- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#6867
Part 96
End of Elegy
Mei 2010.
Gua membuka pintu mobil ketika mentari pagi baru saja menampakkan pesonanya diatas sana. Lalu masuk kedalam bangku penumpang dibelakang bersama seorang wanita cantik yang memang sudah menunggu dari pukul lima pagi. Kini mobil sudah melaju pelan meninggalkan halaman rumah untuk menuju sebuah hotel di ibu kota.
Gua menatap wanita disamping sambil terus tersenyum, parasnya yang cantik ditambah pakaiannya yang simpel dengan kemeja putih dan celana denim biru laut itu benar-benar membuat Gua jatuh hati kepadanya. Tapi sayang, semua perasaan dalam hati ini harus Gua kubur dalam-dalam... Karena dia telah berstatus sebagai istri orang lain.
Pukul setengah sembilan akhirnya kami sampai disebuah hotel bintang empat, Gua dan Luna turun dari mobilnya yang dikemudikan oleh supir pribadi keluarganya, lalu mobil Mba Laras terparkir tepat disamping. Gua, Luna, Mba Laras dan Nenek berjalan menuju lobby hotel dan naik ke lantai dua, dimana ballroom hotel berada. Sekitar pukul sembilan acara baru dimulai dengan penyambutan oleh pihak kampus, seperti Dekan dan beberapa dosen lainnya.
Hari ini memang adalah hari dimana Gua di wisuda bersama Kinanti dan juga teman kampus lainnya. Usai acara ramah tamah dan pidato, mulailah ke acara inti, Gua yang sudah mengenakan pakaian wisuda atau baju toga yang dominan berwarna merah akhirnya resmi menjadi mahasiswa diploma yang lulus sebagai wisudawan tahun dua ribu sepuluh ini. Beres acara dan sesi foto didalam ballroom bersama dosen dan teman-teman, Gua keluar ruangan bersama keluarga. Di koridor depan ballroom tersebut kembali Gua berfoto bersama Kinanti yang lulus sebagai mahasiswi diploma empat.
"Za.. Mau foto sama Luna ?", tanya Kinanti setelah kami difoto oleh Mba Laras.
"Nah boleh tuh... Hehehe, sini Lun, foto sama aku", ucap Gua sambil memanggilnya.
Luna tersenyum lalu berjalan mendekat. Kemudian Kinanti mengambil alih kamera digital yang sebelumnya dipegang Mba Laras. Gua berdiri bersebelahan dengan Luna, lalu hitungan mundur dari Kinanti pun akhirnya membawa Gua dan Luna pada sebuah kenangan gambar dalam benda digital itu. Beberapa kali jepretan sudah cukup rasanya mengabadikan momen ini. Tapi ada satu hal gila yang Gua lakukan.
"Kak..".
Kinanti menengok lagi, lalu Gua memberi kode kepadanya agar cepat mengambil foto. Gua tarik pinggang Luna dan seketika itu juga mencium sisi kepalanya... cekrekk.. Ntaps Souls Tante Gua cepet juga jepretannya.
"Hahaha.. Kamu ini Za...", ucap Luna yang tersipu malu.
"Hehehe.. Sorry loch heheh..".
"Ulang deh, pasti wajah aku gak bagus tadi, kaget gituu..", lanjut Luna sambil melirik kepada Kinan.
Weh weh... Diulang ? Sapa takut, wuahahaha...
Akhirnya Gua benar-benar santai memeluk pinggangnya dan kembali memejamkan mata lalu mencium kepalanya dari samping. Satu foto terakhir inilah yang akan menjadi gunjingan pamajikan aing di lain hari...
Istri orang mblo...
Tapi kan mantan Gua
Iya tapi udah mantan kan ? Udah sah jadi istri orang lain ntuu..
Ya sekali aja deh
Lah, dasar kadal Pe'a
Biarinlah.. Kapan lagi
Selesai acara wisuda tersebut, kami semua makan siang di sebuah restoran Jepang pada salah satu mall di ibu kota ini. Singkat cerita semua menu makanan sudah tersaji diatas meja makan. Ini benar-benar makan besar, i mean with my family. Karena biasanya, dulu saat Gua masih bersama Echa, kami berdualah yang sering ke restoran ini...
Tempura tentu saja menjadi salah satu menu wajib ketika Gua makan di resto tersebut, beberapa menu lainnya seperti beef dan chicken yakiniku atau teriyaki pun menjadi santapan kami semua. Rasanya memang ada yang kurang disini, almh. Istri Gua yang biasa mengambilkan lauk dan menaruhnya diatas mangkuk berisi nasi kini sudah tidak ada lagi, tidak ada lagi sosoknya yang biasa tersenyum dan mengingatkan Gua untuk menghabiskan makanan.
...
...
...
Juli 2010
"Saya terima nikah dan ka-win-nya Sherlin Putri Levanya binti Gusti Hermansyah dengan emas ka-win tersebut dibayar tunai...".
"Gimana saksi, Sah ?".
"Sah.. Sah.. Sah..".
"Alhamdulillah... Bismillah...".
Do'a pun terlantun dari sang penghulu yang diikuti oleh kami semua yang berada disini. Gua tersenyum menatap wanita cantik itu. Sherlin dengan pakaian kebaya warna favoritnya, hijau tosca, sangat terlihat cantik sekali di hari spesialnya ini. Riasan serta rambutnya yang disanggul benar-benar membuat Gua pangling (berubah/tidak seperti biasanya. Melihat seseorang yang biasa kita kenali). Dia benar-benar cantik hari ini.
Selesai acara ijab kabul tersebut, beberapa orang menyalami dan mengucapkan selamat. Gua berjalan mendekat dan berdiri dihadapannya.
"Congrats Mbaaa..", ucap Gua riang.
Wajahnya cemberut sambil memanyunkan bibirnya. Gua terkekeh pelan. "Dih, masa cemberut sih, jelek lah itu muka.. Hahaha", lanjut Gua.
Puk.. sebuah pelukkan pun diberikan olehnya.
"Selamat ya... Selamat atas pernikahannya, semoga selalu bahagia dalam keluarga yang akan kamu bangun mulai hari ini bersama Feri..", lanjut Gua sedikit berbisik kepadanya.
"Makasih Mas.. Makasih banyak untuk do'a nya..", jawabnya setelah memundurkan tubuhnya dengan kedua tangan yang memegang kedua lengan Gua ini. "Maafin aku maaf untuk semua yang udah terjadi..".
"Aku relain semuanya kok.. Asal kamu bahagia Mba.. Bahagia dengan pilihan kamu ini, mulai sekarang aku cuma bisa mendo'a kan kamu... Terimakasih untuk semuanya ya", ucap Gua lalu mengelus pelan bahunya.
Kemudian Gua berjalan kesamping dimana Feri, suaminya yang sah itu berdiri dan menunggu Gua.
"Congrats Bro...", ucap Gua.
Feri tersenyum lalu menjabat tangan Gua. "Makasih banyak Za, makasih ya..".
"Janji.. Bahagiain Mba Yu Gua...", Gua mengingatkannya dengan nada yang ramah.
"Insya Allah Za, insya Allah Gua berikan kebahagiaan untuk Sherlin... Makasih banyak".
Lalu Gua menengok lagi ke kiri, dimana dua orang wanita sedang bercipika-cipiki lalu berpelukan. Tidak lama kemudian Gua pun berjalan meninggalkan pasangan yang baru saja resmi menjadi suami-istri itu.
Tangan Gua digenggam oleh wanita yang sebelumnya mengucapkan selamat kepada Mba Yu, dia menengok kepada Gua lalu tersenyum menatap wajah ini.
"Rela kan ?".
"Rela kok.. Ikhlas.. Gak seberat seperti sebelumnya...", jawab Gua sambil tersenyum lebar.
"Huu.. Dasar... Dia mulu yang diinget ih", wajahnya cemberut seperti biasanya ketika Gua selalu membicarakan sang Kakak.
"Hahaha.. Cemburu mulu ah..", Gua mendusel kepalanya dan mengacak sedikit rambutnya.
"Iiih rusak nanti tataan rambut akuu...".
Lalu Gua terkekeh pelan dan secara reflek memeluknya dari samping. "Marah-marah mulu Ay... Hahaha..".
Wajahnya merona dan tersipu malu ketika Gua mengecup keningnya dihadapan banyak orang.
"Kemana kita sekarang Kak ?".
"Makan yuk, laper...".
"Yuk..", jawabnya sambil merangkulkan kembali tangannya ke lengan Gua.
Wanita yang beberapa bulan ini sedang liburan semester dari perkuliahannya itu memang sedang dekat dengan Gua. Kedekatan kami sepertinya tidak disengaja, hanya karena reuni smp beberapa hari lalu kami jalan bersama ke sekolah itu. Bukan karena dia satu angkatan dengan Gua, melainkan karena Gua tidak mau datang sendirian di reuni satu angkatan Gua. Jadilah Gua mengajaknya tanpa direncakan sebelumnya, ehm... Apa kata dunia kalau Gua datang sendiri dan melihat Wulan bersama kekasihnya atau Dinda yang pernah dekat dengan Gua datang juga bersama tunanganya waktu itu. Jahat gak sih ? Enggaklah ya, kan Gua ajak Helen sebagai teman dekat aja.
"Ini rumah kamu ?", tanya Helen ketika baru saja memasuki teras depan kamar Gua.
"Dulu aku tinggal disini Ay...", ucap Gua sambil membuka pintu kamar dan....
Gua tersenyum memandangi kamar ini, kamar yang melihat Gua tumbuh dari masa kecil hingga remaja. Bahkan Almh. Istri Gua sempat tinggal di dalam ruangan ini. Beberapa barang pribadi Gua masih berada dalam kamar ini juga.
"Kak..", Helen menyadarkan Gua yang masih mengenang masa lalu.
"Eh, kenapa ?", tanya Gua.
"Kamu kenapa diem aja ? Aku aus ih..", rajuknya.
"Wahahaha.. Tamunya aus, sorry Ay hahaha.. Sebentar ya, duduk dulu deh".
Gua masuk kedalam kamar dan membuka pintu yang menyambungkan ke ruang tamu. Tapi rumah ini sepi, Nenek masih belum pulang yang berama Mba Laras sebelumnya dari acara pernikahan Mba Yu tadi. Ya, Gua memang membawa mobil sendiri bersama Helen saat pagi tadi berangkat ke acara tersebut.
Setelah mengambil minuman, Gua kembali ke teras depan kamar dan menaruh gelas yang berisi es sirup diatas meja. "Silahkan diminum Dek Helen...", ucap Gua.
"Diiih malah ngeledek, dasar huu..", jawabnya sambil mengambil gelas dan meminumnya.
"Awas kena pelet loch.. Itu minuman udah aku jampe-jampe... Hahaha..", ledek Gua lagi.
"Oh ya ? Enggak percaya aku yang kayak gituan", ucapnya setelah meminum dan berdiri mendekati Gua.
"Hehehe... Becanda lagian Ay".
Kyuuutt... Helen memelintir tangan Gua kebelakang.
"Adaaaww... Ampun.. Sakit sakit sakiittt".
"Awas aja kalo aku kenapa-kenapa!!", ucapnya dengan nada mengancam.
"Aww.. Iya iya enggak.. Bercanda doang...", akhirnya dia melepaskan kunciannya tersebut. "Duuh.. Sakit nih.. Katanya gak percaya gituan tapi malah ngancem.. Aneh", lanjut Gua seraya mengurut-urut tangan yang terasa sakit.
"Abisnya ngapain coba pake jampe apalah itu... Dasar aneh!", sungutnya yang masih keki.
Gua hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, kemudian menarik lengannya pelan.
"Eh ? Kamu mau ajak aku kemana ?", tanyanya kebingungan.
"Aku lapar, kita makan yuk..", jawab Gua.
Gua tidak mengajaknya naik mobil, melainkan jalan keluar rumah dengan berjalan kaki kedepan komplek. Saat itu Gua kangen dengan makanan favorit yang sudah lama tidak Gua nikamti. Alhamdulillah warung makan sahabat Gua itu buka.
"Serius makan disini ?", Helen menghentikan langkahnya dan menatap warteg di depan kami.
Gua tau dia ragu, ya mungkin karena kebiasaan makan mewah selama ini, pasti dirinya belum pernah makan ditempat seperti ini. "Kenapa ? Tenang aja, bersih kok, dijamin deh. Udah lama aku sering makan disini, udah langganan dari dulu, ibu temen aku pemilik warung makan ini, Ay...", jawab Gua meyakinkannya.
"Mmm...", Helen masih menimang-nimang apakah benar seperti apa yang Gua bilang tadi.
Gua tersenyum melihatnya. "Luna pernah makan disini loch...".
Ucapan Gua itu mengagetkannya, terlihat wajahnya terkejut.
"Eh, beneran ? Kak Luna mau diajak makan disini ?".
Gua mengangguk cepat dan tertawa pelan. Tidak lama akhirnya dia mau masuk kedalam dan Gua pun mulai menyendok beberapa menu makan setelah sebelumnya menyapa anak sang pemilik warteg yang tidak lain adalah sahabat Gua, Unang.
Selesai makan, seperti yang biasa Gua lakukan sehabis makan di warteg Unang, Gua pergi kebelakang warung, tentu saja mengajak Helen juga. Gua duduk sembarang bersama Unang di rerumputan dan mulai membakar sebatang rokok. Helen berdiri tidak jauh dari tempat Gua duduk, Gua tersenyum melihatnya kemudian memintanya ikut duduk bersama-sama.
Setelah dia duduk disamping Gua, mulailah Gua menceritakan masa kecil Gua saat dulu sering mengintip perempuan mandi bersama Sahabat-sahabat Gua itu. Helen tertawa dan sesekali menanggapi ocehan Gua. Sampai akhirnya dia menanyakan siapa saja mantan-mantan kekasih Gua dulu kepada Unang. Ya mau tidak mau Gua pun membiarkan Unang membuka kartu as Gua itu.
"Iiih kok banyak banget siih.. Playboy ternyata!", ucapnya setelah mendengar daftar mantan pacar Gua itu dari Unang sambil mencubit Gua.
"Aww... Adaw.. Sakit Ay.. Ampuuun...", Gua meringis menahan sakit.
"Huh! Nyebelin... Terus tadi siapa aja yang pernah dipacarin di komplek ini ?", tanya Helen dengan wajah so marah.
"Siska doang...", jawab Gua sambil mengusap lengan yang terasa panas.
"Meli gak masuk itungan Bro ?", Tiba-tiba Unang membakar bensin dan menjadi kompor meleduk... Dasar kampret...
"Wooo kampret... Itu ma beda ya, bukan mantan pacar..", jawab Gua cepat mengingat hubungan Gua dan Meli sebelum dia berpacaran dengan Dewa.
"Mantan ttm tapi kan ? Huahahahaha..", timpal Unang membenarkan.
"Eh sebentar, Meli itu adiknya Siska kan ? Loch.. Jadi ?", Helen menyela obrolan Gua dengan Unang.
"Si Eza ma emang kadal... Cantik terus semlohay aja, diembat udah, wuahahahah...".
"Si Unang ngehe bener Lu ah..", Gua memukul lengannya berkali-kali.
"Aww.. Ampun Za ampun... Kampret sakit gilaa!", ucap Unang sambil menghindar.
Gua hanya bisa mendengar tawa Helen yang kemudian dia malah ikutan, tapi bukan memukuli si Unang, malah nyubitin ini Gua punya perut.... Hadeuh... Cewe tuh yaaa
Selesai makan di warteg sahabat Gua itu, akhirnya Gua mengajak Helen kembali ke rumah Nenek, saat itu Nenek dan Mba Laras katanya sudah pulang dan berada di rumah Gua, Kinanti yang mengabarkan lewat bbm.
Gua dan Helen kembali duduk pada sofa teras depan kamar. Kali ini Gua menceritakan kepadanya perihal Mba Yu yang memilih menikah dengan Feri ketimbang menunggu Gua. Ya, memang Helen belum tau apa yang terjadi sebenarnya soal pernikahan Mba Yu itu.
"Jadi Kak Sherlin menerima lagi lamaran Feri karena kamu Kak ?", tanya Helen kepada Gua yang mulai membakar sebatang rokok ini.
Gua menghembuskan asap rokok itu keatas sambil mengingat cerita antara Gua dan Sherlin beberapa bulan kebelakang, setelah pernikahan Luna.
"Ya, kurang lebih begitu... Mmm.. Mba Yu gak yakin sama aku Ay", jawab Gua masih menerawang.
"Maksudnya ?".
"Dia sama seperti.. Eh.. Bukan maaf..", nyaris Gua keceplosan. "Maksud aku dia berfikir kalo aku gak bisa lepas dari bayang-bayang Vera", larat Gua.
"Kok ? Bukannya Kak Sherlin gak suka sama Kak Luna ? Kok malah Vera sekarang ?", tanya Helen semakin bingung.
"Bukan Ay, bukan soal gak suka.. Mba Yu tau kalo kenyataannya Kakak kamu udah menjadi istri orang lain, dan itu bukan yang jadi permasalahan Mba Yu, dan kamu pasti ngerti kenapa Vera yang membuat Mba Yu gak yakin sama aku..", lanjut Gua.
"Emang ada apa dengan Vera ?".
Ah Helen belum tau cerita soal Vera. Gua ingin menceritakan apa yang sudah Gua alami bersama Vera di masa lalu, tapi kok rasanya berat mengulang cerita itu kepada Helen. Akhirnya Gua hanya bilang bahwa Vera adalah sosok wanita yang terlalu baik untuk lelaki seperti Gua, wanita yang setia menunggu Gua sampai... Saat itu tiba...
"Jadi... Kak Sherlin ngerasa kamu gak bisa move on dari Vera ?".
"Ya gitulah... Dan memang akunya juga yang gak bisa ambil sikap Ay... Entahlah, aku bingung", jawab Gua.
Helen menggelengkan kepalanya, dan terlihat jelas kalau dia sepertinya sepaham dengan Mba Yu.
"Kenapa kamu gak bisa tegas mengambil sikap, Kak ? Sekarang Kak Sherlin sudah melepaskan kamu demi Vera...".
"Salah kamu.. Bukan demi Vera.. Tapi Mba Yu berfikir akulah yang masih mencintai Vera, dan dia bilang sendiri kalo aku gak akan bisa lupain Vera, yang artinya sama aja kalo aku gak menikahi Vera berarti cinta untuk Mba Yu juga gak utuh... Paham kan ?".
Gua mencoba memberi pengertian bahwa perbedaan pandangan antara Luna dan Mba Yu soal Vera kepada Helen. Tapi sayangnya Gua tidak bisa menceritakan sudut pandang dari Kakaknya. Karena amanat yang Luna berikan belum waktunya Gua ceritakan kepada adiknya ini.
"Hmm.... Aku heran.. Ada apa sebenarnya antara kamu sama Vera ? Kok bisa Kak Sherlin sampai berfikir kamu gak akan bisa lupain Vera dan mencintai Vera sampai saat ini...".
"Huuftt... Vera terlalu baik Ay.. Dia terlalu baik... Aku.. Maaf aku belum bisa menceritakan soal ini sama kamu".
Helen tersenyum tipis lalu memainkan jemari tangannya. Kemudian melirik kepada Gua. Matanya menatap tajam... "Kak...".
"Ya ?".
"Entah apa yang pernah kamu lalui bersama Vera dulu, tapi aku rasa kamu akan kehilangan dia juga... Sama seperti kamu kehilangan Kak Sherlin sekarang...", ucapnya serius.
Gua terkejut mendengar ucapannya. "Maksud kamu ?".
"Aku nangkep kalo Vera itu kayaknya sosok yang istimewa banget untuk kamu, sampai Kak Sherlin bisa mundur dan memilih menikah dengan orang lain.. Tapi, kamu harus ingat satu hal Kak..".
Gua menunggu kalimat selanjutnya sambil memainkan batang rokok disela jemari ini.
"Wanita manapun, enggak akan kuat menunggu terlalu lama... ketidakpastian yang kamu bangun bisa menjadikan Vera seperti Kak Sherlin...", tandasnya.
Gua membuka pintu mobil ketika mentari pagi baru saja menampakkan pesonanya diatas sana. Lalu masuk kedalam bangku penumpang dibelakang bersama seorang wanita cantik yang memang sudah menunggu dari pukul lima pagi. Kini mobil sudah melaju pelan meninggalkan halaman rumah untuk menuju sebuah hotel di ibu kota.
Gua menatap wanita disamping sambil terus tersenyum, parasnya yang cantik ditambah pakaiannya yang simpel dengan kemeja putih dan celana denim biru laut itu benar-benar membuat Gua jatuh hati kepadanya. Tapi sayang, semua perasaan dalam hati ini harus Gua kubur dalam-dalam... Karena dia telah berstatus sebagai istri orang lain.
Pukul setengah sembilan akhirnya kami sampai disebuah hotel bintang empat, Gua dan Luna turun dari mobilnya yang dikemudikan oleh supir pribadi keluarganya, lalu mobil Mba Laras terparkir tepat disamping. Gua, Luna, Mba Laras dan Nenek berjalan menuju lobby hotel dan naik ke lantai dua, dimana ballroom hotel berada. Sekitar pukul sembilan acara baru dimulai dengan penyambutan oleh pihak kampus, seperti Dekan dan beberapa dosen lainnya.
Hari ini memang adalah hari dimana Gua di wisuda bersama Kinanti dan juga teman kampus lainnya. Usai acara ramah tamah dan pidato, mulailah ke acara inti, Gua yang sudah mengenakan pakaian wisuda atau baju toga yang dominan berwarna merah akhirnya resmi menjadi mahasiswa diploma yang lulus sebagai wisudawan tahun dua ribu sepuluh ini. Beres acara dan sesi foto didalam ballroom bersama dosen dan teman-teman, Gua keluar ruangan bersama keluarga. Di koridor depan ballroom tersebut kembali Gua berfoto bersama Kinanti yang lulus sebagai mahasiswi diploma empat.
"Za.. Mau foto sama Luna ?", tanya Kinanti setelah kami difoto oleh Mba Laras.
"Nah boleh tuh... Hehehe, sini Lun, foto sama aku", ucap Gua sambil memanggilnya.
Luna tersenyum lalu berjalan mendekat. Kemudian Kinanti mengambil alih kamera digital yang sebelumnya dipegang Mba Laras. Gua berdiri bersebelahan dengan Luna, lalu hitungan mundur dari Kinanti pun akhirnya membawa Gua dan Luna pada sebuah kenangan gambar dalam benda digital itu. Beberapa kali jepretan sudah cukup rasanya mengabadikan momen ini. Tapi ada satu hal gila yang Gua lakukan.
"Kak..".
Kinanti menengok lagi, lalu Gua memberi kode kepadanya agar cepat mengambil foto. Gua tarik pinggang Luna dan seketika itu juga mencium sisi kepalanya... cekrekk.. Ntaps Souls Tante Gua cepet juga jepretannya.
"Hahaha.. Kamu ini Za...", ucap Luna yang tersipu malu.
"Hehehe.. Sorry loch heheh..".
"Ulang deh, pasti wajah aku gak bagus tadi, kaget gituu..", lanjut Luna sambil melirik kepada Kinan.
Weh weh... Diulang ? Sapa takut, wuahahaha...
Akhirnya Gua benar-benar santai memeluk pinggangnya dan kembali memejamkan mata lalu mencium kepalanya dari samping. Satu foto terakhir inilah yang akan menjadi gunjingan pamajikan aing di lain hari...

Istri orang mblo...
Tapi kan mantan Gua
Iya tapi udah mantan kan ? Udah sah jadi istri orang lain ntuu..
Ya sekali aja deh
Lah, dasar kadal Pe'a
Biarinlah.. Kapan lagi

Selesai acara wisuda tersebut, kami semua makan siang di sebuah restoran Jepang pada salah satu mall di ibu kota ini. Singkat cerita semua menu makanan sudah tersaji diatas meja makan. Ini benar-benar makan besar, i mean with my family. Karena biasanya, dulu saat Gua masih bersama Echa, kami berdualah yang sering ke restoran ini...
Tempura tentu saja menjadi salah satu menu wajib ketika Gua makan di resto tersebut, beberapa menu lainnya seperti beef dan chicken yakiniku atau teriyaki pun menjadi santapan kami semua. Rasanya memang ada yang kurang disini, almh. Istri Gua yang biasa mengambilkan lauk dan menaruhnya diatas mangkuk berisi nasi kini sudah tidak ada lagi, tidak ada lagi sosoknya yang biasa tersenyum dan mengingatkan Gua untuk menghabiskan makanan.
...
...
...
Juli 2010
"Saya terima nikah dan ka-win-nya Sherlin Putri Levanya binti Gusti Hermansyah dengan emas ka-win tersebut dibayar tunai...".
"Gimana saksi, Sah ?".
"Sah.. Sah.. Sah..".
"Alhamdulillah... Bismillah...".
Do'a pun terlantun dari sang penghulu yang diikuti oleh kami semua yang berada disini. Gua tersenyum menatap wanita cantik itu. Sherlin dengan pakaian kebaya warna favoritnya, hijau tosca, sangat terlihat cantik sekali di hari spesialnya ini. Riasan serta rambutnya yang disanggul benar-benar membuat Gua pangling (berubah/tidak seperti biasanya. Melihat seseorang yang biasa kita kenali). Dia benar-benar cantik hari ini.
Selesai acara ijab kabul tersebut, beberapa orang menyalami dan mengucapkan selamat. Gua berjalan mendekat dan berdiri dihadapannya.
"Congrats Mbaaa..", ucap Gua riang.
Wajahnya cemberut sambil memanyunkan bibirnya. Gua terkekeh pelan. "Dih, masa cemberut sih, jelek lah itu muka.. Hahaha", lanjut Gua.
Puk.. sebuah pelukkan pun diberikan olehnya.
"Selamat ya... Selamat atas pernikahannya, semoga selalu bahagia dalam keluarga yang akan kamu bangun mulai hari ini bersama Feri..", lanjut Gua sedikit berbisik kepadanya.
"Makasih Mas.. Makasih banyak untuk do'a nya..", jawabnya setelah memundurkan tubuhnya dengan kedua tangan yang memegang kedua lengan Gua ini. "Maafin aku maaf untuk semua yang udah terjadi..".
"Aku relain semuanya kok.. Asal kamu bahagia Mba.. Bahagia dengan pilihan kamu ini, mulai sekarang aku cuma bisa mendo'a kan kamu... Terimakasih untuk semuanya ya", ucap Gua lalu mengelus pelan bahunya.
Kemudian Gua berjalan kesamping dimana Feri, suaminya yang sah itu berdiri dan menunggu Gua.
"Congrats Bro...", ucap Gua.
Feri tersenyum lalu menjabat tangan Gua. "Makasih banyak Za, makasih ya..".
"Janji.. Bahagiain Mba Yu Gua...", Gua mengingatkannya dengan nada yang ramah.
"Insya Allah Za, insya Allah Gua berikan kebahagiaan untuk Sherlin... Makasih banyak".
Lalu Gua menengok lagi ke kiri, dimana dua orang wanita sedang bercipika-cipiki lalu berpelukan. Tidak lama kemudian Gua pun berjalan meninggalkan pasangan yang baru saja resmi menjadi suami-istri itu.
Tangan Gua digenggam oleh wanita yang sebelumnya mengucapkan selamat kepada Mba Yu, dia menengok kepada Gua lalu tersenyum menatap wajah ini.
"Rela kan ?".
"Rela kok.. Ikhlas.. Gak seberat seperti sebelumnya...", jawab Gua sambil tersenyum lebar.
"Huu.. Dasar... Dia mulu yang diinget ih", wajahnya cemberut seperti biasanya ketika Gua selalu membicarakan sang Kakak.
"Hahaha.. Cemburu mulu ah..", Gua mendusel kepalanya dan mengacak sedikit rambutnya.
"Iiih rusak nanti tataan rambut akuu...".
Lalu Gua terkekeh pelan dan secara reflek memeluknya dari samping. "Marah-marah mulu Ay... Hahaha..".
Wajahnya merona dan tersipu malu ketika Gua mengecup keningnya dihadapan banyak orang.
"Kemana kita sekarang Kak ?".
"Makan yuk, laper...".
"Yuk..", jawabnya sambil merangkulkan kembali tangannya ke lengan Gua.
Wanita yang beberapa bulan ini sedang liburan semester dari perkuliahannya itu memang sedang dekat dengan Gua. Kedekatan kami sepertinya tidak disengaja, hanya karena reuni smp beberapa hari lalu kami jalan bersama ke sekolah itu. Bukan karena dia satu angkatan dengan Gua, melainkan karena Gua tidak mau datang sendirian di reuni satu angkatan Gua. Jadilah Gua mengajaknya tanpa direncakan sebelumnya, ehm... Apa kata dunia kalau Gua datang sendiri dan melihat Wulan bersama kekasihnya atau Dinda yang pernah dekat dengan Gua datang juga bersama tunanganya waktu itu. Jahat gak sih ? Enggaklah ya, kan Gua ajak Helen sebagai teman dekat aja.
"Ini rumah kamu ?", tanya Helen ketika baru saja memasuki teras depan kamar Gua.
"Dulu aku tinggal disini Ay...", ucap Gua sambil membuka pintu kamar dan....
Gua tersenyum memandangi kamar ini, kamar yang melihat Gua tumbuh dari masa kecil hingga remaja. Bahkan Almh. Istri Gua sempat tinggal di dalam ruangan ini. Beberapa barang pribadi Gua masih berada dalam kamar ini juga.
"Kak..", Helen menyadarkan Gua yang masih mengenang masa lalu.
"Eh, kenapa ?", tanya Gua.
"Kamu kenapa diem aja ? Aku aus ih..", rajuknya.
"Wahahaha.. Tamunya aus, sorry Ay hahaha.. Sebentar ya, duduk dulu deh".
Gua masuk kedalam kamar dan membuka pintu yang menyambungkan ke ruang tamu. Tapi rumah ini sepi, Nenek masih belum pulang yang berama Mba Laras sebelumnya dari acara pernikahan Mba Yu tadi. Ya, Gua memang membawa mobil sendiri bersama Helen saat pagi tadi berangkat ke acara tersebut.
Setelah mengambil minuman, Gua kembali ke teras depan kamar dan menaruh gelas yang berisi es sirup diatas meja. "Silahkan diminum Dek Helen...", ucap Gua.
"Diiih malah ngeledek, dasar huu..", jawabnya sambil mengambil gelas dan meminumnya.
"Awas kena pelet loch.. Itu minuman udah aku jampe-jampe... Hahaha..", ledek Gua lagi.
"Oh ya ? Enggak percaya aku yang kayak gituan", ucapnya setelah meminum dan berdiri mendekati Gua.
"Hehehe... Becanda lagian Ay".
Kyuuutt... Helen memelintir tangan Gua kebelakang.
"Adaaaww... Ampun.. Sakit sakit sakiittt".
"Awas aja kalo aku kenapa-kenapa!!", ucapnya dengan nada mengancam.
"Aww.. Iya iya enggak.. Bercanda doang...", akhirnya dia melepaskan kunciannya tersebut. "Duuh.. Sakit nih.. Katanya gak percaya gituan tapi malah ngancem.. Aneh", lanjut Gua seraya mengurut-urut tangan yang terasa sakit.
"Abisnya ngapain coba pake jampe apalah itu... Dasar aneh!", sungutnya yang masih keki.
Gua hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, kemudian menarik lengannya pelan.
"Eh ? Kamu mau ajak aku kemana ?", tanyanya kebingungan.
"Aku lapar, kita makan yuk..", jawab Gua.
Gua tidak mengajaknya naik mobil, melainkan jalan keluar rumah dengan berjalan kaki kedepan komplek. Saat itu Gua kangen dengan makanan favorit yang sudah lama tidak Gua nikamti. Alhamdulillah warung makan sahabat Gua itu buka.
"Serius makan disini ?", Helen menghentikan langkahnya dan menatap warteg di depan kami.
Gua tau dia ragu, ya mungkin karena kebiasaan makan mewah selama ini, pasti dirinya belum pernah makan ditempat seperti ini. "Kenapa ? Tenang aja, bersih kok, dijamin deh. Udah lama aku sering makan disini, udah langganan dari dulu, ibu temen aku pemilik warung makan ini, Ay...", jawab Gua meyakinkannya.
"Mmm...", Helen masih menimang-nimang apakah benar seperti apa yang Gua bilang tadi.
Gua tersenyum melihatnya. "Luna pernah makan disini loch...".
Ucapan Gua itu mengagetkannya, terlihat wajahnya terkejut.
"Eh, beneran ? Kak Luna mau diajak makan disini ?".
Gua mengangguk cepat dan tertawa pelan. Tidak lama akhirnya dia mau masuk kedalam dan Gua pun mulai menyendok beberapa menu makan setelah sebelumnya menyapa anak sang pemilik warteg yang tidak lain adalah sahabat Gua, Unang.
Selesai makan, seperti yang biasa Gua lakukan sehabis makan di warteg Unang, Gua pergi kebelakang warung, tentu saja mengajak Helen juga. Gua duduk sembarang bersama Unang di rerumputan dan mulai membakar sebatang rokok. Helen berdiri tidak jauh dari tempat Gua duduk, Gua tersenyum melihatnya kemudian memintanya ikut duduk bersama-sama.
Setelah dia duduk disamping Gua, mulailah Gua menceritakan masa kecil Gua saat dulu sering mengintip perempuan mandi bersama Sahabat-sahabat Gua itu. Helen tertawa dan sesekali menanggapi ocehan Gua. Sampai akhirnya dia menanyakan siapa saja mantan-mantan kekasih Gua dulu kepada Unang. Ya mau tidak mau Gua pun membiarkan Unang membuka kartu as Gua itu.
"Iiih kok banyak banget siih.. Playboy ternyata!", ucapnya setelah mendengar daftar mantan pacar Gua itu dari Unang sambil mencubit Gua.
"Aww... Adaw.. Sakit Ay.. Ampuuun...", Gua meringis menahan sakit.
"Huh! Nyebelin... Terus tadi siapa aja yang pernah dipacarin di komplek ini ?", tanya Helen dengan wajah so marah.
"Siska doang...", jawab Gua sambil mengusap lengan yang terasa panas.
"Meli gak masuk itungan Bro ?", Tiba-tiba Unang membakar bensin dan menjadi kompor meleduk... Dasar kampret...

"Wooo kampret... Itu ma beda ya, bukan mantan pacar..", jawab Gua cepat mengingat hubungan Gua dan Meli sebelum dia berpacaran dengan Dewa.

"Mantan ttm tapi kan ? Huahahahaha..", timpal Unang membenarkan.
"Eh sebentar, Meli itu adiknya Siska kan ? Loch.. Jadi ?", Helen menyela obrolan Gua dengan Unang.
"Si Eza ma emang kadal... Cantik terus semlohay aja, diembat udah, wuahahahah...".
"Si Unang ngehe bener Lu ah..", Gua memukul lengannya berkali-kali.
"Aww.. Ampun Za ampun... Kampret sakit gilaa!", ucap Unang sambil menghindar.
Gua hanya bisa mendengar tawa Helen yang kemudian dia malah ikutan, tapi bukan memukuli si Unang, malah nyubitin ini Gua punya perut.... Hadeuh... Cewe tuh yaaa

Selesai makan di warteg sahabat Gua itu, akhirnya Gua mengajak Helen kembali ke rumah Nenek, saat itu Nenek dan Mba Laras katanya sudah pulang dan berada di rumah Gua, Kinanti yang mengabarkan lewat bbm.
Gua dan Helen kembali duduk pada sofa teras depan kamar. Kali ini Gua menceritakan kepadanya perihal Mba Yu yang memilih menikah dengan Feri ketimbang menunggu Gua. Ya, memang Helen belum tau apa yang terjadi sebenarnya soal pernikahan Mba Yu itu.
"Jadi Kak Sherlin menerima lagi lamaran Feri karena kamu Kak ?", tanya Helen kepada Gua yang mulai membakar sebatang rokok ini.
Gua menghembuskan asap rokok itu keatas sambil mengingat cerita antara Gua dan Sherlin beberapa bulan kebelakang, setelah pernikahan Luna.
"Ya, kurang lebih begitu... Mmm.. Mba Yu gak yakin sama aku Ay", jawab Gua masih menerawang.
"Maksudnya ?".
"Dia sama seperti.. Eh.. Bukan maaf..", nyaris Gua keceplosan. "Maksud aku dia berfikir kalo aku gak bisa lepas dari bayang-bayang Vera", larat Gua.
"Kok ? Bukannya Kak Sherlin gak suka sama Kak Luna ? Kok malah Vera sekarang ?", tanya Helen semakin bingung.
"Bukan Ay, bukan soal gak suka.. Mba Yu tau kalo kenyataannya Kakak kamu udah menjadi istri orang lain, dan itu bukan yang jadi permasalahan Mba Yu, dan kamu pasti ngerti kenapa Vera yang membuat Mba Yu gak yakin sama aku..", lanjut Gua.
"Emang ada apa dengan Vera ?".
Ah Helen belum tau cerita soal Vera. Gua ingin menceritakan apa yang sudah Gua alami bersama Vera di masa lalu, tapi kok rasanya berat mengulang cerita itu kepada Helen. Akhirnya Gua hanya bilang bahwa Vera adalah sosok wanita yang terlalu baik untuk lelaki seperti Gua, wanita yang setia menunggu Gua sampai... Saat itu tiba...
"Jadi... Kak Sherlin ngerasa kamu gak bisa move on dari Vera ?".
"Ya gitulah... Dan memang akunya juga yang gak bisa ambil sikap Ay... Entahlah, aku bingung", jawab Gua.
Helen menggelengkan kepalanya, dan terlihat jelas kalau dia sepertinya sepaham dengan Mba Yu.
"Kenapa kamu gak bisa tegas mengambil sikap, Kak ? Sekarang Kak Sherlin sudah melepaskan kamu demi Vera...".
"Salah kamu.. Bukan demi Vera.. Tapi Mba Yu berfikir akulah yang masih mencintai Vera, dan dia bilang sendiri kalo aku gak akan bisa lupain Vera, yang artinya sama aja kalo aku gak menikahi Vera berarti cinta untuk Mba Yu juga gak utuh... Paham kan ?".
Gua mencoba memberi pengertian bahwa perbedaan pandangan antara Luna dan Mba Yu soal Vera kepada Helen. Tapi sayangnya Gua tidak bisa menceritakan sudut pandang dari Kakaknya. Karena amanat yang Luna berikan belum waktunya Gua ceritakan kepada adiknya ini.
"Hmm.... Aku heran.. Ada apa sebenarnya antara kamu sama Vera ? Kok bisa Kak Sherlin sampai berfikir kamu gak akan bisa lupain Vera dan mencintai Vera sampai saat ini...".
"Huuftt... Vera terlalu baik Ay.. Dia terlalu baik... Aku.. Maaf aku belum bisa menceritakan soal ini sama kamu".
Helen tersenyum tipis lalu memainkan jemari tangannya. Kemudian melirik kepada Gua. Matanya menatap tajam... "Kak...".
"Ya ?".
"Entah apa yang pernah kamu lalui bersama Vera dulu, tapi aku rasa kamu akan kehilangan dia juga... Sama seperti kamu kehilangan Kak Sherlin sekarang...", ucapnya serius.
Gua terkejut mendengar ucapannya. "Maksud kamu ?".
"Aku nangkep kalo Vera itu kayaknya sosok yang istimewa banget untuk kamu, sampai Kak Sherlin bisa mundur dan memilih menikah dengan orang lain.. Tapi, kamu harus ingat satu hal Kak..".
Gua menunggu kalimat selanjutnya sambil memainkan batang rokok disela jemari ini.
"Wanita manapun, enggak akan kuat menunggu terlalu lama... ketidakpastian yang kamu bangun bisa menjadikan Vera seperti Kak Sherlin...", tandasnya.
***
Suatu Malam di bulan Agustus tahun dua ribu sepuluh, Gua sedang duduk di dalam kamar lantai dua, sambil memegangi bingkai foto almh. Echa dan anak Gua. Sosok wanita yang selalu mengisi hati ini sampai kapanpun hingga akhir hayat Gua di dunia ini... Ya, Echa adalah cinta mati Gua, seorang wanita yang tidak akan pernah Gua lupakan seumur hidup, kenangan indah bersamanya akan selalu bersemayam dalam lubuk hati ini. Segala apa yang sudah kami ukir di masa lalu akan selalu tersimpan rapih dalam memori otak Gua.
Diawali dengan pertemanan kami semasa kecil, remaja hingga menikahinya adalah sebuah cerita indah bagi Gua. Dia tidak pernah menyerah kepada keadaan... Keadaan di saat dirinya tidak mendapatkan apa yang seharusnya terbalas atas cintanya. Sampai akhirnya Gua menyerah ketika mengetahui kehamilannya, kehamilan yang jelas adalah buah cinta kami berdua.
Quote:
Dalam heningnya kamar ini Gua tersenyum membelai pipi almh. Istri Gua itu, walaupun hanya sebuah foto. Tapi seolah-olah Gua benar-benar menyentuhnya. Beberapa kali Gua bergumam, dan akhirnya airmata ini menetes jatuh diatas kaca bingkai tersebut. Gua tersenyum kepadanya. "Cha... Aku akan menikahinya, kamu mengizinkan aku kan ?"
010717.G+2
Setelah ini... Matahari pagi menyinari jalan Gua dalam menuju masa depan. Ketika malam tiba, Bintang lah yang menerangi jalan itu. Terimakasih

*
*
*
- TAMAT -
*
*
- TAMAT -
fatqurr memberi reputasi
1
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..


(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
