- Beranda
- Stories from the Heart
(HORROR) Kisah Untuk Malam Seratus Lilin - (Diary Gadis Bermata Indigo return)
...
TS
ayanorei
(HORROR) Kisah Untuk Malam Seratus Lilin - (Diary Gadis Bermata Indigo return)
Hallo All,
We come back!!

thanks all for HT
Setelah sekian lama vakum di Kaskus dan hanya menulis di tempat lain. Akhirnya kami memutuskan kembali. Yap, Ayano dan Elisa kembali akan membagikan kisah kami di Kaskus.
Tadinya, kami tidak berpikir untuk kembali ke Kaskus, tapi ternyata banyak Inbox ke ID ini maupun ke ID Ayanokouji (yang sayangnya sedang bermasalah untuk Login) supaya kami mau kembali melanjutkan cerita di Kaskus ini. Jadi, here we are, we came back.
Post #1 ini akan khusus untuk INDEX. Cerita akan dimulai di Post selanjutnya.
Yang mau baca season 1 nya ada di sini
INDEX
Kisah Pertama - Hantu Pembawa Janin
Kisah Kedua - Mereka Mengawasiku?
Kisah Ketiga - Lily (Bagian Pertama)
Kisah keempat - Lily (bagian kedua)
Kisah Kelima - Penguntit (bagian pertama)
Kisah Keenam - Penguntit (Bagian Kedua)
Kisah Ketujuh - Possession (part 1)
Kisah Kedelapan - Possession (part 2)
Kisah Kesembilan - Mahluk di langit-langit
Kisah Kesepuluh - Susahnya kalau yang ngefans 'mereka'
Kisah Kesebelas - Hantu di gedung tua
Kisah Keduabelas - Ternyata
Kisah Ketigabelas - Jumat Kliwon tanggal 13 (Bag pertama)
Kisah Keempatbelas - Jumat Kliwon tanggal 13 (bag kedua)
Kisah Kelimabelas - Kisah Hantu di Sekolah - Sri (1)
Kisah Keenambelas - Kisah hantu di sekolah - Sri (2)
Kisah Ketujuhbelas - Kisah Hantu di Sekolah - Sri (3)
Kisah Kedelapanbelas - Kisah hantu di sekolah - Belum berakhir
Kisah Kesembilanbelas - Kisah hantu di sekolah - Cerita dari Bi Sumi (1)
Kisah Keduapuluh - Kisah Hantu Disekolah - Cerita dari Bi Sumi (2)
Kisah Keduapuluhsatu - Kisah hantu disekolah - Gangguan Dimulai Lagi
Kisah Keduapuluhdua - Kisah Hantu Disekolah - Terkuak
Kisah KeduapuluhTiga - Kisah Hantu Di Kantor - Prologue
Kisah KeduapuluhEmpat - Kisah Hantu Di Kantor - Putih, Hitam dan Ungu
Kisah KeduapuluhLima - Kisah Hantu di Kantor - Sidestory
Kisah Keduapuluhenam - Kisah hantu di Kantor - Resign
Kisah Keduapuluhtujuh - Kisah Hantu di Kantor - Kembali Bekerja (1)

We come back!!

thanks all for HT
Setelah sekian lama vakum di Kaskus dan hanya menulis di tempat lain. Akhirnya kami memutuskan kembali. Yap, Ayano dan Elisa kembali akan membagikan kisah kami di Kaskus.
Tadinya, kami tidak berpikir untuk kembali ke Kaskus, tapi ternyata banyak Inbox ke ID ini maupun ke ID Ayanokouji (yang sayangnya sedang bermasalah untuk Login) supaya kami mau kembali melanjutkan cerita di Kaskus ini. Jadi, here we are, we came back.
Post #1 ini akan khusus untuk INDEX. Cerita akan dimulai di Post selanjutnya.
Yang mau baca season 1 nya ada di sini
Quote:
INDEX
Kisah Pertama - Hantu Pembawa Janin
Kisah Kedua - Mereka Mengawasiku?
Kisah Ketiga - Lily (Bagian Pertama)
Kisah keempat - Lily (bagian kedua)
Kisah Kelima - Penguntit (bagian pertama)
Kisah Keenam - Penguntit (Bagian Kedua)
Kisah Ketujuh - Possession (part 1)
Kisah Kedelapan - Possession (part 2)
Kisah Kesembilan - Mahluk di langit-langit
Kisah Kesepuluh - Susahnya kalau yang ngefans 'mereka'
Kisah Kesebelas - Hantu di gedung tua
Kisah Keduabelas - Ternyata
Kisah Ketigabelas - Jumat Kliwon tanggal 13 (Bag pertama)
Kisah Keempatbelas - Jumat Kliwon tanggal 13 (bag kedua)
Kisah Kelimabelas - Kisah Hantu di Sekolah - Sri (1)
Kisah Keenambelas - Kisah hantu di sekolah - Sri (2)
Kisah Ketujuhbelas - Kisah Hantu di Sekolah - Sri (3)
Kisah Kedelapanbelas - Kisah hantu di sekolah - Belum berakhir
Kisah Kesembilanbelas - Kisah hantu di sekolah - Cerita dari Bi Sumi (1)
Kisah Keduapuluh - Kisah Hantu Disekolah - Cerita dari Bi Sumi (2)
Kisah Keduapuluhsatu - Kisah hantu disekolah - Gangguan Dimulai Lagi
Kisah Keduapuluhdua - Kisah Hantu Disekolah - Terkuak
Kisah KeduapuluhTiga - Kisah Hantu Di Kantor - Prologue
Kisah KeduapuluhEmpat - Kisah Hantu Di Kantor - Putih, Hitam dan Ungu
Kisah KeduapuluhLima - Kisah Hantu di Kantor - Sidestory
Kisah Keduapuluhenam - Kisah hantu di Kantor - Resign
Kisah Keduapuluhtujuh - Kisah Hantu di Kantor - Kembali Bekerja (1)

Diubah oleh ayanorei 20-10-2017 13:04
scorpiolama dan 15 lainnya memberi reputasi
16
119.7K
Kutip
380
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayanorei
#294
Lilin Keduapuluhdua - Kisah hantu di sekolah - Terkuak
Semenjak kejadian di gudang olahraga itu, Cindy menjadi semakin dekat denganku.
Gadis itu merasa sedikit curiga, mengapa aku bisa menjadi sasaran terus menerus dari 'mereka'.
Tadinya, aku sama sekali tidak berniat untuk memberitahukan pada siapapun mengenai pengalamanku sewaktu kecil dulu. Pengalaman yang membuatku menjadi bisa melihat 'mereka'.
Tapi akhirnya Cindy mengetahui juga, cerita awal bagaimana aku bisa mendapatkan kutukan ini.
Tidak, hal itu tidak terjadi karena Cindy menanyakannya dan aku langsung menceritakannya.
Tapi, semua itu diawali dari Cindy yang mengajakku pergi ke suatu tempat. Tempat yang dikatakannya adalah dimana 'guru'nya tinggal.
Seorang guru yang menurut Cindy sudah membimbingnya mengatasi kelebihannya untuk melihat 'mereka' dan kadang berinteraksi dengan mereka dulu.
Menurut Cindy, sewaktu kecil kemampuannya juga tidak terkontrol, sehingga sering sekali mendapatkan gangguan-gangguan yang tidak terhenti, yang menurut Cindy persis seperti keadaanku sekarang.
Orangtua Cindy yang baru menyadari kemampuan lebih dari Cindy, mengajak gadis itu ke sini. Ke sebuah vihara yang terletak jauh dari kota dan agak tersembunyi. Mungkin kalau kalian bukan orang lokal, tidak akan mengetahui keberadaan vihara itu di sana.
Tempat itu sederhana meskipun luas, namun bahkan aku bisa merasakan aura yang sedikit berbeda dari tempat ini. Terasa... mistis, namun bukan dalam artian buruk. Malah aku merasakan sedikit ketenangan ketika berada di sini.
"Gimana? enak ya rasanya di sini?" tanya Cindy.
Aku mengangguk setuju.
"Yup, lo pasti suka di sini. Soalnya 'mereka' nggak bakal bisa masuk sampai sini" kata Cindy lagi.
"Oh ya? kenapa bisa begitu?" tanyaku penasaran.
"Berkat guru gue, mahatheri di kuil ini" kata Cindy lagi.
"Maha... apa?"
"Mahatheri, artinya bikuni yang sudah lama bergabung"
"Ohh..."
"Sebentar, gue nanya orang dulu. Takut guru lagi nggak ada" kata Cindy sambil berjalan menghampiri salah seorang pemuda yang sepertinya adalah salah satu biksu di kuil ini.
Tidak lama kemudian, Cindy kembali "Ada, Lis. Kebetulan banget. Ayo, kita ikut" kata Cindy memberikanku isyarat untuk mengikuti biksu muda tadi.
Kami berjalan melalui lorong-lorong sederhana namun terlihat megah. Patung-patung dewa tampak berjejer pada tempatnya masing-masing dengan apik.
Kemudian, sampailah kami pada satu ruangan yang besar, ruangan itu tidak memiliki lampu sama sekali sehingga tampak remang. Satu-satunya cahaya yang menerangi adalah cahaya matahari yang masuk dari sela-sela dinding yang jatuh tepat ke pusat ruangan itu.
Di sana, beberapa orang sedang duduk bermeditasi.
Biksu muda tadi melangkah masuk, berjongkok dan berjalan dengan posisi itu. Sampai kepada seorang bikuni tua yang berada di tengah. Aku melihat biksu muda itu membisikkan sesuatu pada bikuni itu, kemudian bikuni membuka matanya dan melihat ke arah kami. Tersenyum dan beranjak berdiri.
Bikuni itu berkata sesuatu dalam bahasa yang asing buatku, kemudian para peserta kegiatan meditasi lainnyapun ikut berdiri. Setelah mereka menunduk dan memberikan hormat, semuanya berpencar. Ternyata ruangan itu memiliki beberapa pintu di sisi-sisi dinding lainnya.
Bikuni tua itu menghampiri kami.
"Guru!" kata Cindy seraya mendekat.
"Hmm, kamu sudah dewasa dan makin bercahaya" kata bikuni tua itu ramah.
"Terimakasih, guru" jawab Cindy sambil memberi hormat.
"Lalu, kedatangan kamu kemari pastilah untuk teman kamu ini, kan?" tanya bikuni itu.
"Iya, guru. Sebenarnya Lisa ini juga sama seperti saya dulu. Dia banyak diganggu mahluk-mahluk halus"
Bikuni itu mengangguk "Baiklah, ayo kita bicara di dalam sana saja"
---
Setelah kami semua duduk di ruangan kecil bertikar yang sedikit remang namun terasa syahdu.
Guru Sani (begitu Bikuni tua itu dipanggil) mulai berkata "Jadi, nama kamu Elisa? coba mendekat, biar ibu lihat" katanya.
Aku melakukan sesuai dengan perkataannya.
Guru Sani menempatkan tangannya di dahiku.
"Kamu... ini bukan bakat kamu... " katanya.
"Kamu tidak siap.."
"Anugrah ini diberikan paksa ke kamu..."
Kemudian guru Sani membuka matanya dan menyingkirkan telapak tangannya dari dahiku "Kamu mau ceritakan apa yang terjadi?"
Tatapan guru Sani yang sendu dan nampak khawatir..
Dan aku... menceritakan semuanya...
Dari awal pertemuanku dengan mahluk yang tidak kuketahui darimana asalnya ketika kelahiran adikku, hingga semenjak saat itu aku bisa melihat semuanya...
Pada akhir ceritaku, aku menangis. Cindy menghampiriku dan menenangkanku.
Aku mendongak dan guru Sani memandangiku dengan penuh kasih dan tersenyum padaku.
"Lisa, saat ini kamu sebenarnya belum siap. Maaf, ibu juga tidak bisa memberikan apa-apa ke kamu. Hal ini diluar kemampuan ibu"
Aku mengangguk, sedikit kecewa dengan jawaban dari guru Sani.
"Cindy, kamu harus jaga Elisa. Tugas kamu sebagai kawannya harus terus bersama dia" kata guru Sani lagi "Karena Elisa tidak punya pertahanan, kamulah yang harus jadi penangkalnya"
"Elisa tidak akan terkena parah kalau sedang bersama kamu" kata guru Sani lagi.
Aku terkejut mendengar hal itu, sedangkan Cindy mengangguk serius "Ya, guru" katanya.
Dan semenjak saat itu, aku dan Cindy benar-benar lengket.. hampir seperti saudara.
Kemudian, guru Sani mengatakan sesuatu yang membuatku benar-benar jadi kebingungan "Elisa, ingat dan cermati baik-baik. Saat ini, ada seseorang yang tidak mengatakan yang sebenarnya pada kamu" katanya.
"Eh? apa, guru?" tanyaku bingung.
Guru Sani mengangkat tangannya, dan akupun diam untuk mendengarkan kata-katanya "Dan, ketika kamu akhirnya tahu siapa yang saya maksud ini, doakanlah seseorang itu, usir dia dari kehidupanmu. Dan semua masalah yang sekarang menimpamu, akan selesai dengan sendirinya"
Selanjutnya, Guru Sani tidak mengatakan apapun lagi.
Kata-kata guru Sani itu jadi membuatku berpikir banyak.. dan aku tidak mengetahui siapa yang tidak mengatakan yang sebenarnya padaku. Yang pasti, itu bukan Cindy. Karena guru Sani tentu tidak akan menyuruh Cindy untuk selalu dekat denganku kalau toh akan menyuruhku mengusirnya dari hidupku.
Lalu... siapa?
Siapa yang dimaksud guru Sani itu?
===
Beberapa hari berlalu dari kepergianku untuk bertemu guru Sani...
Cindy lebih ketat dalam mengawasiku. Iya, mengawasi, karena Cindy benar-benar menganggap serius perkataan gurunya itu.
Dia benar-benar menempel padaku.
Dan memang, ketika dia berada di dekatku, 'mereka' tidak menggangguku secara ekstrim. 'Mereka' hanya muncul seketika dan dengan cepat juga menghilang.
Hanya beberapa kali mengejutkanku saja.
Namun, ketika Cindy tidak bisa berada di dekatku, baru pada saat itulah 'mereka' dengan gencar menggangguku.
Misalnya seperti satu ketika, aku sedang berada di bilik toilet.
Sendiri... tentu saja...
Dan tiba-tiba, dari belakangku 'sesuatu' memelukku.
"Kakak... ayo main dengan kami..." bisik suara itu.
Dengan ketakutan aku keluar dari bilik toilet itu, dan menemukan Cindy yang menyambutku dengan khawatir di luar.
Atau satu ketika, saat aku menjadi satu-satunya orang yang terakhir tinggal di kelas.
Sebenarnya aku sudah keluar terlebih dulu dengan Cindy, namun melupakan buku pelajaran yang diperlukan untuk PR masih tertinggal di laciku.
Aku berlari untuk mengambil buku itu, namun baru saja aku melangkah masuk ke ruangan kelas, tiba-tiba pintu terbanting dengan kencang.
"AHHH!!!" teriakku terkejut.
'Greekkk... grekkkk.... grekkk....'
Beberapa bangku dengan jelas bergerak mendekatiku.
"Ya ampun....." kataku ketakutan.
"Elisa!!!!" teriak Cindy dari luar.
"Cindy!! tolong!! pintunya nggak bisa dibuka!!" teriakku.
"Bentar, gue masuk!!" teriak Cindy lagi.
Hah? apa katanya? masuk?
Tidak lama kemudian, Cindy... temanku yang cantik namun sedikit tomboy, sudah memanjat ruang kelas yang memang terbuka di bagian atas. Aku melihat tau-tau dia sudah mengenakan celana olahraga dibalik rok seragamnya.
Astaga....
'Bruk!!' suara kencang terdengar ketika kaki Cindy mendarat di salah satu meja.
"Cindy?! astaga!!" kataku tidak percaya.
"Lisa, lu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir. Kemudian dia melihat bangku-bangku yang sudah mengelilingiku.
Dengan segera dia berdiri di depanku, seakan hendak melindungiku dari bangku-bangku itu....
Dan pasukan bangku itupun terhenti seketika..
"Ini... apa-apaan" kata Cindy gusar.
"Itu 'mereka'... kan?" tanyaku.
Cindy menggeleng "Nggak... nggak mungkin... kalau bener.. jumlahnya bisa berapa banyak?"
"Banyak, Cin... sekitar dua puluhan?"
"DUA PULUH??!"
"Eh.. i-iya...?"
Cindy menggelengkan kepalanya lagi seperti sedang mengusir pusing yang tiba-tiba menyerangnya.
"Dua puluh!? itu banyak banget.. gimana bisa sebanyak itu ada di satu tempat?"
"Aku dengar sih.. katanya sekolah ini dulu banyak kecelakaan dan banyak makan korban..."
"Sebentar..!.. tadi kamu bilang, dengar? dengar dari siapa?" Cindy mencengkram lenganku.
"Bi Sumi" kataku seraya terkejut karena perlakuan Cindy yang tiba-tiba.
"Bi.. Sumi....? siapa?"
"Ah.. itu loh.. bibi yang jualan di warung roti di depan" jelasku pada Cindy.
Cindy mengerenyitkan alisnya "Warung roti? sejak kapan sekolah ini ada warung roti?"
"Eh? warung roti di depan situ? yang kecil gitu kiosnya?"
"Elisa.... di kantin kan udah banyak yang jualan. Termasuk roti. Mana ada lagi warung roti khusus yang ada di depan sekolah?" kata Cindy dengan tatapan bingung.
Benar...
Apa yang dikatakan Cindy itu benar.... kenapa aku tidak menyadarinya...
Bukan... aku memang merasakan sesuatu yang ganjil..
Namun tidak pernah mau terlalu memikirkan hal itu...
Dan sekarang.. ada sesuatu dalam sudut pikiranku yang mengganggu.
Ada sesuatu yang kulupakan...
Apa itu...
"Elisa? lu nggak apa-apa?" tanya Cindy yang mungkin menyadari wajahku memucat.
"Tapi.... aku beberapa kali ke sana..." kataku.
Cindy menatapku dalam diam beberapa saat, kemudian berkata "Coba.. lu ceritain ke gua tentang bi Sumi ini.."
Kami keluar dari kelas itu dan duduk di taman sekolah, di tempat duduk yang sama seperti tempatku bertemu dengan bi Sumi.
Dan akupun menceritakan semuanya pada Cindy, pertemuan-pertemuanku dengan bi Sumi, cerita dari beliau.. semuanya. Termasuk juga perasaan ganjil yang tidak mau hilang dari kepalaku...
Cindy hanya diam mendengarkan sambil terlihat sesekali berpikir.
"Lis.." panggilnya kemudian "Coba lu inget-inget lagi.. apa yang aneh di sana"
"........
.........
.........
Nggak ada orang...." bisikku menyadari.
"Apa?"
"Selama aku di tempat bi Sumi, nggak ada seorangpun yang dateng... nggak ada seorangpun yang pernah beli roti.. atau masuk ke warung itu selain aku..." kataku.
Cindy menatapku dengan pandangan yang seolah mengatakan 'itu dia'.
"Lisa, gua rasa sekarang gua ngerti maksud perkataan dari guru, deh" kata Cindy.
"Eh?"
"Ingat? perkataan guru terakhir kemarin?"
"Oh!!" kataku baru mengingat perkataan guru Sani.
"Kita harus datang ke warung itu, sekarang!" putus Cindy sambil menarik tanganku.
"Ehh!!?"
---
"A.. apa?"
Warung kecil bi Sumi... warung yang biasanya tempat aku dan bi Sumi duduk ketika beliau menceritakan kisah tentang 'mereka' di sekolah ini...
Kini sudah tidak ada....
Bukan... sepertinya malah semenjak awal tidak mungkin ada warung itu...
Karena yang ada sekarang adalah monumen batu kecil yang berbentuk seperti hiasan.
"Kenapa nggak ada....?" kataku bingung.
"Harusnya di sini?" tanya Cindy.
Aku mengangguk.
'Tak-tak-tak'
Suara ketukan itu...
Suara yang sepertinya kukenal...
"Nggak ada apa-apa, Lis.." kata Cindy.
"Tapi seharusnya di sana.." kataku sambil menunjuk ke arah dimana seharusnya warung roti bi Sumi berada.
"Kita coba tanya lagi ke guru deh, hari sabtu besok kita kesana lagi deh" kata Cindy "Kita balik dulu mendingan. Pulang dulu untuk hari ini. Ayo, kita ambil tas kita" kata Cindy mengajakku.
'Tak-tak-tak'
Suara itu lagi....
Aku menengok ke belakang, namun suara itu tidak terdengar lagi.
--
Kami sedang berjalan di lorong, hanya berdua. Aku dan Cindy, yang sedang berjalan menuju ruangan kelas kami.
Dan tiba-tiba saja terdengar suara ketukan itu lagi. Dan kali ini, bunyinya lebih keras.
'TAK-TAK-TAK!'
'TAK-TAK-TAK!'
'TAK-TAK-TAK!'
"Suara apa itu?" tanya Cindy sambil menengok ke sekeliling kami.
"Ka-kamu denger juga?" tanyaku kaget.
"Hah!? kenceng begitu... ini kayak... suara langkah kaki.." kata Cindy.
Langkah kaki?
Langkah... kaki.....?
Tunggu dulu...
Aku tau langkah kaki ini....
Dan aku langsung menengok ke sekeliling, mencari-cari 'sesuatu' itu.
Benar saja...
Kedua sepatu hitam itu!!
Suara ketukan itu berasal dari langkah kedua sepatu hitam tanpa tubuh itu!!
Dan dari jauh, kedua sepatu itu melangkah dengan cepat. Seakan-akan ada tubuh di atasnya.
'TAK-TAK-TAK!!'
Aku dan Cindy terdiam menatap sepatu itu yang seakan 'berlari' dengan sangat cepat.
Dan tepat ketika sepatu itu hampir mencapai tempatku berada.
Tiba-tiba saja sosok 'tubuh' dari sepatu hitam itu muncul.
Yang tak lain dan tak bukan adalah sosok dari bi Sumi, dengan berpuluh-puluh bayangan lain mengikuti di belakangnya. Aku hanya bisa melihat mata dan mulut yang berteriak dari bayangan-bayangan yang tidak jelas itu.
Tidak halnya dengan sosok dari bi Sumi... sosok yang seperti biasa kulihat. Dengan baju dan penampilan yang sama...
Namun dipenuhi oleh darah dan luka di sekujur tubuhnya...
Dan sepatu hitam yang berbunyi khas...
"AAAAAAAAAA!!!" pekik 'bi Sumi' sambil menerjangku bersama-sama dengan puluhan bayangan lainnya. Aku akan terkubur oleh bayangan-bayangan itu....
"Elisa!!" teriak Cindy sambil memeluk tubuhku.
Sosok 'bi Sumi' dan rombongan bayangan itu melewatiku, dan rasanya sekujur tubuhku bagai tercabik-cabik ketika bayangan itu menghantam tubuhku.
Apakah itu adalah apa yang dirasakan bi Sumi ketika menderita luka-luka di sekujur tubuhnya, sejujurnya aku tidak tahu sampai sekarang...
"AHHHHHH!!!" teriakku kesakitan karena rasa tercabik-cabik di seluruh tubuhku.
"Elisa!! Elisa!!!" panggil Cindy "Tolak dia Elisa!! ingat kata-kata guru!! berdoa!! tolak dia dari kehidupan lo!!!" teriak Cindy samar-samar kudengar.
Namun rasa sakit dan perih di sekujur tubuhku membuatku tidak bisa berpikir jernih.
"Ngg...nggak bisa... nggak bisa!!!" teriakku ketakutan pada Cindy.
"Coba Elisa!! coba terus!!" teriak Cindy.
Aku berusaha memusatkan pikiranku, namun percuma... tubuhku malah terasa makin sakit seakan tercabik-cabik..
"Aahhhhhh!!!!" teriakku.
"Elisa!! doa!! doa apa yang agama kamu biasa doakan?!" tanya Cindy.
"Ah... a..apa?"
"Doa!! sebutin salah satu doa yang agama kamu biasa doakan terus!!" teriak Cindy.
Di antara rasa sakit, aku menyebutkan nama salah satu doa yang paling umum kepada Cindy.
"Sebentar!!!" teriak Cindy "Ketemu!!" katanya kemudian.
"Lisa! ikutin kata-kata gue dalam hati!!" teriak Cindy padaku.
Lalu dia mulai membacakan ayat doa yang namanya kusebutkan tadi. Aku mengulanginya dalam pikiranku sembari menahan rasa tercabik-cabik di tubuhku.
Kemudian dari antara rasa sakit itu, muncullah perasaan dingin....
Seperti mau mati.... begitu terlintas dalam otakku.
Namun aku masih mengikuti kata demi kata yang diucapkan secara perlahan oleh Cindy untukku.
Sampai akhirnya tiba di akhir doa itu.
"Elisa, dengerin gue!!" teriak Cindy lagi.
"Bayangin setan yang lagi ngerasukin lo itu pergi dari badan lo. Pikirin seakan-akan Tuhan lo yang narik setan itu keluar...!! bayangin, Lis!!" teriak Cindy.
Aku berusaha...
Aku berusaha sekuat tenaga.. atau mungkin lebih tepatnya, sekuat mentalku mampu.. untuk melakukan apa yang Cindy katakan itu.
Kini kakiku sudah hampir tidak dapat kurasakan selain rasa dingin yang membuatnya kaku..
Aku menggertakkan gigi dan berusaha sekuat mungkin membayangkan sesuatu yang jahat dalam tubuhku pergi... terusir...
Sejujurnya, aku tidak sepenuhnya sadar waktu itu...
Ketika aku membuka mataku, samar-samar aku melihat sosok Cindy sedang menatapku khawatir...
Tubuhku terasa lengket dan basah...
Karena keringat.. sepertinya...
"Elisa!?" tanya Cindy takut-takut.
"Mmm...."
"Lu nggak apa-apa?"
Aku menggeliat "Lemes rasanya..."
"Dasar.." kata Cindy sambil menepuk ringan dahiku.
Setelah itu, selama dua hari aku harus berbaring lemah di kasur.
Namun setidaknya 'mereka' tidak menggangguku lagi... dan itulah akhir kisah hantu di sekolahku.
Tapi bukan berarti tidak ada kisah lainnya yang sama mengerikannya...
Spoiler for Terkuak:
Semenjak kejadian di gudang olahraga itu, Cindy menjadi semakin dekat denganku.
Gadis itu merasa sedikit curiga, mengapa aku bisa menjadi sasaran terus menerus dari 'mereka'.
Tadinya, aku sama sekali tidak berniat untuk memberitahukan pada siapapun mengenai pengalamanku sewaktu kecil dulu. Pengalaman yang membuatku menjadi bisa melihat 'mereka'.
Tapi akhirnya Cindy mengetahui juga, cerita awal bagaimana aku bisa mendapatkan kutukan ini.
Tidak, hal itu tidak terjadi karena Cindy menanyakannya dan aku langsung menceritakannya.
Tapi, semua itu diawali dari Cindy yang mengajakku pergi ke suatu tempat. Tempat yang dikatakannya adalah dimana 'guru'nya tinggal.
Seorang guru yang menurut Cindy sudah membimbingnya mengatasi kelebihannya untuk melihat 'mereka' dan kadang berinteraksi dengan mereka dulu.
Menurut Cindy, sewaktu kecil kemampuannya juga tidak terkontrol, sehingga sering sekali mendapatkan gangguan-gangguan yang tidak terhenti, yang menurut Cindy persis seperti keadaanku sekarang.
Orangtua Cindy yang baru menyadari kemampuan lebih dari Cindy, mengajak gadis itu ke sini. Ke sebuah vihara yang terletak jauh dari kota dan agak tersembunyi. Mungkin kalau kalian bukan orang lokal, tidak akan mengetahui keberadaan vihara itu di sana.
Tempat itu sederhana meskipun luas, namun bahkan aku bisa merasakan aura yang sedikit berbeda dari tempat ini. Terasa... mistis, namun bukan dalam artian buruk. Malah aku merasakan sedikit ketenangan ketika berada di sini.
"Gimana? enak ya rasanya di sini?" tanya Cindy.
Aku mengangguk setuju.
"Yup, lo pasti suka di sini. Soalnya 'mereka' nggak bakal bisa masuk sampai sini" kata Cindy lagi.
"Oh ya? kenapa bisa begitu?" tanyaku penasaran.
"Berkat guru gue, mahatheri di kuil ini" kata Cindy lagi.
"Maha... apa?"
"Mahatheri, artinya bikuni yang sudah lama bergabung"
"Ohh..."
"Sebentar, gue nanya orang dulu. Takut guru lagi nggak ada" kata Cindy sambil berjalan menghampiri salah seorang pemuda yang sepertinya adalah salah satu biksu di kuil ini.
Tidak lama kemudian, Cindy kembali "Ada, Lis. Kebetulan banget. Ayo, kita ikut" kata Cindy memberikanku isyarat untuk mengikuti biksu muda tadi.
Kami berjalan melalui lorong-lorong sederhana namun terlihat megah. Patung-patung dewa tampak berjejer pada tempatnya masing-masing dengan apik.
Kemudian, sampailah kami pada satu ruangan yang besar, ruangan itu tidak memiliki lampu sama sekali sehingga tampak remang. Satu-satunya cahaya yang menerangi adalah cahaya matahari yang masuk dari sela-sela dinding yang jatuh tepat ke pusat ruangan itu.
Di sana, beberapa orang sedang duduk bermeditasi.
Biksu muda tadi melangkah masuk, berjongkok dan berjalan dengan posisi itu. Sampai kepada seorang bikuni tua yang berada di tengah. Aku melihat biksu muda itu membisikkan sesuatu pada bikuni itu, kemudian bikuni membuka matanya dan melihat ke arah kami. Tersenyum dan beranjak berdiri.
Bikuni itu berkata sesuatu dalam bahasa yang asing buatku, kemudian para peserta kegiatan meditasi lainnyapun ikut berdiri. Setelah mereka menunduk dan memberikan hormat, semuanya berpencar. Ternyata ruangan itu memiliki beberapa pintu di sisi-sisi dinding lainnya.
Bikuni tua itu menghampiri kami.
"Guru!" kata Cindy seraya mendekat.
"Hmm, kamu sudah dewasa dan makin bercahaya" kata bikuni tua itu ramah.
"Terimakasih, guru" jawab Cindy sambil memberi hormat.
"Lalu, kedatangan kamu kemari pastilah untuk teman kamu ini, kan?" tanya bikuni itu.
"Iya, guru. Sebenarnya Lisa ini juga sama seperti saya dulu. Dia banyak diganggu mahluk-mahluk halus"
Bikuni itu mengangguk "Baiklah, ayo kita bicara di dalam sana saja"
---
Setelah kami semua duduk di ruangan kecil bertikar yang sedikit remang namun terasa syahdu.
Guru Sani (begitu Bikuni tua itu dipanggil) mulai berkata "Jadi, nama kamu Elisa? coba mendekat, biar ibu lihat" katanya.
Aku melakukan sesuai dengan perkataannya.
Guru Sani menempatkan tangannya di dahiku.
"Kamu... ini bukan bakat kamu... " katanya.
"Kamu tidak siap.."
"Anugrah ini diberikan paksa ke kamu..."
Kemudian guru Sani membuka matanya dan menyingkirkan telapak tangannya dari dahiku "Kamu mau ceritakan apa yang terjadi?"
Tatapan guru Sani yang sendu dan nampak khawatir..
Dan aku... menceritakan semuanya...
Dari awal pertemuanku dengan mahluk yang tidak kuketahui darimana asalnya ketika kelahiran adikku, hingga semenjak saat itu aku bisa melihat semuanya...
Pada akhir ceritaku, aku menangis. Cindy menghampiriku dan menenangkanku.
Aku mendongak dan guru Sani memandangiku dengan penuh kasih dan tersenyum padaku.
"Lisa, saat ini kamu sebenarnya belum siap. Maaf, ibu juga tidak bisa memberikan apa-apa ke kamu. Hal ini diluar kemampuan ibu"
Aku mengangguk, sedikit kecewa dengan jawaban dari guru Sani.
"Cindy, kamu harus jaga Elisa. Tugas kamu sebagai kawannya harus terus bersama dia" kata guru Sani lagi "Karena Elisa tidak punya pertahanan, kamulah yang harus jadi penangkalnya"
"Elisa tidak akan terkena parah kalau sedang bersama kamu" kata guru Sani lagi.
Aku terkejut mendengar hal itu, sedangkan Cindy mengangguk serius "Ya, guru" katanya.
Dan semenjak saat itu, aku dan Cindy benar-benar lengket.. hampir seperti saudara.
Kemudian, guru Sani mengatakan sesuatu yang membuatku benar-benar jadi kebingungan "Elisa, ingat dan cermati baik-baik. Saat ini, ada seseorang yang tidak mengatakan yang sebenarnya pada kamu" katanya.
"Eh? apa, guru?" tanyaku bingung.
Guru Sani mengangkat tangannya, dan akupun diam untuk mendengarkan kata-katanya "Dan, ketika kamu akhirnya tahu siapa yang saya maksud ini, doakanlah seseorang itu, usir dia dari kehidupanmu. Dan semua masalah yang sekarang menimpamu, akan selesai dengan sendirinya"
Selanjutnya, Guru Sani tidak mengatakan apapun lagi.
Kata-kata guru Sani itu jadi membuatku berpikir banyak.. dan aku tidak mengetahui siapa yang tidak mengatakan yang sebenarnya padaku. Yang pasti, itu bukan Cindy. Karena guru Sani tentu tidak akan menyuruh Cindy untuk selalu dekat denganku kalau toh akan menyuruhku mengusirnya dari hidupku.
Lalu... siapa?
Siapa yang dimaksud guru Sani itu?
===
Beberapa hari berlalu dari kepergianku untuk bertemu guru Sani...
Cindy lebih ketat dalam mengawasiku. Iya, mengawasi, karena Cindy benar-benar menganggap serius perkataan gurunya itu.
Dia benar-benar menempel padaku.
Dan memang, ketika dia berada di dekatku, 'mereka' tidak menggangguku secara ekstrim. 'Mereka' hanya muncul seketika dan dengan cepat juga menghilang.
Hanya beberapa kali mengejutkanku saja.
Namun, ketika Cindy tidak bisa berada di dekatku, baru pada saat itulah 'mereka' dengan gencar menggangguku.
Misalnya seperti satu ketika, aku sedang berada di bilik toilet.
Sendiri... tentu saja...
Dan tiba-tiba, dari belakangku 'sesuatu' memelukku.
"Kakak... ayo main dengan kami..." bisik suara itu.
Dengan ketakutan aku keluar dari bilik toilet itu, dan menemukan Cindy yang menyambutku dengan khawatir di luar.
Atau satu ketika, saat aku menjadi satu-satunya orang yang terakhir tinggal di kelas.
Sebenarnya aku sudah keluar terlebih dulu dengan Cindy, namun melupakan buku pelajaran yang diperlukan untuk PR masih tertinggal di laciku.
Aku berlari untuk mengambil buku itu, namun baru saja aku melangkah masuk ke ruangan kelas, tiba-tiba pintu terbanting dengan kencang.
"AHHH!!!" teriakku terkejut.
'Greekkk... grekkkk.... grekkk....'
Beberapa bangku dengan jelas bergerak mendekatiku.
"Ya ampun....." kataku ketakutan.
"Elisa!!!!" teriak Cindy dari luar.
"Cindy!! tolong!! pintunya nggak bisa dibuka!!" teriakku.
"Bentar, gue masuk!!" teriak Cindy lagi.
Hah? apa katanya? masuk?
Tidak lama kemudian, Cindy... temanku yang cantik namun sedikit tomboy, sudah memanjat ruang kelas yang memang terbuka di bagian atas. Aku melihat tau-tau dia sudah mengenakan celana olahraga dibalik rok seragamnya.
Astaga....
'Bruk!!' suara kencang terdengar ketika kaki Cindy mendarat di salah satu meja.
"Cindy?! astaga!!" kataku tidak percaya.
"Lisa, lu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir. Kemudian dia melihat bangku-bangku yang sudah mengelilingiku.
Dengan segera dia berdiri di depanku, seakan hendak melindungiku dari bangku-bangku itu....
Dan pasukan bangku itupun terhenti seketika..
"Ini... apa-apaan" kata Cindy gusar.
"Itu 'mereka'... kan?" tanyaku.
Cindy menggeleng "Nggak... nggak mungkin... kalau bener.. jumlahnya bisa berapa banyak?"
"Banyak, Cin... sekitar dua puluhan?"
"DUA PULUH??!"
"Eh.. i-iya...?"
Cindy menggelengkan kepalanya lagi seperti sedang mengusir pusing yang tiba-tiba menyerangnya.
"Dua puluh!? itu banyak banget.. gimana bisa sebanyak itu ada di satu tempat?"
"Aku dengar sih.. katanya sekolah ini dulu banyak kecelakaan dan banyak makan korban..."
"Sebentar..!.. tadi kamu bilang, dengar? dengar dari siapa?" Cindy mencengkram lenganku.
"Bi Sumi" kataku seraya terkejut karena perlakuan Cindy yang tiba-tiba.
"Bi.. Sumi....? siapa?"
"Ah.. itu loh.. bibi yang jualan di warung roti di depan" jelasku pada Cindy.
Cindy mengerenyitkan alisnya "Warung roti? sejak kapan sekolah ini ada warung roti?"
"Eh? warung roti di depan situ? yang kecil gitu kiosnya?"
"Elisa.... di kantin kan udah banyak yang jualan. Termasuk roti. Mana ada lagi warung roti khusus yang ada di depan sekolah?" kata Cindy dengan tatapan bingung.
Benar...
Apa yang dikatakan Cindy itu benar.... kenapa aku tidak menyadarinya...
Bukan... aku memang merasakan sesuatu yang ganjil..
Namun tidak pernah mau terlalu memikirkan hal itu...
Dan sekarang.. ada sesuatu dalam sudut pikiranku yang mengganggu.
Ada sesuatu yang kulupakan...
Apa itu...
"Elisa? lu nggak apa-apa?" tanya Cindy yang mungkin menyadari wajahku memucat.
"Tapi.... aku beberapa kali ke sana..." kataku.
Cindy menatapku dalam diam beberapa saat, kemudian berkata "Coba.. lu ceritain ke gua tentang bi Sumi ini.."
Kami keluar dari kelas itu dan duduk di taman sekolah, di tempat duduk yang sama seperti tempatku bertemu dengan bi Sumi.
Dan akupun menceritakan semuanya pada Cindy, pertemuan-pertemuanku dengan bi Sumi, cerita dari beliau.. semuanya. Termasuk juga perasaan ganjil yang tidak mau hilang dari kepalaku...
Cindy hanya diam mendengarkan sambil terlihat sesekali berpikir.
"Lis.." panggilnya kemudian "Coba lu inget-inget lagi.. apa yang aneh di sana"
"........
.........
.........
Nggak ada orang...." bisikku menyadari.
"Apa?"
"Selama aku di tempat bi Sumi, nggak ada seorangpun yang dateng... nggak ada seorangpun yang pernah beli roti.. atau masuk ke warung itu selain aku..." kataku.
Cindy menatapku dengan pandangan yang seolah mengatakan 'itu dia'.
"Lisa, gua rasa sekarang gua ngerti maksud perkataan dari guru, deh" kata Cindy.
"Eh?"
"Ingat? perkataan guru terakhir kemarin?"
"Oh!!" kataku baru mengingat perkataan guru Sani.
"Kita harus datang ke warung itu, sekarang!" putus Cindy sambil menarik tanganku.
"Ehh!!?"
---
"A.. apa?"
Warung kecil bi Sumi... warung yang biasanya tempat aku dan bi Sumi duduk ketika beliau menceritakan kisah tentang 'mereka' di sekolah ini...
Kini sudah tidak ada....
Bukan... sepertinya malah semenjak awal tidak mungkin ada warung itu...
Karena yang ada sekarang adalah monumen batu kecil yang berbentuk seperti hiasan.
"Kenapa nggak ada....?" kataku bingung.
"Harusnya di sini?" tanya Cindy.
Aku mengangguk.
'Tak-tak-tak'
Suara ketukan itu...
Suara yang sepertinya kukenal...
"Nggak ada apa-apa, Lis.." kata Cindy.
"Tapi seharusnya di sana.." kataku sambil menunjuk ke arah dimana seharusnya warung roti bi Sumi berada.
"Kita coba tanya lagi ke guru deh, hari sabtu besok kita kesana lagi deh" kata Cindy "Kita balik dulu mendingan. Pulang dulu untuk hari ini. Ayo, kita ambil tas kita" kata Cindy mengajakku.
'Tak-tak-tak'
Suara itu lagi....
Aku menengok ke belakang, namun suara itu tidak terdengar lagi.
--
Kami sedang berjalan di lorong, hanya berdua. Aku dan Cindy, yang sedang berjalan menuju ruangan kelas kami.
Dan tiba-tiba saja terdengar suara ketukan itu lagi. Dan kali ini, bunyinya lebih keras.
'TAK-TAK-TAK!'
'TAK-TAK-TAK!'
'TAK-TAK-TAK!'
"Suara apa itu?" tanya Cindy sambil menengok ke sekeliling kami.
"Ka-kamu denger juga?" tanyaku kaget.
"Hah!? kenceng begitu... ini kayak... suara langkah kaki.." kata Cindy.
Langkah kaki?
Langkah... kaki.....?
Tunggu dulu...
Aku tau langkah kaki ini....
Dan aku langsung menengok ke sekeliling, mencari-cari 'sesuatu' itu.
Benar saja...
Kedua sepatu hitam itu!!
Suara ketukan itu berasal dari langkah kedua sepatu hitam tanpa tubuh itu!!
Dan dari jauh, kedua sepatu itu melangkah dengan cepat. Seakan-akan ada tubuh di atasnya.
'TAK-TAK-TAK!!'
Aku dan Cindy terdiam menatap sepatu itu yang seakan 'berlari' dengan sangat cepat.
Dan tepat ketika sepatu itu hampir mencapai tempatku berada.
Tiba-tiba saja sosok 'tubuh' dari sepatu hitam itu muncul.
Yang tak lain dan tak bukan adalah sosok dari bi Sumi, dengan berpuluh-puluh bayangan lain mengikuti di belakangnya. Aku hanya bisa melihat mata dan mulut yang berteriak dari bayangan-bayangan yang tidak jelas itu.
Tidak halnya dengan sosok dari bi Sumi... sosok yang seperti biasa kulihat. Dengan baju dan penampilan yang sama...
Namun dipenuhi oleh darah dan luka di sekujur tubuhnya...
Dan sepatu hitam yang berbunyi khas...
"AAAAAAAAAA!!!" pekik 'bi Sumi' sambil menerjangku bersama-sama dengan puluhan bayangan lainnya. Aku akan terkubur oleh bayangan-bayangan itu....
"Elisa!!" teriak Cindy sambil memeluk tubuhku.
Sosok 'bi Sumi' dan rombongan bayangan itu melewatiku, dan rasanya sekujur tubuhku bagai tercabik-cabik ketika bayangan itu menghantam tubuhku.
Apakah itu adalah apa yang dirasakan bi Sumi ketika menderita luka-luka di sekujur tubuhnya, sejujurnya aku tidak tahu sampai sekarang...
"AHHHHHH!!!" teriakku kesakitan karena rasa tercabik-cabik di seluruh tubuhku.
"Elisa!! Elisa!!!" panggil Cindy "Tolak dia Elisa!! ingat kata-kata guru!! berdoa!! tolak dia dari kehidupan lo!!!" teriak Cindy samar-samar kudengar.
Namun rasa sakit dan perih di sekujur tubuhku membuatku tidak bisa berpikir jernih.
"Ngg...nggak bisa... nggak bisa!!!" teriakku ketakutan pada Cindy.
"Coba Elisa!! coba terus!!" teriak Cindy.
Aku berusaha memusatkan pikiranku, namun percuma... tubuhku malah terasa makin sakit seakan tercabik-cabik..
"Aahhhhhh!!!!" teriakku.
"Elisa!! doa!! doa apa yang agama kamu biasa doakan?!" tanya Cindy.
"Ah... a..apa?"
"Doa!! sebutin salah satu doa yang agama kamu biasa doakan terus!!" teriak Cindy.
Di antara rasa sakit, aku menyebutkan nama salah satu doa yang paling umum kepada Cindy.
"Sebentar!!!" teriak Cindy "Ketemu!!" katanya kemudian.
"Lisa! ikutin kata-kata gue dalam hati!!" teriak Cindy padaku.
Lalu dia mulai membacakan ayat doa yang namanya kusebutkan tadi. Aku mengulanginya dalam pikiranku sembari menahan rasa tercabik-cabik di tubuhku.
Kemudian dari antara rasa sakit itu, muncullah perasaan dingin....
Seperti mau mati.... begitu terlintas dalam otakku.
Namun aku masih mengikuti kata demi kata yang diucapkan secara perlahan oleh Cindy untukku.
Sampai akhirnya tiba di akhir doa itu.
"Elisa, dengerin gue!!" teriak Cindy lagi.
"Bayangin setan yang lagi ngerasukin lo itu pergi dari badan lo. Pikirin seakan-akan Tuhan lo yang narik setan itu keluar...!! bayangin, Lis!!" teriak Cindy.
Aku berusaha...
Aku berusaha sekuat tenaga.. atau mungkin lebih tepatnya, sekuat mentalku mampu.. untuk melakukan apa yang Cindy katakan itu.
Kini kakiku sudah hampir tidak dapat kurasakan selain rasa dingin yang membuatnya kaku..
Aku menggertakkan gigi dan berusaha sekuat mungkin membayangkan sesuatu yang jahat dalam tubuhku pergi... terusir...
Sejujurnya, aku tidak sepenuhnya sadar waktu itu...
Ketika aku membuka mataku, samar-samar aku melihat sosok Cindy sedang menatapku khawatir...
Tubuhku terasa lengket dan basah...
Karena keringat.. sepertinya...
"Elisa!?" tanya Cindy takut-takut.
"Mmm...."
"Lu nggak apa-apa?"
Aku menggeliat "Lemes rasanya..."
"Dasar.." kata Cindy sambil menepuk ringan dahiku.
Setelah itu, selama dua hari aku harus berbaring lemah di kasur.
Namun setidaknya 'mereka' tidak menggangguku lagi... dan itulah akhir kisah hantu di sekolahku.
Tapi bukan berarti tidak ada kisah lainnya yang sama mengerikannya...
oldmanpapa memberi reputasi
2
Kutip
Balas