- Beranda
- Stories from the Heart
"Catatan Si Wawan"
...
TS
c4punk1950...
"Catatan Si Wawan"
Maaf sebelumnya saya hanyalah newbie yang baru belajar menulis dimohon saran dan kritiknya dari para penggemar story di mari, bila ada penulisan yang typo dan kesalahan lainnya mohon dimaafkan sebesar besarnya
WARNING !!!!
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak mengcopy paste cerita ini. semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan mengerti bahwa betapa susahnya membuat cerita.
Terima kasih
Cerita ini fiktif dan terinspirasi dari lagu lagu bang Iwan Fals, sebenarnya ini penggalan penggalan lagu yg dibuat cerita dan dibikin seakan akan cerita bersambung konteksnya saya pakai karakter si wawan setiap penggalan cerita moga disetiap cerita berhubungan dari sebuah lagunya bang Iwan. Atau keluar dari konteks tergantung inspirasi penulis.
Dimohon bimbingan dan sarannya untuk suhu suhu dimari maklum nubi baru membuat sebuah cerita semoga dapat prefix Tamat.
Ok saya tidak terlalu paham rule di thread ini tapi setidaknya hormati rule yang sudah dibuat momod di mari.
Quote:
Quote:
Diubah oleh c4punk1950... 04-07-2017 00:46
anasabila memberi reputasi
1
6.1K
Kutip
23
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
c4punk1950...
#2
Quote:
Do'a Pengobral Dosa

Disebuah rumah sederhana dengan penataan ruangan yang tak bisa dikatakan rapih, Wawan sedang menatap kosong ke arah luar jendela dikamarnya, tampak sebuah gitar usang dan buku buku pelajaran berserakan di kasur yang digelar dibawah lantai, kamar kecil tapi penuh warna dan makna untuk sosok muda yang merintis kehidupan di kota besar.
Lamunannya buyar ketika ia mendengar panggilan ibunda yang menyuruhnya segera mandi karena sang surya perlahan meninggi.
" Wawan sana kamu mandi nak, dah mau siang nih nanti telat sekolahnya"
"Ya Bunda...." ujarku yang segera melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi tak lupa mengambil handuk kesayanganku yang berwarna biru.
Segera kupakai seragam lusuhku, sambil melirik ke sebuah celengan dari tanah liat, bentuknya lucu ayam jago yang gemuk.
" mmmhhh...waduh rambutku terlihat sudah panjang ya.." aku berkata sendiri ketika menatap sang cermin.
Tak lama panggilan bunda terdengar menyuruhku untuk sarapan, tak lama aku di dalam kamar segera mengambil sarapan yang dibuatkan bunda. Ya bunda kini sendiri ayahku telah tiada beliau sudah meninggal ketika aku di SMP, sudah empat tahun lamannya bunda berjuang menjadi single parent tapi tak terlihat letih diwajahnya mengurus diriku yang memang anak satu satunya.
Kulirik bunda dan tersenyum kepadanya, seorang ibu memang super hero dalam keadaan sesusah apapun beliau tetap tersenyum. Walau hatinya sedih, marah ia paksakan untuk tersenyum demi anak anak yang dicintainya.
"Upss..." air mataku hampir jatuh mengingat kegigihan bunda. Kuseka perlahan malu terlihat bunda.
"Bunda....aku pamit dolo" sambil mencium tangannya dengan lembut.
"Hati hati di jalan nak, oh iya ini gitarmu nanti lupa..." ujarnya.
"Iya Bunda.." segera kuambil gitarku, tak lupa kulemparkan senyumku kepadanya.
Yah gitar tua ini menemaniku setiap hari, setiap sepulang sekolah aku pasti akan mencari tambahan untul bunda yang hanya berdagang kecil kecilan dirumah. Para guru sudah tau apa yang kulakukan, mereka hanya berpesan gitarku dititipkan ke satpam sekolah ketika pelajaran di mulai.
Kulangkahkan kaki menelusuri cerahnya pagi, kemudian tenggelam dalam rutinitas harian sekolah yang sungguh menyita waktu.
Kini wawan berada di sebuah Sekolah Menengah Atas, sekolah idaman para murid yang nilai rata ratanya termasuk golongan pintar.Sekolah negeri yang diunggulkan di kota itu, riangnya tawa dan canda memang mengingatkan memory putih abu-abu sulit untuk dilupakan.
Ketika istirahat tiba kusempatkan diriku melihat anak-anak bermain basket di sisi sekolah. Dengan gaya macam pemain pro mereka bergerak lincah seperti Michael Jordan.
"Wan..." seseorang menepukku.
"Kyaa.." ucapku kaget karena sedang asik melamun.
" Busettt..lo kesambet ya gua panggil kaya lihat hantu" sambil garuk kepala yang tak gatal.
"Lo ngagetin aja Boy...lagi asik nonton juga" ucapku tak kalah sengit.
" Ya udah ke kantin yuk, ...temenin gua broo lagi laper berat nih" ucap si Boy sambil memegang perutnya.
Tak lama tibalah kami di kantin, perutku memang tak lapar tapi kalau dah si Boy yang ajak dengan terpaksa aku menurutinya, biasanya sih di traktir.
Kutarik bangku di sudut kantin, dan sambil melemparkan pandangan ke arah Boy.
"Lo mau makan apa ?? " ucap si Boy.
"Gua minum es teh aja deh Boy...belum laper"
"Ok tunggu sini ntar gua pesenin.." sambut si Boy sambil berlalu ke tempat pelayan.
Kemudian si Boy pun kembali. Dan seperti biasanya bercerita tentang pacarnya yang bikin pusing. Blum lagi cerita adik kelas yang suka dengan dirinya, maklumlah sosok di depanku ini termasuk tampan untuk ukuran seorang cowok. Tak lama mereka sedang asyik saling tukar bahan cerita bel sekolah tanda istirahat usai berbunyi.
"Kriinngggg...krinngggg !!!"
Tampak anak-anak sibuk memasuki kelas masing-masing. Tak lupa akupun memasuki ruangan kelas dan duduk di pojok dekat sebuah jendela yang terlihat tembus pandang, memang jendela ini sudah tak berkaca jadi bener bener tembus pandang dan angin semilirpun dapat menyapa yang di dalam kelas.
Tampak seorang guru melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan, dengan pakaian warna coklat muda di balut jilbab yang senada wanita paruh baya ini menaruh buku yang dibawanya keatas meja.
"Siang anak-anak.."
"Siang Bu..." serempak kami menjawab.
"Ok kita lanjut pelajaran yang kemarin..." ujarnya sambil membuka bab pada buku yang dibawanya.
Guru cantik itu bernama Bu Rahma, guru Biologi yang memang menjadi guru termuda di sekolah ini, walau untuk usia sudah masuk paruh baya kisaran 35 tahun lah, tapi raut wajahnya seperti Yuni Shara yang tetap awet muda di usianya yang tak belia lagi.
Bu guru menerangkan apa itu system klasifikasi mahluk hidup. Secara detail dan terperinci, untuk beberapa teman- teman yang kurang suka pembahasan ini banyak terlihat menguap dan pandangan mata terlihat sayu. Sedangkan aku sendiri begitu antusias dengan pelajaran ini, karena bukan saja aku menyerap ilmu yang disampaikan tapi melihat bu guru Rahma membuat aku betah memandangnya apalagi ketika bibir tipisnya terbuka mengucapkan bait bait ilmu pelajaran untuk anak didiknya.
Tak lama pun jam pelajaran usai, sudah waktunya kami para siswa untuk pulang, seperti biasanya aku segera menghampiri pos satpam untuk mengambil gitar kesayanganku. Kubuka baju seragamku lalu kumasukkan ke dalam tas, dengan melemparkan senyum ke Pak Ridwan satpam sekolah ini aku pun pamit dengan menyandang gitarku lalu melangkahkan kaki menembus padatnya kehidupan kota.
Tak berapa lama tibalah di halte tempat aku biasa memulai kegiatan harianku setelah sepulang sekolah, tampak bus dari kejauhan mendekat ke arah kami aku pun masuk paling terakhir mengutamakan para penumpang yang turun dan masuk lebih dolo.
Kembali aku memperkanalkan diri kepada para penumpang bus kota dengan bahasa yang sopan dan menebar senyum, berharap rejeki dari penumpang bus lebih banyak dari hari kemarin.
" Maaf Bapak Ibu sekalian sudah menganggu perjalanannya, kali ini saya akan membawakan sebuah lagu dari Iwan Fals..." ujarku bersemangat.
Tak lama petikan nada nada senar gitarpun mulai berbunyi menghampiri telinga para penumpang, dengan nada sumbangpun aku mulai bernyanyi.
Disudut dekat gerbong… Yang tak terpakai
Perempuan… Bermake up tebal…
Dengan rokok ditangan…
Menunggu tamunya… Datang….
Terpisah dari ramai
Berteman nyamuk nakal… Dan segumpal harapan
Kapankah datang… Tuan berkantong tebal…
Habis berpasang-pasang… Tuan belom datang
Dalam hati resah menjadi bimbang
Apakah esok hari… Anak anakku dapat makan…
o Tuhan beri… Setetes rejeki…
Dalam hati yang bimbang berdoa…
Beri terang jalan anak hamba….
Kabulkanlah… Tuhan…
Terpisah dari ramai
Berteman nyamuk nakal… Dan segumpal harapan
Kapankah datang… Tuan berkantong tebal…
Habis berpasang-pasang… Tuan belom datang
Dalam hati resah menjadi bimbang
Apakah esok hari… Anak anakku dapat makan…
o Tuhan beri… Setetes rejeki…
Dalam hati yang bimbang berdoa…
Beri terang jalan anak hamba….
Kabulkanlah… Tuhan…
Kabulkanlah… Tuhan…
Setelah selesai bernyanyi kemudian aku menghampiri para penumpang dengan bungkusan permen yang sudah kusediakan. Terlihat gadis imut di pojok tempat duduk bus ini terlihat menatap teduh ke arahku, pakaian casual yang digunakan dan topi baseball dengan tulisan yankee menambah kesan tomboy pada diri gadis itu, ketika aku menghampirinya dia pun tersenyum.
"Suaranya bagus loh..." sambil tersenyum dan memberikan receh kepadaku.
"Makasih ya kak..." ujarku.
"Kamu masih sekolah ???" ujarnya.
"Masih kak..." aku menjawab dengan malu malu.
"Hebat...aku salut denganmu, ga mau nyusahin orang tua ya ??" ujar gadis itu.
"Kebutuhan kak, maklumlah orang tua tinggal ibu saja" ucapku sambil menunduk.
"Ohhh..Maaf bukan maksudku..." ucapannya terhenti.
"Ya ..kak gapapa kok..."
Lalu bus pun terhenti untuk menurunkan penumpang, akupun ikut turun untuk berganti bus seperti biasanya. Tak lupa gadis itu melambaikan tangannya padaku. Akupun membalas dengan senyuman.
Tak terasa sudah berapa bus yang ia naiki, tak lupa juga ia shalat ketika sang khalik sudah memanggil dirinya untuk bersyukur sejenak setiap harinya. Seperti biasa ia kini pulang hampir larut malam dengan dihinggapi rasa kantuk ia menelusuri tepian rel kereta. Dengan gitar tua ditangan ia berjalan sambil sesekali menatap kearah jalan raya yang masih bising dengan suara kendaraan.
Tapi kaki kecilnya telah lelah berjalan tibalah ia disudut tempat gelap di sebuah peron yang tak terpakai, ia pun duduk santai sejenak melepas lelah dibukanya tas kecil yang diikatkan dipinggang kemudian tangannya sibuk mencari botol kecil minuman yang airnya tinggal tersisa sedikit, di teguk nikmat air itu disertai rasa bersyukur saat ini mendapatkan laba yang cukup untuk hari esok.
Hari sudah menjelang malam sang rembulan pun seakan tersenyum menyambut ramah para penghuni bumi dengan sinarnya yang meredup ia menyapa manusia, tapi banyak dari manusia melihat sang rembulan hanyalah fenomena alam rutin yang biasa terlihat mereka lebih sibuk dengan urusannya masing-masing tanpa memperdulikan sapaan sang rembulan, tapi tidak dengan wawan ia menatap tajam kearah sang rembulan dilihatnya sinarnya membentuk lingkaran sejenak ia berfikir betapa indah dan lembutnya sinar itu tidak seperti sang surya bila dilihat membuat mata sakit karena kilaunya. Ia pun tersenyum membalas sapaan sang rembulan dengan harapan suatu saat nanti akan pergi ke sana tempat sang rembulan menetap.
Tak lama sesudah ia beristirahat, matanya kini menatap kearah gerbong-gerbong tua yang sudah tak terpakai ia pun melihat banyak sekali wanita penjaja cinta menunggu para pelanggannya, rata-rata mereka dengan make up yang tebal dan rokok yang terselip di tangan. Sungguh pemandangan yang tidak pantas untuk dilihat oleh seseorang seusia Wawan, tapi pemandangan itu sudah sering ia lihat setiap pulang malam dari mengamen.
Dalam benak wawan kali ini ia melihat mereka para penjaja cinta dengan hati yang terluka, adakah keinginan mereka untuk berubah ?? apakah mereka tidak ada pekerjaan lain ?? apakah mereka tidak takut akan adanya dosa ?? apakah mereka senang dengan kehidupannya ?? entah apa jawaban mereka tapi ia merasa sedih pada negeri ini, yang terluka tidak bisa membuat pekerjaan yang layak untuk rakyatnya, mereka yang berkuasa sibuk dengan lawan politiknya, mereka yang kaya sibuk dengan hartanya, sedangkan mereka penjaja cinta sibuk dengan menjual harga dirinya.
Kita tinggalkan wawan sejenak dengan lamunannya tentang ketidak adilan negeri ini pada rakyatnya, entah lamunannya akan berguna atau hanya menjadi bayang semu setiap insan manusia karena negeri ini yang menentukan adalah mereka yang berkuasa dengan mengatas namakan wakil rakyat.
Diantara gerbong- gerbong tua yang tak terpakai tampak seorang wanita setengah baya, dandanannya terlihat biasa saja tapi dari raut wajahnya masih menyisakan sisa-sisa kecantikannya di masa muda, sama seperti wanita-wanita lain yang ada disini ia mengepulkan asap dari sela-sela mulutnya yang menawan, entah sudah berapa lama ia berdiri di sudut gerbong tua ini tampak terlihat diantara sela-sela kakinya puntung rokok yang bertebaran, wajahnya terlihat jenuh, entah jenuh menunggu lelaki hidung belang atau jenuh akan kehidupannya.
Dalam pikirannya yang resah dan bimbang, ia menghampiri seorang lelaki yang berjalan di dekatnya, ia sangat berharap lelaki itu membawa rejeki banyak untuknya, kemudian tanpa rasa malu dan sungkan ia menawarkan jasanya.
“Mas…butuh pendamping ??” ujarnya dengan wajah sedikit centil
lelaki itu menoleh lalu mempertegas wajah yang menawarkan diri itu, sedikit mengereyutkan dahi ia berkata “ Maaf mbak, lain kali saja saya sudah punya janji dengan yang lain !!” dengan bersegera meninggalkan wanita itu menembus pekatnya malam menuju keramaian di ujung gerbong-gerbong ini yang terdapat warung-warung kayu tempat menjual minuman keras dengan panorama penjaja cinta yang lebih muda usianya.
Sedikit mengeluh dan berharap hari ini dapat pelanggan ia kembali melangkahkan kakinya kearah wawan yang sedang melamun dalam kesendirian istirahatnya. Diambilnya batang rokok terakhirnya kemudian dicobanya pemantik api berkali-kali tampaknya sang api tidak mau mengeluarkan panasnya.
“sial umpatnya ..” ia melihat gas yang ada di pemantik itu sudah habis.
“ Mas ada api ??” ia meminjam pemantik api pada wawan.
“ Ada mbak ..” ujar wawan bersegera mengambil pemantik itu di tas kecilnya.
Kemudian mereka berkenalan dan wanita itu memperkenalkan namanya Ratih.
Setelah rokok di tangan mengepulkan asap ia kembali mengembalikan pemantik itu ke Wawan. “ terima kasih ya ..” ujarnya lalu duduk berdekatan di atas peron, dalam keheningan malam saat itu dua mahluk berlainan jenis itu terdiam hanya sayup-sayup terdengar dentuman house musik dari arah warung dan juga suara anjing malam di sertai tawa dari wanita penjaja cinta diantara gerbong-gerbong yang tak terpakai.
Untuk mengusir kejenuhan wanita itu mulai mengeluarkan suara.
“ Pulang ngamen mass ??” ujarnya seraya mengepulkan asap mengotori langit malam itu.
“ iya mbak, istirahat sebentar disini, lagipula besok sekolah” jawab wawan.
“ kamu masih sekolah?? “ tampak raut wajahnya sedikit terkejut.
“ iya, tapi beginilah mbak kalau hasil saya baik biasanya sih sekolah kalau kurang mungkin saya bolos untuk mengamen” ucap wawan tertunduk lesu.
“ Dunia tampak tidak adil bagi kita ya !!” ujar wanita itu seketika.
“ Iya mbak kadang saya merasa hidup ini untuk apa dan siapa ??” seraya mengaruk-garuk kepala yang tak gatal.
“ Yang jelas hidup ini untuk makan dan cari uang” ujar wanita itu dengan suara berat.
“ Saya rasa saya kurang setuju dengan pendapat Mbak !!, karena kita punya Tuhan pasti Tuhan ada tujuan kenapa kita dihidupkan” ujar Wawan sedikit mengkritik.
“ Sah-sah saja kamu kurang setuju, tapi buktinya Tuhan tidak peduli dengan kita kalau Ia peduli apa mungkin pekerjaan seperti aku ini harus ada ??” sungutnya jengkel kepada keadaan.
“ Tuhan itu sangat perduli Mbak, cuma kitanya yang ndak sabar bayangkan kalau manusia itu mau kaya ia sabar pasti ndak ada korupsi, atau ia sabar dengan pekerjaan yang halal walau hasil sedikit lama-lama menjadi bukit” ujar Wawan seakan menggurui.
“ Terserah kamu saja deh, yang penting aku masih percaya dengan Tuhan” Mbak Ratih sedikit gusar jawabannya di protes Wawan.
“ Maaf Mbak kalau menyinggung hati Mbak” tampak ragu Wawan ingin meneruskan dialog tentang Tuhan.tapi ia bersyukur wanita itu masih percaya akan kebesaranNya.
“ Ndak apa aku dah biasa ko di ceramahi orang” dengan kembali mengepulkan asap dari mulut manisnya.
“ Mbak ratih maaf kalau saya lancang, saya hanya ingin tahu kenapa sih Mbak jadi seperti ini ??” pertanyaan Wawan mengakhiri dialog tentang Tuhan, dan ia memang sengaja ingin mengorek masa lalu wanita itu, karena ia sebenarnya kasihan dengannya karena usia wanita itu sebaya dengan ibunya.
Dengan bimbang akhirnya Ratih bercerita kisah kelamnya.Dulu ia termasuk bunga desa yang banyak di incar para pria, kehidupannya normal-normal saja tapi ada satu yang penting yang terlupakan orang tuanya ajaran agama tidak ditanamkan dalam keseharian Ratih, waktu ia muda jiwanya masih labil dan goyah,ia menjadi seorang ABG yang ingin tahu segala hal tanpa ada batas, akhirnya karena kenakalannya ia hamil diluar nikah sedangkan si pemuda yang harusnya bertanggung jawab kabur entah kemana. Aib itu dipikul olehnya sendiri kemudian pihak keluarga pun menikahkannya dengan seorang pemuda yang berkerja di kota. Ternyata kerja si pemuda di kota hanyalah kuli batu yang kerjanya setiap malam mabuk-mabukkan dan berjudi, akhirnya karena kalah berjudi Ratih pun ikut dipertaruhkan, tak sampai disitu kisah kelam Ratih waktu anak dalam kandungannya lahir, ketika Ratih meregang nyawa demi si buah hati, suaminya yang merupakan bapak tiri anaknya dikabarkan mati over dosis akibat narkoba, untuk membayar hutang-hutang suaminya Ratih muda rela menjadi penjaja cinta selain untuk biaya anaknya dan juga bayar sewa rumah, sedangkan untuk kembali ke kampung ia merasa malu dengan dirinya yang sudah berlumur dosa.
Wawan mendengar kisah itu dengan perasaan miris tak terasa bulir-bulir air matanya terjatuh di pipi ia teringat akan ibunya di rumah yang berusaha untuk membesarkannya tanpa kasih sayang seorang bapak. Dihapusnya air mata itu lalu mereka terdiam di dalam kesunyian.
“ Mbak sudah dapat pelanggan ?? “ suara wawan memecah kesepian.
“ Belum, bingung saya si kecil mau makan apa nanti”
“ loh bukankah anak mbak sudah besar ??” ujar Wawan.
“ Memang yang pertama sudah besar tapi ia meninggal, mungkin kalau masih hidup seusia kamu Wan” matanya berkaca mengingat kesedihan yang tak pernah berhenti.
“ maaf saya tidak tahu”
“ suami mbak yang sekarang, dimana ?? apa ga kerja masak mbak masih kerja seperti ini terus ??” pertanyaan Wawan tampak kurang ramah, tapi rasa ingin tahu pemuda tanggung ini sangat besar dan ucapannya kadang tidak dipikirkan terlebih dahulu.
“Saya gak ada suami Wan, anak kedua lahir gara-gara saya telat minum obat anti hamil niatnya saya mau gugurkan tapi hati saya berkehendak lain.”
Wawan merasa malu dengan pertanyaannya, tapi ia kini semakin tahu kisah hidup wanita yang seumuran ibunya ini mengapa hidupnya dihabiskan di rel malam ini. Dan yang masih di rasakannya wanita ini masih punya cinta, cinta pada buah hatinya karena banyak kejadian sekarang bayi dibuang di jalan dalam keadaan tak bernyawa.Sungguh kehidupan itu memang tidak sempurna.
Lalu Wawan meminta maaf kalau-kalau pertanyaannya membuat ia teringat kembali akan masa lalunya. Kemudian dari kejauhan terlihat lampu sorot yang menyilaukan mata tampaknya kereta terakhir akan lewat. Suara kereta itu Cumiakkan telinga dan hembusan angin bercampur debu seakan -akan hendak menampar mereka yang ada di dekatnya.
Setelah kereta itu lewat keheningan kembali tercipta, kemudian Wawan merapikan tasnya dan mengambil gitar tua itu.
“Kamu sudah mau pulang??” ujar wanita itu.
“iya , tapi mbak tunggu disini ya ??”
“Loh kenapa, bukannya kamu sekolah besok !!”
“Memang sekolah mbak tapi saya biasa tidur malam hanya sebentar ko mbak ada kejutan buat mbak, memangnya mbak mau pulang ya” ucap Wawan ragu.
“Kamu ini kejutan apa lagi, memang rumahmu dekat sini ??”
“ Itu rumahku dekat pagar di balik gerbong kereta Jawa” ujar si Wawan.
“Yah lihat saja nanti, tapi benerkan mbak belum mau pulang??” sambil menatap mbak Ratih.
“Pulang hari gini Wan, belum dapat pelanggan belum bisa pulang”
Dengan sedikit tertawa Wawan pamit lalu berlari ke arah rumahnya, kini Wawan menghilang di telan kegelapan malam, kemudian wanita itu sibuk dengan rasa gundahnya hampir tengah malam belum juga ada pelanggan.
Ditemani nyamuk nakal ia kini merenung akan kah si kecil mendapatkan haknya, dalam hati yang bimbang ia akhirnya berdo’a.
“Ya Tuhan aku memang pendosa tapi kumohon di umurku yang senja ini berilah aku setetes rejekimu dari jalan yang halal, ake jenuh dengan hidupku yang seperti ini. Ya Tuhan berilah pula jalan anak hamba jalan yang baik tidak sepertiku andaikan engkau mendengar doa’ku ini aku akan bertobat aku akan datang kepada Mu dengan ketaatan”
Tak lama setelah ia berdo’a Wawan sudah berada disampingnya dengan nafas terengah-engah, dilihatnya Wawan memegang sebuah baju panjang dan celengan.
Diubah oleh c4punk1950... 03-07-2017 00:55
pulaukapok memberi reputasi
1
Kutip
Balas