- Beranda
- Stories from the Heart
( Horror Story) Cerita tentang mereka yang sebenarnya ada namun tak terlihat
...
TS
hrdnty
( Horror Story) Cerita tentang mereka yang sebenarnya ada namun tak terlihat
Salam hangat untuk para warga kaskus 

Sebagai salah satu penghuni kaskus yang eksistensinya jarang tercium (?) , ane pengen menceritakan salah satu kisah yang tak biasa, jika ada yang bertanya apakah ini fiksi atau bukan , silahkan berimajinasi semampu agan sekalian . Jika memang dirasa tidak masuk akal maka silahkan anggap bahwa cerita ini hanya karangan semata dari seseorang yang baru belajar menulis.
Mohon maaf jika bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kehendak agan sekalian , karna harus ane akui , menulis dan merangkai kata itu bahkan lebih sulit dari menceritakannya kembali secara lisan.


Sebagai salah satu penghuni kaskus yang eksistensinya jarang tercium (?) , ane pengen menceritakan salah satu kisah yang tak biasa, jika ada yang bertanya apakah ini fiksi atau bukan , silahkan berimajinasi semampu agan sekalian . Jika memang dirasa tidak masuk akal maka silahkan anggap bahwa cerita ini hanya karangan semata dari seseorang yang baru belajar menulis.
Mohon maaf jika bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kehendak agan sekalian , karna harus ane akui , menulis dan merangkai kata itu bahkan lebih sulit dari menceritakannya kembali secara lisan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh hrdnty 05-09-2017 11:30
joewan memberi reputasi
1
74.4K
238
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
hrdnty
#153
PART 14 : KESAKSIAN ORANG ITU (3)
Audit dadakan.
Baiklah , dari sekian banyaknya waktu kenapa audit itu harus dilakukan hari ini ?
Protes ? tentu . hanya saja bawahan macam apa yang berani untuk menginterupsi perintah dari atasan langsung.
Dua orang , satu wanita berwajah khas Tionghoa dan satu pria bertubuh pendek tambun, dengan wajah sangarnya yang sepertinya memang bawaan lahir , adalah tantangan terbesar hari ini , khususnya untukku. Terlebih saat dua ‘sekawan’ itu memeriksa laporan penjualan bulan ini yang parahnya belum sempat kuselesaikan.
Pria bertubuh pendek itu menunjuk2 buku tebal bersampul hijau milikku itu , tanda meminta pertanggungjawaban dari seseorang yang baru saja tertangkap basah tidak disiplin dengan pekerjaannya.
Sayangnya , dari berbagai macam alasan yang kuberikan , tidak ada satupun yang menurutnya masuk akal , dan konsekuensi terburuknya adalah aku diminta untuk menyelesaikan semua laporan itu hari ini juga- tanpa negoisasi.
2 jam lewat , sejak kedua orang itu meninggalkan ruangan ini , sesuatu yang tidak diharapkan , muncul.
Panggilan alam , begitu jika aku menyebutnya , seingatku sejak kemarin siang aku bahkan belum menyentuh makanan sedikitpun , namun entah kenapa sakit perut yang aku rasa sekarang , hampir tak ada bedanya seperti baru saja menghabiskan makanan berpiring-piring banyaknya.
Untungnya akal sehatku saat itu masih ada , hal itu tercermin dariku yang segera beranjak untuk mengangkat badan dari kursi , kemudian berjalan menuju toilet dan bukan malah melakukan yang sebaliknya, yaitu dengan mengabaikan rasa mules itu dan tetap melanjutkan pekerjaan (-red : deadline) yang menjadi titah utama dari para auditer itu.
Karna yang aku tau , jika itu kulakukan , mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi.
Aku memilih untuk tidak menjabarkannya , karena ... yah seperti yang kalian ketahui. Itu menjijikan.
Sempat ingin bersuka cita karna melihat kondisi toilet yang kosong , namun tampaknya sesuatu yang dinamakan keberuntungan itu memiliki kemudi untuk memutar haluannya.
Pria pendek , yang pagi tadi memperkenalkan dirinya nya dengan sebutan Wowo itu , baru saja keluar dari pantry sebelah . Entah sengaja atau tidak , dia melengos di hadapanku begitu saja dan kemudian memasuki toilet, tepat saat salah satu ujung sepatuku menyentuh ujung lantai berair itu.
Refleks , aku pun menarik kakiku , menghindari rasa sakit yang mungkin akan aku dapat jika pintu itu tertutup dan kakiku masih berada disana. Aku menyumpahi Wowo dalam hati , “Sialan!!” umpatku.
Tak ada ekspresi lain yang bisa kubuat selain kesal dan tentunya pasrah. Aku faza , umur 23 tahun , dan aku masih waras. Karena jika tidak, mungkin saja aku akan mendobrak pintu yang sekarang ada dihadapanku, menarik keluar seseorang yang ada di dalamnya dan kemudian mencekiknya . Andai hal itu terjadi , kurasa dunia akan terasa damai selamanya. Tapi , kembali lagi , karna aku waras aku pun mengurungkan niatku untuk melakukannya .
Aku mengusap permukaan handphone dari luar kantong celanaku.
“Andai saja , cicilan barang ini sudah lunas...”
Aku berbalik dari depan toilet , setelah 5 menit lamanya ‘diktator; itu belum juga keluar dari dalam sana. Dia pasti sembelit , pemikiran bodoh yang cukup masuk akal , mengingat aku belum ada mendengar satupun suara siraman air yang ia buat.
Sakit perutku semakin memuncak , dan ini sudah finalnya. Berjalan lambat dengan langkah lebar , adalah satu-satunya pilihan , agar aku bisa beranjak dari sana , memasuki toilet di lantai lain , tanpa membuat sesuatu menjadi kehilangan kendalinya.
Dengan posisi tangan kanan memegangi perut dan badan yang entah sejak kapan menjadi berkeringat hebat, aku menuruni tangga menuju ke lantai 2 . Namun saat hampir mencapai 4 anak tangga terakhir , aku melihat dengan jelas , sosok Wowo yang sedang berbincang dengan rekannya , ada di bawah sana.
Sontak ,seperti mendapatkan kekuatan yang datang secara tiba-tiba. Aku segera menaiki tangga kembali dan kemudian membelokan badanku ke arah kanan , berlari menuju ke toilet yang belum sampai 2 menit lalu kutinggalkan.
Kondisi pintunya masih tertutup , namun tanpa ragu sedikitpun , aku langsung memutar kenopnya- salah satu hal yang sangat kusesali.
Karna saat itu pintunya terbuka lebar dan aku tidak melihat siapapun ada di dalam sana. Selain dari beberapa helai rambut yang sangat panjang , menjuntai keluar dari dalam lubang kloset yang terisi dengan air berwarna merah darah.
Sorenya ..
Jika aku boleh meminta , untuk sore ini saja kumohon ada jin baik yang datang dan bisa membantuku untuk menyelesaikan setumpuk pekerjaan ini.
Aku melirik ke arah layar handphoneku yang hampir tak tersentuh , dan ku lihat beberapa missed call dan notikasi pesan terpampang di sana.
Risa , dia pacarku. Satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas semua notifikasi yang masuk ke handphoneku , memang itu tak sepenuhnya salahnya . Karena malam sebelumnya aku sudah berjanji untuk mengajaknya makan hari ini , namun pada akhirnya aku tak bisa menepatinya. Bukan karna aku seorang pengingkar , tapi lagi-lagi . Semua laporan yang sekarang ada dihadapanku , adalah penyebab utamanya.
Saat dering dari salah satu lagu populer kepunyaan koes plus , berbunyi Aku tau itu adalah saat dimana aku harus menjawab panggilan itu.
“Risa , ,maaf ya . acara makannya harus ditunda , soalnya aku harus lembur ...” kuucapkan tepat setelah ia menjawab salam halo ku dari seberang sana.
Kudengar ada helaan nafas kecewa , itu wajar dan aku memahaminya.
“Yasudah , gak papa . Kamu semangat ya , jangan sampai kecapekan..” hiburnya.
Itulah Risa , dan mungkin itulah salah satu alasan kenapa aku menyukainya – dia tak brutal seperti para wanita yang kutemui sebelum-sebelumnya. Para wanta yang akan memilih untuk mengambil sikap ngambek berkepanjangan hanya karena besarnya ego mereka.
“Iya sa , makasih. Aku kerja dulu ya , aku sayang kamu ..” ucapku.
Namun bukanlah jawaban ‘aku sayang kamu juga ..’ , seperti yang biasa aku terima , melainkan keheningan sesaat, yang kemudian berganti dengan pertanyaan.
“Za .. kamu beneran lagi di tempat kerja kan ?”
Aku mengernyit heran.
“Maksudnya sa ? kan sudah jelas aku di kantor , memang nya kenapa? Kamu curiga ? ga percaya sama aku? ..”
Tak butuh waktu lama untuk mendapat jawaban atas petanyaan memberondong dariku , karna sedetik kemudian Risa langsung menjawabnya.
“Bukan gitu za , Cuma kok aku dengar ada suara cewek ya , dan kayaknya dia berbisik di samping kamu deh ..”
“Ha ...?” Aku melongo.
Meski tau pada kenyataanya tidak ada seseorangpun yang ada di sampingku sekarang , aku tetap menolehkan kepalaku ke kiri dan kemudian ke kanan, untuk memperjelas kembali bahwa aku sedang tidak berkhayal.
“Ngaco ah ..” sungutku.
“Ga ada siapa-siapa disini , jangan bercanda dong sa ,,” lanjutku lagi.
Sebuah ucapan tak pantas dari seseorang yang baru saja mengingkari janjinya , aku lontarkan begitu saja.
“Ngapain juga aku bercanda .. !!“ Risa menjawab tak kalah gusar.
“Lah memang nya ‘cewek’ yang kamu maksud tadi ngomong apa aja coba ?” Aku menuntut jawaban kembali.
“Hmhh , ga jelas sih .. Cuma tadi dia bisik-bisik aja , yang aku tangkep Cuma kalimat terakhir aja ..” ucapnya dengan sedikit ragu.
“Ya .. kalimant terakhirnya apa ?” tanyaku.
Risa hening sesaat.
“Jangan ganggu milikku ....”
Aku menghempaskan badanku ke sandaran kursi , tepat setelah aku menekan tombol merah yang menandakan akhir dari pembicaraanku dengan Risa .
Ku tatap layar handphone ku yang kuletakan di atas meja .Hanya ada hitam disana.
Namun saat aku mengangkat hp itu ke depan wajahku , bayangan dari sesosok wanita dengan wajah penuh luka bakarnya terpantul disana , dan dia tepat ada dibelakangku.
Sekarang .
Audit dadakan.
Baiklah , dari sekian banyaknya waktu kenapa audit itu harus dilakukan hari ini ?
Protes ? tentu . hanya saja bawahan macam apa yang berani untuk menginterupsi perintah dari atasan langsung.
Dua orang , satu wanita berwajah khas Tionghoa dan satu pria bertubuh pendek tambun, dengan wajah sangarnya yang sepertinya memang bawaan lahir , adalah tantangan terbesar hari ini , khususnya untukku. Terlebih saat dua ‘sekawan’ itu memeriksa laporan penjualan bulan ini yang parahnya belum sempat kuselesaikan.
Pria bertubuh pendek itu menunjuk2 buku tebal bersampul hijau milikku itu , tanda meminta pertanggungjawaban dari seseorang yang baru saja tertangkap basah tidak disiplin dengan pekerjaannya.
Sayangnya , dari berbagai macam alasan yang kuberikan , tidak ada satupun yang menurutnya masuk akal , dan konsekuensi terburuknya adalah aku diminta untuk menyelesaikan semua laporan itu hari ini juga- tanpa negoisasi.
2 jam lewat , sejak kedua orang itu meninggalkan ruangan ini , sesuatu yang tidak diharapkan , muncul.
Panggilan alam , begitu jika aku menyebutnya , seingatku sejak kemarin siang aku bahkan belum menyentuh makanan sedikitpun , namun entah kenapa sakit perut yang aku rasa sekarang , hampir tak ada bedanya seperti baru saja menghabiskan makanan berpiring-piring banyaknya.
Untungnya akal sehatku saat itu masih ada , hal itu tercermin dariku yang segera beranjak untuk mengangkat badan dari kursi , kemudian berjalan menuju toilet dan bukan malah melakukan yang sebaliknya, yaitu dengan mengabaikan rasa mules itu dan tetap melanjutkan pekerjaan (-red : deadline) yang menjadi titah utama dari para auditer itu.
Karna yang aku tau , jika itu kulakukan , mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi.
Aku memilih untuk tidak menjabarkannya , karena ... yah seperti yang kalian ketahui. Itu menjijikan.
Sempat ingin bersuka cita karna melihat kondisi toilet yang kosong , namun tampaknya sesuatu yang dinamakan keberuntungan itu memiliki kemudi untuk memutar haluannya.
Pria pendek , yang pagi tadi memperkenalkan dirinya nya dengan sebutan Wowo itu , baru saja keluar dari pantry sebelah . Entah sengaja atau tidak , dia melengos di hadapanku begitu saja dan kemudian memasuki toilet, tepat saat salah satu ujung sepatuku menyentuh ujung lantai berair itu.
Refleks , aku pun menarik kakiku , menghindari rasa sakit yang mungkin akan aku dapat jika pintu itu tertutup dan kakiku masih berada disana. Aku menyumpahi Wowo dalam hati , “Sialan!!” umpatku.
Tak ada ekspresi lain yang bisa kubuat selain kesal dan tentunya pasrah. Aku faza , umur 23 tahun , dan aku masih waras. Karena jika tidak, mungkin saja aku akan mendobrak pintu yang sekarang ada dihadapanku, menarik keluar seseorang yang ada di dalamnya dan kemudian mencekiknya . Andai hal itu terjadi , kurasa dunia akan terasa damai selamanya. Tapi , kembali lagi , karna aku waras aku pun mengurungkan niatku untuk melakukannya .
Aku mengusap permukaan handphone dari luar kantong celanaku.
“Andai saja , cicilan barang ini sudah lunas...”
Aku berbalik dari depan toilet , setelah 5 menit lamanya ‘diktator; itu belum juga keluar dari dalam sana. Dia pasti sembelit , pemikiran bodoh yang cukup masuk akal , mengingat aku belum ada mendengar satupun suara siraman air yang ia buat.
Sakit perutku semakin memuncak , dan ini sudah finalnya. Berjalan lambat dengan langkah lebar , adalah satu-satunya pilihan , agar aku bisa beranjak dari sana , memasuki toilet di lantai lain , tanpa membuat sesuatu menjadi kehilangan kendalinya.
Dengan posisi tangan kanan memegangi perut dan badan yang entah sejak kapan menjadi berkeringat hebat, aku menuruni tangga menuju ke lantai 2 . Namun saat hampir mencapai 4 anak tangga terakhir , aku melihat dengan jelas , sosok Wowo yang sedang berbincang dengan rekannya , ada di bawah sana.
Sontak ,seperti mendapatkan kekuatan yang datang secara tiba-tiba. Aku segera menaiki tangga kembali dan kemudian membelokan badanku ke arah kanan , berlari menuju ke toilet yang belum sampai 2 menit lalu kutinggalkan.
Kondisi pintunya masih tertutup , namun tanpa ragu sedikitpun , aku langsung memutar kenopnya- salah satu hal yang sangat kusesali.
Karna saat itu pintunya terbuka lebar dan aku tidak melihat siapapun ada di dalam sana. Selain dari beberapa helai rambut yang sangat panjang , menjuntai keluar dari dalam lubang kloset yang terisi dengan air berwarna merah darah.
Sorenya ..
Jika aku boleh meminta , untuk sore ini saja kumohon ada jin baik yang datang dan bisa membantuku untuk menyelesaikan setumpuk pekerjaan ini.
Aku melirik ke arah layar handphoneku yang hampir tak tersentuh , dan ku lihat beberapa missed call dan notikasi pesan terpampang di sana.
Risa , dia pacarku. Satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas semua notifikasi yang masuk ke handphoneku , memang itu tak sepenuhnya salahnya . Karena malam sebelumnya aku sudah berjanji untuk mengajaknya makan hari ini , namun pada akhirnya aku tak bisa menepatinya. Bukan karna aku seorang pengingkar , tapi lagi-lagi . Semua laporan yang sekarang ada dihadapanku , adalah penyebab utamanya.
Saat dering dari salah satu lagu populer kepunyaan koes plus , berbunyi Aku tau itu adalah saat dimana aku harus menjawab panggilan itu.
“Risa , ,maaf ya . acara makannya harus ditunda , soalnya aku harus lembur ...” kuucapkan tepat setelah ia menjawab salam halo ku dari seberang sana.
Kudengar ada helaan nafas kecewa , itu wajar dan aku memahaminya.
“Yasudah , gak papa . Kamu semangat ya , jangan sampai kecapekan..” hiburnya.
Itulah Risa , dan mungkin itulah salah satu alasan kenapa aku menyukainya – dia tak brutal seperti para wanita yang kutemui sebelum-sebelumnya. Para wanta yang akan memilih untuk mengambil sikap ngambek berkepanjangan hanya karena besarnya ego mereka.
“Iya sa , makasih. Aku kerja dulu ya , aku sayang kamu ..” ucapku.
Namun bukanlah jawaban ‘aku sayang kamu juga ..’ , seperti yang biasa aku terima , melainkan keheningan sesaat, yang kemudian berganti dengan pertanyaan.
“Za .. kamu beneran lagi di tempat kerja kan ?”
Aku mengernyit heran.
“Maksudnya sa ? kan sudah jelas aku di kantor , memang nya kenapa? Kamu curiga ? ga percaya sama aku? ..”
Tak butuh waktu lama untuk mendapat jawaban atas petanyaan memberondong dariku , karna sedetik kemudian Risa langsung menjawabnya.
“Bukan gitu za , Cuma kok aku dengar ada suara cewek ya , dan kayaknya dia berbisik di samping kamu deh ..”
“Ha ...?” Aku melongo.
Meski tau pada kenyataanya tidak ada seseorangpun yang ada di sampingku sekarang , aku tetap menolehkan kepalaku ke kiri dan kemudian ke kanan, untuk memperjelas kembali bahwa aku sedang tidak berkhayal.
“Ngaco ah ..” sungutku.
“Ga ada siapa-siapa disini , jangan bercanda dong sa ,,” lanjutku lagi.
Sebuah ucapan tak pantas dari seseorang yang baru saja mengingkari janjinya , aku lontarkan begitu saja.
“Ngapain juga aku bercanda .. !!“ Risa menjawab tak kalah gusar.
“Lah memang nya ‘cewek’ yang kamu maksud tadi ngomong apa aja coba ?” Aku menuntut jawaban kembali.
“Hmhh , ga jelas sih .. Cuma tadi dia bisik-bisik aja , yang aku tangkep Cuma kalimat terakhir aja ..” ucapnya dengan sedikit ragu.
“Ya .. kalimant terakhirnya apa ?” tanyaku.
Risa hening sesaat.
“Jangan ganggu milikku ....”
Aku menghempaskan badanku ke sandaran kursi , tepat setelah aku menekan tombol merah yang menandakan akhir dari pembicaraanku dengan Risa .
Ku tatap layar handphone ku yang kuletakan di atas meja .Hanya ada hitam disana.
Namun saat aku mengangkat hp itu ke depan wajahku , bayangan dari sesosok wanita dengan wajah penuh luka bakarnya terpantul disana , dan dia tepat ada dibelakangku.
Sekarang .
Diubah oleh hrdnty 04-09-2017 12:26
0