Galau..

Beberapa pesan gw kirimkan ke Anggie, namun hanya di baca tanpa mengirimkan balasan.. Telpon gw pun tak diangkatnya.. Awalnya gw mencoba mempertahankan ego gw untuk tidak mengirim pesan atau menelponnya, tapi rasa kangen ini memaksa gw untuk menelan ludah kembali..

Setelah gw fikirkan ulang, tindakan gw yang meninggalkan Anggie di Mall kemarin itu memang tidah sepenuhnya benar, tapi ego gw juga mengatakan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya dapat di salahkan.. Gw tahu saat ini Anggie pasti kecewa atau mungkin marah, semua indikasi nya jelas terasa di gw..

Didalam kamar, gw mencoba mengusir penat dengan mendengarkan musik, main PS sendirian, browsing-browsing internet lewat laptop bahkan tidur-tiduran untuk memancing tidur beneran pun ga bisa gw lakukan.. Bayang wajah Anggie semakin sering muncul seiring usaha gw untuk menepis segala sesuatu yang berkaitan dengan nya..

Karena tak tahan terus berada di posisi seperti ini, akhirnya gw ambil kunci motor dan berniat untuk menyambangi kediaman Anggie.. Jalan utama menuju rumah cewe gw itu terbilang lengang, hal ini pasti ada kaitannya dengan sedang liburnya sebagian besar pelajar yang kerap memacetkan jalan.. Tak berapa lama pun gw sampai didepan gerbang rumah bertingkat milik keluarganya..

Gw mencoba membuka gerbang dan memasukan motor ke dalam garasi.. Gw sempat mengerutkan dahi saat melihat sebuah mobil mewah berukuran besar sudah terparkir lebih dulu di dalamnya.. Perlahan gw mulai melangkah mendekati pintu dan mengetuknya beberapa kali.. Dari dalam rumah terdengar suara langkah seseorang yang mendekat ke pintu..

Gw tersenyum melihat Anggie yang barusan membuka pintu, namun senyuman manis gw yang biasanya ampuh untuk meluluhkan hati gadis manapun, hanya di balas dengan tatapan matanya yang jutek..

“Siapa yang datang, sayang?” Tanya seorang laki-laki yang berasal dari dalam rumah..’

“ Ga kenal, Pah .. Di suruh pulang aja yah” Kata Anggie sedikit ketus..

WTF, segitu marahnya Anggie sampe ga kenalin gw..

“Saya Imam, Om.. Pacarnya Anggie” Ucap gw setengah berteriak, agar dapat di dengar oleh papahnya..

Anggie yang melihat kelakuan gw sempat melotot, gw cuma membalasnya dengan menjulurkan lidah bermaksud meledek.. Suara sepatu terdengar dari dalam menuju ke arah pintu..

Gw melempar senyum begitu seorang laki-laki paruh baya terlihat memeluk lengan Anggie dari samping, sementara anak gadisnya malah nampak semakin jutek..

“Oh ini yang namanya, Imam.. Ayo sini masuk, kita ngobrol di dalam” Sambut Papahnya Anggie dengan ramah..

“Papah, iiih..” Kata Anggie yang tertahan saat gw sengaja mencolek hidungnya begitu berjalan melewati dan mengekor Papahnya..

“Saya Andy, Papahnya Anggie” Ucap Om Andy sambil mengulurkan tangan, dan langsung gw sambut uluran tangan tersebut lalu menciumnya..

“Saya Imam, om.. Tinggal di Depok, baru mau masuk kelas 3 SMA” Ucap gw dengan cukup lengkap..

Om Andy sempat melirik Anggie yang duduk miring menghadap nya sambil memainkan Hp, bukan malah menghadap gw..

“Sepertinya, Anggie lagi aksi tutup mulut ya, nak Imam?” Goda Om Andy sambil berdiri..

Anggie yang pura-pura asyik dengan hp nya langsung mendengus sebal atas godaan papahnya sendiri..

“Oh iya, kamu udah di kasih tau Anggie soal rencana kuliahnya di Amerika, nak Imam?” Tanya Om Andy yang langsung membuat gw mengerutkan dahi sedikit bingung, sambil melirik ke arah Anggie..

“Ya sudah, om tinggal dulu ke belakang, yah.. Ada yang om mau bicarakan dengan mamahnya Anggie, kamu jangan lupa ambil minum buat Imam, De” Kata Om Andy dan mulai berjalan meninggalkan kami..

Gw pindah tempat duduk mendekat ke samping Anggie.. Pacar gw yang kelihatannya masih ngambek malah menggeser duduknya sedikit menjauh, dan gw pun ikut menggeser, saat Anggie hendak berdiri, langsung gw tarik tangannya dan menyuruhnya untuk duduk kembali..

“Sayank, maafin aku” Ucap gw dengan lembut dan menyibak rambut Anggie yang menutupi sebagian wajahnya..

Anggie sesaat menoleh lalu kembali memainkan Hp nya sambil tertawa kecil.. Gw mencoba bersabar dan menucapkan kalimat permohonan maaf untuk kedua kali, tapi tetap tak dihiraukan olehnya.. Dengan cepat, gw rebut hp dari tangan Anggie dan menyimpannya dalam saku celana jeans yang gw pakai.. Anggie sempat melotot namun gw tanggapi dengan sebuah senyuman kecil..

“Kemarin itu, aku nolongin Bimo melawan mahluk halus, untung aku datang, kalo terlambat bisa fatal akibatnya dengan Bimo, Yank” Kata gw mencoba menjelaskan peristiwa kemarin..

Tiap-tiap kejadian kemarin terus gw lisan kan ke Anggie, gw juga mengutarakan sedikit keluhan tentang hobi shoppingnya yang menurut gw itu terlalu lama, meski tanggapannya hanya diam.. Tapi semua gw telan, karena mahluk betina yang sedang marah pasti akan melakukan hal yang sama seperti Anggie, yaitu diam..

“Udah ceritanya?” Tanya Anggie sesaat setelah gw menyudahi penuturan..

“Udah, terus kamu maafin aku kan?” Kata gw berbalik bertanya..

“Kalo udah kamu lebih baik pulang, dan ga usah nemuin aku dulu sampai aku bisa maafin kamu” Ucap Anggie yang membuat gw langsung mengerutkan dahi..

“Maksud kamu apa, Yank? Aku udah nyoba meminta maaf dan ceriatain semua masalahnya, tapi kamu malah nyuruh aku ga usah nemuin kamu, egois banget kamu?” Kata gw yang mulai tersulut emosi..

“Udah.. Udah.. Jangan bikin masalah kita tambah pelik.. Aku ga mau ribut apalagi disini.. Kalo kamu masih sayang sama aku, please turutin permintaan aku” Kata Anggie yang sudah berdiri..

Gw menghela nafas, dan mulai berdiri..

“Ya udah, aku pergi” Ucap gw dengan wajah tertunduk lalu mulai berjalan menuju pintu..

Dalam hati gw berharap Anggie akan berlari dan memeluk gw dari belakang untuk menghentikan langkah gw agar tidak jadi pergi meninggalkan rumahnya.. Tapi, harapan hampa yang rupanya sedang bermain di benak ini.. Dengan hati tak karuan, gw mulai menyalakan motor dan menjalankannya keluar dari rumah besar tersebut..

Pikiran yang terkadang melamun, membuat gw sedikit tidak fokus saat mengendarai sepeda motor.. Hingga gw tersadar bahwa daerah yang saat ini gw lewati terasa asing.. FYI, di dekat rumah Anggie memang ada sebuah lapangan sepak bola yang sering digunakan anak-anak sekitar sana untuk bermain..

Gw memelankan laju motor dan menghentikannya tepat di depan sebuah lapangan, tapi anehnya tempat itu nampak bukan seperti lapangan yang biasa gw lewati jika hendak ke rumah Anggie.. Rumah-rumahnya yang mengitari lapangan itu pun nampak sangat berbeda.. Nampak kumuh seakan tak berpenghuni.. Gw benar-benar merasa asing dengan tempat ini..

Gw mulai turun dari motor dan mencoba memanggil Bayu Barata, namun Jin Penjaga gw tersebut tak jua muncul.. Mendadak gw merasakan dua hawa jahat melesat dari arah berbeda menuju tempat gw berdiri.. Dua larik sinar berwarna hitam terlihat datang dengan cepat dari arah belakang dan depan..
Satu lompatan berputar gw lakukan untuk menghindar sambil memukulkan dua pukulan Tapak Jagat ke arah dua sinar hitam.. DUARR!! DUARR!!! Suara ledakan terdengar dua kali dan membuat tubuuh gw terhempas kebelakang menabrak motor gw sendiri.. BRUKK!!!

Aaah, sensasi perih mulai terasa dari luka gores yang ada di lutut dan sikut.. Celana jeans yang gw kenakan nampak sudah robek di beberapa bagian, begitu juga dengan jaket jeans gw, ada robekan cukup besar tepat di sikut tangan kanan gw..

“Sial, siapa yang nyerang gw di tempat terbuka seperti ini?” Tanya gw sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru..

Tiba-tiba, gw mendengar dua suara tertawa perempuan yang berbeda dari arah depan.. Gw mulai berdiri setelah mencoba menghentikan darah yang merembes dari lutut dan sikut.. Pandangan gw menatap tajam ke arah dua bayangan yang nampak berjalan..

“Cindy dan Nilam Segara” Ucap gw dengan nada bergetar begitu bayangan yang muncul itu adalah sosok dua musuh gw..

‘Apa kabar, Imam?” Tanya Cindy, gadis yang memiliki aura hitam cukup kuat..

“Mau apa kalian, Mau main-main sama gw?” Ucap gw sudah mulai bersikap waspada..

“Sombong, anak ingusan seperti mu tak pantas menyombongkan diri di hadapanku” Bentak Nilam Segara yang sudah berubah menjadi Kolong Wewe yang sekujur tubuhnya berkulit hitam legam..

“Gw pantas karena derajat gw sebagai manusia, lebih tinggi dari kalian berdua, ciih” Jawab gw sambil membuang ludah..

Nilam Segara nampak semakin marah mendengar ejekan gw.. Sementara Cindy yang berdiri disampingnya hanya tersenyum dingin..

Gw mencoba memanggil Bayu Barata kembali lalu memanggil Sekar.. Tapi sayang, keduanya masih tak juga gw rasakan kehadirannya..

“Percuma kau panggil penjaga mu, karena tempat ini sudah aku tutupi dengan kesaktian ku dari Raja Siluman, hanya dua mahluk saja yang bisa menghancurkan pagar gaib ini, dan Jin Penjaga mu bukan lah salah satunya” Jawaban Nilam Segara sesaat membuat gw tersentak, pantas saja Bayu Barata dan Sekar tak mendengar panggilan gw sedari tadi..

“Sekarang bersiaplah untuk mati, anak muda” Teriak Nilam Segara yang sudah memanjangkan semua kuku hitamnya..

“Tunggu, Nyi.. Biar aku yang menghadapinya, sekaligus mencoba senjata pemberian Raja Siluman” Cegah Cindy sambil menatap tajam ke arah gw..

Nilam Segara sesaat melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya, lalu melayang mundur satu langkah ke belakang.. Seakan mempersilakan Cindy untuk segera memulai serangannya..

Gadis yang pernah satu sekolah dengan Tasya itu, terlihat maju selangkah lalu memejamkan kedua matanya.. Dia kemudian meraba bahu kirinya dan tak beberapa lama mengeluarkan sebuah pedang dari sana..

“Pedang Jagat” Ucap gw sangat terkejut melihat pedang yang di genggam Cindy, nampak sama persis dengan Pedang Jagat milik gw, namun warna dan auranya nampak sangat hitam..