- Beranda
- Stories from the Heart
[Action, Special Ability] Erik the Vampire Hunter
...
TS
Shadowroad
[Action, Special Ability] Erik the Vampire Hunter
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ane mau share novel buatan ane sendiri gan
Novel ane bergenre action, horror, romance, school-life dan supranatural
Inspirasi dapat dari alur game, film, anime, kehidupan, komik, mitologi, legenda dan novel yang pernah ane amati
Part 62: Erik dan Vela Versus Pengendali Tulang
Spoiler for Begini gan ceritanya::
Cerita ini tentang seorang remaja dari Jakarta yang keluarganya terbunuh karena kaum vampire. Cowok remaja ini bernama Erik Calendula. Setelah selamat dari bencana yang dibuat kaum vampire, dia lalu memohon pada Arthur Pendragon. Arthur adalah salah satu dari beberapa pemburu vampire yang menyelamatkan Erik. Dibakar oleh tangisan, amarah dan dendam atas kematian keluarganya, Erik meminta Arthur untuk mendidiknya agar menjadi seorang pemburu vampire. Erik berniat menghancurkan organisasi vampire penebar bencana yang menjadi penyebab kematian orang tuanya.
Arthur menyetujui permintaan Erik. Sebelum dididik, Erik dibawa ke markas pemburu vampire di Jakarta yang bernama Knights of the Silver Sword. Lebih singkatnya, organisasi ini biasa disebut Silver Sword. Setelah bergabung dengan Silver Sword dan dibekali pelatihan dari Arthur, karir Erik sebagai pemburu vampire dimulai. Seperti Arthur, Erik juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan listrik.
Arthur menyetujui permintaan Erik. Sebelum dididik, Erik dibawa ke markas pemburu vampire di Jakarta yang bernama Knights of the Silver Sword. Lebih singkatnya, organisasi ini biasa disebut Silver Sword. Setelah bergabung dengan Silver Sword dan dibekali pelatihan dari Arthur, karir Erik sebagai pemburu vampire dimulai. Seperti Arthur, Erik juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan listrik.
Spoiler for Daftar Isi:
Prolog: Hotel Indonesia
Part 1: Arthur Datang Menjenguk
Part 2: Sekolah
Part 3: Kekuatan Dietrich
Part 4: Amanda Myrna
Part 5: Kisah Raja Arthur
Part 6: Pelabuhan
Part 7: Ghoul
Part 8: Bersembunyi di Rumah Kosong
Part 9: Amanda sang Pembunuh
Part 10: Lightning Versus Sand
Part 11: Kematian Rudy
Part 12: Rumah Sakit
Part 13: Teman Sekelas
Part 14: Kunjungan Mario dan Maya
Part 15: Cerita di Malam Hari
Part 16: Serangan Vampire
Part 17: Sungai Kapuas
Part 18: Kelompok Elena Versus Taiyou no Kishi
Part 19: Lantai Tiga
Part 20: Maya Versus Callista
Part 21: Lantai Dua
Part 22: Serangan Balik
Part 23: Kekuatan Callista
Part 24: Rumah Bergaya Belanda
Part 25: Immortals
Part 26: Empat Pertanyaan
Part 27: Der Schwarze Stein
Part 28: Mantra Deprehensio
Part 29: Kelompok Elena Versus Si Ekor Kalajengking
Part 30: Kolam-kolam Air
Part 31: Hydromancer Magnus
Part 32: Sepulang Sekolah
Part 33: Mall Kemang
Part 34: Korban Vampire
Part 35: Chibi, Chernov dan Minsk
Part 36: Pengejaran
Part 37: Tim Erik dan Tim Maul Versus Geng James Wood
Part 37.1: Hutan Ilusi
Part 37.2: Eyes of Markmanship
Part 37.3: Sand Versus Fire
Part 37.4: Pedang dan Tameng Es
Part 37.5: Maul dan Vira Versus James Wood
Part 38: Arthur Versus Lu Bu
Part 39: Agen Ganda
Part 40: Rumah Darkwing Bersaudara
Part 41: Tiga Produk
Part 42: Di Perbatasan Uni Soviet
Part 42.1: Diego Versus Dragovich
Part 43: FlyHigh
Part 44: Pecandu dari Pluit's Boat
Part 45: Kartel Ching Yan
Part 46: Ervan Versus Werewolf
Part 47: Berlindung di Balik Mobil
Part 48: Marga Asakura
Part 49: Hantu di Rumah Amanda
Part 50: Emmy Merah
Part 51: Pisau Dapur yang Melayang
Part 52: Lantai Dua
Part 53: Tim Sandra dan Dua Emmy
Part 54: Elektrokimia
Part 55: Aswatama
Part 56: Erik, Dietrich, Amanda Versus Arthur
Part 57: Erik, Dietrich, Amanda Versus Aswatama
Part 58: Napoleon Bonaparte dan Timnya
Part 59: Melacak
Part 60: Arthur Versus Jie Xiong
Part 61: Penyelamatan Professor Vaugh
Part 62: Erik dan Vela Versus Pengendali Tulang
Part 1: Arthur Datang Menjenguk
Part 2: Sekolah
Part 3: Kekuatan Dietrich
Part 4: Amanda Myrna
Part 5: Kisah Raja Arthur
Part 6: Pelabuhan
Part 7: Ghoul
Part 8: Bersembunyi di Rumah Kosong
Part 9: Amanda sang Pembunuh
Part 10: Lightning Versus Sand
Part 11: Kematian Rudy
Part 12: Rumah Sakit
Part 13: Teman Sekelas
Part 14: Kunjungan Mario dan Maya
Part 15: Cerita di Malam Hari
Part 16: Serangan Vampire
Part 17: Sungai Kapuas
Part 18: Kelompok Elena Versus Taiyou no Kishi
Part 19: Lantai Tiga
Part 20: Maya Versus Callista
Part 21: Lantai Dua
Part 22: Serangan Balik
Part 23: Kekuatan Callista
Part 24: Rumah Bergaya Belanda
Part 25: Immortals
Part 26: Empat Pertanyaan
Part 27: Der Schwarze Stein
Part 28: Mantra Deprehensio
Part 29: Kelompok Elena Versus Si Ekor Kalajengking
Part 30: Kolam-kolam Air
Part 31: Hydromancer Magnus
Part 32: Sepulang Sekolah
Part 33: Mall Kemang
Part 34: Korban Vampire
Part 35: Chibi, Chernov dan Minsk
Part 36: Pengejaran
Part 37: Tim Erik dan Tim Maul Versus Geng James Wood
Part 37.1: Hutan Ilusi
Part 37.2: Eyes of Markmanship
Part 37.3: Sand Versus Fire
Part 37.4: Pedang dan Tameng Es
Part 37.5: Maul dan Vira Versus James Wood
Part 38: Arthur Versus Lu Bu
Part 39: Agen Ganda
Part 40: Rumah Darkwing Bersaudara
Part 41: Tiga Produk
Part 42: Di Perbatasan Uni Soviet
Part 42.1: Diego Versus Dragovich
Part 43: FlyHigh
Part 44: Pecandu dari Pluit's Boat
Part 45: Kartel Ching Yan
Part 46: Ervan Versus Werewolf
Part 47: Berlindung di Balik Mobil
Part 48: Marga Asakura
Part 49: Hantu di Rumah Amanda
Part 50: Emmy Merah
Part 51: Pisau Dapur yang Melayang
Part 52: Lantai Dua
Part 53: Tim Sandra dan Dua Emmy
Part 54: Elektrokimia
Part 55: Aswatama
Part 56: Erik, Dietrich, Amanda Versus Arthur
Part 57: Erik, Dietrich, Amanda Versus Aswatama
Part 58: Napoleon Bonaparte dan Timnya
Part 59: Melacak
Part 60: Arthur Versus Jie Xiong
Part 61: Penyelamatan Professor Vaugh
Part 62: Erik dan Vela Versus Pengendali Tulang
Gan, setelah baca mohon komennya, ya
Ane sangat menerima kritik dan saran
Pertanyaan juga sangat dianjurkan, supaya agan2 dapat lebih memahami cerita yang rumit ini
Kalau terjadi kesalahan seperti tanda baca, kurang jelas, ketidak konsistenan cerita mohon diingatkan ya gan
Terima kasih gan
Diubah oleh Shadowroad 26-11-2017 06:31
2
86.8K
Kutip
544
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shadowroad
#498
Part 53: Tim Sandra dan Dua Emmy
Spoiler for Part 53: Tim Sandra dan Dua Emmy:
Terjadi pergumulan hebat antara Sandra dan Emmy Merah. Sementara mereka berdua bergumul, Erik mengendap-endap ke belakang Emmy Merah, menggendong Dinda dan membawanya keluar melalui gerbang. Pengendali listrik itu berhasil menculik Dinda dari si hantu dan disambut bahagia oleh Amanda.
Amanda memeluk Dinda dengan erat, “Syukurlah!”
Putra mengelus kepala Dinda, “Tetap waspada, Emmy Merah dan Emmy Putih belum kalah!”
“Emmy Putih juga jahat, ya?” tanya Amanda.
Putra mengangguk, “Kami pernah melawan dua hantu itu. Polanya juga sama. Emmy Merah berperan sebagai kakak tegas yang kasar. Sedangkan Emmy Putih berperan sebagai kakak yang lembut dan menenangkan.”
“Modus kejahatannya aneh,” kata Erik.
“Dulu kami juga nyaris tertipu,” kata Putra, “Kami berhasi menyelamatkan gadis kecil yang menjadi korbannya. Tapi kami merasa kecolongan karena dua hantu itu berhasil kabur. Karena itulah kami merasa belum berhasil sepenuhnya. Namun kali ini ... kali ini sudah di depan mata ...”
“Jadi sepasang tangan lain yang menculik adikku di lemari tadi ...,” kata Amanda.
“Ya. Tak salah lagi,” jawab Putra.
Dua menit kemudian, Sandra keluar dari gerbang dimensi hantu. Tangan kanan Sandra seperti menyeret sesuatu. Namun, Erik tak bisa melihat sesuatu yang diseret Sandra itu. Yang dia tahu, Putra tersenyum lega dan memuji keberhasilan Sandra. Sandra melemparkan sesuatu yang dia seret ke dinding. Terdengar suara benturan tapi tak ada wujudnya. Apapun yang terjadi, Erik menyimpulkan bahwa Sandra berhasil menghajar Emmy Merah.
“Tinggal Emmy Putih,” kata Putra.
“Kita hubungi Marcell saja,” saran Sandra.
“Bagaimana rencanamu?”
“Aku akan istirahat bersama Amanda dan Erik serta mengawasi makhluk merah itu,” kata Sandra sambil melirik sesuatu tak terlihat di dinding, “Kalian berdua yang mencari Emmy Putih.”
Putra merogoh ponselnya. Sambil menekan tombol dia berkata, “Yah, semoga dia mau.”
Mereka berlima berjalan kembali menuju ruang tamu. Dipimpin oleh Putra yang masih segar karena belum bertarung. Sandra, Erik, Amanda dan Dinda beristirahat di ruang tamu. Setelah sampai di ruang tamu, Putra tidak ikut bangkit dan memohon ijin pada Amanda untuk meneliti interior rumahnya.
“Kau ingin mendeteksi Emmy Putih?” tanya Sandra, “Jika ingin mendeteksi, lebih baik aku saja.”
“Kau lelah, Sandra. Duduklah di sana sekalian menunggu Marcell,” hanya begitulah respon Putra.
“Apa yang dia lakukan padamu?” kata Sandra seraya melirik Emmy Merah.
“Dia hanya menatap dan menempelkan tangannya pada bahuku saja,” jawab Dinda. “Namun, aku merasa lemas dan tak berdaya.”
“Ah, persis seperti dulu. Ngomong-ngomong, kalian ingin melihat kondisi Emmy Merah?” tanya Sandra.
Erik dan Amanda saling berpandangan dan mengangguk. Sandra mengalirkan energi nether ke mata mereka. Terlihatlah wujud Emmy Merah sekarang. Begitu mengenaskan. Bagian kanan kepalanya terbakar sehingga mukanya melepuh dan rambutnya hangus. Mukanya yang sebelumnya pucat menyeramkan, kini hitam mengenaskan. Kulit-kulit tangannya pun hancur terkena api Sandra. Gaun merahnya juga terbakar di bagian perut. Erik dan Amanda menggelengkan kepalanya. Sandra menghajar hantu ini tanpa ampun.
“Kasihan juga, Kak,” kata Amanda.
“Aku juga kasihan. Bagaimana mungkin aku bisa sebengis ini ya? Ah, mungkin dendamku yang berlarut-larut ketika dulu dia berhasil kabur dari kami,” kata Sandra, “Oh, iya, aku belum menceritakan padamu kisah kami pada kalian, kan?”
Erik dan Amanda menggelang dan berkata, “Ceritakan.”
“Kami mendapat laporan di beberapa wilayah di Jakarta dan Jawa Barat. Dalam tahun, dua belas anak yang meninggal setelah mengalami halusinasi parah. Kami bekerja sama dengan dua tim lain dari SID. Setelah kami menyelidiki semuanya, korban adalah perempuan dan umurnya rata-rata sama dengan Dinda. Halusinasi yang mereka alami rata-rata sama: mereka memiliki kakak merah yang tegas dan kakak putih yang lembut. Orang tua mereka sama seperti orang tuamu, Amanda. Mereka menganggap hanya imajinasi anak kecil. Setidaknya begitulah gejala-gejala tahap awal hingga menengah.
“Pada tahap akhir, anak-anak menderita demam yang parah. Bahkan mereka mengigau sambil menyebut-nyebut nama Emmy Merah dan Emmy Putih. Salah satu orang tua membawa anaknya ke dokter. Beruntung, dokter yang mereka datangi adalah anggota Departemen Medis. Dokter itu melakukan pemeriksaan mulai memeriksa suhu tubuh hingga mengambil sampel darah. Hasil-hasilnya yang aneh membuat si dokter melapor ke SID. Dokter menyadari ada sesuatu yang gaib di sini. Untuk merespon laporan dokter, SID menyuruh timku untuk mengatasi. Tim-tim lain tetap siaga dan bertugas mengumpulkan informasi lain terkait dengan Emmy Merah dan Emmy Putih.
“Diantar oleh dokter, kami mendatangi rumah korban. Kondisi gadis kecil itu sangat parah. Beberapa kali dia menyebut, ‘Aku ikut Kak Emmy,’ ketika aku memeriksa kandungan nether di tubuhnya. Tubuhnya kental dengan nether jahat. Terutama di bagian otak dan matanya. Jay segera bermeditasi untuk memurnikannya. Sementara tugas kami mencari tempat persembunyian Emmy Merah dan Emmy Putih. Karena perencanaan yang matang dan informasi yang cukup, kami berhasil mengalahkan dua hantu itu dalam waktu sehari. Sayangnya, mereka berhasil kabur dari kami. Kami memang menang tapi kami tak merasa gembira. Ditambah lagi ada informasi yang baru masuk, bahwa dua hantu itu memiliki atasan.”
“Atasan???” kata Erik dan Amanda.
“Ya. Atasan. Ada yang menyuruh dua hantu itu,” Sandra mengangguk, “Karena itulah kami merasa gagal. Kami tidak berhasil menangkapnya sehingga kami tidak tahu siapa yang menggerakkan mereka. Setelah dua hantu itu menghilang, kasus bernama ‘Emmy’ ini hilang begitu saja. Sepertinya para hantu menghentikan operasinya setelah dikalahkan oleh SID. Anak-anak lain yang terkena halusinasi juga tiba-tiba sembuh.”
“Kapan kakak menjalankan misi ini?” tanya Amanda.
“Waktu itu aku masih kelas 10 SMA,” jawab Sandra.
“Apakah hantu-hantu ini bergerak sendirian?” kata Erik, “Begini, selisih waktu saat Dinda mulai didatangi Emmy Kembar hingga saat ini cukup besar. Mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menanamkan pengaruh dan nethernya pada korban. Karena itulah, mustahil jika hanya ada sepasang Emmy yang bergerak untuk membunuh dua belas anak dalam waktu dua tahu.”
“Pendapatmu benar,” kata Sandra, “Ketika kita berada di Dimensi Hantu, mengingat kata-kata Emmy Merah tadi bahwa dia tidak mengenalku, kemungkinan masih ada beberapa pasang Emmy Merah dan Emmy Putih yang lain. Kesimpulannya, yang kita hadapi saat ini, bukan Emmy Merah dan Emmy Putih yang kuhadapi dulu. Oh, iya, ada kesamaan lain. Anak-anak yang menjadi korban bisa melihat hantu. Selain Emmy Kembar, maksudku. ”
“Cukup banyak pertanyaan,” kata Erik, “Apa tujuan mereka? Kenapa hanya mengincar gadis kecil yang bisa melihat hantu? Siapa yang menggerakkan mereka? Bagaimana koordinasi mereka? Dan apa yang terjadi setelah anak-anak itu mati?”
“Jelas mereka tidak meninggal dengan damai, Erik,” tambah Amanda seraya memeluk adiknya, “Aku tidak tahu pasti, tapi sepertinya berakhir dengan buruk.”
“Beruntung kau segera mengontak kami, Amanda,” kata Sandra, “Nanti biar Jay dan tim kami yang bicara pada orang tuamu.”
“Apa rencanamu sekarang, Kak Sandra?” tanya Erik.
“Akhirnya ... akhirnya sekarang,” Sandra tersenyum puas, “Sedikit lagi, kami berhasil menguak siapa dalang dari kasus Emmy Kembar ini.”
Terdengar pintu pagar digeser. Para manipulator ini langsung menatap ke luar rumah. Seorang pria berkacamata dan berjaket hitam berdiri di depan pagar. Beberapa kali dia melihat ponsel dan nomor rumah bergantian. Sepertinya dia ragu apakah tempatnya berdiri sekarang sudah benar atau belum.
“Marcell!!” kata Sandra seraya bangkit dari tempat duduknya dan membuka pintu.
Marcell melihat Sandra dengan tatapan lega, “Ternyata aku tidak salah.”
“Silahkan masuk, Kak Marcell,” Amanda mempersilahkan.
Marcell menjabat tangan Amanda, “Sepertinya kita sudah kenal tanpa perlu kenalan, Amanda.”
“Sudah tinggal finishing,” kata Sandra, “Putra sedang mencari Emmy Putih.”
“Misi ini mudah. Tapi cukup merepotkan,” kata Marcell, “Oh, iya. Mana pacarmu?”
“Hah?” Sandra melongo.
“Jangan pura-pura bodoh,” kata Marcell seraya berjalan memasuki rumah, “Abel Asclepios.”
“Oh,” kata Sandra, “Dia sedang ada misi, Cell.”
“Kak Sandra pacaran dengan Kak Abel???!!!” tawa Erik, “Pantas waktu di rumahnya Kak Elsa kalian sangat mesra.”
Wajah Sandra merona, “Kami dari dulu memang begitu, Erik. Wajarlah namanya juga teman dekat.”
Begitu datang, Marcell langsung membantu Putra untuk mencari Emmy Putih. Hanya butuh waktu satu jam setelah kedatangan Marcell untuk menangkap Emmy Putih. Dua anggota SID itu menyeret hantu Emmy Putih dengan tali tambang seperti seekor kambing. Seperti yang dibilang Sandra, misi ini mudah namun merepotkan. Mereka mulai menginterogasi Emmy Putih. Sandra mengalirkan energi nether ke mata dan telinga Erik dan Amanda agar bisa melihat dan mendengar semuanya.
“Tertarik untuk menginterogasinya?” Putra menawarkan pada Marcell
“Kenapa kau lakukan ini?” Marcell mendaratkan telapak kakinya ke kepala Emmy Putih.
Emmy Putih hanya diam seribu bahasa. Marcell mendaratkan dua kali tendangan lagi. Karena tak kunjung bicara, Marcell melapisi kakinya dengan listrik kuning dan menendang dua kali lagi. Tetap tak mau bicara, listrik di kaki Marcell berubah menjadi biru. Listrik biru Marcell menghancurkan tangan kanan si Emmy Putih. Hantu itu menjerit kencang. Putra segera melapisi kaki Marcell dengan cahaya sehingga listriknya berwarna putih.
“Tak masalah jika kalian tak mau bicara,” Marcell berkata dengan nada tinggi, “Yang perlu kulakukan hanyalah menghancurkan mulut dan kepalamu. Tapi itu masih belum selesai. SID akan mencari Emmy Merah dan Putih yang lain, menyiksa dan membunuh hingga salah satu dari kalian bicara.”
“K-k-kami ... kami akan bicara!!” kata Emmy Putih, “Ampun!! Ampun!! Kumohon jangan sakiti kami!! Jangan sakiti saudari-saudari kami!!”
“Kami tidak akan menyakiti jika kalian kooperatif. Tak perlu takut untuk membocorkan rahasia. Kalian akan kami amankan,” kata Putra, “Bagaimana?”
Situasi semakin lunak sedikit setelah hantu itu berjanji untuk kooperatif. Marcell menurunkan kakinya dan kini giliran Putra menginterogasinya.
“K-k-kami ... kami ... kami mengumpulkan pasukan hantu untuk Black Banquet War!! Untuk menghadapi penjahat bernama Hinata Asakura dan William Campbell.”
“Siapa yang menyuruh kalian?”
“Seorang Lady in the Black. Tapi hantu itu di bawah perintah seseorang.”
“Siapa?”
“Mantan anggota SID ... Asclepios ... Cain Sherazard Asclepios.”
Amanda memeluk Dinda dengan erat, “Syukurlah!”
Putra mengelus kepala Dinda, “Tetap waspada, Emmy Merah dan Emmy Putih belum kalah!”
“Emmy Putih juga jahat, ya?” tanya Amanda.
Putra mengangguk, “Kami pernah melawan dua hantu itu. Polanya juga sama. Emmy Merah berperan sebagai kakak tegas yang kasar. Sedangkan Emmy Putih berperan sebagai kakak yang lembut dan menenangkan.”
“Modus kejahatannya aneh,” kata Erik.
“Dulu kami juga nyaris tertipu,” kata Putra, “Kami berhasi menyelamatkan gadis kecil yang menjadi korbannya. Tapi kami merasa kecolongan karena dua hantu itu berhasil kabur. Karena itulah kami merasa belum berhasil sepenuhnya. Namun kali ini ... kali ini sudah di depan mata ...”
“Jadi sepasang tangan lain yang menculik adikku di lemari tadi ...,” kata Amanda.
“Ya. Tak salah lagi,” jawab Putra.
Dua menit kemudian, Sandra keluar dari gerbang dimensi hantu. Tangan kanan Sandra seperti menyeret sesuatu. Namun, Erik tak bisa melihat sesuatu yang diseret Sandra itu. Yang dia tahu, Putra tersenyum lega dan memuji keberhasilan Sandra. Sandra melemparkan sesuatu yang dia seret ke dinding. Terdengar suara benturan tapi tak ada wujudnya. Apapun yang terjadi, Erik menyimpulkan bahwa Sandra berhasil menghajar Emmy Merah.
“Tinggal Emmy Putih,” kata Putra.
“Kita hubungi Marcell saja,” saran Sandra.
“Bagaimana rencanamu?”
“Aku akan istirahat bersama Amanda dan Erik serta mengawasi makhluk merah itu,” kata Sandra sambil melirik sesuatu tak terlihat di dinding, “Kalian berdua yang mencari Emmy Putih.”
Putra merogoh ponselnya. Sambil menekan tombol dia berkata, “Yah, semoga dia mau.”
Mereka berlima berjalan kembali menuju ruang tamu. Dipimpin oleh Putra yang masih segar karena belum bertarung. Sandra, Erik, Amanda dan Dinda beristirahat di ruang tamu. Setelah sampai di ruang tamu, Putra tidak ikut bangkit dan memohon ijin pada Amanda untuk meneliti interior rumahnya.
“Kau ingin mendeteksi Emmy Putih?” tanya Sandra, “Jika ingin mendeteksi, lebih baik aku saja.”
“Kau lelah, Sandra. Duduklah di sana sekalian menunggu Marcell,” hanya begitulah respon Putra.
“Apa yang dia lakukan padamu?” kata Sandra seraya melirik Emmy Merah.
“Dia hanya menatap dan menempelkan tangannya pada bahuku saja,” jawab Dinda. “Namun, aku merasa lemas dan tak berdaya.”
“Ah, persis seperti dulu. Ngomong-ngomong, kalian ingin melihat kondisi Emmy Merah?” tanya Sandra.
Erik dan Amanda saling berpandangan dan mengangguk. Sandra mengalirkan energi nether ke mata mereka. Terlihatlah wujud Emmy Merah sekarang. Begitu mengenaskan. Bagian kanan kepalanya terbakar sehingga mukanya melepuh dan rambutnya hangus. Mukanya yang sebelumnya pucat menyeramkan, kini hitam mengenaskan. Kulit-kulit tangannya pun hancur terkena api Sandra. Gaun merahnya juga terbakar di bagian perut. Erik dan Amanda menggelengkan kepalanya. Sandra menghajar hantu ini tanpa ampun.
“Kasihan juga, Kak,” kata Amanda.
“Aku juga kasihan. Bagaimana mungkin aku bisa sebengis ini ya? Ah, mungkin dendamku yang berlarut-larut ketika dulu dia berhasil kabur dari kami,” kata Sandra, “Oh, iya, aku belum menceritakan padamu kisah kami pada kalian, kan?”
Erik dan Amanda menggelang dan berkata, “Ceritakan.”
“Kami mendapat laporan di beberapa wilayah di Jakarta dan Jawa Barat. Dalam tahun, dua belas anak yang meninggal setelah mengalami halusinasi parah. Kami bekerja sama dengan dua tim lain dari SID. Setelah kami menyelidiki semuanya, korban adalah perempuan dan umurnya rata-rata sama dengan Dinda. Halusinasi yang mereka alami rata-rata sama: mereka memiliki kakak merah yang tegas dan kakak putih yang lembut. Orang tua mereka sama seperti orang tuamu, Amanda. Mereka menganggap hanya imajinasi anak kecil. Setidaknya begitulah gejala-gejala tahap awal hingga menengah.
“Pada tahap akhir, anak-anak menderita demam yang parah. Bahkan mereka mengigau sambil menyebut-nyebut nama Emmy Merah dan Emmy Putih. Salah satu orang tua membawa anaknya ke dokter. Beruntung, dokter yang mereka datangi adalah anggota Departemen Medis. Dokter itu melakukan pemeriksaan mulai memeriksa suhu tubuh hingga mengambil sampel darah. Hasil-hasilnya yang aneh membuat si dokter melapor ke SID. Dokter menyadari ada sesuatu yang gaib di sini. Untuk merespon laporan dokter, SID menyuruh timku untuk mengatasi. Tim-tim lain tetap siaga dan bertugas mengumpulkan informasi lain terkait dengan Emmy Merah dan Emmy Putih.
“Diantar oleh dokter, kami mendatangi rumah korban. Kondisi gadis kecil itu sangat parah. Beberapa kali dia menyebut, ‘Aku ikut Kak Emmy,’ ketika aku memeriksa kandungan nether di tubuhnya. Tubuhnya kental dengan nether jahat. Terutama di bagian otak dan matanya. Jay segera bermeditasi untuk memurnikannya. Sementara tugas kami mencari tempat persembunyian Emmy Merah dan Emmy Putih. Karena perencanaan yang matang dan informasi yang cukup, kami berhasil mengalahkan dua hantu itu dalam waktu sehari. Sayangnya, mereka berhasil kabur dari kami. Kami memang menang tapi kami tak merasa gembira. Ditambah lagi ada informasi yang baru masuk, bahwa dua hantu itu memiliki atasan.”
“Atasan???” kata Erik dan Amanda.
“Ya. Atasan. Ada yang menyuruh dua hantu itu,” Sandra mengangguk, “Karena itulah kami merasa gagal. Kami tidak berhasil menangkapnya sehingga kami tidak tahu siapa yang menggerakkan mereka. Setelah dua hantu itu menghilang, kasus bernama ‘Emmy’ ini hilang begitu saja. Sepertinya para hantu menghentikan operasinya setelah dikalahkan oleh SID. Anak-anak lain yang terkena halusinasi juga tiba-tiba sembuh.”
“Kapan kakak menjalankan misi ini?” tanya Amanda.
“Waktu itu aku masih kelas 10 SMA,” jawab Sandra.
“Apakah hantu-hantu ini bergerak sendirian?” kata Erik, “Begini, selisih waktu saat Dinda mulai didatangi Emmy Kembar hingga saat ini cukup besar. Mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menanamkan pengaruh dan nethernya pada korban. Karena itulah, mustahil jika hanya ada sepasang Emmy yang bergerak untuk membunuh dua belas anak dalam waktu dua tahu.”
“Pendapatmu benar,” kata Sandra, “Ketika kita berada di Dimensi Hantu, mengingat kata-kata Emmy Merah tadi bahwa dia tidak mengenalku, kemungkinan masih ada beberapa pasang Emmy Merah dan Emmy Putih yang lain. Kesimpulannya, yang kita hadapi saat ini, bukan Emmy Merah dan Emmy Putih yang kuhadapi dulu. Oh, iya, ada kesamaan lain. Anak-anak yang menjadi korban bisa melihat hantu. Selain Emmy Kembar, maksudku. ”
“Cukup banyak pertanyaan,” kata Erik, “Apa tujuan mereka? Kenapa hanya mengincar gadis kecil yang bisa melihat hantu? Siapa yang menggerakkan mereka? Bagaimana koordinasi mereka? Dan apa yang terjadi setelah anak-anak itu mati?”
“Jelas mereka tidak meninggal dengan damai, Erik,” tambah Amanda seraya memeluk adiknya, “Aku tidak tahu pasti, tapi sepertinya berakhir dengan buruk.”
“Beruntung kau segera mengontak kami, Amanda,” kata Sandra, “Nanti biar Jay dan tim kami yang bicara pada orang tuamu.”
“Apa rencanamu sekarang, Kak Sandra?” tanya Erik.
“Akhirnya ... akhirnya sekarang,” Sandra tersenyum puas, “Sedikit lagi, kami berhasil menguak siapa dalang dari kasus Emmy Kembar ini.”
Terdengar pintu pagar digeser. Para manipulator ini langsung menatap ke luar rumah. Seorang pria berkacamata dan berjaket hitam berdiri di depan pagar. Beberapa kali dia melihat ponsel dan nomor rumah bergantian. Sepertinya dia ragu apakah tempatnya berdiri sekarang sudah benar atau belum.
“Marcell!!” kata Sandra seraya bangkit dari tempat duduknya dan membuka pintu.
Marcell melihat Sandra dengan tatapan lega, “Ternyata aku tidak salah.”
“Silahkan masuk, Kak Marcell,” Amanda mempersilahkan.
Marcell menjabat tangan Amanda, “Sepertinya kita sudah kenal tanpa perlu kenalan, Amanda.”
“Sudah tinggal finishing,” kata Sandra, “Putra sedang mencari Emmy Putih.”
“Misi ini mudah. Tapi cukup merepotkan,” kata Marcell, “Oh, iya. Mana pacarmu?”
“Hah?” Sandra melongo.
“Jangan pura-pura bodoh,” kata Marcell seraya berjalan memasuki rumah, “Abel Asclepios.”
“Oh,” kata Sandra, “Dia sedang ada misi, Cell.”
“Kak Sandra pacaran dengan Kak Abel???!!!” tawa Erik, “Pantas waktu di rumahnya Kak Elsa kalian sangat mesra.”
Wajah Sandra merona, “Kami dari dulu memang begitu, Erik. Wajarlah namanya juga teman dekat.”
Begitu datang, Marcell langsung membantu Putra untuk mencari Emmy Putih. Hanya butuh waktu satu jam setelah kedatangan Marcell untuk menangkap Emmy Putih. Dua anggota SID itu menyeret hantu Emmy Putih dengan tali tambang seperti seekor kambing. Seperti yang dibilang Sandra, misi ini mudah namun merepotkan. Mereka mulai menginterogasi Emmy Putih. Sandra mengalirkan energi nether ke mata dan telinga Erik dan Amanda agar bisa melihat dan mendengar semuanya.
“Tertarik untuk menginterogasinya?” Putra menawarkan pada Marcell
“Kenapa kau lakukan ini?” Marcell mendaratkan telapak kakinya ke kepala Emmy Putih.
Emmy Putih hanya diam seribu bahasa. Marcell mendaratkan dua kali tendangan lagi. Karena tak kunjung bicara, Marcell melapisi kakinya dengan listrik kuning dan menendang dua kali lagi. Tetap tak mau bicara, listrik di kaki Marcell berubah menjadi biru. Listrik biru Marcell menghancurkan tangan kanan si Emmy Putih. Hantu itu menjerit kencang. Putra segera melapisi kaki Marcell dengan cahaya sehingga listriknya berwarna putih.
“Tak masalah jika kalian tak mau bicara,” Marcell berkata dengan nada tinggi, “Yang perlu kulakukan hanyalah menghancurkan mulut dan kepalamu. Tapi itu masih belum selesai. SID akan mencari Emmy Merah dan Putih yang lain, menyiksa dan membunuh hingga salah satu dari kalian bicara.”
“K-k-kami ... kami akan bicara!!” kata Emmy Putih, “Ampun!! Ampun!! Kumohon jangan sakiti kami!! Jangan sakiti saudari-saudari kami!!”
“Kami tidak akan menyakiti jika kalian kooperatif. Tak perlu takut untuk membocorkan rahasia. Kalian akan kami amankan,” kata Putra, “Bagaimana?”
Situasi semakin lunak sedikit setelah hantu itu berjanji untuk kooperatif. Marcell menurunkan kakinya dan kini giliran Putra menginterogasinya.
“K-k-kami ... kami ... kami mengumpulkan pasukan hantu untuk Black Banquet War!! Untuk menghadapi penjahat bernama Hinata Asakura dan William Campbell.”
“Siapa yang menyuruh kalian?”
“Seorang Lady in the Black. Tapi hantu itu di bawah perintah seseorang.”
“Siapa?”
“Mantan anggota SID ... Asclepios ... Cain Sherazard Asclepios.”
0
Kutip
Balas