Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#6722
PART 95
JANUARY


Tahun baru dua ribu sepuluh sudah terlewati dua hari yang lalu. Kini Gua kembali menjalani hari-hari Gua sambil menunggu sosok seorang wanita yang katanya, akan datang untuk menjelaskan segala alasan dan keputusannya itu kepada Gua. Pagi hari di bulan januari tepat lima hari sebelum Gua menginjak ulang tahun yang ke dua puluh satu, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah dan keluarlah sosok wanita yang sudah Gua nantikan dari beberapa hari lalu itu, dia turun dari pintu penumpang depan dan membuka pagar rumah Gua lalu berjalan masuk hingga sampai diteras, dimana Gua duduk sambil menghisap rokok dan menikmati secangkir kopi hitam.

"Za..".

Gua menghembuskan asap rokok lalu berdiri dan menghampirinya.

Puuk..Luna memeluk Gua, menyandarkan kepalanya ke dada ini.

"Aku maafin kamu Luna.. Kembali sayang, kembali pada ku ya Lun..".

"Maafin aku... Hiks.. Hiks..".

Gua memeluknya erat, tak ingin rasanya melepas pelukan ini.

"Kenapa kamu bisa setega ini Lun ?".

"Aku jelasin semuanya Za, sekarang...", ucapnya sambil memundurkan wajahnya dan menatap mata Gua lekat-lekat dengan airmata yang berderai.

Gua ajak Luna masuk ke dalam rumah, dia meminta kami berdua berbicara di gazebo halaman belakang. Gua turuti kemauannya. Saat itu, Mba Laras sedang pulang ke rumahnya. Dirumah ini hanya ada Gua dan art. Gua duduk di dalam gazebo bersama Luna bersebelahan.

Pagi ini, rasanya cuaca bersahabat, damai rasanya di halaman belakang rumah ini, semilir angin pagi dan bunyi nyanyian burung-burung yang melintas membuat teduh dan nyaman suasana. Sekilas Gua melirik kepada 'rumah' istri dan anak Gua, tersenyum sekilas dan kembali menengok kepada Luna.

"Za.. Aku minta maaf atas semua yang udah terjadi...".

".....".

"Aku... Aku memang keterlaluan Za, tapi aku punya alasan kuat untuk ini semua".

"Aku mendengarkan...".

Dia menarik nafas dalam-dalam ketika art datang menaruh dua cangkir minuman diatas meja kayu dalam gazebo ini. Lalu Luna memulai ceritanya ketika art tersebut kembali ke dalam rumah.

Pelan namun pasti, intonasi suaranya berubah... Dari terdengar normal hingga bergetar pada beberapa cerita yang ia sampaikan pada Gua. Dan akhirnya, airmatanya itu tertumpah... Dia menangis sambil menutupi wajahnya. Tanpa terasa airmata ini mengalir membasahi wajah Gua.

Gua berdiri dihadapannya, menyingkirkan tangannya yang menutupi wajahnya itu, lalu memegang kedua sisinya dan menariknya sedikit keatas agar bisa Gua tatap wajahnya.

"Ehm..", Gua mencoba menetralisir perasaan sakit dan tangis ini. "Tell me the truth Lun.. Tell you really love me...", ucap Gua.

"Apapun.. Demi apapun aku mencintai kamu setulus hati ku Za..".

"Dan kalo begitu, biar aku yang menjadi pendamping hidup kamu Luna.. Kita rangkai semuanya dari awal, aku percaya sama kamu, kita bisa membangun keluarga yang bahagia..", lanjut Gua.

"Maafin aku Za.. Aku mohon sama kamu.. Ini bukan tentang kita berdua Za... Tolong kamu pikirin lagi...".

Gua menutup mata ini, lalu menarik nafas dalam-dalam. "Aku akan menikahi kamu Luna".

"Lepasin aku Za, demi kita dan dirinya.. Aku gak akan pernah bisa bahagiain kamu Za.. Maaf...".

Luna berdiri lalu berjalan keluar dari gazebo.

"Luna tunggu... Eh..".

Dia berjalan kearah makam istri dan anak Gua. Dia terduduk dihadapan kedua makam itu. Menangis keras hingga art Gua keluar dari dalam rumah dan melihat apa yang terjadi. Gua berjalan menghampiri Luna, hendak memegang kedua bahunya tapi...

"Echa... Hiks... Hiks.. Maafin aku Cha... Hiks.. Maaf...", ucap Luna dengan suara terisak.
"Aku... Aku gak akan bisa bahagiain Eza, Cha.. Maaf.. Maafin aku..", lanjutnya dengan tetap terisak.

Kemudian Luna menyeuka airmatanya dan kembali memegangi gundukan tanah didepannya.

"Cha aku yakin, kamu juga tau siapa yang lebih pantas... Dan aku... Aku sadar kalo dinding antara kami terlalu tinggi untuk dilintasi Cha...", Luna meraung menangis.

Gua berjongkok disebelahnya, lalu memegangi bahunya. "Biar aku yang hancurkan dinding itu Lun..".

Dia menengok kepada Gua lalu menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum dalam tangis.

"Maaf Za, maaf... Lepasin aku ya Za.. Relain semuanya...".

Gua berdiri begitupun dengan Luna, lalu dia kembali memeluk Gua. Gua mendongakan kepala menatap langit pagi hari ini dengan airmata yang tertumpah.

"Janji ya Za, bahagiain dia, demi semua yang udah dia korban kan selama ini....".


***


Gua sudah cukup rapih, pakaian saat ini sudah sangat pantas membuat Gua terlihat sebagai calon pengantin pria. Jas hitam, kemeja putih, dasi, celana hitam dan pantopel hitam membuat Gua semakin terlihat cocok untuk melaksanakan sebuah resepsi pernikahan.

Seorang wanita duduk manis di sofa ruang tamu rumah ketika Gua baru saja keluar kamar dan menuruni anak tangga ini. Dia terlihat cantik, ralat. Sangat cantik. Tapi sayang... Wajahnya nampak bad mood sekali. Jelas terlihat dan sangat terasa kalau dirinya sangat malas mengantarkan Gua hari ini. Gua berjalan mendekatinya yang duduk membelakangi dari arah Gua berjalan.

"Good morning beautiful...", sapa Gua yang sudah berdiri tepat dibelakang.

Dia menengok sambil sedikit menengadahkan kepalanya. "Eh.. Kak..".

"Pagi Ay..".

"Pagi..".

"Kenapa ?".

"Eh.. Mm.. Enggak, enggak apa-apa.. Maaf Kak hehehehe..".

Kemudian Helen berdiri lalu menatap Gua dari bawah sampai keatas. Dia tersenyum lalu merapihkan dasi Gua.

"Cakep gak ?", tanya Gua.

"Banget Kak..", jawabnya dengan nada suara yang bergetar.

"Ay.. Kamu kok sedih ?", tanya Gua lagi.

Dia menggelengkan kepalanya cepat lalu menutup mulutnya sambil menahan tangis. Gua reflek memegang kedua bahunya dan memiringkan wajah untuk melihatnya yang sedang tertunduk.

"Ay.. Aku beneran gak apa-apa..", ucap Gua sambil melihat air yang mulai menggenang pada kedua sudut matanya itu.

"Aku... Hiks.... Hiks..".

"Ssstt.. Udah jangan nangis ah.. Jelek nanti tuh, riasan makeup kamu malah luntur...", ucap Gua mencoba sedikit menenangkannya.

"Kak.. Kamu gak perlu seperti ini, aku tau kamu hancur.. Udah ya jang..".

Gua menutup mulutnya dengan satu jari telunjuk, lalu tersenyum simpul. "Enggak apa-apa.. Aku udah relain kok Ay.. Ini udah jalannya.. Biarlah semuanya seperti ini, seperti keinginannya...", jawab Gua.

Gua mengusap airmatanya dengan tissue lalu mengajaknya berangkat, sampai di halaman parkir rumah, Gua melihat mobil milik Mba Laras yang diisi oleh Nenek dan Mba Laras sendiri sudah siap berangkat dengan supir pribadinya di bangku kemudi. Kaca mobil bagian belakang diturunkan, kemudian terlihat jelas sosok wanita berkerudung itu di dalamnya.

"Udah Za ?", tanya Mba Laras.

Gua mengangguk pelan lalu tersenyum. "Iya Mba, ayo kita berangkat sekarang ya".

Gua masuki bangku kemudi mobil milik almh. Istri Gua, dan Helen duduk di bangku samping kemudi. Gua lajukan mobil ketika mobil di depan mulai beranjak meninggalkan halaman rumah ini. Sekitar setengah jam kurang, kami semua sudah sampai di sebuah hotel lalu memasuki ruangan ballroom hotel tersebut, tentunya dengan menunjukan sebuah kartu undangan. Karena memang yang di undang ke acara hari ini terbatas.

Satu kali, dua kali, tiga kali... Jantung Gua berdegup kencang.. Oh my Goodness... Gua tidak menyangka seperti ini rasanya perasaan menghadiri sebuah acara pernikahan seorang mantan kekasih. Wait a sec.. Gua pernah kok, ya Gua pernah menghadiri acara pernikahan mantan, Olla saat sma dulu. But rite now.. Gua merasakan sesuatu yang berbeda. Kok rasanya ada yang menyayat di dalam hati. I'm not afraid.. But I'm losing my stories with you.

Walaupun rasanya berat kaki ini melangkah dan sepertinya Gua malah berfikir untuk balik kanan, tapi logika Gua memacu langkah ini agar tetap berjalan ke ujung sana. Biarkan semuanya seperti ini, rasakan saja perihnya karena memang seperti itu. Ingat satu hal wahai lelaki... "When it hurts to move on, just remember the pain you felt hanging on".

Seorang wanita diatas pelaminan, mengenakan gaun pengantin berwarna emas yang bercampur warna putih itu sangat teramat terlihat anggun mempesona. Gua tersenyum kecut, menerima segala pesonanya, mengakuinya, membenarkan bahwa dia sangat cantik. Oh God c'mon, give me one more chance...

"Kak..", Helen menyadarkan Gua dari angan-angan bahwa seharusnya yang menjadi pengantin prianya adalah diri ini.

"Ehm.. Let's party rite ? Hehehe", jawab Gua.

Kembali Gua berjalan berdampingan bersama Helen dan menaiki panggung pelaminan, semakin dekat semakin berdegup kencang jantung ini. Ini sungguh gila, meletup-letup rasanya sensasinya benar-benar nyata, tangan Gua sampai berkeringat bahkan mungkin wajah ini pucat. Entahlah.. I don't have any idea for this shit.

Gua menelan ludah, memejamkan mata sejenak lalu mendongkan kepala sedikit. Menghirup udara sedalam mungkin dan menghembuskannya perlahan. Gua buka mata ini dan fak dat! Ini bukan mimpi, Gua masih berdiri di pelaminan tepat disisinya, berjarak sedikit jauh. Oke i face the truth lah, mau gimana lagi. Gua melangkahkan kaki hingga tepat berdiri dihadapannya.

"Hai..", kurang ajar, intonasi suara Gua tidak bisa dikendalikan, Gua yakin tadi terdengar cukup bergetar.

Dia tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Jangan, jangan kamu tumpahkan airmata itu Luna.. Atau aku bersumpah demi Tuhan semesta alam... Aku hancurkan pesta ini sekarang juga...", Gua berkata pelan kepadanya.

Luna menggelengkan kepalanya pelan sambil menyeuka airmatanya yang nyaris tertumpah.

Gua melirik kepada sang pengantin pria disampingnya. Menatapnya tajam seolah-olah bersiap membunuhnya. Dia tersenyum ramah lalu memberikan gesture 'have a good time bro".

"Maaf Za.. Maafin aku", ucap Luna yang membuat Gua melirik lagi kepadanya.

"Kamu itu.. Hehehe.. Bener-bener kurang ajar Luna.. Keterlaluan.. Omong kosong ini kayaknya perlu aku selesaikan sekarang...", Gua terkekeh pelan.

"Jangan.. Jangan berbuat nekat ya Za, inget kamu udah janji sama aku..".

Gua menghela nafas sambil tersenyum dan menggelengkan kepala pelan. "Enggak kok, cuma satu syarat aja Lun..", ucap Gua lagi.

"Syarat ? Kok ?", tanyanya bingung.

"Demi drama yang kamu buat, sampai waktunya tiba aku cerita kepada diananti...", jawab Gua lagi.

"Apa syaratnya ?".

Gua mengumpulkan segenap keberanian, seolah-olah Gua ini adalah pengecut yang tidak siap mendengarkan perasaannya secara langsung. Perasaan yang Gua buat sendiri agar dia benar seperti apa yang Gua harapkan.




"Bilang sama aku..", Gua melirik kepada suaminya. "Disini.. Bilang kalo kamu benci sama aku dan mencintai dia Lun..".

Berat bebanku
Meninggalkanmu
Separuh nafas jiwaku
Sirna...


Luna terkejut begitupun dengan suaminya yang heran menatap Gua.

"Za, gak perlu seperti itu, kita semua tau kenyataan sebenarnya Za..", ucap suaminya kali ini.

"Luna udah memilih hidup dalam drama yang dia buat... Dan biarkan sekarang Gua pun mendengarnya langsung... Agar apa yang dia tutupi menjadi nyata, untuk selamanya...", Gua tatap mata suaminya dengan airmata yang hampir tertumpah.

"Gua enggak pernah menginginkan ini semua Za.. Andai Gua tau..".

"Ssstt.. Shut your fakin mouth dude.. I'm here to see your fakin wedding... To hear what i want from your wife.. So let me hear what shes said...".

Suami Luna itu terdiam sambil mengangguk pelan. Kini kembali Gua menatap Luna lekat-lekat. Dia sudah menangis dan berusaha menyeuka airmata yang sudah tertumpah.

"Oke.. Kamu gak berani ngomong Lun, jadi aku minta maaf...", Gua membalikan badan dan bersiap mengambil microphone yang berada disisi kiri pelaminan, dimana home band berada.

"Tunggu!", teriak Luna sambil menahan lengan kiri Gua.

"AKU BENCI SAMA KAMU ZA! AKU BENCI!! AKU MENCINTAI ERICK!!", ucapnya lantang seraya menangis terisak.

Bukan salahmu
Apa dayaku
Mungkin benar cinta sejati
Tak berpihak
Pada kita


Jelas sudah, hampir semua orang dan tamu yang masih sedikit di dalam ruangan ini menatap kami, beberapa tamu undangan rasanya tidak memperhatikan kami karena tertutup oleh suara musik yang terdengar mengalun dari music player.

Gua tersenyum dan tanpa terasa airmata ini menetes pelan.

Luna melangkah hendak memeluk Gua dengan merentangkan kedua tangannya sedikit, tapi...

"Gak usah kamu meluk dia Kak!!!", Helen menahan bahu kakaknya itu.

"Selamat Rick.. Selamat atas pernikahan kalian, maaf udah buat sedikit keributan, setelah ini.. Gua gak akan mengganggu hubungan kalian sama sekali...", Gua tarik tangan suaminya itu dan menjabatnya.

"Congrats Lun.. Have fun with your new life, God bless you, terimakasih untuk kado ulang tahun ku tahun ini, gak akan pernah aku lupakan seumur hidup aku Lun....", ucap Gua melirik kepada Luna lalu berbalik dan berjalan meninggalkan mereka di pelaminan.


Kasihku
Sampai disini kisah kita
Jangan tangisi keadaannya
Bukan karena kita berbeda


*
*
*


Gua tinggalkan ruangan dibelakang sana, dimana di dalamnya ada sebuah kebahagiaan semu... Kebahagiaan palsu... Kebahagiaan pilu. Gua mencoba merelakan semuanya, kenangan dan segalanya, Gua tinggalkan di dalam sana.

Seorang wanita yang baru sampai dan berdiri tepat di depan Gua menatap heran dan terkejut. Dia mendekati lalu memegang sisi wajah Gua.

"Kenapa Za ?".

Gua menangis, lalu secara reflek memeluknya.

"Enggak ada kebahagiaan didalam sana Ve... Enggak ada...", Gua menangis dalam pelukannya.

Vera Tunggadewi, membelai rambut Gua dengan lembut, tubuhnya bergetar lalu Gua merasakan bahwa dia ikut menangis.

"Ikhlasin Za... Ikhlas ya Za... Ikhlasin Luna..".

"Semuanya selesai di sini Ve.. Januari ini, di hari ulangtahun ku ini Ve.. Dia melepas semuanya...".

"Selalu ada terang setelah gelap Za... Selalu ada... Selama kamu bersimpuh kepada Sang Maha Penerang, Za... Istigfar..".


Dengarkan
Dengarkan lagu.....lagu ini
Melodi rintihan hati ini

Kisah kita berakhir di Januari

Selamat tinggal kisah sejatiku
Oooo...pergilah

Kisah kita berakhir di Januari


Soundtrack request by FRANZISKA LUNA KATRINA
Diubah oleh glitch.7 29-06-2017 12:28
fatqurr
fatqurr memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.