Pak shodiq pun kembali mengais rezeki sementara aku masih menunggu mbak pipit yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
5 menit menunggu tiba-tiba ponselku berdering "sampean tunggu dulu ya dek zahrin. Ini masih nunggu mas yoga sholat" emoticon senyum mengakhiri pesan dari mbak pipit, dengan secepat kilat aku langsung membalasnya "ok".
Rumah adat joglo yang lumayan besar dengan hiasan ukiran kayu jati mengelilinginya "sogeh temen pasti keluargane mas yoga iki tapi jaman sekarang kok ya sek ada rumah joglo kayak gini, model kuno juga" ucapku takjub sekaligus heran. Saat pandanganku sibuk dimanjakan oleh arsitektur rumah mas yoga, mataku langsung tertuju pada seekor kera besar yang duduk di pintu samping rumah mas yoga.
"Astaghfirullahaldzim" aku pun langsung menyembunyikan wajah saat kera itu melotot ke arahku. Dengan gemetaran aku mencoba mengirim pesan kepada mbak pipit "mbak tolong jangan lama-lama. Keburu maghrib nanti"
Dua centang terlihat berwarna biru menandakan mbak pipit sudah membacanya.
"sebentar ya ini mas nya belum selesai sholat. Nanti tak bawain lumpia tenang aja" balasnya selang beberapa menit pesanku dibacanya tadi.
Dan akhirnya aku harus pasrah menunggu mbak pipit sementara Kera itu tetap memandangiku yang di tengah selimuti ketakutan.
Sosok lelaki berpeci hitam membuyarkan bulu kudukku yang sedari tadi berdiri "zahrin, kok ndak masuk?" sapa pria itu dengan ramah padaku.
"hehehe gak usah pak rozi, aku disini saja. Sampean darimana pak?" kataku sedikit cengengesan
"dari rumah sampean nemui bapak sampean eh ternyata anaknya ada ndek sini" jawabnya dengan suara yang sangat halus mirip banget seperti bapak, atau memang setiap mudin diwajibkan ngomongnya halus seperti ini ya. Saat pak rozi selesai berbicara lantas keluarlah mbak pipit menenteng beberapa gorengan lumpia di tangannya.
"oalah sama dek pipit toh, lah sekarang mau kemana?" tanya pak rozi
"mau pulang pak mudin, sebentar lagi maghrib soalnya" mbak pipit berpamitan kepada pak rozi.
"oalah iya hati-hati ya dijalan"
"enggeh pak mudin, monggo" akhirnya kita pun pulang tetapi disepanjang perjalanan aku selalu terbayang kera dirumah mas yoga itu, apakah itu kera sungguhan atau hanya kera jadi-jadian?
Sesampainya dirumah aku memberikan tahu tek dan lumpia itu untuk dimakan bersama keluarga
"darimana ini nduk?" tanya ibu
"tahu tek ini dari pak shodiq kalau lumpia ini dari mas yoga buk" jawabku seraya mengambil beberapa piring di rak
"tumben pak shodiq ngasih tahu tek?" ibu heran
"enggeh buk, kemarin katanya mas fadil nolongin pak shodiq jatuh di depan kantor kecamatan lah ini tanda terimakasihnya" jawabku sambil memakan sebungkus tahu tek pemberian pak shodiq
"oalah yang kemarin. Mbokyo gausah sampean terima toh dek, kan kasihan buat jualan pak shodiq" sambar masku yang siap berangkat ke masjid
"wong pak shodiqnya sendiri kok mas ngasih, padahal udah aku tolak tapi. Orangnya maksa" aku berusaha membela diri
"sudah gak usah dibesar-besarkan. Dimakan saja rejeki itu" ibu melerai pembicaraan kita
Setelah selesai makan, tibalah adzan maghrib, Akupun bergegas menuju masjid sedangkan ibu sholat dirumah.
Seusai sholat berjamaah aku mengambil jaitan ibu lalu kembali kerumah.
"pak, mudin desa sebelah yang namanya pak roji itu pelihara kera ya?" tanyaku pada bapak yang juga baru pulang dari masjid
Tetapi pertanyaanku tidak dijawab bapak, beliau malah sibuk memakan lumpia tadi
"ihhh bapak, kan aku nanya" kataku kesal
Sedangkan bapak hanya membalas kekesalanku dengan nyengir kuda
"kok sampean tau ada kera di rumah mudin roji?" mas yoga penasaran
"iya mas, pas nganterin berkas ke rumah mas yoga tadi aku nunggu di luar rumah. Eh pas liat pintu sebelah barat ada kera gede banget lagi melotot" aku mengisahkan kejadian yang aku alami tadi dengan antusias
"jarang-jarang loh dek bisa liat kera nya mudin roji keluar. Eh ini jum'at legi kan pak?" kata mas fadil.
"enggeh ini jum'at legi. Wes jangan aneh-aneh sholat saja yang benar" jawab bapak yang membuat mas fadil hanya tersenyum kecut.
-----------GELAP GULITA--------------
tidak ada cahaya sama sekali yang menerangi desa dan tak lama kemudian hujan di sertai angin mengguyur desa membawa bau khas yang menyerbak .
Ibu sibuk mencari lampu isi ulang agar rumah tidak terlampau gelap.
--Tok Tok Tok--
Seseorang berdiri memakai jas hujan di depan rumah yang kini terlihat sedang bercakap dengan bapak dan mas fadil. Kemudian bapak tergesa-gesa memakai baju koko tak lupa pecinya begitupun mas fadil.
"kenapa pak?" tanya ibu penasaran
"pak shodiq nggak ada buk, kalau sampean ikut, berangkat saja sama fadil. Bapak buru-buru" dengan payung yang membentang bapak pergi mengurus jenazah pak shodiq.
"buk, masa aku di rumah sendirian? Ah gak asyik. Kan aku takut gelap kayak gini" kataku meminta agar ibu tetap dirumah saja bersamaku
"gak usah aneh-aneh, sampean ke rumah emak aja. Nanti ibu panggil kalau sudah pulang" jawaban ibuk mau tidak mau harus ku turuti.
Petir menggelegar, baru kali ini hujan sangat tidak bersahabat. Suara tokek menggema di rumah dan burung gagak pun tak lupa menyampaikan duka citanya untuk pak shodiq.
"JENAZAHNYA JADI MONYET"
(bersambung)