- Beranda
- Stories from the Heart
Para Pemburu Demit (Cerita Fiksi)
...
TS
dodydrogba
Para Pemburu Demit (Cerita Fiksi)


Pengantar
Salam kenal gan dan sis, mungkin ane terbiasa nulis artikel - artikel di forum The Lounge, namun untuk forum ini ane benar - benar pemula, jadi harap maklum kalau penulisan cerita sedikit payah.Langsung saja guys, untuk cerita ini murni fiksi, namun inspirasinya berdasarkan kejadian nyata, yaitu kejadian kasus kematian hewan ternaksecara misterius akhir - akhir ini. Tentu dengan ditambah bumbu horor, komedi, drama dan sejenisnya. Selain itu juga terinspirasi dari serial tv Buffy dan Supernatural beserta film Vampires dan Daybreakers. Untuk rule, sama seperti rule SFTH pada umumnya.
Kisah ini bercerita tentang seorang wartawan dengan rekannya yang secara tak sengaja bertemu dengan para pemburu demit. Terkait para pemburu demit sendiri, disini bukan berunsur klenik dan mistis, untuk tahu lebih jauh bisa ikutin cerita ini, jadi langsung saja kita mulai.
Spoiler for PROLOG:

Kala itu, di desa - desa wilayah bagian selatan pulau Jawa tersebar luas kabar kematian mendadak para hewan ternak milik warga setempat. Isu ini sebenarnya sudah akan diantisipasi oleh warga desa lain yang berniat mencegah hal itu. Mereka melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang, namun jawaban yang didapat hanya ketidakseriusan dalam menanggapi masalah yang ada. Mereka menganggap itu hanya ulah hewan semata sehingga tak perlu dibesar - besarkan. Warga desa yang mulai panik itu mau tak mau harus menjaga hewan ternak mereka dengan upaya sendiri tanpa bantuan siapapun. Sayangnya usaha mereka masih kecolongan, beberapa kali hewan ternak mereka mati mengenaskan, mungkin karena peralatan mereka yang tak mendukung serta memadai.
Di lain pihak sebagian warga desa, juga masih banyak yang kurang perhatian dengan isu ini sehingga dengan muka polosnya mereka tak tahu apa yang terjadi. Mereka menyesal belakangan, hewan ternak mereka mati begitu saja tanpa sebab musabab yang jelas.
Di saat yang sama, tersiar kabar akan sebuah kelompok yang menangani ini. Tak ada yang melihat penampakan mereka dengan jelas, namun kabar yang beredar mengatakan setiap wilayah yang didatangi mereka, esoknya akan bersih dari mahluk yang diduga jadi - jadian itu. Ada yang bilang mereka orang - orang pintar yang punya aji - ajian sakti mandraguna, ada pula yang bilang mereka bukan manusia karena hanya beraksi di malam hari layaknya vampir. Mereka yang mengetahui mereka hanya melihat dari kejauhan, seperi bayang - bayang manusia yang tenggelam oleh seramnya hutan belantara.
Namun yang pasti, mereka tak tahu kapan kelompok misterius itu akan menolong dan membantu mereka. Atau mungkin itu cuma mitos belaka sama layaknya mitos lain yang mengatakan penunggu di hutan tersebut adalah mahluk gaib. Tidak ada yang tahu kebenarannya, yang jelas musibah kematian hewan ternak kali ini sedang menghantui Desa Sumbangsih. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain pasrah pada keadaan malang yang ada.
Spoiler for Chapter 1:
Pak Dadang terkejut bukan kepalang ketika mengetahui domba - dombanya habis tak tersisa. Ya, mereka semua mati mengenaskan dengan cara yang tak wajar. Bagaimana tak wajar kalau mereka mati dengan kehabisan darah, sebagian lainnya terkoyak di bagian perutnya. Jantung, usus, organ - organ lainnya menghilang. Sepertinya diambil atau lebih parah dimakan oleh sesuatu. Orang - orang yang terdorong atas rasa takutnya mulai menduga - duga. Dari sekte sesat, anjing jadi - jadian, hingga chupacabra mahluk mitos yang terkenal dari Amerika sana yang punya kesamaan dengan mahluk ini. Apalagi kalau dilihat dari jejak - jejaknya. Yang lebih menyedihkannya lagi, cuma ini jalan satu - satunya Pak Dadang mencari nafkah untuk keluarganya. Sebenarnya tidak cuma Pak Dadang yang mengalami kerugian seperti ini, tapi di desa itu cuma dia yang punya domba sebanyak ini.
Ia terpaksa merogoh tabungannya, melihat apakah memungkinkan untuk membeli dua ekor pasang domba yang berbeda jenis kelamin. Tak jauh dari situ, seorang wartawan wanita berumur dua puluh lima tahun bersama fotografer sekaligus kameramennya yang berusia tiga puluhan tampak sedang bekerja keras mencari berbagai narasumber untuk mendukung beritanya itu. Salah satu narasumber itu adalah Pak Dadang, mereka tak sia - siakan kesempatan itu untu menggali lebih dalam seputar kasus ini. Mereka pun mendatangi Pak Dadang, meminta ijin untuk mewancarai lalu memberinya beberapa pertanyaan.
"Jadi apakah sebelumnya pernah terjadi kejadian semacam ini di desa Anda pak?" tanya wartawan itu.
"Kalau kejadian di desa ini sih belum pernah mbak. Tapi saya dengar di desa lain pernah. Sebagian hewan ternak mereka mati dengan cara tidak wajar kayak gini," Pak Dadang menjawab dengan lesu.
"Lalu apa tindakan pemerintah atau instansi terkait hal itu?"
"Yah, dijawabnya cuma serangan hewan biasa mbak, tapi ya gak tahu hewannya apa."
"Bagaimana dengan kejadian di sini, apakah mereka sudah melakukan sesuatu?"
"Wah sepertinya sih belum, gak tahu apakah bakal didatangi atau tidak. Tapi firasat saya bilang paling gak bakal datang. Mana mau mereka ngurus urusan remeh temeh gak jelas kayak gini, mending yang ada proyek duitnya dong."
Melihat dari raut muka bapak itu, sedih dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Wartawan itu juga merasakan kesedihan yang mendalam terhadap bapak itu. Wartawan yang dikenal gigih dan ulet dalam menjalankan tugasnya itu bernama Anya. Walau hanya bekerja di majalah supranatural yang bagi sebagian orang kebanyakan dianggap aneh, tapi baginya merupakan sebuah kesempatan besar untuk mengembangkan kemampuan jurnalisnya. Yah, mungkin tema supranatural emang nyentrik untuk profesinya, tapi tema itu dalam industri media kapitalis masih banyak disukai. Buktinya masih ada saja acara - acara tv macam itu yang bisa bertahan sejak dulu.
Anya dan rekan kameramennya, Johan bergegas mencari narasumber lain di desa itu yang mungkin pernah melihat siapa dalang dibalik kejadian ini. Walau Anya dan Johan terpaut jarak umur yang cukup jauh, mereka bisa menciptakan chemistry yang baik ketika bekerja. Kekompakan mereka membuat setiap pekerjaan yang ada di depan menjadi mudah untuk dihadapi. Yang membedakan adalah status Anya yang masih bujangan, sedangkan Johan sudah menikah. Kali ini mereka mendatangi sesosok sepuh yang sepertinya sudah sangat lama tinggal di desa ini. Entah kenapa diantara yang lain, hanya ia yang paling merasa dikelilingi rasa takut yang amat dalam. Itu terlihat dari ekspresinya ketika melihat mayat - mayat domba itu.
"Maaf bapak, jika tidak merasa keberatan bolehkah saya mewancarai Anda?" tanya Anya dengan sopan.
"Oh iya, silahkan, tidak apa - apa? Tapi kalau boleh tahu mbak dan masnya ini dari media mana ya?" kakek itu penasaran.
"Kami dari majalah Investigasi Supranatural pak," jawab Anya.
"Oh begitu, oke - oke. Jadi mau bertanya apa ya?" kakek itu menggaruk kepalanya.
"Menurut kakek, apakah kakek tahu siapa yang melakukan ini?" Anya bertanya dengan nada sedikit serius.
"Hmm, saya tidak tahu apakah sebagian orang sini sudah tahu mitos ini atau belum. Tapi kakek ketika tahun enam puluhan dulu pada saat kakek masih usia lima belas tahun, sempat ikut ayah kakek menggembala domba - domba itu ke sebuah bukit yang agak jauh dari sini. Ayah kakek selalu bercerita kalau malam - malam jangan mendekati bukit itu atau hutan sekitar bukit itu," kakek itu menjawab seperti termenung akan suatu hal.
"Emangnya ada apa kek?" tanya Anya yang penasaran.
"Ketika itu teman kakek mencoba untuk mendekati bukit dan hutan itu pada malam hari. Ia tak percaya omong kosong orang tuanya itu. Ia bersama anjingnya itu akhirnya pergi pada saat hari mulai malam. Yah, saya akui kalau dia adalah anak pemberani yang selalu ingin dicap hebat oleh masyarakat setempat. Tidak seperti saya yang penakut ini, saya menolak ajakannya untuk pergi ke tempat itu malam hari. Ia pergi dengan riang gembira dan penuh semangat. Tapi ..." kakek itu mulai teringat akan kisah masa lalu yang mengerikan.
"Tapi kenapa kek??" Anya semakin penasaran.
"Tapi.. semua itu berubah ketika para orang kampung menemukan sesosok mayat remaja beserta anjing peliharannya tewas mengenaskan. Perutnya terkoyak, ususnya terburai keluar, darah berceceran di mana - mana. Jantungnya juga menghilang. Selain itu lehernya seperti habis digigit oleh sesuatu, darahnya seperti dihisap," kakek itu menjelaskan.
"Siapa yang menyerang anak itu kek?" tanya Anya.
"Teman saya itu diserang oleh mahluk yang mungkin bagi orang - orang pada umumnya menganggapnya hanya bualan kisah mistis belaka. Mereka berbicara tentang anjing jadi - jadian, tapi sepanjang saya hidup menggembala menjaga domba, tak pernah melihat anjing jadi - jadian atau anjing hutan menghisap darah sampai habis, memakan organ dalam saja. Dan cara mereka berburu tidaklah seperti itu, mereka akan menggigit kaki belakangnya agar kesusahan bergerak. Lalu sebagian anjing hutan lain akan melumpuhkannya ketika hewan buruannya sudah sulit bergerak. Memang ada sebagian yang mengigit di leher, tapi tidak untuk menghisap darahnya. Aku yakin itu adalah demit, iya demit, seperti yang diceritakan orang - orang jaman dahulu," kakek itu bercerita panjang lebar.
"Apakah demit itu yang menjadi dalang di balik kejadian ini?"
"Mungkin saja, aku harap demit itu tak kembali lagi di sini dan mulai membunuh penduduk di sini karena hewan ternaknya sudah habis."
Informasi yang didapat oleh Anya tampak sudah cukup bagus buat pendukung artikelnya. Ia pun berniat mengakhir wawancara dengan kakek itu.
"Terima kasih kakek atas kesempatannya. Mudah - mudahan kejadian ini tak terulang kembali," kata Anya.
"Iya, sama - sama. Kakek hanya berharap ada orang yang mau menyelesaikan masalah ini. Kalau begitu kakek pamit dulu ya nduk," kakek itu berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.
Setelah kakek itu pergi, mereka mencari tempat teduh untuk istirahat. Akhirnya mereka menemukan toko kelontong di desa itu. Selain berniat istirahat mereka juga ingin mengisi perut mereka yang mulai keroncongan entah dengan kue ataupun makanan berat kalau ada. Di depan toko itu terdapat meja bundar dengan payung besar di atasnya dan di sekelilingnya terdapat kursi - kursi yang terbuat dari plastik. Anya duduk di kursi itu, laptopnya diletakkan di meja tersebut. Sementara Johan membeli makanan dan minuman untuk santapan siang. Terik panas matahari pada siang itu benar - benar menguras tenaga mereka.
Sambil mengetik, dipikiran Anya bergelayut kata - kata indah nan mistik agar menambah aura misteri artikel terbaru yang akan dibuatnya. Pembaca biasanya sangat tertarik dengan artikel seperti ini membuat mereka semakin penasaran tapi juga ketakutan disaat yang sama. Sama seperti menonton film horor, rasa takut membuat orang semakin tertarik dengan film itu.
Tak lama kemudian Johan keluar dari toko itu, lalu mendatanginya dan duduk di depanya. Ia sepertinya membeli banyak makanan, seperti nasi kuning dan roti isi coklat pisang. Tak lupa membeli air mineral sebagai pelepas dahaga. Ia lalu menyodorkan sebagian makanan dan minuman itu untuk rekan kerjanya itu.
"Anya, nih makan dulu. Nanti laper, kamu gak semangat nulisnya," Johan menawarkan.
"Oh iya, makasih Bang Johan. Bang Johan makan dulu aja, ini Anya nyelesain sekalian trus biar langsung di publish di internet," Anya menolak dengan halus.
"Ya udah, saya makan dulu ya," sambil makan roti Johan melihat Anya yang walau serius namun seperti memikirkan sesuatu.
Sebentar - sebentar mengetik, sebentar - sebentar berpikir akan suatu hal entah kehabisan ide tulisan atau memikirkan yang lain.
"Anya, kamu kehabisan ide ya?"
"Oh, enggak kok bang. Anya cuma memikirkan rumor yang hadir baru - baru ini. Yang berkembang dari mulut ke mulut para peternak desa itu."
"Jangan bilang kamu lagi memikirkan soal rumor para pemburu aneh itu?"
"Iya bang, emang itu."
Mendengar itu, Bang Johan hampir tersedak. Ia menghentikan makannya sebentar lalu menasihati Anya.
"Sudah kubilang mending gak perlu dipikirkan, paling itu cuma kabar burung belaka. Kita gak pernah tahu kalau mereka itu beneran ada atau enggak. Atau bahkan cuma isu yang digunakan buat nakut - nakutin sekte sesat itu. Kita bahkan tak punya bukti kuat soal itu."
"Tapi bang, jika kita bisa mendapatkan info soal mereka. Dan ternyata mereka beneran ada, kita kan bisa terkenal. Apalagi artikel tentang mereka bisa saja disukai banyak orang," kata Anya yang tak putus asa akan pendiriannya itu.
"Iya Anya, tapi kalau gini terus entar bisa mengganggu konsentrasi kamu. Entar kalau hasil kerjaan kita buruk, kita malah dipsk eh diphk. Entar sulit lagi nyari kerjaan kayak gini," Johan menasihati.
"Apalagi kita gak tahu mereka itu jahat atau baik. Dan kalau mereka ada, mereka sudah di sini membantu peternak itu dengan ajian - ajian sakti mandragunanya," lanjutnya.
"Iya juga sih bang," Anya mengangguk.
Tapi ada sebagian nasihat Johan yang ternyata malah menginspirasi Anya untuk melakukan sesuatu.
"Aha, aku punya ide!!" kata Anya sambil tersenyum.
"Ide apalagi?" Johan penasaran.
"Bagaimana kalau nanti malam kita melakukan investigasi di sekitar hutan dekat desa itu? Bisa saja mahluk itu kabur ke hutan seperti yang dikatakan kakek itu," ujar Anya dengan percaya diri.
Mendengar itu, Johan bak dipukul punggungnya dengan keras. Ia tak percaya rekannya itu mengeluarkan ide konyol bin gila yang membuatnya menyemburkan minuman yang diminumnya hingga muncrat ke mana - mana.
"Byurrr!!"
"Kamu sudah gila apa sinting Anya, kalau gitu caranya besok gak ada jaminan kita ngelihat orang tersayang untuk kedua kalinya!!" Johan terkejut setengah mati.
"Ya santai kali bang, muncrat semua ini sampai kena baju. Hmm mbuekk bau jigong lagi. Lagipula Anya kan masih jomblo," Anya membersihkan bekas semburan air dari mulut Johan.
"Ya udah, pokoknya jangan aneh - aneh. Kamu kebanyakan nonton film horor sih. Pokoknya setelah ini kita balik ke penginapan," tegas Johan.
"Iya bang, iya," Anya pun terpaksa menyetujuinya.
Walau ada yang masih mengganjal dalam hati Anya soal idenya itu, ia terpaksa menuruti keinginan seniornya demi kebaikan bersama. Anya pun sebenarnya masih kukuh akan pemikirannya, ia sangat tertarik dengan para kelompok pemburu mahluk - mahluk yang membunuh hewan - hewan ternak itu. Dalam hatinya ia yakin bahwa orang - orang itu pasti akan hadir di sekitar tempat kejadian perkara, atau paling tidak tak jauh dari situ. Ia pun memutar otak agar bisa merelisasikan idenya itu. Dan sepertinya dia mendapatkan secercah cahaya akan idenya tersebut.
"Bang, Anya boleh tanya gak?"
"Boleh, mau nanya apa? Kamu kayak mahasiswa baru aja, nanyanya kayak takut sama senior?"
"Iya, Anya nanti yang nyetir mobil buat balik ke penginapan boleh gak?"
"Hmm, tumben baik. Kayaknya ada sesuatu ini?"
"Ya gak lah bang. Emang niat ikhlas kok bang. Kan kasihan juga Bang Johan sudah capek ke mana - mana. Mana jauh pula jaraknya. Sekali - kali biar Anya yang nyetirin deh bang."
"Yang benar kamu mau nyetirin?"
"Iya bang. Diam - diam saya juga jago kok nyetirnya. Kayak si Takumi penjual tahu."
"Hah?? Siapa itu? Ah yaudahlah, tapi awas ntar kalau ngelecetin mobil ini. Ntar lain kali tak suruh kamu sprint ke tkp."
"Oke - oke, sip lah kalau sama Anya bang. Pasti barang tetap mulus dan kinclong kok."
Setelah perbincangan itu, Anya melanjutkan kembali tugasnya itu hingga selesai. Di tengah usianya yang masih muda, batinnya terus bergejolak tanpa henti. Ia harus memilih mengkuti idealismenya yang menggebu - gebu, atau tunduk pada aturan kaku yang ada. Karena rasa penasarannya yang besar, ia lebih memilih tunduk pada obsesi sintingnya itu. Saking kuat pendiriannya itu, kalimat pembunuh seperti ah itu cuma omong kosong atau khalayan rakyat belaka sudah tak mempan untuknya. Baginya sebuah kejadian tak bisa dikatakan omong kosong tanpa disertai bukti yang kuat sama halnya dengan mengatakan kejadian tersebut adalah fakta dan nyata tentu perlu memerlulan bukti yang kuat.
Ia yang juga bergulat dengan hoax dunia maya bahkan butuh bukti kuat kalau itu adalah hoax. Karena itulah ia mencari beberapa bukti untuk mendukung artikelnya itu. Ia tahu kali ini resikonya sangat besar, malah dapat berakibat fatal pada dirinya sendiri. Namun karena usianya yang muda dan idealismenya yang kuat itu membuatnya peduli setan dengan resiko fatal itu. Tentu ia juga sangat was - was karena ia tak tahu siapa atau apa yang akan ia hadapi.
Index:
Prolog
Chapter 1
Chaper 2 part 1
Chapter 2 part 2
Chapter 3 part 1
Chapter 3 part 2
Chapter 3 part 3
Chapter 3 part 4
Chapter 3 part 5
Chapter 3 part 6
Chapter 4 part 1
Chapter 4 part 2
Chapter 5 Part 1
Chapter 5 Part 2
Chapter 6 Part 1
Chapter 6 Part 2
Chapter 6 Part 3
Chapter 7 Part 1
Chapter 7 Part 2
Chapter 7 part 3
Chapter 8 Part 1
Chapter 8 Part 2
Chapter 9 Part 1
Chapter 9 Part 2
CHapter 9 Part 3
Chapter 9 Part 4
Chapter 10 Part 1
Chapter 10 Part 2
Chapter 10 Part 3
Chapter 10 part 4
Chapter 10 part 5
Chapter 11 Part 1
Chapter 11 Part 2
Chapter 11 Part 3
Diubah oleh dodydrogba 26-01-2019 16:06
banditos69 dan anasabila memberi reputasi
2
10.1K
Kutip
58
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dodydrogba
#1
Spoiler for Chapter 2 part 1:

Alunan suara musik kencang dari lagu Highway to Hell milik AC/DC masih setia menemani perjalanan mereka kali ini. Ya, musik cadas seperti ini emang berisik, namun seolah memilik energi penyemangat yang siap diserap bagi siapapun yang mendengarnya.
Mereka yang dikenal dengan pemburu demit itu sedang dalam perjalanan menuju Desa Sumbangsih, desa tempat terjadinya kasus terbaru pembunuhan oleh demit. Perjalanan ke desa itu melewati jalanan berbukit dan hutan - hutan. Dua desa sebelumnya yang mereka kunjungi ternyata tak membuahkan hasil dalam misi pencarian jejak - jejak demit. Walau begitu salah satu anggota mereka yaitu Riki sudah punya spekulasi unik di mana tiga desa terakhir yang diserang ternyata masih berada di bagian selatan pulau Jawa. Itu berarti sarang mereka tak jauh dari desa - desa itu. Riki yang merupakan ahli dalam flora dan fauna, herbal, sedikit tentang sejarah dan bidang IT terkadang masih bisa keliru dalam menyimpulkan teori uniknya itu. Bahkan untuk sekedar kepastian arah jalan, ia juga ragu dengan alat yang disebut GPS. Riki juga semobil dengan Budi yang berada di sampingnya. Mereka sama - sama duduk di depan di mana Budi yang menyetir mobilnya. Budi sendiri adalah mantan sopir perusahaan ekspedisi yang sudah melanglang buana ke seantero negri. Tentu pengalamannya tak perlu diragukan. Dengan rasa keraguan akan arah jalan mereka, Riki pun menanyakan perihal tersebut kepada Budi.
"Kang Budi, ini kita benar kan arah jalannya ke sini? Kok saya masih ragu ya. Tidak ada perumahan lagi, yang ada cuma hutan," tanya Riki.
"Ya iyalah Mas Riki, namanya juga desa terpencil. Masak mau ada mall nya," Budi menjawab sambil bercanda.
"Iya sih, tapi entah kenapa kondisi desa sebelumnya kok lebih bagus aja gitu keadaannya," Riki keheranan.
"Ya namanya juga negara berkembang. Pembangunan belum merata, itu pun juga harus dengan pelaksanaan yang matang. Intinya apapun keadaanya minumnya ya stmj, heheheh," ujar Budi.
"Wah Kang Budi bisa aja. Selalu saja bercanda setiap saat," Budi tiba - tiba menarik secarik kertas dari sakunya lalu membukanya dengan lebar, "Oh iya, kali ini saya serius kang, saya melakukan analisa kecil - kecilan. Kalau dilihat - lihat, jarak desa sebelumnya yang mengalami kasus serupa dengan tujuan desa saat ini sepertinya tak terlalu jauh. Itu berarti bisa saja sarang para demit berada di antara ketiga desa ini," kata Riki sambil menunjukan sebuah kertas bergambar peta.
"Hmm... Begitu ya, berarti bagus dong. Tujuan kita semakin dekat. Kalau tujuan sudah terlihat berarti masalah bisa cepat diatasi sebelum terjadi korban selanjutnya," kata Budi sambil menggaruk hidungnya.
"Saya juga berharap begitu, sudah banyak hewan ternak menjadi korban dan berimbas pada kehidupan mereka. Mereka jadi sulit mencari nafkah untuk membiayai hidup. Tapi ada satu yang saya paling khawatirkan," kata Riki.
"Apa itu Riki?" Budi penasaran.
"Ketika mereka sudah mengincar manusia itu sendiri," jawab Riki dengan tatapan serius ke arah depan.
"Ah iya, kamu benar. Jangan sampai kejadian itu menimpa orang sekitar. Korban jiwa akan berjatuhan jika mereka tak siap," Budi berharap.
Para pemburu itu berpergian dengan dua mobil, satu mobil van yang dinaiki oleh Riki dan Budi. Satunya lagi berada di belakang mobil van itu yaitu mobil jenis Hummer. Mobil itu tentu tak sembarang mobil. Mobil van yang dinaiki Riki berisi alat - alat canggih penunjang pencarian para demit - demit itu. Sedangkan mobil Humvee, berisi perlengkapan senjata untuk memburu para demit itu. Mereka yang berada di mobil Humvee ialah Dirga yang merupakan mantan tentara sekaligu pemimpin tim pembur demit. Dari pengalamannya tentu dia sangat ahli dalam strategi perang. Selain itu ia juga ahli dalam menggunakan senjata api, namun senjata yang paling ia sukai justru katana favoritnya. Mengingat dia juga pernah berlatih kenjutsu pada saat SMA dulu.
Selain Dirga, ada Rusman yang merupakan pemburu hewan pengganggu di lahan pertanian atau pemukiman warga seperti babi hutan dan juga kera. Dan dia merupakan pemburu hewan bayaran sebelum bergabung dengan tim pemburu demit. Ia sendiri sangat ahli dalam menggunakan crossbow.
Lalu yang terakhir ada Jono, berbeda dengan yang lain ia mempunyai tampang yang mengintimidasi seperti preman. Walau begitu ia bukanlah orang yang berhati keji seperti para penjahat itu. Jika boleh memilih, ia lebih memilih keji terhadap para demit itu atau paling tidak manusia - manusia yang berotak kriminal yang merugikan manusia lainnya. Ia merupakan mantan narapidana yang terkena kasus penyelundupan senjata ilegal. Di tim pemburu demit, ia bertindak sebagai penyuplai persenjataan.
Setelah melakukan perjalanan jauh, mereka akhirnya sampai di sebuah tempat lapang penuh rumput. Mereka berada di sebuah bukit tak jauh dari Desa Sumbangsih. Dan tak jauh dari situ terdapat sebuah hutan yang rindang, membuat pemandangan indah sekaligus menyeramkan di saat yang bersamaan. Hewan - hewan buas seperti ajag, serigala atau mungkin macan bisa saja bermukim di situ. Tapi yang jelas, penguasa hutan sebenarnya bukanlah mereka, tapi mahluk yang bergerak mencari makan di malam hari itu yaitu demit.
Hari sudah mulai malam, langit sangat gelap. Terang matahari tergantikan oleh sinar bulan. Mereka tampak bersiap melakukan aksinya, yaitu misi berburu demit. Jono membuka kap belakang mobil humvee itu. Ia terlihat senyum melihat isi di balik kap itu masih aman dan tak lecet. Yah, beberapa senjata seperti dua senapan serbu M4, crossbow milik Rusman, sebuah pistol, lalu katana milik Dirga dan sebuah senjata mainan modifikasi merek Nerp milik Riki masih tersimpan aman. Namun bukan senjata - senjata tadi saja yang mempunyai keunikan, peluru yang digunakan juga sama. Keseluruhan terbuat dari perak, begitu juga dengan katana milik Dirga dan peluru modifikasi milik Riki yang terdapat jarum tajam dari perak.
Jono terlihat membagi - bagikan senjata itu kepada sang empunya. Selain itu mereka juga mempersiapkan diri dengan berbagai perlengkapan dan peralatan pendukung seperti rompi anti peluru dan juga senter untuk menerangi daerah yang gelap. Di antara mereka, seperti biasa Rusman lah yang paling antusias. Gimana gak disebut antusias kalau ia sudah menganggap crossbow kesayangannya itu seperti kekasihnya sendiri yang harus dilindungi. Bukan cuma itu, kegiatan berburu itu sudah seperi kebiasaan rutin seperti sarapan, makan siang atau makan malam. Baginya, kalau melewatkan aktifitas berburu dalam hidup keseharian itu ibarat sayur tanpa garam. Bahkan crossbownya juga selalu mencuri pandangannya, ibarat pasangan sehidup semati ia selalu mencium senjata itu sebelum mulai berburu. Namun kali ini bukan cuma senjata nya itu yang dapat mencuri perhatiannya, hutan tak jauh dari mereka berdiri juga berhasil mencuri pandangannya itu.
"Hutan itu terlihat indah, sunyi dan tenang kalau dari luar. Tapi dari dalam akan terlihat wujud aslinya, beringas, buas, haus akan darah dan organ dalam mahluk hidup. Banyak manusia yang terperdaya akan hal ini hingga melupakan keselamatan mereka. Ini yang saya sangat suka. Saya sudah tak sabar memulai perburuan ini," ujar Rusman.
Perhatiannya akan hutan itu kembali teralihkan oleh suara keras dari pemimpin mereka, Dirga.
"Semua harap berkumpul!!!!"
Ia memanggil pasukan kecilnya itu untuk bersiap dan mempersiapkan strategi seperti biasanya. Mereka pun berkumpul melingkar di depan Dirga.
"Terima kasih atas perhatiannya. Jadi begini, kita akan melakukan perburuan demit ini seperti biasa. Namun karena kita tak terlalu tahu tentang seluk beluk hutan ini, saya harap kita tak berjalan terlalu jauh ke dalam. Kita cari apa saja yang bisa kita dapat. Kita akan berpencar namun dengan jarak yang tak berjauhan. Pastikan kalian menggunakan alat komunikasi kalian. Dan terakhir semoga kita semua dilindungi oleh tuhan," kata Dirga dengan tegas dan penuh semangat.
Gaya bicara Dirga yang lantang dan dalam menggambarkan dia adalah seorang pemimpin yang tegas dan pemberani. Ia juga pemimpin yang siap mempertaruhkan jiwa raganya untuk melindungi anak buahnya itu. Bagi mereka yang berada dalam kepemimpinanya tentu merasakan adanya kenyamanan karena siap bertanggung jawab, di sisi lain anak buahnya juga siap melakukan usaha terbaiknya demi meraih hasil yang sangat baik.
Setelah Dirga berbicara, mereka membubarkan diri lalu melangkahkan kaki bersama menuju hutan itu. Salah satu yang tidak kelihatan adalah Riki. Dia berada di dalam van, mengawasi secara detil melalui monitor komputernya akan setiap pergerakkan yang ada di hutan itu. Bola matanya bergerak ke sana ke mari, mengawasi mereka dari jarak jauh melalui alat yang tercantol di telinga mereka yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi dan juga sebagai kamera kecil. Ia berusaha sekeras mungkin agar tak ada satupun yang terlewat dari penglihatannya.
"Tes...tes... Satu dua tiga, apakah semuanya bisa mendengar saya?" Riki mencoba mengetes alat komunikasi mereka.
"Ini Rusman, saya bisa dengar," jawab Rusman.
"Ini Dirga, saya bisa dengar," jawab Dirga.
"Ini Budi, saya bisa dengar," jawab Budi.
"Ini Jono, saya bisa dengar," jawab Jono.
Sambil memperbaiki kacamatanya yang miring, Riki merasa lega karena persiapan sudah matang. Mereka berlima juga sudah sampai dekat hutan itu. Mereka pun mulai melangkahkan kakinya dengan pelan agar tidak menimbulkan suara keras yang bisa didengar oleh mahluk demit itu. Belum lagi banyak ranting - ranting pohon dan dedaunan yang bisa membuat suara mengganggu jika diinjak. Mereka berjalan dengan hati - hati. Jarak mereka sudah berjauhan satu sama lain walau masih sebaris. Jono yang menggunakan nightvision goggle mulai mengaktifkannya. Benda tersebut sangat membantu terutama penglihatan pada saat malam hari yang gelap. Pergerakan demit begitu lincah, mereka mampu meloncat antar pohon satu ke pohon lainnya yang jaraknya jauh dan belum lagi ukuran pohonnya yang tinggi merupakan hal yang disenangi mahluk itu untuk melihat mangsa buruannya. Ketika berada di tanah, mereka juga mampu berlari dengan gesit tanpa menimbulkan suara yang keras.
Kepala Dirga bergerak ke sana - ke mari, sepertinya ia tak ingin melewatkan satu demit pun lolos dari pandangannya. Kedua tangannya yang menggenggam katana seperti sudah siap untuk diayunkan apabila seekor demit mendarat di depannya.
Sementara itu tak jauh dari tempat mereka mencari demit - demit itu. Seorang wanita berparas ayu rela bergulat dengan kotornya tanah dengan pakaian rapi persis ketika lagi bertugas. Anya sebenarnya kesal, sepatunya selalu saja terjerembab dalam lahan yang basah. Membuat yang tadinya kinclong menjadi jorok berwarna kecokelatan. Tentu pada saat malam hari walau bermodal senter kecil, ia kesusahan membedakan tanah biasa dengan tanah yang bercampur kotoran hewan. Tapi demi obsesinya dalam menguak para pemburu itu, ia harus merelakan dirinya berkotor - kotoran. Yah, ia harap mendapatkan nasib sekaligus hasil yang baik. Anya berharap dengan menemukan para pemburu itu, iya bisa menemukan benang merah terhadap kasus - kasus sejenis ini. Anya sediri masih kesulitan mencari tempat yang pas untuk mengintai pergerakan pembur itu. Suara derap langkah kakinya itu kadang tiba - tiba jadi keras karena Anya tidak sengaja menginjak ranting pohon.
Tak disangka - sangka suara keras tersebut mengundang perhatian beberapa mahluk yang berada di hutan itu yang tak lain dan tak bukan adalah para demit itu. Sebagian dari mereka ada yang berada di atas pohon tinggi dan ada juga yang berada di bawah. Mereka ternyata juga mengawasi setiap mangsa yang ada. Namun tentunya manusia biasa sulit melihat pergerakkan mereka apalagi di malam hari.
Para demit itu ternyata merasakan hawa panas dari tubuh manusia setelah mendengar suara keras dari sebuah injakan ranting. Mereka pun berkomunikasi satu sama lain, saling mengawasi mangsa bak elang yang mengejar targetnya dari langit. Ketika berkomunikasi, mereka mengeluarkan suara layaknya burung atau monyet. Bagi para pemburu demit tentu mereka bisa mengenali suara itu, tapi bagi orang biasa seperti Anya tentu ia sama sekali tak tahu dengan bahaya apa yang ia hadapi.
Anya yang juga manusia biasa merasakan gelagat aneh dari lingkungan sekitar. Suasana sekitarnya semakin mencekam setelah mendengar suara kerasa mirip burung yang berjumlah banyak itu namun jauh lebih mengerikan dan aneh.
"Huuuukk...huuukkk...hukkk!!!"
"Eh, suara apa itu ya? Kok hawanya jadi gak enak gini sih," Anya merasakan aura mencekam di sekitarnya.
Suara - suara demit itu juga didengar oleh para pemburu demit itu. Setelah mendengar suara itu mereka menjadi lebih was - was dan perasaan mencekam mulai menyelimuti mereka. Dirga pun menanyakan hal tersebut kepada rekan - rekannya melalui alat komunikasinya itu.
"Riki, Jono, Rusman, Budi kalian mendengar suara - suara itu?" tanya Dirga.
"Yah saya mendengarnya," sahut Rusman.
"Saya juga," sahut rekan lainya yaitu Jono dan Budi.
"Saya mendengarnya, tapi samar - samar. Saya harap kalian bisa memberikan gambaran situasi di sana saat ini," kata Riki.
"Menurut ku mereka sudah berada di sini. Tapi kita masih belum bisa menemukan mereka," Dirga melaporkan.
"Hmm, begitu ya. Mungkin saja mereka mengawasi kalian dari atas pohon. Berhati - hati lah," Riki menghimbau.
Ketika berburu diantara yang berbeda adalah Rusman, Rusman walau punya pengalaman berburu, entah kenapa dia bisa lebih santai bahkan di kondisi mencekam seperti ini. Mungkin saja karena ia sudah terbiasa dalam kodisi tertekan oleh hewan - hewan buas atau emang perangai nya yang emang selalu santai namun bisa serius saat mengejar buruannya. Di antara yang lain, bahkan persiapannya juga gak mewah. Ia hanya berpakaian ala cowboy dengan topi cowboy favoritnya itu, kemeja biru, celana jeans dan tak lupa jaket kulit berwarna cokelat. Ia tak memakai perlengkapan seperti rompi anti peluru seperti yang lain. Ketika lagi berburu demit seperti sekarang, bahkan ia masih bisa bernyanyi dengan suara kecil atau dengan siulan indah.
Karena pengalamannya itu ia pun mengeluarkan siulan merdunya itu untuk memancing para demit agar keluar dari persembunyiannya. Crossbownya masih digerakkan ke sana - ke mari, mengawasi setiap langkah sunyi yang ada dari para demit. Terkadang ia juga berbicara sendiri dengan nada pelan untuk memecah keheningan sekaligus memotivasi dirinya sendiri.
"Ayo demit, keluar kalian semua. Di mana kah engkau berada wahai demit? Jangan sampai panah perakku menusuk jantung mu."
Selagi berbicara sendiri, entah kenapa tiba - tiba ada pergerakan dari atas pohon yang dirasakan olehnya. Sepertinya demit - demit itu akan mulai beraksi.
"Nah gitu dong, kan bikin saya capek bersiul melulu. Dengan begitu senjata kesayangan ku ini sudah siap untuk menghujam jantung mu," Rusman merasa senang akan kehadiran demit.
Selain Rusman, yang merasakan kehadiran demit adalah Jono. Setiap pandangannya selalu mengawasi keadaan sekitar dengan jeli. Tak hanya itu, ia juga merasakan derap langkah kaki yang terus - terusan hadir. Dalam hati ia berpendapat kalau demit di dekatnya mungkin berada di bawah tidak di atas, berlari merangkak dengan empat kaki namun jika berdiri akan menggunakan dua kakinya seperti monyet. Ternyata benar derap langkah kaki demit itu semakin terasa, ia terpaksa menghentikan langkahnya. Menunggu demit itu muncul, lalu ditembaknya hingga mati. Tapi setelah ditunggu lama suara derap langkah kaki itu malah menghilang, tentu menimbulkan rasa penasaran pada dirinya.
"Kenapa suara nya berheti ya? Harusnya mahluk itu berjalan di depan ku. Apa mungkin saya yang salah dengar ya?"
Ternyata dugaan Jono keliru, tiba - tiba ada suara berdesis seperti ular dari arah belakang tubuhnya. Ia pun langsung merasakan firasat buruk pada saat itu juga.
"Ssssessss....ssseeessss!!!"
"Oh tidak, suara itu lagi. Firasat ku bilang pasti ada yang gak beres ini," Jono membalikan badannya.
Ia terkejut setengah mampus, mahluk demit seukuran manusia dewasa berdiri tak jauh darinya sudah bersiap menerkam. Tinggal beberapa langkah lagi saja, nyawa Jono sudah melayang. Tapi Jono adalah Jono, dia yang paling ahli dalam menembak dibanding yang lain terutama dengan menggunakan senapan serbu.
Mahluk itu melompat dengan cepat menerjangnya, namun kesigapan Jono ternyata lebih cepat dari terjangan demit itu. Ia mengeluarkan tembakan ke bagian dada dan perut mahluk itu. "Drrrr...drrr!" Dan mahluk itu langsung tersungkur setelah dihujani peluru - peluru perak itu.
Suara tembakan keras itu terdengar oleh Rusman, Dirga dan Budi. Mereka tahu bahaya sudah di depan mata. Benar saja satu persatu demit - demit itu muncul. Dirga yang sedang menelusuri hutan itu tiba - tiba dapat serangan dari atas, tapi karena kelincahanya, ia berhasil menghindar ke samping dengan melompat. Demit yang buas itu langsung mengeluarkan suara mengerikan setelah berpijak di tanah untuk menunjukkan siapa raja hutan itu sebenanya.
"Gruaaaaa!!!!"
Demit itu berdiri membungkuk sambil memposisikan tanganya untuk menerkam, mirip seperti T-Rex. Kini Dirga dan mahluk itu berhadap - hadapan bak pertarungan para samurai. Mahluk buas itu akhirnya menyerangnya duluan dengan berlari, kuku tajam di tangannya itu sepertinya bakal menjadi senjata ampuhnya untuk membunuh Dirga. Tapi sayangnya Dirga sudah terlatih dengan situasi ini, ia tahu harus berbuat apa. Setelah berada di jarak dekat Dirga menghindar ke samping sambil melayangkan sebuah pedang. Pedang nya itu secara cepat menyabet bagian leher demit itu hingga putus. Tubuh demit itu akhirnya tersungkur ke tanah, kepalanya menggelinding tak jauh dari dirinya. Ia mendekati mahluk itu, lalu menghunuskan pedangnya ke otak mahluk itu hingga benar - benar mati.
"Mampus kamu mahluk biadab!! Pergilah ke neraka!!!" ucap Dirga dengan penuh rasa jengkel.
Diubah oleh dodydrogba 22-02-2018 10:46
banditos69 memberi reputasi
1
Kutip
Balas