- Beranda
- Stories from the Heart
"Catatan Si Wawan"
...
TS
c4punk1950...
"Catatan Si Wawan"
Maaf sebelumnya saya hanyalah newbie yang baru belajar menulis dimohon saran dan kritiknya dari para penggemar story di mari, bila ada penulisan yang typo dan kesalahan lainnya mohon dimaafkan sebesar besarnya
WARNING !!!!
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak mengcopy paste cerita ini. semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan mengerti bahwa betapa susahnya membuat cerita.
Terima kasih
Cerita ini fiktif dan terinspirasi dari lagu lagu bang Iwan Fals, sebenarnya ini penggalan penggalan lagu yg dibuat cerita dan dibikin seakan akan cerita bersambung konteksnya saya pakai karakter si wawan setiap penggalan cerita moga disetiap cerita berhubungan dari sebuah lagunya bang Iwan. Atau keluar dari konteks tergantung inspirasi penulis.
Dimohon bimbingan dan sarannya untuk suhu suhu dimari maklum nubi baru membuat sebuah cerita semoga dapat prefix Tamat.
Ok saya tidak terlalu paham rule di thread ini tapi setidaknya hormati rule yang sudah dibuat momod di mari.
Quote:
Quote:
Diubah oleh c4punk1950... 04-07-2017 00:46
anasabila memberi reputasi
1
6.1K
Kutip
23
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
c4punk1950...
#15
Quote:
Mereka Ada Di Jalan

Kokok ayam berbunyi menandakan sang surya sebentar lagi akan hadir memberikan energinya, tampak seorang anak manusia masih tekun bersyukur kepada sang penciptanya di atas sajadah lusuh ia terdiam merenungi dan berdo'a agar kehidupannya esok agar lebih baik dari hari ini.
Lambat laun sinar lembut sudah menerangi isi kamar wawan, walau hari ini hari minggu tampak ia tetap sibuk dengan kegiatan pagi ini. Ia pun mulai merapikan ruangan kamarnya tak lupa gitar tuannya pun dibersihkan. Setelah selesai semuanya ia pun mulai membantu ibunya merapikan isi warung.
"Hmmm sudah jam 8 ..." gumamnya.
"Sudah waktunya nih untuk pergi" sambil mengambil gitar dan tas selempangnya.
"Bu...bu...bunda dimana ??" teriak Wawan.
"Ya bunda lagi cuci piring di dapur !!"
" Ohhh...Wawan mau jalan dolo..."
"Bentar dolo tolong warung di jagain sebentar" ujar Bunda.
"Ok....bu"
Kembali Wawan menuju warung sambil memetik gitar usangnya sambil bersenandung kecil.
"Beliiii...beliii..." ujar sosok gadis cantik di depan warung.
"Ya ..beli apa ??" ujar Wawan.
" Eh..itu kak beli Telor setengah ..."
"Bentar ya..." sambil mengambil beberapa butir telur dan menimbangnya.
"Kamu tumben ada dirumah...biasanya ikut ekskul ??" tanya Wawan pada gadis itu.
"Ya kak, lagi ga ada kegiatan kan minggu kemarin habis naik gunung" ucap sang gadis dengan wajah manisnya.
"Wooow mantep tuh, saya jadi inget waktu masih aktif disana" sambil memberikan telor kepada sang gadis.
"Lagi kakak keluar padahal kan dah senior di sana !!" ujarnya dan memberikan uang kepada Wawan.
"Ga..lah Din, waktunya susah untuk jual suara" sambil tersenyum ke arah Dini, dan memberikan receh sebagai kembalian.
"Ihhhh..Kakak bisa aja, makasih ya kak..eh tumben belum jalan"
"Iya bentar lagi, bunda belum selesai nyuci piring"
"Ohhhh..ok deh kak Dini pamit dolo deh" dengan wajah penuh keriangan di hari libur Dini menjauhi warung Wawan menuju rumahnya.
"Wannn..." ujar Bunda
"Ya bun..." dah beres nyucinya.
"Baru beres, ya sudah katanya kamu mau jalan nih ibu dah selesai ...." sambil merapikan jilbabnya.
" Ya bun Wawan jalan dolo..." sambil mencium tangan sang Bunda.
Seperti biasanya Wawan keliling dari bus dan bus bahkan ke perumahan untuk menjajakan suarannya. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, sang surya pun sudah mulai redup sinarnya tertutup awan tebal membuat hawa menjadi lebih teduh dan rasa lelah mulai menghampiri dirinya.
Sejenak ia pun beristirahat di pinggir jalan yang belum jadi, waktu itu kira2 hari sudah menjelang sore, mungkin sekitar pukul tiga. Dengan gitar tua di tangan ia segera bersandar pada gundukan tanah merah bekas urukan pembuatan jalan.
Entah jalan itu kapan akan selesai sudah hampir setahun pengerjaannya molor, kadang tempat ini jadi lahan parkir motor dan mobil tapi saat ini jadi adu ajang taktik sepak bola yang dilakoni bocah-bocah bertelanjang dada, sungguh asik mereka menari-nari dengan bola yang terbuat dari plastik, mereka riang gembira tawa mereka lepas khas anak-anak yang lugu yang mungkin mereka tidak pernah memikirkan kesusahan hidup yang diderita orang tua mereka.
Lahan itu dulunya adalah rumah-rumah mereka yang tergusur terkena imbas dari proyek pembangunan jalan yang sampai saat ini tidak kunjung selesai, entah apa masalahnya mungkin tidak ada dana gara-gara di sunat oleh orang -orang yang berhati kerdil yang jelas jalan itu kini menjadi tempat bermain mereka untuk melepas kejenuhan.
Karena asyiknya mereka bermain akhirnya Wawan terbawa suasana ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri mereka lebih dekat, dilihatnya anak-anak itu tanpa alas kaki bola di tendang dengan penuh semangat walau keringat mereka bercucuran mereka tak henti-hentinya memberi komando kepada rekan-rekannya agar terus semangat agar dapat memenangkan permainan.Kini Wawan sudah ada di tanah yang lebih tinggi dekat dengan mereka bermain pandangannya kini tajam mengamati anak-anak itu bermain dirinya terlihat senang namun hatinya merasa ada yang terluka.
Ia melihat tiang gawang yang terbuat dari reruntuhan bangunan yang tergusur, unik sekaligus miris memang karena bekas reruntuhan itu adalah SD tempat mereka bersekolah dahulu, kota ini adalah negeri pecinta sepak bola tapi yang terlihat saat ini tanah lapang di kota ini hanyalah dongeng sebelum tidur, karena sepak bola di kota ini sebenarnya hanyalah milik mereka yang punya uang saja, bayangkan harga untuk membeli sebuah sepatu saja mahalnya minta ampun apalagi untuk masuk sebuah club sepak bola, lapangan bagus mungkin hanya ada di senayan saja selebihnya tanah lapang yang biasa untuk tarkam itupun bisa dihitung dengan jari.Entah salah siapa apakah PSSI ?? atau penguasa ??? apakah salah mereka bocah yang bermain sepakbola sembarangan ??.
Negeri yang katanya makmur dan kaya ini mulai menunjukkan keangkuhannya anak-anak itu menjadi buktinya, rumah tergusur tanah lapang hilang hidup mereka tak ubahnya seperti lalat di tengah bangkai daging dimana sang pemangsa tak menghiraukan lalat-lalat itu, sang pemangsa sibuk memakan daging dan menganggap lalat itu adalah hal biasa karena ada bau busuk yang tercium dari daging, ironi memang bila daging itu adalah kekayaan negeri ini dan sang pemangsa yang berkuasa mengeruk isinya tanpa memperdulikan kehidupan lain, akhirnya mereka hanya bisa ada di jalan tanpa ada yang memperdulikan kehidupan mereka. Sedangkan negeri yang kaya ini habis isinya lalu semakin banyaklah artis-artis dadakan menjadi buah bibir semua orang. Mereka para pemangsa menjadi tenar dengan adanya berita-berita busuk yang dilihat di tv dan tercetak di surat kabar tentang dirinya yang tersangkut kasus korupsi. Negeri ini yang kaya dengan banyaknya pemimpin yang tak bermoral pada akhirnya akan membusuk dan lambat laun hancur bila dibiarkan seperti itu terus menerus.
Kembali ke bocah-bocah bertelanjang dada, dengan permainan samba ala Pele seorang anak mengecoh temannya, banyak orang kagum akan kemahirannya mengolah bola.
“Gamang !! oper kanan” ucap si Rully, bola pun di oper ke kanan yang langsung disambut oleh Ricky lalu mengecoh seorang pemain lawan dan bola pun di lesakkan kedalam gawang.
“goooollllll…..” teriak mereka secara bersamaan, seperti cuplikan yang biasa di tonton di tv mereka pun berpelukan dengan rasa senang, sedang di pihak lawan terasa lesu karena kalah point. Pertandingan pun dimulai kembali kedudukan pun kini berimbang mnjadi satu sama.
“ Ronny …Heri” ujar Nobon meminta bola dengan lambaian tangannya karena posisinya pas di mulut gawang. Tapi sial bola yang ditendang oleh Hery berhasil dhalau Juki,selamatlah gawangnya saat ini tapi sayang disana ada Cipto yang langsung menyundul bola kearah Suadi, kini ia menggiring bola mendekati gawang yang dijaga Yudo. Bola pun ditendang dengan keras yudo pun segera keluar dari mulut gawang dan menerkam bola tapi sayang bola hanya dapat ditinju sedang ia terjatuh berdebam ke tanah, bola hasil dari halauan si Yudo mengenai wajah Paslah dan akhirnya ia pun menangis, mereka pun akhirnya berhenti bermain lalu mencoba membantu Paslah yang cidera terkena bola. Ternyata ia menangis bukan terkena bola tapi karena paku yang menancap di kakinya dan akhirnya permainan mereka berakhir dengan skor imbang sambil membawa Paslah pulang dengan di gotong ramai-ramai.
Wawan menyudahi melihat aksi mereka, tak terasa matahari sudah ingin kembali ke peraduannya akhirnya, Wawan kembali melangkahkan kakinya menyusuri jalan dan sisa-sisa reruntuhan rumah, dalam hatinya sebagai wong cilik hanya berharap semoga mimpi mereka yang ada di jalan dapat terwujud.
*****************
Tampak rintik rintik hujan jatuh saling beriringan, dimalam itupun menambah hawa dingin terasa menusuk tulang. Didalam ruangan kecil tampak Wawan tersenyum tipis mengingat aksi anak-anak tadi sore, kemudian diambilnya gitar tua itu sambil bersenandung membelah sepinya malam.
Pukul tiga sore hari dijalan yang belum jadi
Aku melihat anak-anak kecil telanjang dada
Telanjang kaki asyik mengejar bola
Kuhampiri kudekati lalu duduk ditanah
Yang lebih tinggi
Agar lebih jelas lihat dan rasakan
Semangat mereka keringat mereka
Dalam memenangkan permainan
Ramang kecil Kadir kecil
Menggiring bola dijalanan
Ruly kecil Riky kecil
Lika-liku jebolkan gawang
Tiang gawang puing-puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya para pembual saja
Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Milik mereka yang punya uang saja
Dan sementara kita disini
Di jalan ini
Bola kaki dari plastik
Ditendang mampir ke langit
Pecahlah sudah kaca jendela hati
Sebab terkena bola tentu bukan salah mereka
Rony kecil Hery kecil
Gaya samba sodorkan bola
Nobon kecil Juki kecil
Jegal lawan amankan gawang
Cipto kecil Iswadi kecil
Tak tik tik tak terinjak paku
Yudo kecil Paslah kecil
Terkam bola jatuh menangis
Tak terasa malampun semakin larut dan Wawan pun, menaruh gitar tua itu lalu merebahkan diri di kasur lambat laun rasa kantuk pun mulai menyerang dan sang pengamen jalanan itu pun terlelap bermain dengan mimpi, mimpi akan hari esok yang lebih baik.

Kokok ayam berbunyi menandakan sang surya sebentar lagi akan hadir memberikan energinya, tampak seorang anak manusia masih tekun bersyukur kepada sang penciptanya di atas sajadah lusuh ia terdiam merenungi dan berdo'a agar kehidupannya esok agar lebih baik dari hari ini.
Lambat laun sinar lembut sudah menerangi isi kamar wawan, walau hari ini hari minggu tampak ia tetap sibuk dengan kegiatan pagi ini. Ia pun mulai merapikan ruangan kamarnya tak lupa gitar tuannya pun dibersihkan. Setelah selesai semuanya ia pun mulai membantu ibunya merapikan isi warung.
"Hmmm sudah jam 8 ..." gumamnya.
"Sudah waktunya nih untuk pergi" sambil mengambil gitar dan tas selempangnya.
"Bu...bu...bunda dimana ??" teriak Wawan.
"Ya bunda lagi cuci piring di dapur !!"
" Ohhh...Wawan mau jalan dolo..."
"Bentar dolo tolong warung di jagain sebentar" ujar Bunda.
"Ok....bu"
Kembali Wawan menuju warung sambil memetik gitar usangnya sambil bersenandung kecil.
"Beliiii...beliii..." ujar sosok gadis cantik di depan warung.
"Ya ..beli apa ??" ujar Wawan.
" Eh..itu kak beli Telor setengah ..."
"Bentar ya..." sambil mengambil beberapa butir telur dan menimbangnya.
"Kamu tumben ada dirumah...biasanya ikut ekskul ??" tanya Wawan pada gadis itu.
"Ya kak, lagi ga ada kegiatan kan minggu kemarin habis naik gunung" ucap sang gadis dengan wajah manisnya.
"Wooow mantep tuh, saya jadi inget waktu masih aktif disana" sambil memberikan telor kepada sang gadis.
"Lagi kakak keluar padahal kan dah senior di sana !!" ujarnya dan memberikan uang kepada Wawan.
"Ga..lah Din, waktunya susah untuk jual suara" sambil tersenyum ke arah Dini, dan memberikan receh sebagai kembalian.
"Ihhhh..Kakak bisa aja, makasih ya kak..eh tumben belum jalan"
"Iya bentar lagi, bunda belum selesai nyuci piring"
"Ohhhh..ok deh kak Dini pamit dolo deh" dengan wajah penuh keriangan di hari libur Dini menjauhi warung Wawan menuju rumahnya.
"Wannn..." ujar Bunda
"Ya bun..." dah beres nyucinya.
"Baru beres, ya sudah katanya kamu mau jalan nih ibu dah selesai ...." sambil merapikan jilbabnya.
" Ya bun Wawan jalan dolo..." sambil mencium tangan sang Bunda.
Seperti biasanya Wawan keliling dari bus dan bus bahkan ke perumahan untuk menjajakan suarannya. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, sang surya pun sudah mulai redup sinarnya tertutup awan tebal membuat hawa menjadi lebih teduh dan rasa lelah mulai menghampiri dirinya.
Sejenak ia pun beristirahat di pinggir jalan yang belum jadi, waktu itu kira2 hari sudah menjelang sore, mungkin sekitar pukul tiga. Dengan gitar tua di tangan ia segera bersandar pada gundukan tanah merah bekas urukan pembuatan jalan.
Entah jalan itu kapan akan selesai sudah hampir setahun pengerjaannya molor, kadang tempat ini jadi lahan parkir motor dan mobil tapi saat ini jadi adu ajang taktik sepak bola yang dilakoni bocah-bocah bertelanjang dada, sungguh asik mereka menari-nari dengan bola yang terbuat dari plastik, mereka riang gembira tawa mereka lepas khas anak-anak yang lugu yang mungkin mereka tidak pernah memikirkan kesusahan hidup yang diderita orang tua mereka.
Lahan itu dulunya adalah rumah-rumah mereka yang tergusur terkena imbas dari proyek pembangunan jalan yang sampai saat ini tidak kunjung selesai, entah apa masalahnya mungkin tidak ada dana gara-gara di sunat oleh orang -orang yang berhati kerdil yang jelas jalan itu kini menjadi tempat bermain mereka untuk melepas kejenuhan.
Karena asyiknya mereka bermain akhirnya Wawan terbawa suasana ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri mereka lebih dekat, dilihatnya anak-anak itu tanpa alas kaki bola di tendang dengan penuh semangat walau keringat mereka bercucuran mereka tak henti-hentinya memberi komando kepada rekan-rekannya agar terus semangat agar dapat memenangkan permainan.Kini Wawan sudah ada di tanah yang lebih tinggi dekat dengan mereka bermain pandangannya kini tajam mengamati anak-anak itu bermain dirinya terlihat senang namun hatinya merasa ada yang terluka.
Ia melihat tiang gawang yang terbuat dari reruntuhan bangunan yang tergusur, unik sekaligus miris memang karena bekas reruntuhan itu adalah SD tempat mereka bersekolah dahulu, kota ini adalah negeri pecinta sepak bola tapi yang terlihat saat ini tanah lapang di kota ini hanyalah dongeng sebelum tidur, karena sepak bola di kota ini sebenarnya hanyalah milik mereka yang punya uang saja, bayangkan harga untuk membeli sebuah sepatu saja mahalnya minta ampun apalagi untuk masuk sebuah club sepak bola, lapangan bagus mungkin hanya ada di senayan saja selebihnya tanah lapang yang biasa untuk tarkam itupun bisa dihitung dengan jari.Entah salah siapa apakah PSSI ?? atau penguasa ??? apakah salah mereka bocah yang bermain sepakbola sembarangan ??.
Negeri yang katanya makmur dan kaya ini mulai menunjukkan keangkuhannya anak-anak itu menjadi buktinya, rumah tergusur tanah lapang hilang hidup mereka tak ubahnya seperti lalat di tengah bangkai daging dimana sang pemangsa tak menghiraukan lalat-lalat itu, sang pemangsa sibuk memakan daging dan menganggap lalat itu adalah hal biasa karena ada bau busuk yang tercium dari daging, ironi memang bila daging itu adalah kekayaan negeri ini dan sang pemangsa yang berkuasa mengeruk isinya tanpa memperdulikan kehidupan lain, akhirnya mereka hanya bisa ada di jalan tanpa ada yang memperdulikan kehidupan mereka. Sedangkan negeri yang kaya ini habis isinya lalu semakin banyaklah artis-artis dadakan menjadi buah bibir semua orang. Mereka para pemangsa menjadi tenar dengan adanya berita-berita busuk yang dilihat di tv dan tercetak di surat kabar tentang dirinya yang tersangkut kasus korupsi. Negeri ini yang kaya dengan banyaknya pemimpin yang tak bermoral pada akhirnya akan membusuk dan lambat laun hancur bila dibiarkan seperti itu terus menerus.
Kembali ke bocah-bocah bertelanjang dada, dengan permainan samba ala Pele seorang anak mengecoh temannya, banyak orang kagum akan kemahirannya mengolah bola.
“Gamang !! oper kanan” ucap si Rully, bola pun di oper ke kanan yang langsung disambut oleh Ricky lalu mengecoh seorang pemain lawan dan bola pun di lesakkan kedalam gawang.
“goooollllll…..” teriak mereka secara bersamaan, seperti cuplikan yang biasa di tonton di tv mereka pun berpelukan dengan rasa senang, sedang di pihak lawan terasa lesu karena kalah point. Pertandingan pun dimulai kembali kedudukan pun kini berimbang mnjadi satu sama.
“ Ronny …Heri” ujar Nobon meminta bola dengan lambaian tangannya karena posisinya pas di mulut gawang. Tapi sial bola yang ditendang oleh Hery berhasil dhalau Juki,selamatlah gawangnya saat ini tapi sayang disana ada Cipto yang langsung menyundul bola kearah Suadi, kini ia menggiring bola mendekati gawang yang dijaga Yudo. Bola pun ditendang dengan keras yudo pun segera keluar dari mulut gawang dan menerkam bola tapi sayang bola hanya dapat ditinju sedang ia terjatuh berdebam ke tanah, bola hasil dari halauan si Yudo mengenai wajah Paslah dan akhirnya ia pun menangis, mereka pun akhirnya berhenti bermain lalu mencoba membantu Paslah yang cidera terkena bola. Ternyata ia menangis bukan terkena bola tapi karena paku yang menancap di kakinya dan akhirnya permainan mereka berakhir dengan skor imbang sambil membawa Paslah pulang dengan di gotong ramai-ramai.
Wawan menyudahi melihat aksi mereka, tak terasa matahari sudah ingin kembali ke peraduannya akhirnya, Wawan kembali melangkahkan kakinya menyusuri jalan dan sisa-sisa reruntuhan rumah, dalam hatinya sebagai wong cilik hanya berharap semoga mimpi mereka yang ada di jalan dapat terwujud.
*****************
Tampak rintik rintik hujan jatuh saling beriringan, dimalam itupun menambah hawa dingin terasa menusuk tulang. Didalam ruangan kecil tampak Wawan tersenyum tipis mengingat aksi anak-anak tadi sore, kemudian diambilnya gitar tua itu sambil bersenandung membelah sepinya malam.
Pukul tiga sore hari dijalan yang belum jadi
Aku melihat anak-anak kecil telanjang dada
Telanjang kaki asyik mengejar bola
Kuhampiri kudekati lalu duduk ditanah
Yang lebih tinggi
Agar lebih jelas lihat dan rasakan
Semangat mereka keringat mereka
Dalam memenangkan permainan
Ramang kecil Kadir kecil
Menggiring bola dijalanan
Ruly kecil Riky kecil
Lika-liku jebolkan gawang
Tiang gawang puing-puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya para pembual saja
Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Milik mereka yang punya uang saja
Dan sementara kita disini
Di jalan ini
Bola kaki dari plastik
Ditendang mampir ke langit
Pecahlah sudah kaca jendela hati
Sebab terkena bola tentu bukan salah mereka
Rony kecil Hery kecil
Gaya samba sodorkan bola
Nobon kecil Juki kecil
Jegal lawan amankan gawang
Cipto kecil Iswadi kecil
Tak tik tik tak terinjak paku
Yudo kecil Paslah kecil
Terkam bola jatuh menangis
Tak terasa malampun semakin larut dan Wawan pun, menaruh gitar tua itu lalu merebahkan diri di kasur lambat laun rasa kantuk pun mulai menyerang dan sang pengamen jalanan itu pun terlelap bermain dengan mimpi, mimpi akan hari esok yang lebih baik.
Diubah oleh c4punk1950... 03-07-2017 01:02
pulaukapok memberi reputasi
1
Kutip
Balas