- Beranda
- Stories from the Heart
Nyanyian Cintamu (drama horror)
...
TS
papa.kita
Nyanyian Cintamu (drama horror)

Selamat pagi, siang, sore, malam penduduk distrik Es’epteha negara Republik Federasi Kaskus sekalian.
Disini nubi yang ganteng gagah prakosa ini ikutan berbagi sedikit karya yang sederhana “Nyanyian Cintamu” dimana kisah ini adalah kisah drama berbumbu horor atau horor berbumbu drama, apalah itu namanya.
Sedikit informasi agar tidak ada rahasia diantara kita
- kisah ini 101% fiksi, jadi tidak perlu ditanyakan ini real atau tidak
- diusahakan tidak ada kentang diantara kita karena draft cerita sudah ada, tinggal perbaikan dan upload saja. Lagipula TeEs lebih suka kol daripada kentang.
- jangka waktu upload diusahakan tidak terlalu lama, namun juga mungkin tidak bisa setiap hari karena TeEs bukan pengangguran. Waktu upload pagi, siang, atau sore tergantung waktu kosong di sela kerja atau sesudahnya.
- sepanjang apa ceritanya? Cuma sedikit, Cuma delapan sub judul
- mohon maaf bila ada kesamaan nama, tempat ataupun kejadian karena itu semua memang Disengaja. Jelas-jelas TeEs nulis cerita ini dengan sengaja bukan sedang ngelindur
- bagi om tante yang mau share copy paste cerita ini ke wilayah lain mohon dengan hormat untuk mencantumkan sumber ke trit ini. hargai karya orang ya, nulis itu susah
- Mohon maaf jika tidak semua reply bisa TeEs tanggapi karena keterbatasan TeEs ya. jangan marah
Demikian, TS sangat mengharapkan saran, kritik, cendol, bata, kiriman pulsa, nasi padang, pizza, mie ayam maupun kue brownis. No tipu tipu, no ongkir, jika minat bisa COD langsung khusus aganwati yang unyu-unyu.
Sekian
Index
Venetie Van Java
- Venetie Van Java (1)
- Venetie Van Java (2)
- Venetie Van Java (3)
- Venetie Van Java (4)
Tetangga Kedua
-Tetangga Kedua (1)
-Tetangga Kedua (2)
-Tetangga Kedua(3)
-Tetangga Kedua (4)
Nyanyian Cintamu
- Nyanyian Cintamu (1)
- Nyanyian Cintamu (2)
- Nyanyian Cintamu (3)
- Nyanyian Cintamu (4)
Siapa Gerangan Dirimu
- Siapa Gerangan Dirimu (1)
- Siapa Gerangan Dirimu (2)
- Siapa Gerangan Dirimu (3)
- Siapa Gerangan Dirimu (4)
Arini
- Arini (1)
- Arini (2)
- Arini (3)
- Arini (4)
- Arini (5)
Arumdalu
- Arumdalu (1)
- Arumdalu (2)
- Arumdalu (3)
- Arumdalu (4)
- Arumdalu (5)
- Arumdalu (6)
Perempuan yang lain
- Perempuan yang lain (1)
- Perempuan yang lain (2)
- Perempuan yang lain (3)
- Perempuan yang lain (4)
- Perempuan yang lain (5)
- Perempuan yang lain (6)
- Perempuan yang lain (7)
Dan Ternyata Cinta
- Dan Ternyata Cinta (1)
- Dan Ternyata Cinta (2)
- Dan Ternyata Cinta (3)
- Dan Ternyata Cinta (4)
- Dan Ternyata Cinta (5)
- Dan Ternyata Cinta (6)
- Dan Ternyata Cinta (7)
- Dan Ternyata Cinta (8)
- Dan Ternyata Cinta (9)
- Dan Ternyata Cinta (10)
End...
Terimakasih om tante semua yang telah meluangkan waktu untuk membaca sepenggal kisah dari Arini...
sampai jumpa lagi di kisah-kisah selanjutnya...
Diubah oleh papa.kita 13-01-2018 16:43
anasabila memberi reputasi
1
13.5K
82
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papa.kita
#14
Tetangga Kedua (1)
06.05, jam yang tertera di layar smartphoneku. Hari itu adalah hari pertama aku mulai bekerja di tempat baru. Kubuka jendela kamar agar udara yang masih segar masuk menggantikan udara yang sudah pengap terkungkung semalaman. Tampak di depan sana sebuah pohon beringin besar, rindang dan tampak asri. Mungkin usianya sudah ratusan tahun. Yang jelas pasti lebih dari seratus tahun jika ditilik dari penampilannya yang rindang, batang besar berkelok-kelok terukir alami, juga akar nafasnya yang bergelantungan. Terkesan angker khas pohon-pohon tua. Pohon besar itu hanya dikelilingi tanah lapang dan rumput-rumput liar.
“baru tahu ada pohon sebesar itu disana” gumamku. Kemarin sore memang aku tidak begitu memperhatikan keadaan sekitar jalan yg kulewati. Kondisi badan yang sudah capek dan pegal menempuh sekitar enam jam perjalanan Surabaya-Semarang membuatku malas. Aku cuma memperhatikan jalan mana yang harus kulewati untuk pergi dan pulang kerja. Tak lupa tour guide-ku yang setia, Ari, menjelaskan dengan rinci angkutan umum mana yang harus kunaiki untuk pulang pergi kerja, juga kembali ke Surabaya nanti untuk mengambil motor yang masih di kosku yang lama.
Rumah ini berada di perbatasan kota, masih di luar kota sebenarnya. Jalan desa di depan tidak terlalu ramai dan hanya muat untuk dua mobil. Jika bersimpangan antara mobil dengan mobil atau kendaraan besar lain sudah sulit, harus menepi sekali. Jalan raya masih kurang lebih seratus limapuluh meter dari sini. Itu membuat suasana disini cukup tenang tidak seperti di tengah kota yang bising dengan kendaraan, orang-orang yang sibuk juga polusi asap yang bertebaran. Sejujurnya, tempat seperti inilah yang aku sukai. Tidak ramai, tenang tapi juga tak jauh dari keramaian untuk kegiatan sehari-hari, juga masih cukup sejuk menurutku karena masih banyak pohon di kawasan ini. Pepohonan disini masih cukup untuk menyaring polusi yang ada. Setidaknya masih cukup untuk menahan udara agar tidak terlalu panas menyengat. Di tengah kota sana jumlah pohon yang ada sudah kalah jauh dari polusi yang menyebar setiap hari, mereka tak kuasa lagi menyaring polusi dan menyejukkan udara.
Kuhirup dalam-dalam udara pagi yang masih segar, kupenuhi rongga dadaku dengan udara yang terasa sejuk. Di rumah ini sudah ada enam orang yang kos lebih dulu. Anton dan Teguh, mereka bekerja di kota Semarang juga. Kemudian Riko yg mahasiswa di sebuah PTS. Di lantai bawah ada Nadia, seorang SPG di sebuah mall, lalu si kembar Nia dan Yanti yg masih kuliah. Semalam aku sudah sempatkan untuk berkenalan dan ngobrol-ngobrol sebentar dengan mereka. Sekedar berbasa-basi untuk mulai mengakrabkan diri dengan orang-orang yang akan menemani hari-hariku disini, entah sampai kapan.
“jangan ngelamun awas ketempelan” Ari yang tiba-tiba masuk kamar menggetkanku. Dia sudah selesai mandi rupanya. Di rumah ini ada dua kamar mandi, satu di lantai atas untuk laki-laki dan satu di bawah untuk perempuan. Yah, sudah umumnya tempat kos, mandi ya harus gantian.
“siapa yang ngelamun, ini menikmati udara segar mumpung masih pagi udara masih bersih, biar paru-paru sehat” jawabku “Cari sarapan sambil jalan apa gimana nih?” Cacing-cacing di perutku terasa sudah mulai berontak. Wajar, aku tidak makan semalam, cuma makan sate di rumah makannya para Inem yang menggoda mata itu bersama Ari sore kemarin. Sedangkan biasanya aku makan malam sekira setelah Isya’.
“emangnya kamu gak sarapan disini?”
“emangnya kamu mau numpang sarapan disini?” kubalikkan pertanyaan Ari dengan pertanyaan pula.
“ya enggak sih, aku kan nggak ikut bayar kos gak dapat jatah makan disini”
“ya udah sarapan sambil berangkat kerja aja, aku bayarin”
“sip, ini nih yang aku suka, pengertian sama temen” tentunya dengan mengacungkan jempolnya keatas seperti biasa “aku tahu tempat yang pagi-pagi begini sudah buka, spesialis sarapan, pokoknya yahut lah”
“terserah aja lah dimana, pokoknya bisa makan” jawabku
“OK, Siapa tahu bisa dapat kenalan cewe cakep”
“dasar playboy cap kecoa”
***
Pukul 06.35 . Pakaian sudah rapi, semuanya sudah siap. Aku bergegas menyusul Ari yang sudah keluar kamar lebih dulu. Menyongsong hidup baru, di tempat baru, dengan pekerjaan baru.
“berangakat kerja mas?” Yanti yang sedang nongkrong di teras menyapaku.
“iya, hari pertama masuk kerja mesti rajin. Lagi santai-santai aja nih?”
“iya mas. pagi betul baru jam berapa ini udah berangkat kerja?”
“sekalian cari saparan dulu”
“loh, kan dimasakin disini kok cari sarapan keluar?”
“ya sama nemani Ari, dia kan gak ada jatahnya makan dari sini”
“ya, gak apa-apa toh, mas. Ajak aja sarapan disini”
“Ari-nya gak mau, gak enak sama bu Asih katanya kalau numpang makan disini juga”
“oh gitu. Ati-ati dijalan, mas”
“iya, terimkasih. Aku berangkat dulu”
Hm, Yanti ini orangnya gampang akrab nampaknya. Perawakannya tidak terlalu tinggi, langsing dan rambut panjang sepunggung. Perawakan ideal lah menurut ukuranku. Hampir sama dengan Nia, saudara kembarnya. Bedanya Yanti mempunya tahilalat di dekat hidung seperti Ine Cintiya yang penyanyi dangdut itu, sedangkan Nia tidak. Memang pasti hampir sama sih, yang namanya saudara kembar sudah hampir dipastikan banyak kemiripannya. Temanku di kampung halaman malah nasibnya bisa identik pula dengan kembarannya. Kalau satunya murung pasti kembarannya ikut murung juga, satunya senang kembarannnya juga sama. Hingga pernah satunya tertabrak motor, beberapa hari kemudian kembarannya ikutan juga. Orang yang unik.
“yuk berangkat” kataku sambil masuk mobil yang sedang dipanasi sama Ari.
“ok brother, lets go”
Hari pertama di sini, ku isi dengan adaptasi. Adaptasi dengan pekerjaan, yang walaupun sebenarnya sudah biasa kukerjakan saat di Surabaya, tapi kalau tempatnya beda rasanya juga menjadi berbeda. Tak lupa basa-basi berkenalan dengan rekan-rekan baru karyawan kantor agar lebih akrab dan saling mengenal. Kukerjakan tugas-tugasku sebaik baiknya. Aku tak mau membuat atasan kecewa karena aku melakukan kesalahan di hari pertama kerja lalu menilaiku buruk. Sebagaimana iklan yang sering kudengar kesan pertama begitu menggoda, itu memang benar adanya. Jika baru kenal sudah diawali dengan sesuatu yang tidak baik, orang pasti akan mengecap sebagai sosok yang tidak baik, begitupun sebaliknya. Tapi bukan berarti menjadi penjilat dengan hanya berkerja dengan baik diawal agar dinilai sebagai pekerja yang bagus lalu nggemleno, malas dan sesukanya sendiri setelah itu, ataupun rajin kerja jika hanya dipandang sang bos. Bagiku pekerjaan adalah sebuah tanggungjawab yang harus dikerjakan sebaik-baiknya kemampuan.
“kamu kok mau sih, Den, dipindah kesini?” tanya Ane padaku di sela-sela kerja kami yang sebenarnya sedang tidak terlalu padat.
“memangnya kenapa?”
“ya, kan jauh dari kampung halaman, yang di surabaya kan malah lebih besar kantornya daripada disini, lebih bagus tempatnya lebih enak pastinya”
“ya gak masalah sih bagiku sama saja, gak jauh beda dengan disini walaupun disana kantornya lebih besar. Lagian ini kan kantor bukan apartemen, isinya ya sama-sama saja lah mau disana mau disini. Kalau dibilang jauh sih memang jauh dari rumah, tapi aku sudah terbiasa begitu, sejak SMA aku sudah terbiasa jauh dari rumah, sekolahku kan jauh dari rumah jadi aku tinggal di asrama. Terus, kuliah juga di Surabaya, lebih jauh lagi dari rumah. Jadi aku sih sudah biasa merantau. Bagiku ini bagian dari mencari pengalaman hidup, semakin banyak pengalaman semakin banyak juga ilmu untuk menjalani hidup. Waktu pak Anang, atasanku disana menawariku kesini, ya kenapa tidak?”
“iya juga sih, pengalaman jadi semakin banyak dan beragam. Tapi kalau aku yang diposisi kamu aku mendingan tetep di Surabaya daripada kesini, gak terlalu jauh dari rumah tempatnya juga lebih gede dari disini”
“hm, pemikiran orang memang beda-beda. Setiap orang punya pilihan sendiri-sendiri”
06.05, jam yang tertera di layar smartphoneku. Hari itu adalah hari pertama aku mulai bekerja di tempat baru. Kubuka jendela kamar agar udara yang masih segar masuk menggantikan udara yang sudah pengap terkungkung semalaman. Tampak di depan sana sebuah pohon beringin besar, rindang dan tampak asri. Mungkin usianya sudah ratusan tahun. Yang jelas pasti lebih dari seratus tahun jika ditilik dari penampilannya yang rindang, batang besar berkelok-kelok terukir alami, juga akar nafasnya yang bergelantungan. Terkesan angker khas pohon-pohon tua. Pohon besar itu hanya dikelilingi tanah lapang dan rumput-rumput liar.
“baru tahu ada pohon sebesar itu disana” gumamku. Kemarin sore memang aku tidak begitu memperhatikan keadaan sekitar jalan yg kulewati. Kondisi badan yang sudah capek dan pegal menempuh sekitar enam jam perjalanan Surabaya-Semarang membuatku malas. Aku cuma memperhatikan jalan mana yang harus kulewati untuk pergi dan pulang kerja. Tak lupa tour guide-ku yang setia, Ari, menjelaskan dengan rinci angkutan umum mana yang harus kunaiki untuk pulang pergi kerja, juga kembali ke Surabaya nanti untuk mengambil motor yang masih di kosku yang lama.
Rumah ini berada di perbatasan kota, masih di luar kota sebenarnya. Jalan desa di depan tidak terlalu ramai dan hanya muat untuk dua mobil. Jika bersimpangan antara mobil dengan mobil atau kendaraan besar lain sudah sulit, harus menepi sekali. Jalan raya masih kurang lebih seratus limapuluh meter dari sini. Itu membuat suasana disini cukup tenang tidak seperti di tengah kota yang bising dengan kendaraan, orang-orang yang sibuk juga polusi asap yang bertebaran. Sejujurnya, tempat seperti inilah yang aku sukai. Tidak ramai, tenang tapi juga tak jauh dari keramaian untuk kegiatan sehari-hari, juga masih cukup sejuk menurutku karena masih banyak pohon di kawasan ini. Pepohonan disini masih cukup untuk menyaring polusi yang ada. Setidaknya masih cukup untuk menahan udara agar tidak terlalu panas menyengat. Di tengah kota sana jumlah pohon yang ada sudah kalah jauh dari polusi yang menyebar setiap hari, mereka tak kuasa lagi menyaring polusi dan menyejukkan udara.
Kuhirup dalam-dalam udara pagi yang masih segar, kupenuhi rongga dadaku dengan udara yang terasa sejuk. Di rumah ini sudah ada enam orang yang kos lebih dulu. Anton dan Teguh, mereka bekerja di kota Semarang juga. Kemudian Riko yg mahasiswa di sebuah PTS. Di lantai bawah ada Nadia, seorang SPG di sebuah mall, lalu si kembar Nia dan Yanti yg masih kuliah. Semalam aku sudah sempatkan untuk berkenalan dan ngobrol-ngobrol sebentar dengan mereka. Sekedar berbasa-basi untuk mulai mengakrabkan diri dengan orang-orang yang akan menemani hari-hariku disini, entah sampai kapan.
“jangan ngelamun awas ketempelan” Ari yang tiba-tiba masuk kamar menggetkanku. Dia sudah selesai mandi rupanya. Di rumah ini ada dua kamar mandi, satu di lantai atas untuk laki-laki dan satu di bawah untuk perempuan. Yah, sudah umumnya tempat kos, mandi ya harus gantian.
“siapa yang ngelamun, ini menikmati udara segar mumpung masih pagi udara masih bersih, biar paru-paru sehat” jawabku “Cari sarapan sambil jalan apa gimana nih?” Cacing-cacing di perutku terasa sudah mulai berontak. Wajar, aku tidak makan semalam, cuma makan sate di rumah makannya para Inem yang menggoda mata itu bersama Ari sore kemarin. Sedangkan biasanya aku makan malam sekira setelah Isya’.
“emangnya kamu gak sarapan disini?”
“emangnya kamu mau numpang sarapan disini?” kubalikkan pertanyaan Ari dengan pertanyaan pula.
“ya enggak sih, aku kan nggak ikut bayar kos gak dapat jatah makan disini”
“ya udah sarapan sambil berangkat kerja aja, aku bayarin”
“sip, ini nih yang aku suka, pengertian sama temen” tentunya dengan mengacungkan jempolnya keatas seperti biasa “aku tahu tempat yang pagi-pagi begini sudah buka, spesialis sarapan, pokoknya yahut lah”
“terserah aja lah dimana, pokoknya bisa makan” jawabku
“OK, Siapa tahu bisa dapat kenalan cewe cakep”
“dasar playboy cap kecoa”
***
Pukul 06.35 . Pakaian sudah rapi, semuanya sudah siap. Aku bergegas menyusul Ari yang sudah keluar kamar lebih dulu. Menyongsong hidup baru, di tempat baru, dengan pekerjaan baru.
“berangakat kerja mas?” Yanti yang sedang nongkrong di teras menyapaku.
“iya, hari pertama masuk kerja mesti rajin. Lagi santai-santai aja nih?”
“iya mas. pagi betul baru jam berapa ini udah berangkat kerja?”
“sekalian cari saparan dulu”
“loh, kan dimasakin disini kok cari sarapan keluar?”
“ya sama nemani Ari, dia kan gak ada jatahnya makan dari sini”
“ya, gak apa-apa toh, mas. Ajak aja sarapan disini”
“Ari-nya gak mau, gak enak sama bu Asih katanya kalau numpang makan disini juga”
“oh gitu. Ati-ati dijalan, mas”
“iya, terimkasih. Aku berangkat dulu”
Hm, Yanti ini orangnya gampang akrab nampaknya. Perawakannya tidak terlalu tinggi, langsing dan rambut panjang sepunggung. Perawakan ideal lah menurut ukuranku. Hampir sama dengan Nia, saudara kembarnya. Bedanya Yanti mempunya tahilalat di dekat hidung seperti Ine Cintiya yang penyanyi dangdut itu, sedangkan Nia tidak. Memang pasti hampir sama sih, yang namanya saudara kembar sudah hampir dipastikan banyak kemiripannya. Temanku di kampung halaman malah nasibnya bisa identik pula dengan kembarannya. Kalau satunya murung pasti kembarannya ikut murung juga, satunya senang kembarannnya juga sama. Hingga pernah satunya tertabrak motor, beberapa hari kemudian kembarannya ikutan juga. Orang yang unik.
“yuk berangkat” kataku sambil masuk mobil yang sedang dipanasi sama Ari.
“ok brother, lets go”
Hari pertama di sini, ku isi dengan adaptasi. Adaptasi dengan pekerjaan, yang walaupun sebenarnya sudah biasa kukerjakan saat di Surabaya, tapi kalau tempatnya beda rasanya juga menjadi berbeda. Tak lupa basa-basi berkenalan dengan rekan-rekan baru karyawan kantor agar lebih akrab dan saling mengenal. Kukerjakan tugas-tugasku sebaik baiknya. Aku tak mau membuat atasan kecewa karena aku melakukan kesalahan di hari pertama kerja lalu menilaiku buruk. Sebagaimana iklan yang sering kudengar kesan pertama begitu menggoda, itu memang benar adanya. Jika baru kenal sudah diawali dengan sesuatu yang tidak baik, orang pasti akan mengecap sebagai sosok yang tidak baik, begitupun sebaliknya. Tapi bukan berarti menjadi penjilat dengan hanya berkerja dengan baik diawal agar dinilai sebagai pekerja yang bagus lalu nggemleno, malas dan sesukanya sendiri setelah itu, ataupun rajin kerja jika hanya dipandang sang bos. Bagiku pekerjaan adalah sebuah tanggungjawab yang harus dikerjakan sebaik-baiknya kemampuan.
“kamu kok mau sih, Den, dipindah kesini?” tanya Ane padaku di sela-sela kerja kami yang sebenarnya sedang tidak terlalu padat.
“memangnya kenapa?”
“ya, kan jauh dari kampung halaman, yang di surabaya kan malah lebih besar kantornya daripada disini, lebih bagus tempatnya lebih enak pastinya”
“ya gak masalah sih bagiku sama saja, gak jauh beda dengan disini walaupun disana kantornya lebih besar. Lagian ini kan kantor bukan apartemen, isinya ya sama-sama saja lah mau disana mau disini. Kalau dibilang jauh sih memang jauh dari rumah, tapi aku sudah terbiasa begitu, sejak SMA aku sudah terbiasa jauh dari rumah, sekolahku kan jauh dari rumah jadi aku tinggal di asrama. Terus, kuliah juga di Surabaya, lebih jauh lagi dari rumah. Jadi aku sih sudah biasa merantau. Bagiku ini bagian dari mencari pengalaman hidup, semakin banyak pengalaman semakin banyak juga ilmu untuk menjalani hidup. Waktu pak Anang, atasanku disana menawariku kesini, ya kenapa tidak?”
“iya juga sih, pengalaman jadi semakin banyak dan beragam. Tapi kalau aku yang diposisi kamu aku mendingan tetep di Surabaya daripada kesini, gak terlalu jauh dari rumah tempatnya juga lebih gede dari disini”
“hm, pemikiran orang memang beda-beda. Setiap orang punya pilihan sendiri-sendiri”
Diubah oleh papa.kita 02-09-2017 08:53
0