Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

setiawanariAvatar border
TS
setiawanari
Patahan Salib Bidadari
In the name of Allah, the beneficient, the merciful
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Patahan Salib Bidadari
Terimakasih untuk gambar sampulnya awayeye

Terimakasih Kaskus, khususnya untuk sub forum SFTH yang telah menyediakan tempat menampilkan sebuah cerita. Sebuah fasilitas yang akan saya gunakan untuk menulis dimulai dari hari ini hingga di hari-hari selanjutnya.

Terlepas dari nyata atau tidaknya cerita ini, adalah tidak terlalu penting karena sebagian dari kisah nyata dan sebagian dari imaginasi saya. Harapan saya tokoh-tokoh dalam cerita ini dapat menjadi inspirasi untuk para pembaca cerita yang saya tulis ini dapat menjadikan saya untuk terus berkreatifitas.

Mohon maaf jika materi dalam cerita ini nantinya ada kesalahan dan menyinggung pihak-pihak tertentu sekiranya nasihat, kritik dan saran dari agan/sista yang lebih berpengalaman selalu sangat saya harapkan.

Menemani istirahat untuk menghilangkan lelah setelah pulang kerja/sekolah/kuliah, atau saat sedang menunggu sesuatu mari kita baca ceritanya. Ditemani alunan musik dan segelas kopi/cokelat/susu/teh hangat kita kembali ke beberapa tahun yang lalu!!!.


PEMBUKA CERITA

Terpaku di dalam rasa cinta yang tak mungkin pudar, menanti cinta datang membawa arti sampai segenap organ ini berhenti.

Sore itu saat cuaca cerah di lantai 6 gedung akademisi yang melahirkan sarjana ekonomi terbaik aku termenung. Melamunkan manis, asam, asin dan pahitnya segala kehendak Tuhan yang dianugerahkan kepada salah satu ciptaanNya.

Manusia diberikan otak untuk berfikir dan menggunakan logika lalu diberikan hati untuk merasakan. Hati adalah malaikat sedangkan otak kadang menjadi iblis dan sangat sulit untuk mengontrolnya menjadi malaikat. Hati menjerit saat kita berbuat salah sedangkan otak adalah penyebab semua kesalahan yang dilakukan manusia. Malaikat dan iblis adalah gambaran dari manusia, sebagai simbol antara kebaikan dan kejahatan. Kebaikan tidak akan bersanding dengan kejahatan dan sebaliknya.

“Permisi Mas! Bisa pindah duduknya, lantainya mau di bersihkan!” Sapa seorang petugas cleaning service membuyarkan lamunanku.
“Oh, iya mas”. Jawabku sambil berlalu pergi menuju tempat parkir motor tepatnya dihalaman depan kampus.

Karamnya cinta ini
Tenggelamkanku diduka yang terdalam
Hampa hati terasa
Kau tinggalkanku meski ku tak rela
Salahkah diriku hingga saat ini
Kumasih mengharap
Kau tuk kembali………


Sore itu gerimis turun saat aku pulang, tak terasa sampai ditempat kos yang kebetulan hanya berjarak 10 menit dari kampus air hujan membasahi jaket jeans yang ku kenakan. Segera aku mengambil handuk dan membersihkan diri, bersiap untuk mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Dengan ritual sholat Ashar aku merasakan kedamaian yang tidak ada bandingannya, sebagai bentuk kepatuhan dan rasa syukur atas semua yang diberikan Tuhan baik itu berkah yang membuat hati senang maupun musibah sebagai ujian kepada hambanya agar menjadi sosok yang lebih kuat.

Waktunya istirahat, kurebahkan badan ini di kasur busa sebagai surga dunia yang paling indah, sambil memutar lagu menemaniku melepas lelah. Secangkir kopi hitam telah kusiapkan untuk menghangatkan suasana karena diluar hujan turun semakin deras. Kupandangi sebuah kalung berwarna emas berliontin salib yang bersanding dengan sebuah kalung perak berliontin lafaz Allah, tergantung dibawah poster foto Ibu Sundari Sukotjo tepat di tengah-tengah dinding kamar kosku. Masih menampakkan kilaunya meski kalung-kalung itu sudah hampir 4 tahun lamanya. Aku bangkit dari tempat tidur, meminum sedikit kopi hitam, sambil menarik nafas dalam sedalam yang aku mampu. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu di sore ini, ya aku merasakan suatu kerinduan yang luar biasa dengan pemilik kalung salib yang tergantung dikamarku, seorang yang sangat suka musik klasik, seseorang pecinta sepakbola, seseorang yang suka kopi hitam dan mungkin pernah mencintaiku walaupun tak pernah mengungkapkan sepatah katapun.

“Ya Tuhan hari ini aku kangen banget sama dia, meski tak sebesar kangen ku kepadaMu, tapi sungguh seolah-olah aku merasa sangat lemah dan sangat kehilangan. Hari ini tepat 4 bulan yang lalu dia beranjak pergi dari tempat ini, dia pergi untuk cita-citanya, untuk impiannya dan bodohnya aku belum sempat mengutarakan seluruh perasaanku kepadanya. Perbedaan keyakinanlah yang menghalangi, aku bahkan hanya bisa diam membisu saat ku ingin mengucapkan seluruh rasa cinta ini aku takut rasa cinta kepada makhluk ciptaanMu melebihi rasa cintaku padaMu. Tak kuasa air mata ini menetes, berusaha ku tahan tapi tak sanggup karena mungkin ini air mata rindu yang mencapai puncaknya.

Aku bukan seorang penulis tetapi hari ini tiba-tiba ingin sekali aku ingin sekali memainkan jariku di keyboard yang biasanya hanya kupakai untuk membuat tugas. Aku ingin menulis tentang dirimu tentang cerita kita, walaupun mungkin tidak berujung bahagia tidak apa karena mungkin dengan tulisan ini aku bisa mencurahkan segala isi hati dan kerinduanku kepada mu. Kenangan indah tentang hari-hari yang pernah kulalui dengan seorang bidadari yang telah merubah seluruh hidupku, meski meninggalkan perasaan yang terus menggantung entah sampai kapan. Bidadari yang datang di hidupku, menemaniku sejenak lalu pergi meninggalkan patahan salibnya di hidupku.


Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu


Sekilas Gambar Tentang Aku
Harapan Sesuai dengan Kenyataan
Kerikil Kecil dan Awan yang Jauh
Pertemuan dengan Sahabat
Sepatu Mengawali Sebuah Impian
Dunia Kampus dan Teman Baru
Keluarga Kecil Bernama HALTE
Sesuatu Mengganggu Pesta Akhir Smester
Diantara Rasa Kagum dan Penasaran
Meluapnya Sebuah Emosi
Hubungan yang Semakin Dekat
Kegelisahan Menghadapi Perasaan yang Berbeda
Siang Menjadi Malam dan Sebaliknya
Perjalanan yang Semakin Indah

Momen Menggelikan dan Warna Kehidupan
Dilema Menghadapi Ungkapan Perasaan
Tetangga di Sekitar Kami
Liontin Salib untuk Leher yang Indah
Kepedihan Cerita di Masa Lalu
Senyuman untuk Hati yang Terluka
Sosok yang Menjadi Pertanyaan
Mencoba Menghilangkan Trauma
Pelangi yang Hilang Bersama Turunnya Hujan
Malam Kebahagiaan Bersama Keluarga Kecil
Bidadari Kecil Kini Telah Dewasa
Kebahagiaan Kini Tinggal Prasasti
Semua Terjadi Sangat Cepat
Sebuah Cinta yang Salah
Surga yang Tak Layak untuk Dilihat
Rumput Dingin Di Bawah Bangku Taman
Pahitnya Sebuah Ucapan
Air Mata Menepis Kerasnya Kata-kata
Satu Langkah ke Arah Normal
Bertahan Hanya dalam Waktu Singkat
Semakin Tenggelam dalam Kedekatan
Lilin Kecil di Malam Penuh Kebahagiaan
Selamat Datang Kemarau
Kerinduan yang Teramat Dalam
Hembusan Angin Masa Lalu
Sayap yang Kuat Untuk Bidadari Kecil
Tinta Biru Menorehkan Luka
Berusaha Menyembunyikan Luka
Hilangnya Rasa Segan
Keberhasilan Tanpa Perayaan
Berharap Hanya Andai Saja
Serpihan Kenangan yang Menyiksa
Tempat Baru
Berita Baik Bersama Undangan
Selamat Menempuh Hidup Baru
Kesan yang Baik di Hari Pertama
Insiden Kecil dan Masa yang Telah Terlewati
Menutup Momen 4 Tahun Kebersamaan
Kotak Makan Siang
Keberanian Untuk Memulai
Pahitnya Sambutan Selamat Datang
Seperti Kembali ke Waktu Itu
Teka Teki dari Perhatian Sederhana
Cerita di Ujung Sore
Peneduh Panasnya Amarah
Mengungungkapkan tak Semudah Membayangkan
Titik Terang yang Terasa Gelap
Patahan Salib Bidadari
Terimakasih Untuk Masa yang Terlewati
Apa yang Sebenarnya Terjadi
Kembali Terjatuh
Dunia Ciptakan Keindahan
Dan Kebahagiaan [TAMAT]

Kata Penutup (Q&A)
Diubah oleh setiawanari 10-07-2018 10:35
calebs12
nona212
nona212 dan calebs12 memberi reputasi
3
110.7K
608
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
setiawanariAvatar border
TS
setiawanari
#48
Kepedihan Cerita di Masa Lalu
“Ayo, Nin makannya nya ditempat Kos aja ya kita mampir dulu di Bebek B*ndar, Pal Merah.”
“Yaudah yuk, keburu laper," Jawab Ninda.



Kami meninggalkan JCC, meninggalkan kawasan senayan. Kali ini aku yang membawa motor, Ninda duduk manis tangannya memegang pinggangku. Kami berhenti di Palmerah untuk membeli makanan.

Baru saja kami tiba di tempat kos hujan turun meski tidak terlalu deras.

“Wan gua mandi dulu ya, lengket banget badan.” Kata Ninda.
“Yaudah sama, mandi bareng aja apa kita?” Jawabku
“Iiih apaan sih, enak di lo abis di gua.” Kata Ninda masuk kamarnya.
“Waktunya aja bareng Nin, tapi tempatnya beda," Teriakku.
“Bodo.” Jawab Ninda dari dalam kamarnya.

Akupun mandi, terdengar di luar masih turun hujan tidak deras tapi sepertinya lama redanya. Aku selesai mandi lebih dulu dari Ninda dan menunggunnya di sofa. Tak berapa lama dia keluar membawa makanan yang tadi kami beli.
Seperti biasa jika ditempat kos anak ini selalu menggunakan celana super pendek dan kaos tipis yang selalu memamerkan ketiak dan tatonya.

“Waktunya makan.” Teriaknya lalu duduk di sofa.

Kami pun mulai menghabiskan sedikit demi sedikit nasi dengan pelengkap bebek dan tumis kangkung. Hingga akhirnya habis hanya menyisakan bungkusnya saja.

“Huuufh kenyang, tapi pedes banget sambelnya.” Kata Ninda yang kepedesan hingga bibirnya tampak memerah.
“Lagian lo makan sambel gak kira-kira.” kataku memberikan air hangat.
“Makasih ya.” Kata Ninda lalu meminum sedikit demi sedikit air hangat yang ku berikan sampai dia menghabiskannya. Lalu dia membuka tali rambutnya, jatuhlah rambut yang sebagian berwarna cokelat, sangat lebat menutupi leher indah penuh dengan bulu-bulu halus. Menyalakan rokok dan malah terlihat murung, matanya redup seperti sedang memikirkan suatu masalah yang berat.

“Niiiin, lo gak papa kan, kok tiba-tiba murung?" Kataku.
“Oh gapapa, cuma kepikiran aja kalau rasa pedas di mulut karena makan sambel cepet banget hilangnya, tapi kenapa rasa sakit di dalam hati ini susah banget diobati.” Kata Ninda.
“Yah mungkin lo belum nemuin obatnya Nin, kalau udah ketemu nanti juga bakalan sembuh kok, terus lo gak mau cerita sama gua, tentang rasa sakit lo karena apa.” Jawabku menghibur padahal aku sendiri masih bingung.

“Tau lah Wan gua bingung mau cerita dari mana, gua berusaha lari tapi justru malah semakin menambah rasa sakit, tapi hari ini gua nemuin seorang cowok yang berbeda, dia punya 2 adik perempuan yang selalu ia jaga, punya pacar cantik kaya lagi, dan mungkin karena adiknya dia sangat menghargai wanita, cowok itu lo Wan.” Kata Ninda.
“Lha kok lho bisa tau kalau gua punya adik cewe?”
“Kenapa bisa gak tau sedangkan hampir setiap malam lo nelfon dia, kasih perhatian meski cuma lewat telfon. Dan kita hanya dibatasi tembok Wan, loe sering denger gua nangis jadi gua juga sering denger beberapa orang yang sering lo telfon, tapi gua yakin yang lo tau tentang gua cuma nangis, masalah, dan gua cewek yang aneh, bener kan?”

"Iya bener Nin, dan gak tau kenapa gua pengen tahu tentang lo, kenapa sering banget lo nangis,? Sering banget marah-marah saat telpon seseorang, Kenapa lo dateng terus membawa teka teki yang pengen banget gua pecahin?”
“Kadang gw ngerasa cemburu sama adik lo, punya Kakak Lelaki seperti lo Wan. Perhatian, sayang dan sepertinya lo selalu ada buat dia.”
“Lha kok? Bukannya wajar seorang kakak dengan sikap kaya gitu ke adiknya?”
“Wajar sih Wan, tapi gw juga punya kakak, lelaki dan perempuan tapi jauh beda sikapnya, seperti sikap lo?”
“Beda gimana?”

“Lo yakin wan mau tentang gua, tentang hidup gua, dan tentang semuanya?”
“Yakin Nin, gua mau jadi orang yang bisa lo ajak berkeluh kesah.”
“Tapi, gua minta lo jangan pergi ya sampai setidaknya gua menyelesaikan ceritanya, kalau udah kelar terserah lo mau tetap disini atau pun mau menjauh.”
“Iya..., Gua janji jadi pendengar yang baik, gua ikutin sampai lo kelar bercerita.” Kataku.
“Janji ya.” Kata Ninda.
“Iya gua janji.” Jawabku.

Malam semakin semakin dingin, karena hujan belum juga reda.

“Kalau gua meluk lo pasti hangat, Nin.” Batinku dengan pikiran yang agak kotor.

Seperti mengetahui apa yang kupikirkan Ninda pergi ke kamarnya lalu keluar lagi duduk di tempat yang sama, menggunakan jaket menutupi tubuh yang hampir seperempatnya terbuka.

“Dingin..., hujannya awet ya Wan, dari jam 9 belum berhenti juga.” Kata Ninda sambil menyalakan rokok.
“Iya, hujan kecil gini ma lama, Nin, lo gak berangkat?”
“Berangkat kemana?”
“Ya biasanya jam segini pergi, siang juga jarang dirumah, gua liat lo dalam seminggu bisa ke itung, lo kemana aja sih.”
“Ooh, gua kerja malem part time di kafe daerah mangga besar, paginya tidur, terus siang menjelang sore kuliah.” Penjelasan Ninda membuatku sedikit kaget.
“Ooh lo kuliah pantesan kadang gua liat lo bawa ransel, kuliah dimana?”
“Itu, di seberang kampus lo.”
“Ooh disitu, ekonomi juga,?"
“Bukan, gua ngambil teknik arsitek.”
“Arsitek,? Wow keren kalau cowok ma biasa aja tapi lo kan cewek.”
“Iya, tapi tahun ini ceweknya juga banyak kok yah meskipun gak sampai seperempatnya. Dan sampai semester 2 ini ternyata nilai gua gak kalah sama cowok-cowok.”
“Kebalikan sama kampus gua berarti, emang lo masuk sana kemauan sendiri atau jangan-jangan karena orang tua?”

Ninda terdiam, matanya berkaca-kaca.

“Kemauan gua sendiri Wan, gua gak punya orang tua, mereka udah meninggal.” Kata Ninda berdiri ingin berlari ke arah kamarnya, namun langkahnya terhenti karena aku memegang tangannya.

“Tunggu, Nin kita sama gua ngrasain apa yang lo rasain.”
“Maksudnya?” Kata Ninda kembali duduk karena aku yang menariknya, beberapa tetes air matanya terjatuh.

“Kita, sama Nin orang tua gua juga udah gak ada, gua tau rasanya, gw juga ngrasain tiap hari harus denger curhatan adik gua yang kangen mereka, harus hibur mereka hingga sekarang gw dan kedua adikku bisa menerimanya dan tetap lanjutin hidup.” Kataku menjelaskan sambil menunjukkan foto-foto kedua adikku.
“Jadi, lo...... Dan kedua adik lo ini?” Kata Ninda menatapku.
“Iya lo baru tau kan, kalau gua saat ini cuma punya mereka terus lo di Kota ini sama siapa Nin?”
“Sekarang gua sendiri, panjang dan rumit ceritanya, Wan. Gua berasal dan lahir di Kalimantan, Kotawaringin, orang tua gua juga berasal dari sana, gua anak terakhir dari 3 besaudara, kakak pertama cewek dan yang kedua cowok. Waktu itu kehidupan kami baik-baik aja, meskipun ada masalah mungkin cuma masalah kecil. Tahun 2002 masalah besar muncul, di kotaku terjadi perang suku yang sangat besar, setauku antara suku asli dengan suku Madura. Bokap waktu itu punya usaha pengolahan aluminium dan kaca dengan karyawan semuanya orang Madura. Beberapa hari sebelum tempat tinggalku diserang dan dibakar kami sudah kabur ke Jakarta dibantu oleh karyawan bokap karena mereka mengetahui informasinya. Waktu itu aku belum begitu mengerti dengan apa yang terjadi.” Kata Ninda bercerita
“Hhhhm, 2002 kelas 6 SD berarti lo seumuran adik gua Nin, si Putri, iya gua juga denger beritanya kalau gak salah gua SMP kelas 2, perang sampit kan? Soalnya waktu itu ada tetangga di kampungku yang kabur dari sana, dia pengusaha sarang burung walet kalau gak salah.” Jawabku.

“Iya perang sampit yang membawaku keluarga gua ke Kota ini. Waktu itu keadaannya sangat sulit harus mengurus kepindahan sekolah dan lain-lainnya. Tapi beruntung sebulan setelah kami di Jakarta bokap gua kembali membuka usahanya di Kota ini tepatnya di Bekasi. Itu juga dibantu beberapa mantan karyawannya yang menyusul kemari. Akupun juga mulai masuk sekolah sementara kedua kakakku sudah lulus semua.” Kata Ninda melanjutkan cerita.
“Nah terus sekarang dimana mereka kok lo tinggal sendiri?” Tanyaku.
“Manusia gak ada yang tau Wan besuk apa yang akan terjadi, bahkan 1 jam nanti kita juga gak tau akan ada kejadian apa. Begitu juga dengan keluargaku, uang memang bisa merubah dunia ini, uang bisa membunuh yang sehat dan menyembuhkan yang sakit, semuanya hancur karena uang.”
“Maksudnya?" Kataku memberikan korek api ke Ninda.
“Satu tahun berjalan usaha bokap berkembang pesat, uang pun datang bahkan lebih dari cukup, tapi lambat laun itulah yang merubah perilaku dia sebagai kepala keluarga. Hanya aku dan mama yang gak pernah berubah masih sama seperti di kampung. Bokap mulai sombong bahkan disaat ibu meminta berkunjung ke Kota asalku pun selalu ditolaknya, dengan alasanan disana mereka sudah tidak punya orang tua hanya tinggal saudara kandung, dan parahnya lagi bokap mulai suka dengan perjudian. Sikap ayah ini ditambah dengan aib di keluargaku. Kakak pertamaku menjadi wanita yang suka keluar malam, minum dan selalu menghabiskan uang, pada akhirnya dia hamil dan menikah meski tanpa restu orang tua karena perbedaan agama. Diapun pergi ikut suaminya di Kota jogja. Lalu kakak lelakiku juga tidak lebih baik, dia mulai menggunakan narkoba, tidak bekerja hanya membantu ditempat usaha bokap.” Kata Ninda berhenti sejenak untuk meminum kopi.


“Kebiasaan-kebiasan inilah yang akhirnya menghancurkan segalanya Wan, saat gua memsaki kelas 1 SMP puncak dari kehancuran keluarga gua. Bokap sering kalah saat berjudi dan menjadikan mama sebagai sasarannya, hampir tiap hari mama kena omel, bahkan kena pukul tetapi mama hanya bisa menangis. Bertahan hingga akhirnya saat raganya tak kuat diapun jatuh sakit hingga meninggal. Bokap menyesal dan terpukul dia menjadi seperti orang gila, dan selalu memanggil nama mama tetapi semuanya terlambat, sampai akhirnya diapun jatuh sakit. Tidak sampai satu tahun sakit bokap meninggal karena komplikasi penyakit, saat itu kakak lelakiku yang mengambil alih usaha bokap, diapun sadar saat semuanya telah pergi dan berhasil mempertahankan usaha ayah, lalu dia menikah dengan orang Bandung. Awalnya kehidupan mereka baik-baik saja sampai kakak iparku melahirkan anak pertamanya, dia gadis sunda yang sangat lembut dan sayang dengan keluarga, dengan kakak. menjadi salah satu orang yang paling care saat aku mengeluh. Tapi kehadiran malaikat ini justru disiasiakan oleh kakak di usia dua tahun pernikahan mereka. Kakak mulai menggunakan narkoba kembali, dan dia juga sering membawa wanita ke rumah. Awalnya kakak iparku bisa menerima bertahan tapi lama-kelamaan akhirnya mereka bercerai, karena tidak tahan dengan sikap kakak yang seperti bokap dulu lakuin ke mama. Kakak iparku pulang ke Bandung tempat orang tuanya. Lalu tinggalah aku dan kakak ku dirumah yang membiayai segala kebutuhanku baik makan dan sekolah.” Kata Ninda tiba-tiba Ninda menangis sesenggukan ingin rasanya aku memelukknya tapi entah ada sesuatu yang menahanku. Aku hanya bisa memberikan tisu, pun lalu melanjutkan ceritanya.

“Cowok itu lebih bejat dari binatang ya Wan, bahkan kakakku sendiri adalah binatang yang paling rendah. Kelakuan kakak setelah cerai dengan istrinya semakin menjadi-jadi hampir seminggu sekali dia membawa wanita kerumah. Dan kadang aku harus menginap ditempat teman karena dia ingin mengadakan pesta entah apa pesta yang dimaksud. Tetapi saat ini aku tahu jika kakakku sering mengadakan pesta seks, semakin lama semakin lama dia mungkin bosan dan mengalami kelainan. Di malam itu gua gak akan lupa sebagai malam terburuk dalam hidup gua. Mungkin jika hal itu sampai terjadi gua bakal mengakhiri hidup di hari itu juga. Disaat gua tertidur kakak masuk ke dalam kamar dan memeluk hingga gua terbangun karena kaget. Waktu itu gua berfikir kalau dia sedang dalam masalah dan berniat bangunin gua karena ingin bercerita. Hal demikian biasa dilakukan tapi gua segera sadar saat dia hendak mencium bibir dan meluk gua makin erat. Gua berontak dan berhasil lepas, tapi kembali dia berhasil menangkap dan gua ditarik keatas kasur. Dia berkata jika ingin keperawananku dan gak rela kalau keperawananku dikasih buat orang lain, dia ingin gua melayaninya. Entah setan mana yang masuk jadi dia merasa yang berhak menikmatinya. Gua berusaha berontak dan berteriak sekuat tenaga, saat gua berteriak kakak panik dan melepaskan dekapannya. Gua terus berteriak minta tolong hingga kakak berlari keluar kamar. Teriakan itu membangunkan warga, dan mereka memasuki rumah, seorang ibu-ibu memeluk dan berusaha nenangin gua yang histeris. Gua lihat kakak sedang dipegang oleh warga, saat tangis reda gua ceritain ke warga. Tapi gak cerita yang sebenarnya terjadi, meskipun sangat terpukul gua masih sadar kalau binatang itu kakak kandung gua. Waktu itu gua hanya bercerita kalau sedang bertengkar dan kakak ingin menganiaya dan menyiksa adiknya. Masalah ini gak berujung panjang diselesaikan saat itu juga, gua menginap di rumah teman dan tidak pulang ke rumah sampai kakak pertama yang di Jogja datang. Dia meminta gua pindah ke jogja ikut mereka, gua menyanggupinya awal SMA kelas 2 gua pindah ke Jogja.” Lanjut Ninda yang kali ini tampak tersenyum meski matanya masih redup.

“Gila ya Nin, kakak lo sendiri tega nglakuin itu, apa yang dipikirannya gua aja liat adik cewek gua sakit aja rasanya pengen gantiin gua yang sakit.” Kataku menahan rasa geram.
“Gak tau Wan, gua juga gak abis pikir orang yang sering mandiin gua waktu kecil, yang belain gua waktu mainan gua diambil temen, yang selalu jagain gua tiba-tiba malah mau ngancurin hidup gua, mungkin karena sakit psikisnya, kebanyakan obat.” Kata Ninda.
“Terus lo di Jogja sampai lulus?" Tanyaku
“Enggak, gua pindah lagi di sekolah yang lama di Bekasi, Jogja emang Kota yang Indah Kota yang ramah tapi tidak untuk hidup gua disana. Ternyata kehidupan rumah tangga kakak gua di jogja tidak harmonis. Satu tahun gua tinggal sama mereka lagi-lagi gua harus sering liat orang bertengkar. Kakak gua orangnya keras dan suaminya juga tidak sungkan untuk memukul kakak. Mungkin perbedaan keyakinan juga jadi penyebab selalu terjadi pertengkaran, lama kelamaan gua gak betah juga. Terlebih gua juga melihat gerak gerik suami kakak yang tatapannya semakin aneh saat melihat gua. Gua pindah ke rumah setelah tau kalau usaha bokap bagkrut dan kakak lelakiku pergi entah kemana. Tetapi gua denger berita terakhir katanya kakaku ada di Jepang, ikut perusahaan pengolahan ikan tuna, mulai kelas 3 SMA gua hidup sendiri. Tapi Tuhan Jesus masih mendengarkan doaku ternyata kakak lelakiku meninggalkan tabungan untukku yang jumlahnya cukup besar mungkin dari hasil penjualan usaha bokap. Lalu rumah dan mobil peninggalan bokap juga udah di ubah atas nama gua, dia menitipkan sebuah Surat yang intinya meminta maaf dan sangat menyesal dengan peristiwa itu.” Kata Ninda
“Ooh, berarti dia udah sadar Nin.” Kataku.
“Iya, gua juga udah maafin dia meskipun peristiwa itu belum bisa gua terima. Lalu abis ujian nasional gua denger kakak pertama gua cerai dengan suaminya dan memutuskan pergi ke Australi ikut dengan teman sekolahnya dulu. Dan sampai sekarang tidak pernah gua dengar kabar mereka lagi, gua pun terus lanjutin hidup sampai sekarang dan terdampar disini.” Kata Ninda tersenyum melihat ke arahku.

“Terdampar disini dan ketemu dengan orang yang nasibnya sama ya Nin?” Kataku.
“Iya, tapi lo masih lebih beruntung Wan masih punya keluarga yaitu adik-adik lo yang cantik.” Kata Ninda.
“Iya dan sekarang gua lebih beruntung lagi karena punya temen yang cantiknya gak kalah sama adik gua, hehehehehehe.” Kataku tertawa.
“Apaan sih lo, Wan.” Kata Ninda mencubit pinggangku.
“Aaaaawwww sakit Nin, main cubit aja nih anak.”
“Abis ngomongnya gombal, eh Wan lo udah pernah ke Jogja?”
“Udah beberapa kali, ke Malioboro, Parangtritis, Kaliurang sama ke Borobudur, kenapa emang? Mau kesana?”
“Ya nggak juga cuma di Jogja waktu itu gua ketemu sama cinta pertama gua wan, yah meski sekarang udah pergi sama orang lain.” Kata Ninda.
“Cie-cie wah seru nih, cinta pertama-pertamaan, hehehehe terus sekarang orangnya masih di Jogja?”
“Enggak ada di Jakarta juga, cuma udah masa lalu itu ma, lo sendiri udah lama jalan sama Sherly?" Tanya Ninda yang lagi-lagi aku bingung mau menjawab apa.
“Hhhmmmm belum lama, baru juga beberapa bulan, hehehehehe, Nin kok pacar lo yang sekarang gak pernah kesini, malah yang sering gua denger lo sering banget berantem.”
“Ya namanya hubungan pasti ada masalah juga lah wan, gimana mau kesini gua aja jarang di kosan, paling ketemunya diluar.”
“Oh iya ya, hmmmm Nin, lo gak pernah pulang ke Bekasi?”
“Pulang lah paling seminggu sekali, itu juga kalau lagi gak capek.”
“Huuaaaaaah, ngantuk Nin udah jam satu ya, kaki juga pegel tadi abis muterin lapangan?” Kataku.
“Hahahahaha tadi blagu katanya baru 3 puteran sekarang berasa kan? Mataku juga udah tinggal 5 watt nih, tidur yuk.” Jawab Ninda.
“Yuuuk.” Kataku.
Kami pun berdiri dan berjalan ke arah kamar.

“Awan, lo mau kemana?” Kata Ninda berhenti didepan pintu kamarnya.
“Tidur emang kenapa?” Jawabku.
“Kamar lo kan disitu ini ma kamar gua.” Kata Ninda melihatku dengan muka agak bingung.
“Oh iya salah abis pintu kamarnya sama, hehehehehe, met tidur Nin.” Kataku berjalan ke kamar ku sendiri lalu kembali bermimpi tetapi sayangnya tidak bermimpi di kebun anggur lagi.
Diubah oleh setiawanari 10-09-2017 18:11
g.gowang
g.gowang memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.