- Beranda
- Stories from the Heart
Life story: horor, drama, kisah seorang perantau (lanjutan) [TAMAT]
...
TS
prestant18
Life story: horor, drama, kisah seorang perantau (lanjutan) [TAMAT]
![Life story: horor, drama, kisah seorang perantau (lanjutan) [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2017/10/09/7213687_20171009032458.jpg)
CREDIT PICT: AGAN CATUR SAPUTRA
assalamualaikum
selamat siang kaskusers,
ane akan melanjutkan cerita dari thread ane sebelumnya.
untuk readers yang belum membaca kisah sebelumnya, silahkan baca di kisah keluarga perantau.
untuk cerita tentang perjalanan hidup dimana ane sudah mandiri,
cerita tersebut akan ane link dibawah,
selamat menikmati.... :
1. the beggining
2. tanah pertama
3. rumah pakdhe
4. kerja
5. belajar mengendalikan diri
6. desi
7. panggilan tes
8. Training
9. nilai dari sebuah perjalanan
10. misteri baung part 1
11. misteri baung part 2
12. misteri baung part 3
13. misteri baung part 4
14. mister baung part 5
15. misteri baung last part
16. perkenalan
17 teror
18. shita
19. shita 2
20. fighting
21. rendi
22. drama[belajar dewasa]
23. finally, we are. . .
24. another side from shita
25. moments
26. crash
27. about rendi
28. perpisahan 1
29. suasana baru
30. quality time 1
31. quality time 2
32. :'(
33. last memories of shita
34. TAKDIR
35. sisi gelapku
36. misteri mimpi nyata 1
37. misteri mimpi nyata 2
38. misteri mimpi nyata 3
39. resolusi
40. arah perubahan
41. rumah mas malik 1
42. rumah mas malik 2
43. rumah mas malik 3
44. rumah mas malik 4
45. maung dan mbah
46. rumah mas malik last chapter
47. sheryi 1
48. sheryl 2
49. djakarta; first impression
50. pemberitahuan
51. samapta
52. 2nd test
53. jangan sok
54. masa peralihan
55. tes kerja lagii
56. UPDATE SPESIAL TENTANG CV
57. indonesia
58. misteri divisi siang 1
59. misteri divisi siang 2 ( the story )
60. misteri divisi siang ( last part )
61. kematian itu pasti
62. PHK
63. adikku bernama dian 1
64. adikku bernama dian 2
65. titik balik
66. terus berjuang!!
67. SEMANGAT MERDEKA SAUDARAKU!
68. OJT 1
69. OJT 2
70. adek 1
71. adek 2
72. tulungagung, wecome to the jungle
73. pengalaman misteri baru
74. traveling with shita's family, [sakit]
75. she is. . .
76. hujan sore itu
77. aku ingin memastikan
78. sheryl's stories 1
79. sheryl's stories 2
80. sheryl's stories 3
81. my choice is, ,
82. teror 1; mabuk
83. alasanku memilih
84. teror 2, santet 1
85. teror 2, santet 2
86. karena kamu berbeda
87. teror 3, gangguan semakin berat
88. teror4, akhir
89. mimpi
90. hari yang dinanti nanti??
91. pertengkaran 1, fakta
92. pertengkaran 2, itu bukan kamu yang kukenal
93. PERTENGKARAN 3, AKHIR
94. SHERYL; FINAL CHAPTER
95. EPILOG
Diubah oleh prestant18 09-10-2017 03:30
zoekyvalkrye dan 65 lainnya memberi reputasi
62
1.3M
3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
prestant18
#1598
Kematian itu pasti
sore itu aku baru saja hendak berangkat kerja.
sepeda yang sudah beberapa bulan terakhir menjadi andalanku dalam menaklukan macetnya jalanan juga sudah kukeluarkan dari kamar kost.
yah, semenjak beberapa bulan lalu, aku memilih untuk kost di daerah cibitung dengan mempertimbangkan jarak ke tempat kerja yang lebih dekat.
perjalanan bisa kusingkat dari yang biasanya 90 menit, jadi hanya membutuhkan waktu 15 menit. itupun aku memilih menggunakan sepeda karena jalan yang kulalui sudah tentu macet.
aku menerima panggilan masuk yang segera kuangkat.
dari mas rian, suami dari mbak dwi.
( mbak dwi adalah kakak kandung mas tri yang sebelumnya tinggal didaerah lemah abang dan kini pindah ke karawang,
dia sudah kuceritakan pada season 1 dimana aku masih kecil dulu, dan sempat kusinggung ketika aku pertama kali datang ke bekasi )
aku: “ halo, assalamu’alaikum mas rian? “
mas rian: “ halo om, wa’alaikum salam. piye kabare? “
aku: “ alhamdulillah mas, ini barusan sehat, , kemaren aku sakit soale, ada apa mas kok jam segini telpon? “
mas rian: “ ini om, sebenernya mbak dwi sakit ini “
aku: “ lho?! sakit opo mas? kok nggak cerita cerita? “
( dulu ketika kecil aku dekat dengan keluarga mas tri,
karena aku anak pertama, aku merindukan sosok kakak yang kutemukan pada diri mas tri, mbak dwi dan mbak ari.
mbak ari adalah sosok kakak yang paling dewasa yang menyayangiku dengan sifat penyabarnya,
sedangkan mbak dwi adalah sosok yang menjadi teman curhatku selama aku menjalani masa puber,
dialah yang mengetahui semua rahasiaku yang mana orang lain tidak tahu.
dan mas tri adalah sosok kakak laki laki yang selalu melindungiku.
sampai sekarangpun kami masih berhubungan baik,
malahan anak anak mereka sangat dekat denganku )
mas rian: “ sakit panas om, ini udah masuk RS dari kemarin pagi “
aku: “ lha terus gimana sekarang? “
mas rian: “ yaa masih kaya kemarin om, ini katanya mau ngomong sama kamu mbak dwinya “
telepon nampaknya diserahkan kepada mbak dwi.
mbk dwi: “ halo, assalamu’alaikum om “ ( suaranya lemah, berbeda dari suara mbak dwi yang biasanya ceria )
aku: “ halo mbak, mbak gimana kondisinya sekarang? “ ( cemas )
mbk dwi: “ ya gini om, , hehe “
aku: “ kok malah ketawa si mbak? “
mbk dwi: “ lha wong sakit kalo nangis nanti malah sedih “
aku: “ duh mbak, sakit kok masih bisa bisanya ngelucu to “
mbk dwi: “ iya om, , , doain mbak cepet sehat ya? “ ( suaranya semakin melemah )
aku: “ iya mbak, ya udah njenengan istirahat aja mbak ya? jangan mikirin macem macem “
mbk dwi: “ iya om, makasih ya, , maafin kesalahan embak “
aku: “ iya mbak “
telepon beralih lagi kepada mas rian.
kusampaikan kepadanya jika aku akan berangkat kerja,
dan aku berjanji besok pagi insyaAllah sepulang kerja aku akan ke karawang.
mas rian mengiyakan dan kemudian telepon ditutup
aku menyimpan kembali HP dan menyimpannya di saku celana.
akupun berangkat kerja.
malam itu ternyata pekerjaan sedang banyak,
ada masalah dengan robot yang membuat kami harus bekerja manual.
otomatis tenaga kami diperas habis hingga menjelang dini hari,
alhamdulillah pada pukul 02:00 robot sudah bisa dioperasikan kembali.
kami semua bernafas lega, ,
pada pagi harinya aku mengayuh sepedaku perlahan lahan.
kepalaku terasa berat, mata juga sulit untuk diajak kompromi.
hangatnya sinar mentari pagi membuatku ingin segera memejamkan mata.
beberapa kali sepedaku berjalan terlalu ketengah yang membuatku di klakson oleh kendaraan bermotor.
sesampainya di kost,
aku segera masuk, mencuci kaki dan merebahkan tubuhku diatas kasur.
aku lupa dengan janjiku. . . .
“ DRRRRRRTTTTTTTT , , , DRRRRRRRRTTTTTT, , , , DDDRRRRRRRRRRRTTT “
aku tersadar karena lamat lamat mendengar suara sesuatu yang bergetar.
kukerjap kerjapkan mataku. .
rasanya sangat berat. .
jam berapa sekarang sih? kok rasanya masih ngantuk.
tanganku meraba raba kasur disebelahku,
berusaha mencari HP.
“ ahh, dimana sih “
gerutuku.
aku bangkit dengan malas karena sayang akan rasa kantuk dan lelah di sekujur badan.
“ duh, rupanya disini “
kataku sambil meraih HP yang ternyata ada dekat lemari.
16:30
“ astaghfirullah, , , udah jam segini, , dzuhur klewatan jauh “
kataku sambil menepuk jidatku.
perasaan aku baru tidur sebentar, kok udah jam segini aja.
semalam tenagaku diperas habis sampai sampai tidur selama 8.5 jam seakan tak berefek.
kulihat lagi HP, ternyata ada banyak panggilan masuk.
yang 8 kali dari mas tri.
aku langsung menelpon mas tri.
“ TUUUUT . . . . . . . . TUUUUT “
suara nada sambung diseberang sana.
mas tri: “ haloo, om kemana aja to?! “
aku: “ sori mas, aku pules bgt turune, ini barusan bangun, semalam kerjaane gila “
mas tri: “ kamu tau nggak, mbak dwi meninggal! “
aku: “ ooh, , meninggal, , kapan mas? “ ( dengan setengah sadar )
mas tri: “ HEE!! MBAK DWI MENINGGAL OM! “
“ DHEGGGG!!!! “
seketika aku langsung sadar sesadar sadarnya.
aku: “ YANG BENER!! JANGAN BOHONG MAS! “
mas tri: “ ENGGAK! BARUSAN AKU DITELEPON MAS RIAN, INI AKU MAU KE KARAWANG! “
aku: “ TUNGGU AKU MELU!! “
mas tri: “ BURUAN, TAK TUNGGU DIDEPAN RAMAYANA “
telepon ditutup dan aku segera membersihkan diri.
tidak ada hal lain yang terpikir dikepalaku saat ini.
bahkan jika aku masih harus masuk kerja malam ini.
kusempatkan sholat ashar sebentar dan langsung berlari menuju depan ramayana cibitung.
tak beberap lama mas tri datang bersama uni yun dan ayah ibu haki.
aku segera naik kedalam mobil yang kemudian langsung meluncur masuk tol cibitung.
sepanjang jalan aku merasa amat bersalah kepada mas rian dan mbak dwi.
aku ingat jika sore kemarin aku berjanji untuk datang pagi tadi.
namun karena kondisi tubuhku tidak bisa diajak kompromi, aku lupa segalanya.
aku mulai menangis. . . .
tangis yang sama seperti ketika aku kehilangan shita dulu.
==
adzan maghrib baru saja berkumandang,
mobil ayah haki berjalan menyusuri jalanan perumahan yang rusak itu.
perasaanku sudah bercampur aduk. .
aku masih tidak percaya mbak dwi meninggal secepat ini.
padahal baru kemarin masuk rumah sakit, ,
dan sakitnya hanya sakit panas!
ketika rumah mas rian terlihat diujung jalan
aku langsung lemas, , ,
sebab kondisi sudah ramai. .
kursi dan meja juga sudah dikeluarkan di teras yang tidak terlalu lebar itu.
aku turun dari mobil. . .
dan langsung disambut oleh mas rian.
dia memelukku dengan erat, ,
wajahnya nampak berduka sangat berduka, ,
namun tidak ada air mata yang mengalir. . .
aku jadi teringat diriku tiga tahun yang lalu. . .
aku: “ maass, , , kok bisa si mas? “ ( suaraku bergetar karena menahan tangis )
mas rian: “ sudah menjadi takdir Allah om, kamu jangan nangis ya? kasihan mbak dwi “
aku: “ iiyya mass “ ( aku berusaha keras agar tidak menangis )
mas rian beralih memeluk mas tri yang nampak sudah berurai air mata.
aku sendiri segera masuk kedalam rumah untuk menemui mbak dwi,
karena rasa sesal yang menyesakan dada sedari tadi sudah tak terbendung.
ketika kakiku memijak lantai dalam rumah,
semerbak bau wangi langsung menusuk hidungku.
bau wangi yang belum pernah kucium sebelumnya.
di ruang tamu terbujur sosok jenasah yang ditutupi oleh kain jarik.
di sebelahnya ada beberapa ibu yang sedang mengaji,
dan di antara ibu ibu tadi duduklah si ama, putri semata wayang mbak dwi dan mas rian yang masih berusia 3 tahun.
ama: “ oom tiyo “
si kecil ama bangun dari duduknya dan langsung berlari dengan langkah langkah lincah menuju kearahku.
aku menatap wajah ama yang polos.
nampaknya dia tidak paham ada apa gerangan dengan ibunya.
aku: “ ama nggak papa sayang? “
ama: “ emang kenapa om? “
aku tak sampai hati untuk mengatakan hal ini, , ,
mataku juga sudah berair lagi.
ama: “ om tiyo kok nangis sih? heehe udah gede nggak boleh nangis om “
aku: “ iya ma, omnya nggak nangis kok, ama juga nggak boleh nangis ya? “
ama: “ kenapa ama harus nangis om? “
aku: “ itu umi nya ama . . . . “ ( tak sanggup meneruskan, karena tak terbayang anak sekecil ini harus ditinggal oleh ibunya selama lamanya )
ama: “ itu bukan umi om “ ( sambil menunjuk ke jenasah mbak dwi )
aku terdiam mendengar penuturan ama, begitu juga ibu ibu diruangan itu.
aku: “ terus siapa? “
ama: “ itu bukan umi, orang umi tadi duduk sama ama kok, , , baunya umi wangiiiiiiiii banget “
seiring dengan perkataan ama selesai, ruangan kembali semerbak berbau wangi seperti seakan ada kain wangi yang dikibaskan didepan kami semua.
wangi yang asing namun sangat nyaman di hidung.
“ SUBHANALLAAAAAHHH “
sontak ibu ibu di ruangan mengucapkan kalimat tasbih.
aku memeluk ama erat erat. . .
mungkinkah ama benar benar melihat uminya?
dan benarkah bau ini tanda jika mbak dwi meninggal dalam keadaan khusnul khatimah?
wallahu alam bishowab. . .
aku hanya bisa berkata lirih. . .
“ maafkan tiyo ya mbak, , ama bakal kusayang seperti adik, bahkan anakku sendiri “
==
malam itu juga jenasah mbak dwi dibawa pulang untuk dimakamkan di kampung halaman.
jenasah dibawa menggunakan mobil ambulan dimana didalamnya aku dan mas rian berjaga.
aku duduk disebelah jenasah sambil sesekali membetulkan posisi jenasah jika mobil bergoncang.
sedangkan mas rian duduk didepan bersama sopir.
dibelakang mobil jenasah, mengikuti dua mobil lain, dimana mobil pertama adalah milik mas kun, suami dari mbak ari.
mas kun mengemudi dengan ditemani mas tri yang memangku amel,
sedangkan mbak ari yang sedang dalam kondisi hamil besar duduk di bangku belakang bersama seorang ibu tetangga mas rian yang selama ini ikut momong ama.
ama juga ada disana.
sedangkan mobil kedua berisi rombongan tetangga di lingkungan mas rian.
sepanjang jalan mulutku tak henti henti berdzikir.
aku ingin menebus janjiku yang gagal kutepati tadi pagi dengan menemani jenasah mbak dwi hingga liang lahat nanti.
pegal dan kaku yang menyiksaku karena ambulan yang sempit tidak kuhiraukan.
dan aku juga sudah tidak memiliki rasa takut lagi ketika berada bersama jenasah seperti sekarang. .
karena kepergian akung, shita dan mbak dwi sudah dari cukup untuk menempa mentalku.
dan juga menjadi pengngat bagi diriku sendiri. .
bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. . . .
jam setegah delapan pagi ambulan sudah memasuki kut*****.
dengan mengikuti petunjuk yang diberikan mas rian sebagai navigator,
kami sampai didepan gang masuk ke rumah keluarga mas rian.
diluar mobil sudah menanti banyak orang.
termasuk bapak, ibu dan juga dian serta keluarga besar dari akung.
pintu ambulan dibuka dan beberapa orang laki laki langsung membantuku menurunkan jenasah.
mas sapto yang ternyata ada dibelakangku yang berusaha menahan bagian kepala jenasah segera menyuruhku mundur, dia yang mengambil alih.
akupun mundur yang langsung disambut pelukan dian dan ibu.
mereka menangis tersedu sedu di dadaku.
tangis kehilangan yang sangat menyayat.
jenasah segera dibawa ke rumah duka.
disana juga tak kalah ramai oleh para pelayat.
sebuah hal yang luar biasa karena mbak dwi selama ini hidup di perantauan dan lagi usianya masih muda.
beliau meninggal di usia yang ke 32 tahun.
namun ini terasa wajar karena mbak dwi adalah sosok penyayang yang baik selama hidupnya.
dia juga orang yang ringan tangan lagi dermawan.
orang orang yang ramai itu terkesima oleh bau wangi yang terus menerus tercium semenjak jenasah datang.
entah bau wangi itu dari mana sumbernya karena aku sendiri tidak mencium bau itu dari tubuh jenasah.
hanya saja semenjak semalam bau itu memang selalu tercium tanpa jelas sumbernya.
pukul 10 siang, jenasah diberangkatkan ke pemakaman umum.
kembali terdengar kabar dari orang orang yang menggali makam,
bahwa tanah yang mereka gali hari itu sangat empuk,
seperti menggali pasir
hingga pekerjaan penggalian liang lahat bisa selesai 3 kali lebih cepat daripada biasanya.
aku mengikuti prosesi pemakaman,
dan menyempatkan diri ikut masuk kedalam lubang.
bersiap untuk menerima jenasah mbak dwi.
namun ketika kakiku menginjak lantai kubur, ,
mendadak tengkukku meremang hebat.
hatiku langsung dicekam ketakutan. . .
bukan takut kepada setan atau semacamnya. . .
NAMUN TAKUT KARENA TIBA TIBA MERASA SEAKAN AKAN KEMATIAN SUDAH MENUNGGU DIDEPAN MATA!
DIA TAK TAMPAK,
TAPI PERASAAN TAKUTNYA NYATA!
belum pernah aku setakut ini sebelumnya
“ ZRUUTTTT”
tanah kuburan seakan menyongsongku dengan cepat.
aku jatuh terduduk lemas didalam kubur.
seorang penggali yang ada didalam makam bersamaku langsung berusaha memegangiku dan menyuruh orang orang yang ada diatas menarikku.
“ he, he, , sek sek, ojo didukno jenasahe, , tolongi tolongi, , arep semaput iki! “ ( he he, bentar bentar, jangan diturunin dulu jenasahnya, tolongin tolongin, mau pingsan ini )
bapak yang ada diatas langsung meraih lenganku dibantu mas tri dan mas rian.
aku dikeluarkan dari makam dengan kondisi lemas.
bapak: “ koe kenangopo? hah?! “ ( kamu kenapa? )
aku: “ aku kroso pak “ ( aku merasakan pak )
bapak: “ kroso opo ? “ ( merasakan apa? )
aku: “ kroso nek kematian nang ngarep mripat “ ( merasakan jika kematian didepan mata )
bapak memegangiku yang masih lemas dan mas tri memberiku air minum.
aku menangis. . .
bukan menangisi mbak dwi yang sudah mulai dimasukan kedalam liang kubur. . .
namun menangisi diriku sendiri. . .
yang jika detik ini aku mati. .
jadi apakah aku. . . . . .
kullu nafsin dzaaiqotul maut. . . . .
setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. . . .
( bersambung )
sepeda yang sudah beberapa bulan terakhir menjadi andalanku dalam menaklukan macetnya jalanan juga sudah kukeluarkan dari kamar kost.
yah, semenjak beberapa bulan lalu, aku memilih untuk kost di daerah cibitung dengan mempertimbangkan jarak ke tempat kerja yang lebih dekat.
perjalanan bisa kusingkat dari yang biasanya 90 menit, jadi hanya membutuhkan waktu 15 menit. itupun aku memilih menggunakan sepeda karena jalan yang kulalui sudah tentu macet.
aku menerima panggilan masuk yang segera kuangkat.
dari mas rian, suami dari mbak dwi.
( mbak dwi adalah kakak kandung mas tri yang sebelumnya tinggal didaerah lemah abang dan kini pindah ke karawang,
dia sudah kuceritakan pada season 1 dimana aku masih kecil dulu, dan sempat kusinggung ketika aku pertama kali datang ke bekasi )
aku: “ halo, assalamu’alaikum mas rian? “
mas rian: “ halo om, wa’alaikum salam. piye kabare? “
aku: “ alhamdulillah mas, ini barusan sehat, , kemaren aku sakit soale, ada apa mas kok jam segini telpon? “
mas rian: “ ini om, sebenernya mbak dwi sakit ini “
aku: “ lho?! sakit opo mas? kok nggak cerita cerita? “
( dulu ketika kecil aku dekat dengan keluarga mas tri,
karena aku anak pertama, aku merindukan sosok kakak yang kutemukan pada diri mas tri, mbak dwi dan mbak ari.
mbak ari adalah sosok kakak yang paling dewasa yang menyayangiku dengan sifat penyabarnya,
sedangkan mbak dwi adalah sosok yang menjadi teman curhatku selama aku menjalani masa puber,
dialah yang mengetahui semua rahasiaku yang mana orang lain tidak tahu.
dan mas tri adalah sosok kakak laki laki yang selalu melindungiku.
sampai sekarangpun kami masih berhubungan baik,
malahan anak anak mereka sangat dekat denganku )
mas rian: “ sakit panas om, ini udah masuk RS dari kemarin pagi “
aku: “ lha terus gimana sekarang? “
mas rian: “ yaa masih kaya kemarin om, ini katanya mau ngomong sama kamu mbak dwinya “
telepon nampaknya diserahkan kepada mbak dwi.
mbk dwi: “ halo, assalamu’alaikum om “ ( suaranya lemah, berbeda dari suara mbak dwi yang biasanya ceria )
aku: “ halo mbak, mbak gimana kondisinya sekarang? “ ( cemas )
mbk dwi: “ ya gini om, , hehe “
aku: “ kok malah ketawa si mbak? “
mbk dwi: “ lha wong sakit kalo nangis nanti malah sedih “
aku: “ duh mbak, sakit kok masih bisa bisanya ngelucu to “
mbk dwi: “ iya om, , , doain mbak cepet sehat ya? “ ( suaranya semakin melemah )
aku: “ iya mbak, ya udah njenengan istirahat aja mbak ya? jangan mikirin macem macem “
mbk dwi: “ iya om, makasih ya, , maafin kesalahan embak “
aku: “ iya mbak “
telepon beralih lagi kepada mas rian.
kusampaikan kepadanya jika aku akan berangkat kerja,
dan aku berjanji besok pagi insyaAllah sepulang kerja aku akan ke karawang.
mas rian mengiyakan dan kemudian telepon ditutup
aku menyimpan kembali HP dan menyimpannya di saku celana.
akupun berangkat kerja.
malam itu ternyata pekerjaan sedang banyak,
ada masalah dengan robot yang membuat kami harus bekerja manual.
otomatis tenaga kami diperas habis hingga menjelang dini hari,
alhamdulillah pada pukul 02:00 robot sudah bisa dioperasikan kembali.
kami semua bernafas lega, ,
pada pagi harinya aku mengayuh sepedaku perlahan lahan.
kepalaku terasa berat, mata juga sulit untuk diajak kompromi.
hangatnya sinar mentari pagi membuatku ingin segera memejamkan mata.
beberapa kali sepedaku berjalan terlalu ketengah yang membuatku di klakson oleh kendaraan bermotor.
sesampainya di kost,
aku segera masuk, mencuci kaki dan merebahkan tubuhku diatas kasur.
aku lupa dengan janjiku. . . .
“ DRRRRRRTTTTTTTT , , , DRRRRRRRRTTTTTT, , , , DDDRRRRRRRRRRRTTT “
aku tersadar karena lamat lamat mendengar suara sesuatu yang bergetar.
kukerjap kerjapkan mataku. .
rasanya sangat berat. .
jam berapa sekarang sih? kok rasanya masih ngantuk.
tanganku meraba raba kasur disebelahku,
berusaha mencari HP.
“ ahh, dimana sih “
gerutuku.
aku bangkit dengan malas karena sayang akan rasa kantuk dan lelah di sekujur badan.
“ duh, rupanya disini “
kataku sambil meraih HP yang ternyata ada dekat lemari.
16:30
“ astaghfirullah, , , udah jam segini, , dzuhur klewatan jauh “
kataku sambil menepuk jidatku.
perasaan aku baru tidur sebentar, kok udah jam segini aja.
semalam tenagaku diperas habis sampai sampai tidur selama 8.5 jam seakan tak berefek.
kulihat lagi HP, ternyata ada banyak panggilan masuk.
yang 8 kali dari mas tri.
aku langsung menelpon mas tri.
“ TUUUUT . . . . . . . . TUUUUT “
suara nada sambung diseberang sana.
mas tri: “ haloo, om kemana aja to?! “
aku: “ sori mas, aku pules bgt turune, ini barusan bangun, semalam kerjaane gila “
mas tri: “ kamu tau nggak, mbak dwi meninggal! “
aku: “ ooh, , meninggal, , kapan mas? “ ( dengan setengah sadar )
mas tri: “ HEE!! MBAK DWI MENINGGAL OM! “
“ DHEGGGG!!!! “
seketika aku langsung sadar sesadar sadarnya.
aku: “ YANG BENER!! JANGAN BOHONG MAS! “
mas tri: “ ENGGAK! BARUSAN AKU DITELEPON MAS RIAN, INI AKU MAU KE KARAWANG! “
aku: “ TUNGGU AKU MELU!! “
mas tri: “ BURUAN, TAK TUNGGU DIDEPAN RAMAYANA “
telepon ditutup dan aku segera membersihkan diri.
tidak ada hal lain yang terpikir dikepalaku saat ini.
bahkan jika aku masih harus masuk kerja malam ini.
kusempatkan sholat ashar sebentar dan langsung berlari menuju depan ramayana cibitung.
tak beberap lama mas tri datang bersama uni yun dan ayah ibu haki.
aku segera naik kedalam mobil yang kemudian langsung meluncur masuk tol cibitung.
sepanjang jalan aku merasa amat bersalah kepada mas rian dan mbak dwi.
aku ingat jika sore kemarin aku berjanji untuk datang pagi tadi.
namun karena kondisi tubuhku tidak bisa diajak kompromi, aku lupa segalanya.
aku mulai menangis. . . .
tangis yang sama seperti ketika aku kehilangan shita dulu.
==
adzan maghrib baru saja berkumandang,
mobil ayah haki berjalan menyusuri jalanan perumahan yang rusak itu.
perasaanku sudah bercampur aduk. .
aku masih tidak percaya mbak dwi meninggal secepat ini.
padahal baru kemarin masuk rumah sakit, ,
dan sakitnya hanya sakit panas!
ketika rumah mas rian terlihat diujung jalan
aku langsung lemas, , ,
sebab kondisi sudah ramai. .
kursi dan meja juga sudah dikeluarkan di teras yang tidak terlalu lebar itu.
aku turun dari mobil. . .
dan langsung disambut oleh mas rian.
dia memelukku dengan erat, ,
wajahnya nampak berduka sangat berduka, ,
namun tidak ada air mata yang mengalir. . .
aku jadi teringat diriku tiga tahun yang lalu. . .
aku: “ maass, , , kok bisa si mas? “ ( suaraku bergetar karena menahan tangis )
mas rian: “ sudah menjadi takdir Allah om, kamu jangan nangis ya? kasihan mbak dwi “
aku: “ iiyya mass “ ( aku berusaha keras agar tidak menangis )
mas rian beralih memeluk mas tri yang nampak sudah berurai air mata.
aku sendiri segera masuk kedalam rumah untuk menemui mbak dwi,
karena rasa sesal yang menyesakan dada sedari tadi sudah tak terbendung.
ketika kakiku memijak lantai dalam rumah,
semerbak bau wangi langsung menusuk hidungku.
bau wangi yang belum pernah kucium sebelumnya.
di ruang tamu terbujur sosok jenasah yang ditutupi oleh kain jarik.
di sebelahnya ada beberapa ibu yang sedang mengaji,
dan di antara ibu ibu tadi duduklah si ama, putri semata wayang mbak dwi dan mas rian yang masih berusia 3 tahun.
ama: “ oom tiyo “
si kecil ama bangun dari duduknya dan langsung berlari dengan langkah langkah lincah menuju kearahku.
aku menatap wajah ama yang polos.
nampaknya dia tidak paham ada apa gerangan dengan ibunya.
aku: “ ama nggak papa sayang? “
ama: “ emang kenapa om? “
aku tak sampai hati untuk mengatakan hal ini, , ,
mataku juga sudah berair lagi.
ama: “ om tiyo kok nangis sih? heehe udah gede nggak boleh nangis om “
aku: “ iya ma, omnya nggak nangis kok, ama juga nggak boleh nangis ya? “
ama: “ kenapa ama harus nangis om? “
aku: “ itu umi nya ama . . . . “ ( tak sanggup meneruskan, karena tak terbayang anak sekecil ini harus ditinggal oleh ibunya selama lamanya )
ama: “ itu bukan umi om “ ( sambil menunjuk ke jenasah mbak dwi )
aku terdiam mendengar penuturan ama, begitu juga ibu ibu diruangan itu.
aku: “ terus siapa? “
ama: “ itu bukan umi, orang umi tadi duduk sama ama kok, , , baunya umi wangiiiiiiiii banget “
seiring dengan perkataan ama selesai, ruangan kembali semerbak berbau wangi seperti seakan ada kain wangi yang dikibaskan didepan kami semua.
wangi yang asing namun sangat nyaman di hidung.
“ SUBHANALLAAAAAHHH “
sontak ibu ibu di ruangan mengucapkan kalimat tasbih.
aku memeluk ama erat erat. . .
mungkinkah ama benar benar melihat uminya?
dan benarkah bau ini tanda jika mbak dwi meninggal dalam keadaan khusnul khatimah?
wallahu alam bishowab. . .
aku hanya bisa berkata lirih. . .
“ maafkan tiyo ya mbak, , ama bakal kusayang seperti adik, bahkan anakku sendiri “
==
malam itu juga jenasah mbak dwi dibawa pulang untuk dimakamkan di kampung halaman.
jenasah dibawa menggunakan mobil ambulan dimana didalamnya aku dan mas rian berjaga.
aku duduk disebelah jenasah sambil sesekali membetulkan posisi jenasah jika mobil bergoncang.
sedangkan mas rian duduk didepan bersama sopir.
dibelakang mobil jenasah, mengikuti dua mobil lain, dimana mobil pertama adalah milik mas kun, suami dari mbak ari.
mas kun mengemudi dengan ditemani mas tri yang memangku amel,
sedangkan mbak ari yang sedang dalam kondisi hamil besar duduk di bangku belakang bersama seorang ibu tetangga mas rian yang selama ini ikut momong ama.
ama juga ada disana.
sedangkan mobil kedua berisi rombongan tetangga di lingkungan mas rian.
sepanjang jalan mulutku tak henti henti berdzikir.
aku ingin menebus janjiku yang gagal kutepati tadi pagi dengan menemani jenasah mbak dwi hingga liang lahat nanti.
pegal dan kaku yang menyiksaku karena ambulan yang sempit tidak kuhiraukan.
dan aku juga sudah tidak memiliki rasa takut lagi ketika berada bersama jenasah seperti sekarang. .
karena kepergian akung, shita dan mbak dwi sudah dari cukup untuk menempa mentalku.
dan juga menjadi pengngat bagi diriku sendiri. .
bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. . . .
jam setegah delapan pagi ambulan sudah memasuki kut*****.
dengan mengikuti petunjuk yang diberikan mas rian sebagai navigator,
kami sampai didepan gang masuk ke rumah keluarga mas rian.
diluar mobil sudah menanti banyak orang.
termasuk bapak, ibu dan juga dian serta keluarga besar dari akung.
pintu ambulan dibuka dan beberapa orang laki laki langsung membantuku menurunkan jenasah.
mas sapto yang ternyata ada dibelakangku yang berusaha menahan bagian kepala jenasah segera menyuruhku mundur, dia yang mengambil alih.
akupun mundur yang langsung disambut pelukan dian dan ibu.
mereka menangis tersedu sedu di dadaku.
tangis kehilangan yang sangat menyayat.
jenasah segera dibawa ke rumah duka.
disana juga tak kalah ramai oleh para pelayat.
sebuah hal yang luar biasa karena mbak dwi selama ini hidup di perantauan dan lagi usianya masih muda.
beliau meninggal di usia yang ke 32 tahun.
namun ini terasa wajar karena mbak dwi adalah sosok penyayang yang baik selama hidupnya.
dia juga orang yang ringan tangan lagi dermawan.
orang orang yang ramai itu terkesima oleh bau wangi yang terus menerus tercium semenjak jenasah datang.
entah bau wangi itu dari mana sumbernya karena aku sendiri tidak mencium bau itu dari tubuh jenasah.
hanya saja semenjak semalam bau itu memang selalu tercium tanpa jelas sumbernya.
pukul 10 siang, jenasah diberangkatkan ke pemakaman umum.
kembali terdengar kabar dari orang orang yang menggali makam,
bahwa tanah yang mereka gali hari itu sangat empuk,
seperti menggali pasir
hingga pekerjaan penggalian liang lahat bisa selesai 3 kali lebih cepat daripada biasanya.
aku mengikuti prosesi pemakaman,
dan menyempatkan diri ikut masuk kedalam lubang.
bersiap untuk menerima jenasah mbak dwi.
namun ketika kakiku menginjak lantai kubur, ,
mendadak tengkukku meremang hebat.
hatiku langsung dicekam ketakutan. . .
bukan takut kepada setan atau semacamnya. . .
NAMUN TAKUT KARENA TIBA TIBA MERASA SEAKAN AKAN KEMATIAN SUDAH MENUNGGU DIDEPAN MATA!
DIA TAK TAMPAK,
TAPI PERASAAN TAKUTNYA NYATA!
belum pernah aku setakut ini sebelumnya
“ ZRUUTTTT”
tanah kuburan seakan menyongsongku dengan cepat.
aku jatuh terduduk lemas didalam kubur.
seorang penggali yang ada didalam makam bersamaku langsung berusaha memegangiku dan menyuruh orang orang yang ada diatas menarikku.
“ he, he, , sek sek, ojo didukno jenasahe, , tolongi tolongi, , arep semaput iki! “ ( he he, bentar bentar, jangan diturunin dulu jenasahnya, tolongin tolongin, mau pingsan ini )
bapak yang ada diatas langsung meraih lenganku dibantu mas tri dan mas rian.
aku dikeluarkan dari makam dengan kondisi lemas.
bapak: “ koe kenangopo? hah?! “ ( kamu kenapa? )
aku: “ aku kroso pak “ ( aku merasakan pak )
bapak: “ kroso opo ? “ ( merasakan apa? )
aku: “ kroso nek kematian nang ngarep mripat “ ( merasakan jika kematian didepan mata )
bapak memegangiku yang masih lemas dan mas tri memberiku air minum.
aku menangis. . .
bukan menangisi mbak dwi yang sudah mulai dimasukan kedalam liang kubur. . .
namun menangisi diriku sendiri. . .
yang jika detik ini aku mati. .
jadi apakah aku. . . . . .
kullu nafsin dzaaiqotul maut. . . . .
setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. . . .
( bersambung )
symoel08 dan 13 lainnya memberi reputasi
14