- Beranda
- Stories from the Heart
The Paranoid ----Khusus untuk Pecinta Horor Tingkat Dewa -----
...
TS
benz9999
The Paranoid ----Khusus untuk Pecinta Horor Tingkat Dewa -----
Cerita ini hanya fiktif belaka yang diambil dari urban legend, sosok hantu yang diceritakan banyak orang pada tempat tertentu.
tapi sekali lagi, jalan cerita ini sepenuhnya karangan TS yang hanya bermaksud menyalurkan hobby nulis dan semata-mata untuk menghibur, menemani hari2 para penikmat tulisan bergenre horor.
apabila ada kemiripan Tempat, Nama Tokoh dan lain sebagainya, itu semua tanpa unsur kesengajaan.
Jika banyak respon baik dan terhibur dengan cerita ini, maka TS akan mengupdate cerita lainnya Karangan TS yang tidak kalah sukses membuat bulu roma meremang
hak cipta dilindungi ane dan yang maha kuasa, dilarang mengcopy tanpa izin kalo ga mau kena azab hahaha
TS terbuka dengan kritik dan saran yang baik terhadap tulisan ini.
selamat membaca, semoga terhibur
berhubung ceritanya akan terus di update, ane bikinin index untuk cerita selanjutnya ya gan
Index :
cerita ke 3 --Shadow Man--
cerita ke 4 ---Jerigo---
cerita ke 5 ---tell me---
tapi sekali lagi, jalan cerita ini sepenuhnya karangan TS yang hanya bermaksud menyalurkan hobby nulis dan semata-mata untuk menghibur, menemani hari2 para penikmat tulisan bergenre horor.
apabila ada kemiripan Tempat, Nama Tokoh dan lain sebagainya, itu semua tanpa unsur kesengajaan.
Jika banyak respon baik dan terhibur dengan cerita ini, maka TS akan mengupdate cerita lainnya Karangan TS yang tidak kalah sukses membuat bulu roma meremang
hak cipta dilindungi ane dan yang maha kuasa, dilarang mengcopy tanpa izin kalo ga mau kena azab hahaha
TS terbuka dengan kritik dan saran yang baik terhadap tulisan ini.
selamat membaca, semoga terhibur
Spoiler for The Paranoid:
Meidy memainkan cursor pada layar komputernya, memeriksa setiap laporan datanya. Baru dua minggu Ia diterima bekerja di kantor yang bergerak di bidang kontraktor tersebut sebagai Staff accounting.
kantor yang tidak terlalu besar dan hanya memiliki tiga lantai. hanya saja ukuran space pada setiap lantainya yang terlihat cukup luas. kantor ini berada di deretan paling ujung diantara tujuh bangunan kantor lainnya. area ini memang khusus diperuntukkan untuk perkantoran yang dikelola oleh management developer. tapi sepertinya area tersebut baru selesai dibangun, karena sebagian besar ruko perkantoran tersebut masih kosong sehingga lokasi sekitar terlihat sangat sepi.
Hanya lantai satu yang dipergunakan untuk bekerja, lantai dua dibiarkan kosong walaupun perlengkapan kantor sudah lengkap, sedangkan lantai tiga dijadikan gudang tempat barang yang tidak terpakai.
untuk menuju toilet mereka harus naik, karena toilet hanya tersedia di lantai dua dan lantai tiga.
lelaki kurus yang duduk disebelahnya bernama Anji, rekan kerjanya yang lebih dulu bekerja pada perusahaan tersebut.
Anji mengatakan bahwa Ia terbiasa sendiri di kantor itu. Ia bertugas sebagai Design Interior. sedangkan bos mereka sangat jarang mengunjungi kantor, dalam satu bulan dapat dihitung sekitar dua atau tiga kali.
Anji merupakan rekan kerja yang baik dan tidak segan membantu Meidy walau Jobdesk mereka berbeda. Namun terkadang Ia bertingkah jahil seperti anak kecil. Meidy kerap kali menganggap candaan yang dilontarkan Anji sangat aneh dan Ia tidak menyukainya. Setiap kali Meidy akan beranjak ke toilet Anji selalu melontarkan candaan.
"hati-hati di atas ada si Merah" ucap Anji menyeringai sambil melirik ke lantai atas, lalu kemudian terkekeh.
Meidy selalu menanggapinya dengan mencibir dan berusaha terlihat tidak peduli. karna Ia sudah paham jika Ia menanggapi dan menujukkan rasa takut maka rekannya ini akan bertingkah semakin menjadi untuk mengerjainya.
Jauh dilubuk hatinya sebenarnya perkataan Anji cukup membuatnya merasa risih. setiap kali menuju toilet Meidy selalu merasa sedikit takut. terkadang Ia memperhatikan sofa merah klasik dan berukuran besar disamping pintu kecil menuju toilet yang semakin menambah kesan mistis di ruangan yang kosong dengan dinding kaca yang dibiarkan selalu tertutup oleh gorden itu. menjadikannya suasana yang temaram walaupun di siang hari. terlebih ketika menyibakkan gorden dibagian belakang yang menjadi pembatas area perkantoran tersebut, maka langsung terpampang jelas dan hanya berjarak sekitar tiga meter yaitu sekumpulan pohon bambu liar yang terlihat saling bersenggolan tertiup angin.
tapi Meidy selalu berusaha menguasai rasa takutnya. ia selalu menepis perasaannya. apa sebenarnya si Merah yang di maksud Anji itu, ah apa mungkin sofa itu? jadi hanya sofa itu? haha lucu sekali! bahkan Ia pun tidak pernah menemukan apa-apa ketika di lantai dua. mengapa Ia bergitu bodoh dan terlalu menanggapi candaan konyol Anji, begitu pikirnya.
siang itu Meidy beranjak dari kursinya hendak naik menuju toilet. seperti biasa Anji bersiap melontarkan candaannya.
"awas, diatas..."
"apa? si Merah lagi??" Meidy memotong cepat. matanya tampak melotot kepada Anji.
Anji berusaha menyembunyikan tawanya. tapi diotaknya muncul sebuah ide untuk mengerjai Meidy. sifat jahilnya memang sangat menyebalkan. Ia melepas sepatunya dan benjinjit perlahan menaiki anak tangga agar suaranya tidak terdengar. ketika sampai diatas Ia pun berhenti di depan pintu geser kecil yang menghubungkan lorong kecil menuju toilet. Ia menggeser pintu kecil tersebut dan menutupnya agar ketika Meidy keluar dari toilet dan membuka pintu kecil itu maka Ia akan kaget melihat kepala Anji menjulur dibalik pintu itu. disitulah Anji akan merasa puas melihat ekpresi kaget Meidy.
Ia tak sabar menunggu. perlahan terdengar suara langkah sepatu Meidy. Anji semakin bersemangat dan bersiap memasang wajah yang sangat seram agar semakin membuat Meidy ketakutan. langkah sepatu Meidy semakin dekat, kemudian pintu kecil itu bergeser. Anji segera menjulurkan kepalanya dengan ekspresi seram yang dibuatnya disertai suara dengusan kecilnya. Meidy terlonjak kaget dan spontan mundur ketika mendapatinya dan beberapa detik kemudian Ia berteriak histeris. Anji tak kuasa menahan tawanya dan terpingkal-pingkal memegang perutnya. Ia merasa sangat sukses mengerjai Meidy. Namun beberapa saat kemudian tawanya perlahan terhenti ketika Ia menyadari tubuh Meidy sudah terbaring di lantai.
Anji segera menghampiri Meidy, menepuk-nepuk bahunya. dibenaknya sempat terpikir apa mungkin kali ini Meidy yang mengerjainya? tapi Meidy tak kunjung bangun. Ia pun mulai panik. Mereka hanya berdua di kantor itu dan kini Anji harus sendirian menangani temannya yang pingsan ini. Ia pun mengangkat tubuh Meidy dan membaringkannya di atas sofa merah disamping pintu kecil itu.
Ia menatap Meidy dengan bingung dan masih tak percaya bahwa candaan konyolnya bisa sampai membuat temannya tak sadarkan diri. apakah Meidy selemah itu? atau mungkin Meidy adalah penderita lemah jantung? Ia semakin merasa bersalah diantara pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan dalam kepanikannya.
Berbagai cara Ia lakukan mulai dari memijit kening Meidy, mendekatkan minyak aromatherapy yang Ia ambil dari kotak obat ke hidung Meidy, berusaha membangunkannya. Hingga sekitar lima belas menit kemudian terlihat Meidy perlahan menggerakkan tangganya kemudian membuka matanya.
“Mei, kamu udah sadar?” Anji langsung mendekat dan menepuk pelan bahu Meidy.
Meidy bangun dengan ekpresi kaget dan panik. Ia menoleh ke kiri dan kanan dengan tatapan nanar. lalu kemudian segera bengkit dengan tergesa-gesa dengan langkah yang tertatih-tatih.
Anji berusaha menahannya.
Meidy tidak memperdulikan Anji dan terus berlari kecil menuruni anak tangga dengan langkah yang lunglai dan nafas masih terengah-engah. Meraih tas nya kemudian pergi tanpa mematikan komputernya yang masih menyala.
“Mei” Anji berjalan dengan cepat berusaha mengikuti.
Meidy menghidupkan sepeda motornya dengan terburu-buru meski terlihat jelas bahwa Ia masih sangat lemah. Kemudian Ia langsung melesat pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
Anji terdiam menatap Meidy yang semakin menjauh. Selain merasa bersalah Ia pun merasa khawatir dengan Meidy yang mengendarai motor dalam keadaan seperti itu. Ia tidak menyangka jika Meidy akan semarah itu.
Keesokan harinya Meidy tidak masuk kerja. Anji berusaha menghubungi melalui ponselnya namun tidak ada jawaban.
Sore itu, Jam menunjukkan pukul 18.30 dan Anji masih berkutat dengan layar monitor didepannya yang tengah menampilkan pertempuran dalam Game Action yang sedang Ia mainkan.
Hari ini sudah masuk hari ketiga Meidy tidak datang ke kantor dan Anji sudah sedikit melupakan kejadian itu meski Ia tidak bisa menghilangkan rasa bersalah dalam benaknya ketika teringat Meidy. Sampai suatu ketika telepon berdering.
Siapa yang menelepon di luar jam kantor, begitu pikirnya. segera Ia meraih gagang telepon itu.
“halo, selamat Sore,” Jawab Anji pelan
“Halo..” suara wanita di sebrang sana tak kalah pelan
“Lym’s contractor, ada yang bisa dibantu?” jawab Anji lagi. Kali ini suaranya lebih dipertegas.
“Mas Anji..” wanita itu menjawab masih dengan nada pelan dan terdengar ragu.
Seketika Anji menyadari suara di sebrang sana
“Mei? Ini Kamu?? Tanya Anji terdengar sumringah “eh, ehm apa kabar?” lanjutnya kembali, Nada suaranya kini berubah menjadi gugup ketika Ia menyadari kekonyolannya tempo hari yang berakibat fatal.
Meidy tidak menjawab. Mereka saling berdiam beberapa detik.
“Mei, Aku minta maaf. Niatku Cuma ngerjain Kamu” Anji berusaha menata omongannya yang terdengar sangat gugup “Aku sadar becandaku kelewatan”
Belum terdengar jawaban dari Meidy, yang terdengar hanya hembusan nafasnya.
“Mei, Aku ga bermaksud…”
“ternyata Mas Anji bener, si Merah itu memang ada” Jawab Meidy memotong ucapan Anji.
Anji mengernyitkan dahinya
“maksud kamu?” Anji tidak mengerti, “oh itu.., itu Cuma lelucon yang Aku buat sendiri untuk menakuti Kamu Mei, hahaha” lanjut Anji disertai tawa yang agak dipaksakan. Masih terdengar gugup tentunya.
“Bukan Mas..” Jawab Meidy tertahan
“kemarin itu Aku yang ngerjain Kamu dengan maksud ngagetin Kamu, tapi ternyata Aku keterlaluan sampe Kamu pingsan” Anji berusaha menjelaskan “Aku tau Aku salah, Maafin Aku Mei,” lanjutnya dengan nada bersalah.
“Bukan Mas yang membuat Aku pingsan, tapi ada orang lain, kepalanya ikut muncul dibelakang Mas, dan tangannya memeluk bahu Mas dari belakang…, gaun merahnya sangat lusuh, menjuntai hampir menempel dengan lantai. Kakinya tidak terlihat..” ucap Meidy pelan dan lirih.
“Mei, Kamu jangan becanda,” jawab Anji. Suaranya hampir bergetar.
“tangannya yang keriput, kukunya yang runcing, wajahnya yang rusak, matannya yang merah pekat, mulutnya yang sobek sampai ke telinga dan senyumnya menyeringai penuh ancaman” Meidy berhenti sesaat mengatur nafasnya “Aku ga bisa lupa Mas.., sampai sekarang Aku ga bisa lupa. Dan aku selalu merasa dia terus mengawasiku” nada bicara Meidy terdengar sangat ketakutan pelan dan juga lirih.
Namun Anji bisa mendengar itu semua dengan jelas. Nafas Anji tercekat. Jantungnya berdegup kencang.
“Mei..” belum sempat Anji melanjutkan, telepon itu mendadak terputus.
Angin berhembus entah datang dari mana, dan menerpa tengkuk leher Anji. Seketika bulu romanya meremang. Ia bangkit dari kursinya, berusaha mengemasi barangnya dengan gemetar. Mendadak Ia merasa seperti tengah diawasi seseorang.
Tiba-tiba gelap. Seluruh lampu di area perkantoran itu mendadak mati.
kantor yang tidak terlalu besar dan hanya memiliki tiga lantai. hanya saja ukuran space pada setiap lantainya yang terlihat cukup luas. kantor ini berada di deretan paling ujung diantara tujuh bangunan kantor lainnya. area ini memang khusus diperuntukkan untuk perkantoran yang dikelola oleh management developer. tapi sepertinya area tersebut baru selesai dibangun, karena sebagian besar ruko perkantoran tersebut masih kosong sehingga lokasi sekitar terlihat sangat sepi.
Hanya lantai satu yang dipergunakan untuk bekerja, lantai dua dibiarkan kosong walaupun perlengkapan kantor sudah lengkap, sedangkan lantai tiga dijadikan gudang tempat barang yang tidak terpakai.
untuk menuju toilet mereka harus naik, karena toilet hanya tersedia di lantai dua dan lantai tiga.
lelaki kurus yang duduk disebelahnya bernama Anji, rekan kerjanya yang lebih dulu bekerja pada perusahaan tersebut.
Anji mengatakan bahwa Ia terbiasa sendiri di kantor itu. Ia bertugas sebagai Design Interior. sedangkan bos mereka sangat jarang mengunjungi kantor, dalam satu bulan dapat dihitung sekitar dua atau tiga kali.
Anji merupakan rekan kerja yang baik dan tidak segan membantu Meidy walau Jobdesk mereka berbeda. Namun terkadang Ia bertingkah jahil seperti anak kecil. Meidy kerap kali menganggap candaan yang dilontarkan Anji sangat aneh dan Ia tidak menyukainya. Setiap kali Meidy akan beranjak ke toilet Anji selalu melontarkan candaan.
"hati-hati di atas ada si Merah" ucap Anji menyeringai sambil melirik ke lantai atas, lalu kemudian terkekeh.
Meidy selalu menanggapinya dengan mencibir dan berusaha terlihat tidak peduli. karna Ia sudah paham jika Ia menanggapi dan menujukkan rasa takut maka rekannya ini akan bertingkah semakin menjadi untuk mengerjainya.
Jauh dilubuk hatinya sebenarnya perkataan Anji cukup membuatnya merasa risih. setiap kali menuju toilet Meidy selalu merasa sedikit takut. terkadang Ia memperhatikan sofa merah klasik dan berukuran besar disamping pintu kecil menuju toilet yang semakin menambah kesan mistis di ruangan yang kosong dengan dinding kaca yang dibiarkan selalu tertutup oleh gorden itu. menjadikannya suasana yang temaram walaupun di siang hari. terlebih ketika menyibakkan gorden dibagian belakang yang menjadi pembatas area perkantoran tersebut, maka langsung terpampang jelas dan hanya berjarak sekitar tiga meter yaitu sekumpulan pohon bambu liar yang terlihat saling bersenggolan tertiup angin.
tapi Meidy selalu berusaha menguasai rasa takutnya. ia selalu menepis perasaannya. apa sebenarnya si Merah yang di maksud Anji itu, ah apa mungkin sofa itu? jadi hanya sofa itu? haha lucu sekali! bahkan Ia pun tidak pernah menemukan apa-apa ketika di lantai dua. mengapa Ia bergitu bodoh dan terlalu menanggapi candaan konyol Anji, begitu pikirnya.
siang itu Meidy beranjak dari kursinya hendak naik menuju toilet. seperti biasa Anji bersiap melontarkan candaannya.
"awas, diatas..."
"apa? si Merah lagi??" Meidy memotong cepat. matanya tampak melotot kepada Anji.
Anji berusaha menyembunyikan tawanya. tapi diotaknya muncul sebuah ide untuk mengerjai Meidy. sifat jahilnya memang sangat menyebalkan. Ia melepas sepatunya dan benjinjit perlahan menaiki anak tangga agar suaranya tidak terdengar. ketika sampai diatas Ia pun berhenti di depan pintu geser kecil yang menghubungkan lorong kecil menuju toilet. Ia menggeser pintu kecil tersebut dan menutupnya agar ketika Meidy keluar dari toilet dan membuka pintu kecil itu maka Ia akan kaget melihat kepala Anji menjulur dibalik pintu itu. disitulah Anji akan merasa puas melihat ekpresi kaget Meidy.
Ia tak sabar menunggu. perlahan terdengar suara langkah sepatu Meidy. Anji semakin bersemangat dan bersiap memasang wajah yang sangat seram agar semakin membuat Meidy ketakutan. langkah sepatu Meidy semakin dekat, kemudian pintu kecil itu bergeser. Anji segera menjulurkan kepalanya dengan ekspresi seram yang dibuatnya disertai suara dengusan kecilnya. Meidy terlonjak kaget dan spontan mundur ketika mendapatinya dan beberapa detik kemudian Ia berteriak histeris. Anji tak kuasa menahan tawanya dan terpingkal-pingkal memegang perutnya. Ia merasa sangat sukses mengerjai Meidy. Namun beberapa saat kemudian tawanya perlahan terhenti ketika Ia menyadari tubuh Meidy sudah terbaring di lantai.
Anji segera menghampiri Meidy, menepuk-nepuk bahunya. dibenaknya sempat terpikir apa mungkin kali ini Meidy yang mengerjainya? tapi Meidy tak kunjung bangun. Ia pun mulai panik. Mereka hanya berdua di kantor itu dan kini Anji harus sendirian menangani temannya yang pingsan ini. Ia pun mengangkat tubuh Meidy dan membaringkannya di atas sofa merah disamping pintu kecil itu.
Ia menatap Meidy dengan bingung dan masih tak percaya bahwa candaan konyolnya bisa sampai membuat temannya tak sadarkan diri. apakah Meidy selemah itu? atau mungkin Meidy adalah penderita lemah jantung? Ia semakin merasa bersalah diantara pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan dalam kepanikannya.
Berbagai cara Ia lakukan mulai dari memijit kening Meidy, mendekatkan minyak aromatherapy yang Ia ambil dari kotak obat ke hidung Meidy, berusaha membangunkannya. Hingga sekitar lima belas menit kemudian terlihat Meidy perlahan menggerakkan tangganya kemudian membuka matanya.
“Mei, kamu udah sadar?” Anji langsung mendekat dan menepuk pelan bahu Meidy.
Meidy bangun dengan ekpresi kaget dan panik. Ia menoleh ke kiri dan kanan dengan tatapan nanar. lalu kemudian segera bengkit dengan tergesa-gesa dengan langkah yang tertatih-tatih.
Anji berusaha menahannya.
Meidy tidak memperdulikan Anji dan terus berlari kecil menuruni anak tangga dengan langkah yang lunglai dan nafas masih terengah-engah. Meraih tas nya kemudian pergi tanpa mematikan komputernya yang masih menyala.
“Mei” Anji berjalan dengan cepat berusaha mengikuti.
Meidy menghidupkan sepeda motornya dengan terburu-buru meski terlihat jelas bahwa Ia masih sangat lemah. Kemudian Ia langsung melesat pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
Anji terdiam menatap Meidy yang semakin menjauh. Selain merasa bersalah Ia pun merasa khawatir dengan Meidy yang mengendarai motor dalam keadaan seperti itu. Ia tidak menyangka jika Meidy akan semarah itu.
Keesokan harinya Meidy tidak masuk kerja. Anji berusaha menghubungi melalui ponselnya namun tidak ada jawaban.
Sore itu, Jam menunjukkan pukul 18.30 dan Anji masih berkutat dengan layar monitor didepannya yang tengah menampilkan pertempuran dalam Game Action yang sedang Ia mainkan.
Hari ini sudah masuk hari ketiga Meidy tidak datang ke kantor dan Anji sudah sedikit melupakan kejadian itu meski Ia tidak bisa menghilangkan rasa bersalah dalam benaknya ketika teringat Meidy. Sampai suatu ketika telepon berdering.
Siapa yang menelepon di luar jam kantor, begitu pikirnya. segera Ia meraih gagang telepon itu.
“halo, selamat Sore,” Jawab Anji pelan
“Halo..” suara wanita di sebrang sana tak kalah pelan
“Lym’s contractor, ada yang bisa dibantu?” jawab Anji lagi. Kali ini suaranya lebih dipertegas.
“Mas Anji..” wanita itu menjawab masih dengan nada pelan dan terdengar ragu.
Seketika Anji menyadari suara di sebrang sana
“Mei? Ini Kamu?? Tanya Anji terdengar sumringah “eh, ehm apa kabar?” lanjutnya kembali, Nada suaranya kini berubah menjadi gugup ketika Ia menyadari kekonyolannya tempo hari yang berakibat fatal.
Meidy tidak menjawab. Mereka saling berdiam beberapa detik.
“Mei, Aku minta maaf. Niatku Cuma ngerjain Kamu” Anji berusaha menata omongannya yang terdengar sangat gugup “Aku sadar becandaku kelewatan”
Belum terdengar jawaban dari Meidy, yang terdengar hanya hembusan nafasnya.
“Mei, Aku ga bermaksud…”
“ternyata Mas Anji bener, si Merah itu memang ada” Jawab Meidy memotong ucapan Anji.
Anji mengernyitkan dahinya
“maksud kamu?” Anji tidak mengerti, “oh itu.., itu Cuma lelucon yang Aku buat sendiri untuk menakuti Kamu Mei, hahaha” lanjut Anji disertai tawa yang agak dipaksakan. Masih terdengar gugup tentunya.
“Bukan Mas..” Jawab Meidy tertahan
“kemarin itu Aku yang ngerjain Kamu dengan maksud ngagetin Kamu, tapi ternyata Aku keterlaluan sampe Kamu pingsan” Anji berusaha menjelaskan “Aku tau Aku salah, Maafin Aku Mei,” lanjutnya dengan nada bersalah.
“Bukan Mas yang membuat Aku pingsan, tapi ada orang lain, kepalanya ikut muncul dibelakang Mas, dan tangannya memeluk bahu Mas dari belakang…, gaun merahnya sangat lusuh, menjuntai hampir menempel dengan lantai. Kakinya tidak terlihat..” ucap Meidy pelan dan lirih.
“Mei, Kamu jangan becanda,” jawab Anji. Suaranya hampir bergetar.
“tangannya yang keriput, kukunya yang runcing, wajahnya yang rusak, matannya yang merah pekat, mulutnya yang sobek sampai ke telinga dan senyumnya menyeringai penuh ancaman” Meidy berhenti sesaat mengatur nafasnya “Aku ga bisa lupa Mas.., sampai sekarang Aku ga bisa lupa. Dan aku selalu merasa dia terus mengawasiku” nada bicara Meidy terdengar sangat ketakutan pelan dan juga lirih.
Namun Anji bisa mendengar itu semua dengan jelas. Nafas Anji tercekat. Jantungnya berdegup kencang.
“Mei..” belum sempat Anji melanjutkan, telepon itu mendadak terputus.
Angin berhembus entah datang dari mana, dan menerpa tengkuk leher Anji. Seketika bulu romanya meremang. Ia bangkit dari kursinya, berusaha mengemasi barangnya dengan gemetar. Mendadak Ia merasa seperti tengah diawasi seseorang.
Tiba-tiba gelap. Seluruh lampu di area perkantoran itu mendadak mati.
berhubung ceritanya akan terus di update, ane bikinin index untuk cerita selanjutnya ya gan

Index :
cerita ke 3 --Shadow Man--
cerita ke 4 ---Jerigo---
cerita ke 5 ---tell me---
Diubah oleh benz9999 05-07-2018 11:00
pikadeku457 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
10K
Kutip
58
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
benz9999
#35
update cerita ke 4
Spoiler for Jerigo:
Api unggun itu bergoyang-goyang menerangi gelapnya malam dan padatnya belukar. Sesekali Ia mengeluarkan suara tek, tek, tek… yang berasal dari kayu didalamnya yang tengah dijajahnya.
Dihadapannya, tiga orang anak muda sedang duduk memandanginya. Dibelakang sekumpulan anak muda tersebut tampak sebuah tenda kecil yang sengaja dibuat untuk beristirahat.
“sebenarnya apasih tujuan Lo ngajak Kita kesini, Jer?” Tanya Fani kepada jerry.
Jerry menenggak kopi hitamnya.
“Iya, Lo bilang acaranya asik, apaan ditengah hutan gini, banyak nyamuk!” sambung Arga. Pria bertubuh tambun yang duduk disamping Jerry itu kemudian menepuk dan menggaruk kaki nya yang hanya menggunakan celana pendek selutut.
Jerry tersenyum kecut karena dibarengi kopi hitam yang tengah masuk ke tenggorokannya.
“jadi, Kalian mau tau sekarang?”
Fani menatap Jerry mengangkat kedua alisnya dengan tatapan bete.Sedangkan Arga masih menepuk-nepuk Kakinya yang digigiti nyamuk.
“jadi begini.” Lanjut Jerry “waktu kecil Kakek gue sering cerita tentang suku Jerigo yang katanya menetap di hutan ini.”
“terus?” Fani mengerutkan kening
Arga tampak mulai serius dan hanya sesekali menepuk kakinya.
“nah jadi ga ada yang tau persis keberadaan Suku Jerigo, kadang muncul, kadang hilang. Kulitnya hitam pekat, bulu ditubuhnya lebih panjang dari bulu manusia pada umumnya, mukanya seram dan bengis, tinggi besar, telanjang, dan dia ga bisa komunikasi sama kita.., tapi yang pasti Dia makan apapun makhluk hidup selain dari sukunya sendiri.” Jerry berhenti sejenak “termasuk Manusia” Lanjutnya menatap Fani dan Arga bergantian.
Fani terlihat ketakutan, mulut Arga terlihat menganga saking terkesiapnya dengan cerita Jerry.
“Iya manusia, seperti kita ini” Jerry kembali menegaskan.
“hiiiih serem banget…” Fani berkata dengan nada manja dan ketakutan. Matanya mengitari sekitar lokasi hutan.
“ya terus hubungannya sama Kita kesini apa? Udah deh, jangan bertele-tele” Arga tampaknya mulai kesal, mungkin efek rasa takut mendengar cerita Jerry.
“sabar Bro..” Jerry menepuk pundak Arga yang gemuk sambil cengengesan
“gue yakin itu Cuma cerita turun-temurun aja, sekarang udah ga ada itu” Jerry menepis telapak tangannya. “Nah kalian tau Blog gue selalu rame kan? Gw mau buktiin kesini dan share urban legend ini ke Blog gue, pasti keren banget.., dan buat kalian, tenang ada imbalan lumayan besar jumlahnya” ucap Jerry sambil tersenyum, mengangkat alis dan memetik jarinya.
“ckckckck” Fani menggelengkan kepalanya “Klo tau tujuannya kaya gini gue sih pasti nolak” lanjutnya
“gila Lo Jer.., demi popularitas Lo ajak Kita kesini. Lo ga mikir resikonya” Arga terlihat makin emosi.
“ Tenang aja ga, Lo panik banget kaya cewe. Kan gue udah bilang, itu Cuma urban legend aja. kakek gue cerita aja dari waktu gue masih kecil.., kalo pun cerita itu bener ya pastinya sekarang suku itu udah ga ada, percaya sama gue!” Jerry menjelaskan dengan sangat meyakinkan. “ udah pokoknya besok kita menyusuri hutan ini, bawa camera, kalo ada benda aneh yang kita temui apapun itu, Kita bawa dan Kita foto”
Arga dan Fani saling berpandangan.
“Pokoknya begitu Kita balik dari hutan ini, Kita pesta. Dan imbalan buat Kalian langsung cair” Jerry meyakinkan. Mengangkat alisnya dan mengangguk kearah Fani dan Arga secara bergantian.
Fani menghela nafasnya tanda menyerah. Arga terdiam dan memalingkan wajahnya.
Beberapa saat kemudian mereka memutuskan untuk beristirahat kedalam tenda.
Mereka bertiga sudah berbaring didalam tenda, posisi Jerry ditengah, Arga disebelah kanan, sedangkan Fani disebelah kiri.
“oh iya satu lagi,” ucap Jerry memecah keheningan “suku Jerigo suka berkeliaran tepat jam 12 malam, dan dia akan merasakan keberadaan Kita jika Kita dalam keadaan masih terjaga. Maka dari itu…, yang tidur belakangan…, nanti…., ditangkep…., sama…., Jerigooooo” Jerry berucap dengan nada menakuti dan setengah berteriak pada ujung kalimatnya. Kemudian menahan tawa dan menutup kedua matanya rapat-rapat.
Fani dan Arga melotot ketakutan dan menahan teriakannya sambil bergantian memukuli Jerry. Kemudian mereka berdua menutup matanya dan berlindung pada pundak Jerry untuk menutupi mukanya.
Jerry tetap menahan tawanya.
Beberapa saat kemudian mereka semua benar-benar terlelap.
Siang itu mereka menyusuri hutan, Mencari benda-benda dan hal-hal Aneh yang bisa dijadikan alat bukti yang konkret.
“kita pulang hari ini kan, Jer?” Tanya Fani
“ga bisa lah Fan, Kita selesaikan pencarian sampe sore, besok pagi kita pulang”
Lagi-lagi Fani dan Arga hanya menghela nafas.
Sudah hampir sore mereka tak menemukan apapun, jam tangan Jerry menunjukan pukul 16.30, tapi keadaan didalam hutan sudah mulai gelap. Mereka memutuskan untuk kembali ke tenda.
Pada saat perjalanan kembali tiba-tiba langkah Arga terhenti.
“Kenapa ga?” Tanya Jeri dan Fani hampir berbarengan.
“itu.. “ Arga menunjuk sesuatu.
Mereka menghampiri sesuatu yang ditunjuk Arga, benda itu sudah hampir menempel pada tanah dan dedaunan yang lembab. Ternyata itu adalah Baju manusia dan terdapat potongan tulang belulang disekitar Baju tersebut.
Fani menutup mulutnya dan berpegangan erat pada Arga. Sedangkan Jerry sibuk mengambil gambar dengan camera nya.
“Jer, gak bener ini, gak beres ini tempat” Arga setengah berteriak dengan emosi
Fani tetap berpegangan erat pada Arga. Jelas wajahnya menunjukkan ketakutan.
“ya mungkin ini mayat orang yang bunuh diri” Jawab Jerry enteng
“itu ga utuh Jer, coba liat dimana tulang tengkorak kepalanya? Tulang kakinya?”
Jerry terdiam beberapa saat mendengar ucapan Arga.
“udah udah.., ayo cepat kita kembali ke tenda” ucapnya pelan mencoba menenangkan.
“pokoknya kita pulang sekarang!” ucap Fani setengah berteriak dan suaranya terdengar bergetar.
Arga mengangguk mantap, setuju dengan Fani.
“kalian ga liat udah gelap gini?” sahut Jerry sambil mengisyaratkan pandangannya ke langit. “gue janji, besok pagi Kita cabut” Jerry berkata tegas dan meyakinkan. Lalu berbalik pergi.
Fani dan Arga bertatapan dengan raut wajah panik, ketakutan dan marah. Tapi mereka tidak memiliki pilihan lain karna Jerry lah yang cukup tau titik-titik tempat untuk menuju keluar dari hutan itu.
Perlahan dengan langkah putus asa mereka mengikuti Jerry untuk kembali ke tenda.
Di dalam tenda mereka semua berbaring dan terdiam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka.
Jerry memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Sedangkan Fani dan Arga masih tetap terjaga.
Entah sudah berapa lama Jerry terlelap, hingga dia terbangun dengan kaget karna Fani yang membangunkannya dengan panik.
"Lo kenapa sih Fan" tanya Jerry yang kaget dengan setengah sadar
"Bangun sekarang Jer, Arga..., Arga dimana Jer??" nada panik terdengar dari mulut Fani diiringi isak tangis.
Jerry menoleh ke sebelah kanannya, memang Arga tidak ada disana.
"Bukannya tadi Lo sama dia belum tidur? Lo ga liat dia kemana?" tanya Jerry.
"Tadi.., tadi emang gue belum tidur, tapi gue jg ga sadar perasaan gue baru merem sebentar, tiba-tiba gue sadar dan pas gue balik badan kearah kalian, Arga.. Udah ga ada disitu" tangis Fani semakin pecah.
Jerry melihat jam tangannya. Jam 04.00
"Mungkin dia buang air kecil, Fan. Lo tenang dulu ya.. "
"Ga mungkin Jer, gue tau banget Arga, dia penakut banget anaknya. Kalo dia mau buang air pasti bangunin gue atau lo" fani menjawab dengan panik, ucapannya nyaris tidak terdengar jelas karna diselingi dengan tangisan. "Jer, gue takut.. Terjadi apa-apa sama Arga"
"Fan.., Lo tenang dulu. Ini gelap banget walaupun pake senter, emang lo mau kita keluar cari Arga sekarang?"
"Tapi Arga... " ucapan Fani terhenti disusul dengan tangisan yang terisak.
"Iya gue jg khawatir, Kita tunggu sampai pagi ya, siapa tau Arga benar-benar cuma buang air kecil. Plis lo tenang dulu ya"
Fani berusaha tenang meskipun Ia masih sesenggukan, tetap tak kuasa menahan tangis dan kepanikannya.
Hingga jam menunjukan pukul 05.30 Arga belum juga kembali. Akhirnya mereka sepakat mencari Arga. Dengan bermodalkan lampu senter mereka melakukan pencarian menyusuri hutan hingga hari benar-benar terang.
Mereka sudah mencari ke berbagai arah tapi nihil.
"Fan, udah siang ini mending Kita balik ke tenda makan dulu bentar, habis itu kita jalan lagi cari Arga"
"Gak Jer, gue ga laper, gue mikirin Arga.. "jawab Fani. matanya terlihat kembali berlinang.
"Oke, tapi kita istirahat dulu ya, lo duduk dulu disini ya" kata Jerry sambil menunjuk dahan pohon besar yang tergeletak. "Gue ke tenda ambil makanan buat lo ya, lo harus makan dulu gue takut lo pingsan."
"Tempat ini bener-bener terkutuk Jer, harusnya kita ga kesini" Fani menghapus air matanya yang terus mengalir dan menghapus cairan yang keluar dari hidungnya.
Jerry terdiam.
"Tunggu disini Fan, gue ambil makanan buat Lo. Habis Lo makan kita langsung cari Arga lagi" kata jerry kemudian, dan berjalan setengah berlari ke arah tenda.
Fani duduk di dahan pohon itu. Pikirannya terus berputar memikirkan nasib Arga, dan tentu juga nasibnya sendiri.
Tidak terlalu lama untuk Jerry kembali lagi ke tempat Ia meninggalkan Fani. Tangannya membawa dua buah mie instan dalam cup yang sudah diseduhnya dengan sisa air panas yang tersisa di termos yang mereka bawa dari rumah.
"Fan..." teriaknya setengah berlari ke dahan itu. Tapi Fani tidak ada disana.
Jerry melayangkan pandangan nya, Ia ingat betul tadi Fani ada disana. Duduk di dahan itu. Fani tidak mungkin pergi mencari Arga sendiri karna Ia tau tentu Fani tidak seberani itu.
Ia semakin bingung, belum selesai pencarian Arga, kini masalah baru muncul.
"Fan..., Fani... " teriaknya berkali-kali.
Ia meletakkan Mie nya di dahan itu, kemudian tidak ada pilihan lain, Ia segera mencari Fani. Ia menyusuri tempat-tempat terdekat dengan titik dimana Ia meninggalkan Fani tadi, tapi tidak ada. Ia pun mengambil pilihan melebarkan pencarian menuju tempat yang lebih jauh, sempat putus asa, tapi Ia harus tetap mencari Fani, sekaligus Arga.
Ia terus melakukan pencarian hingga hari kembali mulai gelap, entah sudah sejauh mana Ia mencari sampai Ia tak mengenali lagi jalan kembali ke tenda.
Hari sudah benar-benar gelap sekarang, untung Jerry selalu mengantongi lampu senter kecilnya. Dia sudah putus asa, kehilangan jejak kedua temannya dan juga jejak jalan kembali. Sekarang bukan lagi Arga dan Fani yang Ia khawatirkan. Tapi juga dirinya sendiri. Ia sempat terdiam dan berpikir. Kini Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Memang benar, kenapa Ia harus mengajak teman-temannya ke tempat ini.
Dalam pikirannya yang berkecamuk, Ia sempat mendengar seperti ada suara sekumpulan orang. Ia pun melayangkan lampu senternya ke lokasi sekitar. Lalu tampak dari kejauhan sekumpulan orang. Ia pun sedikit lega, syukurlah dalam keadaan seperti ini Ia masih bisa bertemu orang.
Segera Ia menghampiri kerumunan itu. Kira-kira 20 meter jaraknya dengan sekumpulan orang itu Ia berhenti sejenak. Ia merasa ada yang aneh. Sekumpulan orang itu bertubuh tinggi besar, lebih besar dari manusia pada umumnya, dan tubuhnya hitam pekat. Ia pun mengintip dari balik pepohonan. Ia dapat melihat jelas karna ditempat sekumpulan orang itu memang terang, mereka menggunakan beberapa titik api yang dinyalakan pada kayu-kayu yang tertancap.
Ia menatap dibalik pepohonan aktifitas sekumpulan orang aneh tersebut, semakin jelas mereka memiliki bulu yang lebih panjang dari bulu manusia meskipun tidak juga lebat. Dan begitu Ia melihat wajah orang tersebut, Ia bergidik. Wajahnya seram dan terlihat sangat bengis. Apakah itu... Suku Jerigo yang sempet diceritakan kakeknya. Ternyata mereka benar-benar ada. Ia terus memperhatikan dengan gemetar, mereka seperti tengah melakukan pesta, hingga tampaklah kira-kira empat orang menggotong peti dan ketika peti itu diturunkan tampak seorang wanita berteriak histeris. Dan suara teriakan itu.., Ia sangat mengenalinya. Ya itu Fani.
Ingin rasanya Ia menghampiri menolong Fani, tapi rasanya tidak mungkin mengingat bahwa kumpulan orang itu lumayan banyak dan mereka semua bertubuh besar.
Mereka serempak mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil bersorak, "Huuuuu, Huuuuuu, Huuuuu" ketika tubuh Fani yang terikat dikeluarkan dari Peti itu.
Jerry mengepalkan tangannya erat-erat. Nafasnya tersengal-sengal.
Kemudian salah satu dari kumpulan orang itu berbicara dengan keras, Jerry tidak mengerti pembicaraannya karna itu bukan bahasa manusia pada umumnya. Setelah itu majulah salah satu orang memegang kepala Fani, dan satu orang lainnya memegang kaki Fani. Fani terus meronta-ronta dengan histerisnya. Suaranya penuh ketakutan yang mencekam. Lalu salah satu orang yang tadi berbicara kembali berteriak seperti menginstruksikan sesuatu. Setelah orang itu berteriak maka ditariklah oleh dua orang tadi kaki dan kepala Fani secara berlawanan.
Teriakan Fani semakin kalap.
Mulut dan gigi Jerry gemertakan, tangannya menggenggam lampu senternya dengan sangat keras dan gemetar.
Teriakan Fani terhenti seperti meninggalkan kesakitan yang teramat dalam ketika tubuh dan kepalanya terpisah.
Orang yang tadi menarik kepala Fani kini mengacung-acungkan kepala Fani yang masih meneteskan darah dengan derasnya, kemudian melemparkan kepala itu ke kerumunan yang lainnya. Mereka dengan buasnya berebutan kepala Fani yang dilempar kearahnya. Lalu sekumpulan lainnya mengerubungi tubuh fani. Memakannya dengan buasnya.
Jerry lunglai. Ia jatuh terduduk, memegang dadanya. Ia kacau sekacau-kacaunya. tapi Akal sehatnya masih bekerja. Ia ingin lari sebelum nasibnya sama seperti Fani.
Pada saat ia menggeser telapak tangannya untuk beranjak, tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu. Ketika Ia angkat ternyata sesuatu itu adalah potongan tangan yang berukuran gemuk dan masih mengenakan jam tangan. Dan jam tangan itu milik Arga. Ia sontak melempar tangan itu. Dan tidak jauh dari tangan yang Ia lemparkan itu, tampak kepala manusia yang rupa wajahnya hanya tinggal terlihat bagian mata kiri dan hidungnya. sedangkan bagian lainnya sudah terkoyak seperti habis digerogoti. Tapi Ia masih bisa mengenali. Itu benar-benar Arga.
Jerry semakin kacau diantara ketakutan-ketakutan yang datang bergantian. Ia tetap berusaha bangkit. Ia berhasil berdiri dan ketika berbalik hendak berlari Ia dikejutkan oleh satu orang bertubuh tinggi besar, hitam pekat dan berbulu yang menghadangnya. Orang itu menarik kerah bajunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, kemudian berteriak kepada sekumpulan kelompok nya dengan bahasa yang tidak dimengerti sambil mengayun-ayunkan tubuh Jerry seolah memberi tahu teman-temannya bahwa Ia mendapat mangsa baru.
Sekumpulan kelompok yang tengah sibuk memakan tubuh Fani langsung menoleh kearahnya, kemudian mereka semua berdiri, lalu bersorak senang seraya mengangkat kedua tanggannya tinggi-tinggi.
"Huuuuu, Huuuuu, Huuuuu"
Dihadapannya, tiga orang anak muda sedang duduk memandanginya. Dibelakang sekumpulan anak muda tersebut tampak sebuah tenda kecil yang sengaja dibuat untuk beristirahat.
“sebenarnya apasih tujuan Lo ngajak Kita kesini, Jer?” Tanya Fani kepada jerry.
Jerry menenggak kopi hitamnya.
“Iya, Lo bilang acaranya asik, apaan ditengah hutan gini, banyak nyamuk!” sambung Arga. Pria bertubuh tambun yang duduk disamping Jerry itu kemudian menepuk dan menggaruk kaki nya yang hanya menggunakan celana pendek selutut.
Jerry tersenyum kecut karena dibarengi kopi hitam yang tengah masuk ke tenggorokannya.
“jadi, Kalian mau tau sekarang?”
Fani menatap Jerry mengangkat kedua alisnya dengan tatapan bete.Sedangkan Arga masih menepuk-nepuk Kakinya yang digigiti nyamuk.
“jadi begini.” Lanjut Jerry “waktu kecil Kakek gue sering cerita tentang suku Jerigo yang katanya menetap di hutan ini.”
“terus?” Fani mengerutkan kening
Arga tampak mulai serius dan hanya sesekali menepuk kakinya.
“nah jadi ga ada yang tau persis keberadaan Suku Jerigo, kadang muncul, kadang hilang. Kulitnya hitam pekat, bulu ditubuhnya lebih panjang dari bulu manusia pada umumnya, mukanya seram dan bengis, tinggi besar, telanjang, dan dia ga bisa komunikasi sama kita.., tapi yang pasti Dia makan apapun makhluk hidup selain dari sukunya sendiri.” Jerry berhenti sejenak “termasuk Manusia” Lanjutnya menatap Fani dan Arga bergantian.
Fani terlihat ketakutan, mulut Arga terlihat menganga saking terkesiapnya dengan cerita Jerry.
“Iya manusia, seperti kita ini” Jerry kembali menegaskan.
“hiiiih serem banget…” Fani berkata dengan nada manja dan ketakutan. Matanya mengitari sekitar lokasi hutan.
“ya terus hubungannya sama Kita kesini apa? Udah deh, jangan bertele-tele” Arga tampaknya mulai kesal, mungkin efek rasa takut mendengar cerita Jerry.
“sabar Bro..” Jerry menepuk pundak Arga yang gemuk sambil cengengesan
“gue yakin itu Cuma cerita turun-temurun aja, sekarang udah ga ada itu” Jerry menepis telapak tangannya. “Nah kalian tau Blog gue selalu rame kan? Gw mau buktiin kesini dan share urban legend ini ke Blog gue, pasti keren banget.., dan buat kalian, tenang ada imbalan lumayan besar jumlahnya” ucap Jerry sambil tersenyum, mengangkat alis dan memetik jarinya.
“ckckckck” Fani menggelengkan kepalanya “Klo tau tujuannya kaya gini gue sih pasti nolak” lanjutnya
“gila Lo Jer.., demi popularitas Lo ajak Kita kesini. Lo ga mikir resikonya” Arga terlihat makin emosi.
“ Tenang aja ga, Lo panik banget kaya cewe. Kan gue udah bilang, itu Cuma urban legend aja. kakek gue cerita aja dari waktu gue masih kecil.., kalo pun cerita itu bener ya pastinya sekarang suku itu udah ga ada, percaya sama gue!” Jerry menjelaskan dengan sangat meyakinkan. “ udah pokoknya besok kita menyusuri hutan ini, bawa camera, kalo ada benda aneh yang kita temui apapun itu, Kita bawa dan Kita foto”
Arga dan Fani saling berpandangan.
“Pokoknya begitu Kita balik dari hutan ini, Kita pesta. Dan imbalan buat Kalian langsung cair” Jerry meyakinkan. Mengangkat alisnya dan mengangguk kearah Fani dan Arga secara bergantian.
Fani menghela nafasnya tanda menyerah. Arga terdiam dan memalingkan wajahnya.
Beberapa saat kemudian mereka memutuskan untuk beristirahat kedalam tenda.
Mereka bertiga sudah berbaring didalam tenda, posisi Jerry ditengah, Arga disebelah kanan, sedangkan Fani disebelah kiri.
“oh iya satu lagi,” ucap Jerry memecah keheningan “suku Jerigo suka berkeliaran tepat jam 12 malam, dan dia akan merasakan keberadaan Kita jika Kita dalam keadaan masih terjaga. Maka dari itu…, yang tidur belakangan…, nanti…., ditangkep…., sama…., Jerigooooo” Jerry berucap dengan nada menakuti dan setengah berteriak pada ujung kalimatnya. Kemudian menahan tawa dan menutup kedua matanya rapat-rapat.
Fani dan Arga melotot ketakutan dan menahan teriakannya sambil bergantian memukuli Jerry. Kemudian mereka berdua menutup matanya dan berlindung pada pundak Jerry untuk menutupi mukanya.
Jerry tetap menahan tawanya.
Beberapa saat kemudian mereka semua benar-benar terlelap.
***
Siang itu mereka menyusuri hutan, Mencari benda-benda dan hal-hal Aneh yang bisa dijadikan alat bukti yang konkret.
“kita pulang hari ini kan, Jer?” Tanya Fani
“ga bisa lah Fan, Kita selesaikan pencarian sampe sore, besok pagi kita pulang”
Lagi-lagi Fani dan Arga hanya menghela nafas.
Sudah hampir sore mereka tak menemukan apapun, jam tangan Jerry menunjukan pukul 16.30, tapi keadaan didalam hutan sudah mulai gelap. Mereka memutuskan untuk kembali ke tenda.
Pada saat perjalanan kembali tiba-tiba langkah Arga terhenti.
“Kenapa ga?” Tanya Jeri dan Fani hampir berbarengan.
“itu.. “ Arga menunjuk sesuatu.
Mereka menghampiri sesuatu yang ditunjuk Arga, benda itu sudah hampir menempel pada tanah dan dedaunan yang lembab. Ternyata itu adalah Baju manusia dan terdapat potongan tulang belulang disekitar Baju tersebut.
Fani menutup mulutnya dan berpegangan erat pada Arga. Sedangkan Jerry sibuk mengambil gambar dengan camera nya.
“Jer, gak bener ini, gak beres ini tempat” Arga setengah berteriak dengan emosi
Fani tetap berpegangan erat pada Arga. Jelas wajahnya menunjukkan ketakutan.
“ya mungkin ini mayat orang yang bunuh diri” Jawab Jerry enteng
“itu ga utuh Jer, coba liat dimana tulang tengkorak kepalanya? Tulang kakinya?”
Jerry terdiam beberapa saat mendengar ucapan Arga.
“udah udah.., ayo cepat kita kembali ke tenda” ucapnya pelan mencoba menenangkan.
“pokoknya kita pulang sekarang!” ucap Fani setengah berteriak dan suaranya terdengar bergetar.
Arga mengangguk mantap, setuju dengan Fani.
“kalian ga liat udah gelap gini?” sahut Jerry sambil mengisyaratkan pandangannya ke langit. “gue janji, besok pagi Kita cabut” Jerry berkata tegas dan meyakinkan. Lalu berbalik pergi.
Fani dan Arga bertatapan dengan raut wajah panik, ketakutan dan marah. Tapi mereka tidak memiliki pilihan lain karna Jerry lah yang cukup tau titik-titik tempat untuk menuju keluar dari hutan itu.
Perlahan dengan langkah putus asa mereka mengikuti Jerry untuk kembali ke tenda.
Di dalam tenda mereka semua berbaring dan terdiam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka.
Jerry memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Sedangkan Fani dan Arga masih tetap terjaga.
Entah sudah berapa lama Jerry terlelap, hingga dia terbangun dengan kaget karna Fani yang membangunkannya dengan panik.
"Lo kenapa sih Fan" tanya Jerry yang kaget dengan setengah sadar
"Bangun sekarang Jer, Arga..., Arga dimana Jer??" nada panik terdengar dari mulut Fani diiringi isak tangis.
Jerry menoleh ke sebelah kanannya, memang Arga tidak ada disana.
"Bukannya tadi Lo sama dia belum tidur? Lo ga liat dia kemana?" tanya Jerry.
"Tadi.., tadi emang gue belum tidur, tapi gue jg ga sadar perasaan gue baru merem sebentar, tiba-tiba gue sadar dan pas gue balik badan kearah kalian, Arga.. Udah ga ada disitu" tangis Fani semakin pecah.
Jerry melihat jam tangannya. Jam 04.00
"Mungkin dia buang air kecil, Fan. Lo tenang dulu ya.. "
"Ga mungkin Jer, gue tau banget Arga, dia penakut banget anaknya. Kalo dia mau buang air pasti bangunin gue atau lo" fani menjawab dengan panik, ucapannya nyaris tidak terdengar jelas karna diselingi dengan tangisan. "Jer, gue takut.. Terjadi apa-apa sama Arga"
"Fan.., Lo tenang dulu. Ini gelap banget walaupun pake senter, emang lo mau kita keluar cari Arga sekarang?"
"Tapi Arga... " ucapan Fani terhenti disusul dengan tangisan yang terisak.
"Iya gue jg khawatir, Kita tunggu sampai pagi ya, siapa tau Arga benar-benar cuma buang air kecil. Plis lo tenang dulu ya"
Fani berusaha tenang meskipun Ia masih sesenggukan, tetap tak kuasa menahan tangis dan kepanikannya.
Hingga jam menunjukan pukul 05.30 Arga belum juga kembali. Akhirnya mereka sepakat mencari Arga. Dengan bermodalkan lampu senter mereka melakukan pencarian menyusuri hutan hingga hari benar-benar terang.
Mereka sudah mencari ke berbagai arah tapi nihil.
"Fan, udah siang ini mending Kita balik ke tenda makan dulu bentar, habis itu kita jalan lagi cari Arga"
"Gak Jer, gue ga laper, gue mikirin Arga.. "jawab Fani. matanya terlihat kembali berlinang.
"Oke, tapi kita istirahat dulu ya, lo duduk dulu disini ya" kata Jerry sambil menunjuk dahan pohon besar yang tergeletak. "Gue ke tenda ambil makanan buat lo ya, lo harus makan dulu gue takut lo pingsan."
"Tempat ini bener-bener terkutuk Jer, harusnya kita ga kesini" Fani menghapus air matanya yang terus mengalir dan menghapus cairan yang keluar dari hidungnya.
Jerry terdiam.
"Tunggu disini Fan, gue ambil makanan buat Lo. Habis Lo makan kita langsung cari Arga lagi" kata jerry kemudian, dan berjalan setengah berlari ke arah tenda.
Fani duduk di dahan pohon itu. Pikirannya terus berputar memikirkan nasib Arga, dan tentu juga nasibnya sendiri.
Tidak terlalu lama untuk Jerry kembali lagi ke tempat Ia meninggalkan Fani. Tangannya membawa dua buah mie instan dalam cup yang sudah diseduhnya dengan sisa air panas yang tersisa di termos yang mereka bawa dari rumah.
"Fan..." teriaknya setengah berlari ke dahan itu. Tapi Fani tidak ada disana.
Jerry melayangkan pandangan nya, Ia ingat betul tadi Fani ada disana. Duduk di dahan itu. Fani tidak mungkin pergi mencari Arga sendiri karna Ia tau tentu Fani tidak seberani itu.
Ia semakin bingung, belum selesai pencarian Arga, kini masalah baru muncul.
"Fan..., Fani... " teriaknya berkali-kali.
Ia meletakkan Mie nya di dahan itu, kemudian tidak ada pilihan lain, Ia segera mencari Fani. Ia menyusuri tempat-tempat terdekat dengan titik dimana Ia meninggalkan Fani tadi, tapi tidak ada. Ia pun mengambil pilihan melebarkan pencarian menuju tempat yang lebih jauh, sempat putus asa, tapi Ia harus tetap mencari Fani, sekaligus Arga.
Ia terus melakukan pencarian hingga hari kembali mulai gelap, entah sudah sejauh mana Ia mencari sampai Ia tak mengenali lagi jalan kembali ke tenda.
Hari sudah benar-benar gelap sekarang, untung Jerry selalu mengantongi lampu senter kecilnya. Dia sudah putus asa, kehilangan jejak kedua temannya dan juga jejak jalan kembali. Sekarang bukan lagi Arga dan Fani yang Ia khawatirkan. Tapi juga dirinya sendiri. Ia sempat terdiam dan berpikir. Kini Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Memang benar, kenapa Ia harus mengajak teman-temannya ke tempat ini.
Dalam pikirannya yang berkecamuk, Ia sempat mendengar seperti ada suara sekumpulan orang. Ia pun melayangkan lampu senternya ke lokasi sekitar. Lalu tampak dari kejauhan sekumpulan orang. Ia pun sedikit lega, syukurlah dalam keadaan seperti ini Ia masih bisa bertemu orang.
Segera Ia menghampiri kerumunan itu. Kira-kira 20 meter jaraknya dengan sekumpulan orang itu Ia berhenti sejenak. Ia merasa ada yang aneh. Sekumpulan orang itu bertubuh tinggi besar, lebih besar dari manusia pada umumnya, dan tubuhnya hitam pekat. Ia pun mengintip dari balik pepohonan. Ia dapat melihat jelas karna ditempat sekumpulan orang itu memang terang, mereka menggunakan beberapa titik api yang dinyalakan pada kayu-kayu yang tertancap.
Ia menatap dibalik pepohonan aktifitas sekumpulan orang aneh tersebut, semakin jelas mereka memiliki bulu yang lebih panjang dari bulu manusia meskipun tidak juga lebat. Dan begitu Ia melihat wajah orang tersebut, Ia bergidik. Wajahnya seram dan terlihat sangat bengis. Apakah itu... Suku Jerigo yang sempet diceritakan kakeknya. Ternyata mereka benar-benar ada. Ia terus memperhatikan dengan gemetar, mereka seperti tengah melakukan pesta, hingga tampaklah kira-kira empat orang menggotong peti dan ketika peti itu diturunkan tampak seorang wanita berteriak histeris. Dan suara teriakan itu.., Ia sangat mengenalinya. Ya itu Fani.
Ingin rasanya Ia menghampiri menolong Fani, tapi rasanya tidak mungkin mengingat bahwa kumpulan orang itu lumayan banyak dan mereka semua bertubuh besar.
Mereka serempak mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil bersorak, "Huuuuu, Huuuuuu, Huuuuu" ketika tubuh Fani yang terikat dikeluarkan dari Peti itu.
Jerry mengepalkan tangannya erat-erat. Nafasnya tersengal-sengal.
Kemudian salah satu dari kumpulan orang itu berbicara dengan keras, Jerry tidak mengerti pembicaraannya karna itu bukan bahasa manusia pada umumnya. Setelah itu majulah salah satu orang memegang kepala Fani, dan satu orang lainnya memegang kaki Fani. Fani terus meronta-ronta dengan histerisnya. Suaranya penuh ketakutan yang mencekam. Lalu salah satu orang yang tadi berbicara kembali berteriak seperti menginstruksikan sesuatu. Setelah orang itu berteriak maka ditariklah oleh dua orang tadi kaki dan kepala Fani secara berlawanan.
Teriakan Fani semakin kalap.
Mulut dan gigi Jerry gemertakan, tangannya menggenggam lampu senternya dengan sangat keras dan gemetar.
Teriakan Fani terhenti seperti meninggalkan kesakitan yang teramat dalam ketika tubuh dan kepalanya terpisah.
Orang yang tadi menarik kepala Fani kini mengacung-acungkan kepala Fani yang masih meneteskan darah dengan derasnya, kemudian melemparkan kepala itu ke kerumunan yang lainnya. Mereka dengan buasnya berebutan kepala Fani yang dilempar kearahnya. Lalu sekumpulan lainnya mengerubungi tubuh fani. Memakannya dengan buasnya.
Jerry lunglai. Ia jatuh terduduk, memegang dadanya. Ia kacau sekacau-kacaunya. tapi Akal sehatnya masih bekerja. Ia ingin lari sebelum nasibnya sama seperti Fani.
Pada saat ia menggeser telapak tangannya untuk beranjak, tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu. Ketika Ia angkat ternyata sesuatu itu adalah potongan tangan yang berukuran gemuk dan masih mengenakan jam tangan. Dan jam tangan itu milik Arga. Ia sontak melempar tangan itu. Dan tidak jauh dari tangan yang Ia lemparkan itu, tampak kepala manusia yang rupa wajahnya hanya tinggal terlihat bagian mata kiri dan hidungnya. sedangkan bagian lainnya sudah terkoyak seperti habis digerogoti. Tapi Ia masih bisa mengenali. Itu benar-benar Arga.
Jerry semakin kacau diantara ketakutan-ketakutan yang datang bergantian. Ia tetap berusaha bangkit. Ia berhasil berdiri dan ketika berbalik hendak berlari Ia dikejutkan oleh satu orang bertubuh tinggi besar, hitam pekat dan berbulu yang menghadangnya. Orang itu menarik kerah bajunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, kemudian berteriak kepada sekumpulan kelompok nya dengan bahasa yang tidak dimengerti sambil mengayun-ayunkan tubuh Jerry seolah memberi tahu teman-temannya bahwa Ia mendapat mangsa baru.
Sekumpulan kelompok yang tengah sibuk memakan tubuh Fani langsung menoleh kearahnya, kemudian mereka semua berdiri, lalu bersorak senang seraya mengangkat kedua tanggannya tinggi-tinggi.
"Huuuuu, Huuuuu, Huuuuu"
Diubah oleh benz9999 01-08-2017 09:28
0
Kutip
Balas