Rasaku
Quote:
Akupun menghela nafas.
“ko respon lu gitu dek?”, tanyanya
“terus harus gimana?”, tanyaku
“lu ga syok emangnya?”, tanyanya
“lumayan syok, ini kan bukan sekali dua kali lu kaya gini. Jadi udah mulai kebiasa, lagian akn lu tau Wina kaya gimana kak”, kataku
“iya juga sih, jadi lu udah mulai biasa sama perlakuan gua kaya tadi?”, tanyanya
“sekarang”, kataku
“dulu?”, tanyanya
Aku tidak menjawabnya.
“dek, kalo dulu gimana?”, tanya kak Queen
“apanya?”, tanyaku
“Kan sekarang lu udah biasa sama perlakuan gua, kalo dulu gimana?”, tanyanya
“lu mau makan apa kak?”, kataku mengalihkan pembicaraan
“dek, jawab”, katanya dengan nada tegas
“dulu gua ya ga biasa lah kak”, kataku
“yakin Cuma itu doang?”, tanyanya
Aku pun hanya mengangguk.
“bohong, gua tau lu bohong. Ayo jelasin sih dek, keburu gua kesekl”, katanya mengancam
“dulu gua sempet suka”, kataku
“suka sama?”, tanyanya
“suka sama lu kak”, kataku
Dia pun terdiam sejenak.
“ko bisa?”, tanyanya
“kak, siapa sih yang suka sama lu, secara lu itu cantik, pinter, supel, baek lagi. Cuma gua tau kalo lu itu kakaknya Wina. Di tambah lagi pertama kali lu cium gua di mobil kak, itu seneng banget rasanya walaupun gua tau itu salah. Sekarang udah mulai biasa kak.”, kataku
“serius?”, tanyanya
“buat apa sih gua bohong kak. Ga ada gunanya”, kataku
Dia semakin erat mendekap tanganku.
“kenapa sih harus kaya gini dek, kalo aja gua tau perasaan lu dek.”, katanya
“sekarang gua udah anggep lu kaya kaya gua sendiri kak, gua juga tau kalo perasaan itu kadang ga bisa di control. Tapi kan kita bisa buat keputusannya”, kataku
“dek sekarang liat gua”, katanya
Kamipun saling bertatapan. Diapun mendekatkan wajahnya hingga hidung kami slaing bertemu.
“bener ya, ga ada respon. Ekspresi lu juga udah beda dek”, katanya yang perlahan mundur dan kembali bersandar di bahuku.
“respon gimana?”, tanyaku
“gua pernah bilang kan ekspresi lu bikin nagih? Beberapa kali gua nyium lu itu ekspresi lu beda dek muka lu jadi agak merah, lu ngerespon
sambil buka bibir dikit”, katanya
“masa sih? Gua ga ngeh”, kataku
Kami pun terdiam cukup lama sampai ortuku datang. Kak Queen langsung membenarkan posisi duduknya sedangkan aku pergi ke kamar. Jujur, pikiranku kacau hari itu. Salah saat aku mengatakan semuanya tentang perasaanku pada kak Queen, aku memang bisa mengendalikan ekspresiku tapi aku tidak bisa mengendalikan perasaanku.
Tak banyak yang dilakukan sampai malam, dan aku tidak bisa tidur karena sudah puas tidur waktu siang, akupun uring-uringan bingung mau melakukan apa. aku lihat sekarang jam 2 malam, masih ada 3 jam sebelum aku berangkat. Rasa lapar pun melanda dan ku putuskan untuk menganmbil makanan di dapur. Saat ku membuka pintu kamar.
“eh”, kata kak Queen
“ada apa kak?”, tanyaku
“gua kebangun, tadinya takut ganggu lu tidur tapi gua malah takut jadinya gua mau tidur di kamar lu”, katanya
“gua laper mau ambil makan”, kataku sambil melewati kak Queen
“tunggu sih”, katanya
Kamipun berada di dapur, aku mengambil beberapa cemlan dan mengambil minum, sedangkan kak Queen membuat susu hangat, kamipun kembali ke kamarku.
“makan lu banyak banget sih dek”, kata kak Queen
“laper kak”, kataku
Tak sampai 10 menit cemilanku sudah habis, sedangkan kak Queen masih menikmati susunya. Entah perasaanku saja atau memang piyama yang kak Queen gunakan ukurannya kecil, sehingga cukup ketat.
“kak lu punya cowo?”, tanyaku
“ga, kenapa emangnya?”, tanyanya
“ga apa-apa, nanya aja”, kataku sambil rebahan di lantai
“dulu sih gua punya Cuma ga cocok jadi putus”, katanya
“kak, lu ga engap?’, tanyaku
“ga, kenapa?”, tanyanya
“piyama lu kecil kayanya”, kataku
“lu tuh suka merhatiin hal yang jarang orang perhatiin ya”, katanya
“ga juga sih, Cuma emang keliatan aja”, kataku
Terlihat kak Queen bersandar ke kasur.
“lu ga punya kakak?”, tanyanya
“ga”, kataku
“repot ya jadi kakak”, katanya
“lumayan, tapi adek gua ga pernah macem-macem sih”, kataku
“oh iya, nyambung yang tadi. Katanya lu udah anggep gua kaya kakak, lu seriusan?”, tanyanya
“iya”, kataku
Lalu kak Queen mendekatiku.
“ga nyesel dek?”, tanyanya
“buat apa gua nyesel? Lagian gua yang nganggep lu kaya gitu terlepas dari lu setuju apa ga”, kataku
“kadang gua ga ngerti jalan pikiran lu kaya gimana dek. Dari pada pusing, terserah lu aja”, katanya sambil rebahan di kasur
Akupun merapihkan piring dan gelas yang ada di lantai, lalu mengambil bedcover yang baru dan menghamparkannya di lantai.
“lu tidur di bawah?”, tanya kak Queen
“iya”, kataku
“ga mau nemenin gua? Kan tadi gua udah bilang kalo gua takut”, katanya
“sama aja kan kak”, kataku
“adek ko gitu”, katanya ketus
“geser”, kataku yang akhirnya mengalah
Diapun tersenyum lebar. Dan yang terjadi adalah kami malah ngobrol sampai pagi, bukannya tidur. Membahas hal yang sebenarnya tidak penting, kami pun tertawa akan beberapa hal yang sebenarnya tidak lucu.
“lu mau kemana?’, tanya kak Queen
“siap-siap udah jam set 5 itu”, kataku
“eh iya. Bisa telat dah ini”, katanya
“lu di kamar aja mandinya gua di bawah”, kataku mengambil handuk
“di atas aja sih bareng”, katanya
“mana bisa bareng, biar cepet”, kataku
“deeeekk”, katanya dengan nada manja
“yaudah sana duluan sih mandi”, kataku sambil melempar handuk padanya
Diapun berlari kecil ke kamar mandi. 25 menit dia pun selesai. Sekitar jam 05.20 kami pun bersiap berangkat, setelah izin ke ortuku kami pun berangkat menuju kota tersebut.
“lu kalo ngantuk tidur aja dek”, katanya
“gua was-was”, kataku
“was-was kenapa?”, tanyanya
“lu kan belum tidur kak, was-was gua”, kataku
“udah sih tenang aja, gua ga ngantuk”, katanya
Sepanjang perjalanan kami pun ngobrol lagi, di mobil terdengar music instrumental yang membuat perjalan jadi bisa dinikmati. Akhirnya setelah menempuh perjalanan 2,5 jam kami pun sampai di salah satu gedung yang di gunakan untuk perpisahan. Di gerbang terlihat Wina sudah menunggu. Kak Queen berhenti di depannya.
“nih cowo lu”, kata kak Queen
“asik. Sini yang”, kata Wina sambil membuka pintu.
“gua kuliah dulu”, katanya
“lah, lu ga ikut kak?”, tanyaku
“gua ada kuliah dek, udah ah gua cabut”, katanya meninggalkan kami.
Wina melihat ku dari atas sampai bawah.
“ko bisa rapi yang?”, tanya Wina
“ya aku juga tau tempat kali yang, masa pake yang laen”, kataku
Wina langsung merangkul tanganku. Sepanjang perjalanan aku bisa melihat beberapa orang yang melirik kearah kami.
“risih yang?”, tanya Wina
“risih kenapa?”, tanyaku
“pada ngeliatin kan”, katanya
“jalan sama kamu mah udah biasa yang di liatin”, kataku
Dan dia pun hanya tersenyum. Aku pun menyalami kedua orangtua Wina, acara sebentar lagi akan di mulai dan aku berpisah dengan Wina karena ada kumpul dulu. 20 menit kemudian Wina kembali dan duduk di sebelahku. Lalu acara di mulai dengan sambutan-sambutan lalu acara music.
“yang, kamu mau makan?”, tanya Wina agak berteriak
Akupun menggelengkan kepalaku. Ortu Wina pun pamit karena acara utamanya sudah selesai dan mereka masih ada keperluan, setelah pamitan Wina langsung menggandeng mesra tangannku. Oh iya, Wina menggunakan kebaya berwarna merah dengan rambut yang terurai.
“yang tolong ambilin tas aku”, kata Wina
Akupun memberikan tasnya, lalu dia mengambil ikat rambut lalu mengikat rambutnya dengan gaya ponytail.
“ko di iket?”, tanyaku
“aku tau kamu suka aku ngiket rambut kaya gini”, katanya
“tau dari mana?”, tanyaku
“ekspresi kamu berubah yang, walaupun dikit”, katanya
Memang tidak di pungkiri saat dia mengikat rambutnya seperti itu membangkitkan sedikit “semangat” ku. Kamipun memutuskan untuk duduk-duduk di luar karena suara musiknya yang tidak pas di kupingku. Saat perjalanan ke luar kami bertemu beberapa teman Wina.
“Winaaaa”, kata salah satu temannya.
“hei”, kata Wina
Disini kita sebut saja teman-teman Wina sesuai abjad karena aku lupa.
“pulang Win?”, tanya teman a
“ga, mau keluar bentar berisik soalnya”, kata Wina
“cowo kamu Win?”, tanya teman b
“oh iya, ini kenalin namanya Teo”, kata Wina
Akupun menyalami teman Wina yang berjumlah 6 orang.
“pantesan ada yang nembak selalu di tolak, udah punya cowo ternyata”, kata teman c
“kan aku selalu ngasih alesan yang sama sama mereka”, kata Wina
Mereka?. Berarti tidak Cuma 1 orang yang nembak Wina.
“iya kirain kita Cuma alesan doang”, kata teman d
“ya ga lah”, kata Wina
“pacaran dari kapan?”, tanya teman e
“dari SMP kelas 2, Cuma sempet putus waktu pindah kesini terus nyambung lagi gara-gara aku nya ga bisa lama-lama pisah”, kat Wina
“seriusan kamu Win? Kamu cuek loh sama cowo padahal”, kata teman f
“iya lah cuek, udah ada cowo kan”, kata Wina
Beberapa teman Wina ini melihat ku dari tas sampai bawah, entah apa yang mereka lihat. Kami pun terlibat obrolan singkat, lalu kami keluar gedung dan duduk di dekat pintu masuk. Baru duduk ada beberapa cowo yang mendekati kami.
“hei Win”, kata cowo 1
“eh hei. Selamet ya”, kata Wina
“iya sama-sama. Siapa nih Win?”, tanya cowo 1
“pacar”, kata Wina
Dia pun melihat ku dari atas sampai bawah, dan aku menatap tajam padanya. Dia dan teman-temannya terlihat agak menjaga jarak dan meninggalkan kami.
“cabut dulu ya Win”, kata cowo 2
“kamu kebiasaan deh yang”, kata Wina
“kebiasaan gimana?”, tanyaku
“kamu itu kalo udah serius ngeliatin orang tuh serem tau”, katanya
“masa sih?”, tanyaku
“iya lah, aku kan dulu ngalamin”, kata Wina
Langsung teringat awal-awal aku bertemu Wina, dan benar aku memang tak pernah memberikan respon yang baik kepadanya. Tapi itulah takdir, aku yang bersikap seperti itu padanya kini berdiri di sampingnya dan menemaninya di hari bahagia.