga sama Kak Rahma?”


Deg!

Sebuah pertanyaan yang begitu langsung menghujam ke jantungku. Mengisyaratkan sebuah kegundahan hati yang tersirat dari sorot mataku kepada wanita itu beberapa jam yang lalu. Menyatakan sebuah kelemahan lisan yang masih saja menyudutkanku dalam lingkaran yang tak berujung ini.

Entahlah.

Apakah memang aku memberinya kesempatan atau memang hanya perasaan yang tertinggal di dalam hatiku yang masih membekas, tertoreh begitu indah, meninggalkan sebuah penggalan rasa yang mungkin tidak akan pernah kulupa seumur hidupku.


“Kalopun emang Kakak mau kasih Kak Rahma kesempatan, aku ikhlas kok Kak.”

“Aku selalu mikir, semua perempuan yang dateng di hidup kamu, pasti semuanya yang paling hebat.”

“Kak Aya.”

“Kak Nita.”

“Kak Rahma.”

“Semuanya berhak buat dapetin cinta dari Kakak, apapun yang terjadi,” ujar Ivory, ia tersenyum kepadaku, wajahnya terlihat begitu cantik di bawah temaramnya lampu teras belakang ini.

Aku menggeleng pelan, “aku gak mungkin milih semuanya kan Dek.”

“Adek tahu, meskipun rasa itu masih ada buat Rahma, tapi aku gak akan mungkin milih dia jadi Istri aku.”

“Jujur, pilihan aku cuma kamu, Aya, ato keduanya, gak lebih.”

“Adapun mereka yang dateng di hidup aku, mereka gak akan bisa gantiin keindahan yang udah Adek kasih ke aku.”

Gadis itu lalu tertegun, menatapku dengan sorot mata yang sama seperti biasanya, lalu tertunduk perlahan, “kenapa aku baru ketemu Kakak sekarang ya?”

“Kenapa aku gak pernah ketemu Kakak dari dulu-dulu aja,” ujar Ivory lagi, seperti ada sesal yang teruntai dari lisannya barusan.

“Karena takdir sayang,” ujarku pelan, “karena Sang Malik udah takdirin kita untuk akhirnya ketemu sekarang.”

Ia lalu menggeleng pelan, “bukan itu maksud Adek, Kak.”

“Maksud Adek, kalo aja mungkin Adek yang jadi Kak Aya, mungkin hal kayak gini gak akan kejadian.”

“Maksudnya?” tanyaku keheranan.

Ia tersenyum begitu manis kepadaku, “kalo aku yang jadi Kak Aya, dan tiba-tiba ada cewek yang ngedeketin Kakak, ya aku suruh nikahin aja.”

“Gak masalah kan,” ia lalu tertawa kecil lalu memandangku, “yang paling penting aku enggak mau sampe jatuh ke pelukan orang lain Kak.”

“Aku cuma mau ada sama Kakak aja, dan aku lebih baik gak punya suami kalo Kakak gak nikahin aku.”


Aku terdiam mendengar lisan Ivory saat itu.

Mengapa ia mengatakan hal seperti itu di saat hatiku sedang penuh kebimbangan saat ini?

Mengapa ia begitu mudahnya berkata demikian?

Apakah setinggi itu ia menilaiku dengan ketulusan cinta dan keihklasan hatinya?

Sebuah harga yang terlalu mahal kudapatkan dari gadis seumurannya. Aku bahkan tidak pernah mendengar kata-kata itu dari lisan wanita lain selain Ivory, gadis yang baru kukenal beberapa bulan terakhir ini. Dan atas alasan itulah hatiku selalu lebih berat menatap kepadanya.

Meskipun ada sosok Anita yang begitu sempurna di atas segala keindahan yang ia tawarkan kepadaku. Sebuah wujud lain Cahaya yang lebih memahamiku dari beberapa sisi, dan juga lebih tulus ketimbang wanita yang saat ini masih sah menjadi istriku itu.

Meskipun hadir lagi sosok Rahma yang langsung membangkitkan segala kenangan manis yang kubuang begitu saja atas kehadiran Cahaya yang tiba-tiba di hidupku saat itu. Memberikan sebuah keindahan yang terbiaskan oleh cahaya cinta wanita yang kini masih sah menjadi istriku.

Ah, seandainya saja aku lebih memilih Rahma saat itu, mungkin saja ini semua tidak akan terjadi. Dan, kembali sesal yang terlanjur itu datang lagi menggerogoti keteguhan hatiku kini. Aku sudah mengenal Rahma sejak kami masih sama-sama duduk di bangku SMA.

Seandainya, aku juga mendengarkan kata-kata Alfarizi saat itu, dan seandainya aku percaya dengan hatiku sendiri.

Seandainya, ya hanya berandai-andai.

Otakku bahkan tidak dapat menerima begitu banyak kata-kata seandainya yang sedari tadi terngiang di kepalaku. Menyerukan jutaan algoritma baru yang seharusnya terjadi di routine dan sub-routine hidupku apabila dahulu aku lebih memilih Rahma ketimbang Cahaya.

Dan bahkan, algoritma yang menjanjikan segala keindahan itu makin terlihat saat aku berhasil merengkuh Anita yang saat ini sudah berada jauh di dalam jangkauanku. Sungguh segala hal tentang ini semua seolah selalu terputar di dalam otakku.

Sebuah tipu daya ablasa yang mencoba menjatuhkanku lagi di lubang hitam yang sama untuk berulang kalinya.

Dan aku menolak hal itu.


“Kak,” panggil suara lembut itu tiba-tiba menyadarkan segala lamunanku.

“Iya iya Dek,” sahutku seraya memandang ke arah Ivory dengan sedikit terhentak.

“Mikirin apaan sih sampe diem aja?”

Aku menggeleng pelan, “bukan apa-apa, cuma semua hal ini bikin Kakak makin tenggelam di kenyamanan yang gak seharusnya Kakak dapetin dari kalian.”

“Jujur, aku harus buat keputusan secepetnya.”

“Kak,” panggil Ivory pelan, ia lalu menyandarkan tubuhnya di tubuhku, “apapun keputusan Kakak, aku dukung banget.”

“Mau tetep sama Kak Aya, ato jadiin kita semua, ato terserah Kakak.”

“Yang pasti, aku akan terus jaga hati aku buat Kakak, apapun yang terjadi nanti, dan aku gak akan pernah peduli dengan apa yang terjadi nanti.”

“Seenggaknya, kalopun aku gak jadi sama Kakak, aku pernah ngerasain hatiku diisi sama nama Kakak.”

“Dan aku bahagia atas itu Kak.”


Aku terdiam mendengar lisan yang terdengar lembut namun pasti itu. Begitu syahdu membuai segala anganku akan keindahan yang selalu terngiang di kepalaku hingga saat ini. Perasaan yang begitu nyata, bukan hanya sekadar sebuah ilusi yang menerbangkanku sesaat dan menenggelamkanku dalam jurang keterpurukan lagi dan lagi.

Perasaan ini terasa begitu nyata, sentuhan yang kurasakan bahkan terasa menembus seluruh kulitku, menyelimutiku dengan sebuah kehangatan yang begitu membuatku nyaman.

Gadis ini begitu hebat, dan aku tidak mungkin bisa menolak perasaan ini.

*****



“San,” panggil suara itu, sejenak aku langsung terbangun dari lelapku dan menoleh ke arah sumber suara.

“Rahma?” tanyaku tidak percaya, “ngapain kamu ke sini segala?” tanyaku penuh dengan keheranan.

“Enggak,” ujarnya lalu tersenyum di bawah temaramnya lampu tidur kamar tempatku saat ini, “cuma mau nagih janji kamu aja San.”

“Eh Ma,” ujarku, terperanjat seketika melihat tubuh wanita itu mendekat dengan segala keindahan yang ia miliki, sesaat membutakan mata hatiku.

“Lucu ya, aku masih cinta sama kamu sampe saat ini, sampe saat semua tentang kamu yang tadinya udah berusaha aku ilangin, tiba-tiba muncul.”

“Apapun yang terjadi, biarlah malem ini tinggal malem ini.”

“Aku gak akan pernah lupain setiap detik yang mungkin akan berlalu bersama kamu sehabis ini.”

“Aku mau kamu penuhin janji kamu ke aku San.”

“Sekarang.”


*****


Sol mulai merangkak naik seraya aku hanya dapat menghela napas seraya melihat Rahma yang saat ini sudah terbangun. Aku mengingat segala yang terjadi di antara aku dan dirinya semalaman, dan aku tidak akan mungkin melupakan hal itu bersamanya.

Sebuah keindahan yang tidak seharusnya kurasakan kini. Terlebih bersama wanita yang telah kucampakkan demi seorang Cahaya yang seharusnya tidak kupertahankan saat ini.

Kemana perginya cinta itu saat aku lebih memilih Cahaya ketimbang wanita tulus ini?

Kemana segala ideologi yang telah sesak rasanya menjejali telingaku dengan segala nasihat ini?

Mengapa aku tidak langsung saja memilih gadis yang begitu tulus ini dahulu?

Mengapa justru Cahaya yang kupilih dengan segala keindahan semu yang kini baru kusadari?

Wanita itu hanya tersenyum saat satu per satu anak rambutnya ia selipkan di daun telinganya. Tersungging senyum yang begitu indah tatkala sorot mata yang selalu memandangku dengan segala keindahan yang tidak akan pernah kulupakan itu.


“Makasih ya San,” ujar wanita itu pelan.

“Satu malem yang enggak akan pernah aku lupain seumur hidup aku.”

“Jujur, aku cuma pengen sekali aja lagi sama kamu.”

“Setelah itu, aku akan pergi dari hidup kamu.”

“Kamu harus bahagia sama Ivory, dan aku mau kamu bahagia sama Ivory tanpa harus ngeliat lagi ke belakang, apa yang udah terjadi antara aku, kamu, sama Cahaya.”

“Tapi Ma, setelah apa yang kita lakuin semalem, gak segampang itu,” ujarku, pelan. Hanya dapat memandang wajahnya yang masih saja menyiratkan miliaran cinta kepadaku hingga saat ini.

“Udah terlalu lama kamu terendap sama perasaan itu San.”

“Dan, karena itulah kamu gak pernah bisa pergi dari zona itu.”

“Cinta itu emang gimana cara membahagiakan.”

“Dan aku tanya sama kamu, setelah apa yang kita lalui semalem, kamu bahagia gak?”


Aku terdiam.

Lisanku terkunci seraya segala kenyataan yang kuhadapi tidak seperti apa yang kuinginkan. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan Rahma tentang esensi kebahagiaan yang ia tanyakan kepadaku.

Apakah aku bahagia?

Ataukah ia bahagia karena diriku?

Tunggu dulu. Apabila cinta menurutnya adalah tentang bagaimana membahagiakan orang yang ia cinta, maka apa yang ia lakukan semalam adalah cara yang ia anggap bisa membahagiakanku. Tetapi apakah aku bahagia dengan apa yang telah terjadi?

Kuhela napas begitu panjang ketika senyuman yang seolah tak pernah lekang oleh waktu itu terus menerus tersungging, memberikan jutaan rasa bersalah yang semakin lama semakin menumpuk di atas sesal yang terlanjur tercipta di antara hatiku dan hati wanita ini.


“Aku bahagia Ma,” ujarku pelan.

“Bukan cuma karena apa yang udah kita lakuin semaleman.”

“Tapi, karena emang aku bahagia pernah memiliki kamu yang begitu gak ternilai dahulu.”

“Terus malah aku ganti semua kebahagiaan itu sama sebuah rasa semu yang selalu Aya tawarin ke aku sejak dulu.”

“Maafin aku Ma, dan aku bener-bener bahagia pernah ada dan deket sama kamu.”

Wanita itu lalu tersenyum, “makasih ya San, seenggaknya aku denger langsung dari kamu kalo kamu bahagia pernah jadi kekasih aku.”

“Padahal, waktu itu Aya pernah ngomong sama aku satu hal.”

“Dia ngomong,” ujar Rahma ragu.

deniiskandard
yusufchauza
yusufchauza dan deniiskandard memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.