Hai gan, episode 24 sudah siap dibaca....
Jangan lupa untuk kunjungi Blog The Banker dan cek juga t-shirt The Banker nya ya gan...
Selasa, 9 pagi.
Bimo duduk di depan komputernya. Tidak sepatah kata pun terdengar dari Pak Hardi sejak pagi tadi. Bimo pun berasumsi kalo presentasi yang dia buat tadi malam sudah OK. Pak Hardi pun sudah terlihat memakai jas dan berjalan ke ruang meeting.
“Udah kaya mau kondangan aja doi…” pikir Bimo.
Setiap melihat bossnya
meetingdengan boss – boss besar lainnya, Bimo selalu berkhayal. Ada rasa ingin tahu dalam diri Bimo, kaya apa sih
meeting kalo isinya boss – boss besar semua?
Meeting Bimo bersama boss biasanya hanya berisikan perintah – perintah dari boss untuk budak – budaknya. Jadi Bimo belum pernah lihat secara langsung bagaimana boss – boss besar saling berinteraksi satu sama lain.
Meeting level budak yang biasanya dihadiri Bimo biasanya diawali dan diakhiri dengan ngomongin boss masing – masing. “Apakah kalo boss – boss
meeting, mereka akan ngomongin anak buahnya?” pikir Bimo….
“Ah sudahlah… Ngayal aja kaya pembantu ditinggal majikan… “ Bimo kembali membatin…
Tiba – tiba ada yang memanggil Bimo.
“Bimo!!!”
Bimo: “Eh iya Pak…”
Pak Hardi: “Sini kamu ikut
meeting juga… Saya butuh kamu kalo ada yang nanya detil soal angka – angka…”
Bimo pun bengong sejenak. Baru saja dia membayangkan bagaimana kalo boss – boss
meeting, eh tiba – tiba kesempatan itu datang. Bimo pun terharu dan hampir meneteskan air mata.
Bimo: (dalam hati) “Ya Allah, Engkau memang Maha Mendengar… Begitu besar karunia-Mu padaku... Terima ka...”
Pak Hardi: “Eh cepetan, malah bengong lagi…”
Bimo: “Tapi saya ga bawa jas Pak…”
Pak Hardi: “Dasi bawa ga?”
Bimo: “Ga bawa juga Pak…”
Pak Hardi: “Ah kamu tuh… Ya udah langsung aja kalo gitu… Lengan baju kamu turunin…”
Bimo dan Pak Hardi berjalan ke ruang
meeting…
Bimo membuka pintu dan naluri norak Bimo langsung muncul. Mata Bimo langsung tertuju ke sebuah meja di pojok ruangan yang berisi
coffee machine dan cangkir – cangkir yang tertata rapi. Terlihat juga
tea pot dan kue – kue mahal seperti
croissant, chocolate cake, red velvet dan semacamnya.
Kaki Bimo secara otomatis menuju ke meja itu.
Pak Hardi: “Heh mau kemana?”
Bimo: “Mau bikin teh Pak…”
Pak Hardi: “NANTI DULU… Itu kan buat
break meeting nanti…”
Bimo: (kecewa) “Oh gitu ya Pak…”
Semua direktur ada di ruangan itu. Yang laki – laki memakai jas dan yang perempuan memakai
blazer rapi. Semua terlihat mahal bagi Bimo. Bimo merasa paling gembel karena dia tidak memakai dasi apalagi jas… Kemejanya pun cuma merek Alisan yang dibeli di ITC.
Tiba – tiba ada beberapa orang bule masuk ke ruangan. Salah satu dari mereka terlihat cukup senior dan tampaknya semua direktur
respect padanya. Orang itu tersenyum dan menyalami para direktur satu per-satu. Setelah itu dia duduk di ujung meja.
“Yah cuma gitu doang masuknya?” pikir Bimo.
Bimo pun sedikit kecewa dengan apa yang dilihatnya. Untuk seseorang dengan jabatan yang sebegitu tingginya, cara dia masuk ruangan menurut Bimo terlalu biasa.
“Kalo gw jadi orang berjabatan setinggi itu, setiap gw masuk ruang meeting gw mau diiringi musik…”
“Musiknya harus yang dramatis, kaya’
The Final Countdown nya Europe…”
“Trus sebelum gw masuk ruangan, ruangan harus di redupin lampunya…”
“Harus ada
crew yang nyemburin asap pake
smoke gun saat gw melangkah masuk…”
“Dan gw akan selalu pake jubah setiap kali
meeting…”
Khayalan Bimo melang-lang buana.
Pantesan aja Bimo ga naik – naik jabatannya… Baru ngebayangin jadi boss aja udah kumat gilanya… Gimana kalo jadi boss beneran? -Broto, Narator.
Meeting pun dimulai. Beberapa orang mulai presentasi. Boss bule itu pun banyak bertanya sepanjang presentasi dan sering diselingi canda tawa.
“Wah ternyata kaya gini ya kalo boss – boss
meeting… Hangat dan penuh canda tawa… Semua kelihatan
happy dan enteng banget hidupnya… Mungkin karena mereka udah ga ada lagi yang mikirin cicilan rumah dan tagihan kartu kredit…” pikir Bimo.
Akhirnya tiba giliran Pak Hardi untuk presentasi. Pak Hardi memulai dengan mengucapkan salam dan bilang betapa bahagianya dia hari ini bisa bertemu dengan boss bule yang ternyata bernama Jonathan Cross itu.
Pak Hardi pun menekan tombol di laptop dan terpampanglah slide presentasi hasil karya Bimo di depan semua peserta
meeting.
“
Wow nice slide…” komentar boss bule itu.
Seketika itu juga Bimo merasa bagaikan terbang ke angkasa… Dadanya dipenuhi dengan rasa bangga yang membuncah. Tubuh Bimo terasa hangat bagaikan ada Chelsea Islan dan Tatjana Saphira sedang bersandar di bahu Bimo…
Pak Hardi melirik ke arah Bimo.
Bimo membalas pandangan Pak Hardi dengan senyuman penuh kesombongan dan anggukan kepala beberapa kali.
Pak Johnson yang duduk di seberang pun memandangi Pak Hardi. Karena Pak Hardi terlihat sedang melirik Bimo, Pak Johnson pun memandang ke arah Bimo.
Bimo pun membalas pandangan Pak Johnson dengan senyuman penuh kesombongan dan anggukan kepala beberapa kali.
Bimo berharap Pak Hardi akan menyebut namanya sebagai pembuat
slide presentasi itu…
Tapi…
Tidak sepatah katapun keluar dari mulut Pak Hardi yang menyebut Bimo sebagai pembuat
slide itu…
“Ah sudahlah nasib…” pikir Bimo.
Presentasi berjalan dengan lancar dan penuh kehangatan… Pak Hardi pun menekan tombol di laptop untuk memperlihatkan
slide kedua dari presentasi.
Bimo memandang ke depan…
Dan tiba – tiba…
Bimo kehilangan nafas…
Bimo merasa seperti ada yang mencekiknya…
Bimo melihat
slide di depan dan sadar ada angka yang salah!!!
Bimo berpikir keras apa yang terjadi dan dia ingat, semalam ada angka yang dia ubah cara menghitungnya. Dan ternyata dia hanya mengubahnya di
excel, tidak di
powerpoint.
Tubuh Bimo menggigil. Chelsea Islan dan Tatjana Saphira yang sedang bersandar di bahu Bimo seketika berubah menjadi Sule dan Tessy.
Bimo tertunduk. Kesombongan yang tadi muncul pun luruh. Keringat mengucur dan jantungnya berdebar berharap tidak ada yang menyadari angka yang salah itu.
“Excuse me…”
“Please correct me if I’m wrong, but those numbers seem odd… It doesn’t add-up to the total number of transaction you mentioned earlier… Am I right?”
Boss bule itu bertanya…
Bimo rasanya ingin lari keluar ruangan tapi kakinya lemes tidak berdaya… Bimo bisa merasakan pandangan tajam dari Pak Hardi. Bimo berpikir keras bagaimana caranya untuk ngeles.
Pak Hardi: “Bimo
can you please explain?... This is Bimo, he is my team and the man behind all of these numbers…”
Bimo: (pucat) “Mmm…”
Tiba – tiba Bimo seperti mendapatkan hidayah dari Yang Kuasa…
Bimo: “
Mmm the transaction number only calculates the successful transactions, while the total number includes unsuccessful transactions as well…”
“
Oo I see… It is clear then… Thank you so much…” boss bule itu berkomentar dan tersenyum…
“Allahuakbaaarr... Terima kasih ya Allah… Engkau membukakan pikiranku di saat – saat genting seperti ini…” teriak Bimo dalam hati…
Tubuh Bimo terasa ringan lagi dan kembali menghangat. Sule dan Tessy pun perlahan berubah menjadi Chelsea Islan & Tatjana Saphira dan kembali bersandar di bahu Bimo.
Pak Hardi pun selesai presentasi dan kembali duduk.
Pak Hardi: (berbisik) “Bimo, ya udah kamu balik ke meja lagi aja sana… Bagian kita udah selesai…”
Bimo: (dalam hati) “Ih habis manis sepah dibuang gw…”
“Mmm belum mau
break meeting nya ya Pak?”
Pak Hardi: “Masih lama kayanya
break nya…”
Bimo: “Oh ya udah Pak…”
Bimo pun berjalan gontai keluar ruangan. Saat membuka pintu, Bimo pun melirik meja di pojok ruangan yang berisi kue – kue mahal… “Yah enak padahal tuh kue – kue… Ga kebagian dah…” batin Bimo.
Kasian… -Broto, Narator.
Bimo kembali ke meja dengan masih menyisakan rasa was-was dalam hatinya. Bimo berharap angka yang tadi dibahas di
meeting tidak akan dibahas lagi di
meeting lain.
Bimo benar - benar bersyukur karena bisa lolos dari situasi genting kaya' tadi. Bimo kebayang kalo tadi sampai ketauan angkanya salah dan Pak Hardi harus malu didepan semua orang, pasti makin suram karir Bimo. Jangankan promosi, bisa-bisa naik gaji 0.5 persen tahun depan.
Kekhawatiran Bimo cukup beralasan. Setelah beberapa tahun menjadi bawahan Pak Hardi, Bimo cukup tau sifat Pak Hardi.
Pak Hardi adalah seorang boss yang cukup handal dalam mengingat kesalahan anak buahnya. Dia bisa ingat kesalahan anak buahnya dua tahun yang lalu dan bisa kapan aja mengungkitnya lagi.
"Apalagi kalo kesalahan itu mengakibatkan Pak Hardi malu... Wuih itu mah udah apes
level 10 namanya!!!..." batin Bimo.
"Bimo!!!"
Bimo: (panik) "Eh iya Pak..."
(dalam hati) "Mampus gw..."
Pak Hardi: "
Good job! Thank you slidenya..."
Bimo: (dalam hati) "Alhamdulillah..."
"Iya Pak sama-sama..."
Pak Hardi: "Si Jonathan, orang regional tadi, suka banget sama presentasinya sampai dia minta
softcopynya..."
Bimo: (berteriak) "Hah???!!! Wuaaduuuh!!!"
Seketika Bimo merasa darahnya turun ke jempol kaki. Jari – jarinya gemetar dan jantungnya berdegup kencang lagi. Dari jauh terlihat Sule dan Tessy bersiap untuk nyender lagi di bahu Bimo.
Pak Hardi: (bingung) "Heh kenapa kamu?"
Bimo: (panik) "Mmm gapapa Pak... Udah dikasih Pak?..."
Pak Hardi: "Abis ini mau saya email..."
Bimo: "Biar saya aja Pak yang email-in..."
Pak Hardi: "Kenapa emang? Tumben kamu antusias banget..."
Bimo: (panik) "Mmm gapapa sih Pak... Biar dia kenal saya aja... Biar saya dapet
exposure juga ke orang regional..."
Pak Hardi: "Hmm
good thinking Bimo... Ya udah nanti kamu aja yang email dan cc-in saya ya... Sekali lagi
good job..."
Bimo: "Siap Pak..."
Pak Hardi pun tersenyum dan berjalan meninggalkan Bimo... Terlihat ada rasa bangga di mata Pak Hardi karena melihat Bimo begitu antusias.
Buat yang merasa jadi boss sekarang, jangan keburu bangga dulu kalo anak buah lo tiba-tiba jadi pinter... Bisa jadi dia cuma pinter ngeles aja buat nutupin kesalahannya... -Broto, Narator
Bimo: (dalam hati) "Duh mampus gw... Gimana nih? Kalo angkanya gw ganti bakal ada yang nyadar ga ya? Tapi kalo angkanya ga gw ganti, ntar ada yang nyadar lagi kalo itu salah…"
Bimo membuka
file presentasinya.
Scroll up – scroll down, Bimo ragu apa yang harus dilakukan.
Akhirnya setelah beberapa menit, Bimo pun memutuskan untuk mengganti angkanya…
“Biarin dah gw ganti… Setidaknya jadi bener angkanya… Kalo ada yang nyadar angkanya berubah, gw ngotot aja kalo dia salah lihat…” pikir Bimo.
Email pun dikirim ke boss regional itu dan Pak Hardi. Tidak lama datang email balasan berisi “
Thanks” dari si boss regional itu. Bimo pun merasa agak tenang.
Instagram:
@commura.id
Selasa, 6 sore.
Bimo berdiri di
lobby kantor menunggu ojek
online. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Bimo...
"Heh mana gajah terbangnya???"
Bimo: (cengengesan) "Eh Mbak Rini... Masih inget aja… Belum pulang mbak?"
Mbak Rini: (sinis) "Belom, masih nungguin gajah terbang..."
Bimo: (cengengesan) "Pulang naik apa Mbak?"
Mbak Rini: (sinis) "Gajah terbang!!!"
Mbak Suci: "Eh Bimo, jadi istri kamu dulu normal apa
cesar?"
Bimo: (dalam hati) “Ampun deh emak – emak…”
"Mmmmmm... Eh itu adaaaa…!!!"
Mbak Suci: “Apa??? Gajah terbang lagi? Udah ga mempan!!!”
Bimo: “Malam Pak Johnson…”
Begitu mendengar kata “Pak Johnson”, dua perempuan itu pun langsung menoleh ke belakang…
Dan…
Tentu saja ga ada Pak Johnson disitu. Begitu dua perempuan itu menoleh, Bimo pun langsung kabur… Terdengar suara Mbak Rini di belakang…
Mbak Rini: “Wah kurang ajar… Di apusi lagi kita…”
Bimo pun langsung melompat ke motor ojek
online dan memeluk erat tukang ojeknya…
Bimo: “Lekas kau bawa aku dari sini…”
Tukang ojek: “Hendak kemana gerangan?”
Bimo: “Ke stasiun ku hendak menuju…”
Tukang ojek: “Maka ke stasiun lah kita bergegas…”
Maaf…
Ini transkrip pembicaraan yang asli… -Broto, Narator.
Bimo: “Ayo cabut bang…”
Tukang ojek: “Mau kemana ini?”
Bimo: “Lah? Ke stasiun lah… Kan sesuai yang di aplikasi tadi…”
Tukang ojek: “Oh maaf bang HP saya low bat, jadi saya matiin…”
Bimo: “Yee gimana sih lo…”
Tukang ojek: “…”
(Hening)
.
.
Bimo: “Bang ayo kita jalan…”
Sroottt…
Terdengar suara menyedot ingus…
Tukang ojek: (terbata) “Iii… Iyaa…”
Bimo: (dalam hati) “Ih kenapa doi? Gara – gara omongan gw tadi? Lembut banget perasaannya…”
Ojek pun bergerak menuju stasiun.
Bersambung…