- Beranda
- Stories from the Heart
Black Part Of Woman
...
TS
anism
Black Part Of Woman
Spoiler for Peringatan:
Spoiler for Anissa : Aku Bukan pramuria:
Spoiler for Ibu?!:
Spoiler for I Must Found a Father for You:
Wanita itu unik. Karena itu perlakuan terhadap mereka pun berbeda-beda dan spesial.
mereka selalu punya cerita menarik yang pantas disimak
Anism & (edit by) Fanzangela
Diubah oleh anism 30-05-2019 11:43
devarisma04 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
48.2K
379
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
anism
#166
New Big Family
Ario menghela napas dan memaki balik sambil melihat layar handphone Anissa. Sepertinya memang sampai kapanpun, Bapaknya Anissa bakal menganggap dia seperti kuman yang harus dibersihkan dari kehidupan putrinya.
Ario masuk ke kamar dan melihat Anissa tertidur dengan pulasnya dengan posisi muka berhadapan dengan Bima. Mereka benar-benar terlihat sangat damai. Tapi mungkin Anissa tidak pantas berada di tempat ini. Salah. Merekalah yang tidak pantas berada dalam bagian hidup Anissa. Ario sadar betul bahwa hidup Anissa seperti burung dalam sangkar emas. Tapi, bukankah selalu lebih baik memiliki tempat untuk pulang dan hidup enak?
‘Nis, sampai kapan kita bisa sama-sama ketawa? Mendengar omelan khasmu?’, pikiran Ario dipenuhi oleh banyak hal.
Pertemuan mereka selama hampir enam bulan ini telah merubah banyak hal. Terlalu cepat. Banyak hal yang terjadi bagai kilasan-kilasan roll film. Semua datang silih berganti, tanpa disadari Ia sudah mencintai wanita ini dengan begitu dalam.
Hari itu adalah bulan Juni. Matahari menggantung dengan begitu lantang di langit biru. Ario, Anissa, mama Anissa, Luna serta Bima tertawa bersama-sama sambil mengangkat gelas yang berisikan coca cola. “Bersulaang!!!!”, pekik mereka.
“Selamat ya, Nak Ario. Atas pembukaan galerimu. Semangat terus. Tante yakin kamu pasti sukses suatu hari nanti.”, ujar mama Anissa.
Ario tidak bisa menutupi kebahagiaan di mukanya. Ia tahu bahwa galeri pameran lukisan tidak akan bisa di buka tanpa bantuan dari mamanya Anissa. Iya. Tentu saja mama Anissa memanfaatkan koneksi dan uangnya untuk mencarikan sebuah tempat untuk dijadikan galeri lukisan.
“Tante, aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Tante kepadaku.”, ujar Ario.
“Bisa Yo. Asal kamu jangan macam-macam sama Anissa.”, ujar Luna ceplas ceplos. Ario memutar bola matanya dan menatap Luna. Mereka semua tertawa. Ario tidak pernah berpikir bahwa Anissa akan membicarakan hal ini pada Ibunya. Anissa telah berusaha sebisanya. Ario sebenarnya malu bila mengingat pacarnya yang masih belia ini sibuk ke sana kemari memikirkan jalan untuk mengsukseskan dirinya.
Ia terlalu cepat pasrah dan menutup diri. Ia tidak tahu bahwa Anissa tetap berusaha meskipun ternyata promosi jasa menato Ario yang disebar Anissa lewat internet tidak menarik minat orang. Anissa mencoba melobi ibunya untuk membukakan galeri untuknya.
Inilah galeri yang dicita-citakan Ario selama ini. Dia punya berapa papan untuk memamerkan lukisannya. Sisanya? Pelan-pelan. Dia harus tahu diri. Semua yang disiapkan oleh mama Anissa adalah suatu bantuan yang benar-benar tidak dapat diungkapkan oleh Ario hanya dengan kata-kata.
Ario benar-benar terpaku melihat semua itu. Ruangan itu masih kosong. Rumah itu punya dua lantai. Beda sekali dengan ruang pamerannya dulu yang adalah garasi tua. Dan dia tidak bisa melakukan pameran disana karena posisinya sangat tertutup.
“Ini benar-benar luar biasa….”, desis Ario tanpa sadar.
Anissa tersenyum dan menggandeng tangan Ario.
“Sekaraaang, jangan pernah perdulikan apapun kata papaku ya.”, Anissa memandang Ario dengan tatapan manja. Ario kembali terkejut.
“Kamu tidak tidur waktu itu?”,tanya Ario.
Anissa menggeleng dengan senyum tengil. Ario sekarang akan menghadapi satu perjalanan baru dalam hidupnya. Ia tidak tahu kemana nasib akan membawanya.
Ia hanya berusaha yang terbaik dari dirinya agar ia bisa membahagiakan Anissa, membawa Luna dan Bima ke kehidupan yang lebih layak. Sekarang semuanya bukan untuk dirinya dan tentang dirinya lagi. Karena kini dia tahu apa yang berharga baginya. Dia punya keluarga sekarang. Dan tentu saja Ia akan berusaha membahagiakan mereka tanpa terkecuali.
Ario menghela napas dan memaki balik sambil melihat layar handphone Anissa. Sepertinya memang sampai kapanpun, Bapaknya Anissa bakal menganggap dia seperti kuman yang harus dibersihkan dari kehidupan putrinya.
Ario masuk ke kamar dan melihat Anissa tertidur dengan pulasnya dengan posisi muka berhadapan dengan Bima. Mereka benar-benar terlihat sangat damai. Tapi mungkin Anissa tidak pantas berada di tempat ini. Salah. Merekalah yang tidak pantas berada dalam bagian hidup Anissa. Ario sadar betul bahwa hidup Anissa seperti burung dalam sangkar emas. Tapi, bukankah selalu lebih baik memiliki tempat untuk pulang dan hidup enak?
‘Nis, sampai kapan kita bisa sama-sama ketawa? Mendengar omelan khasmu?’, pikiran Ario dipenuhi oleh banyak hal.
Pertemuan mereka selama hampir enam bulan ini telah merubah banyak hal. Terlalu cepat. Banyak hal yang terjadi bagai kilasan-kilasan roll film. Semua datang silih berganti, tanpa disadari Ia sudah mencintai wanita ini dengan begitu dalam.
Hari itu adalah bulan Juni. Matahari menggantung dengan begitu lantang di langit biru. Ario, Anissa, mama Anissa, Luna serta Bima tertawa bersama-sama sambil mengangkat gelas yang berisikan coca cola. “Bersulaang!!!!”, pekik mereka.
“Selamat ya, Nak Ario. Atas pembukaan galerimu. Semangat terus. Tante yakin kamu pasti sukses suatu hari nanti.”, ujar mama Anissa.
Ario tidak bisa menutupi kebahagiaan di mukanya. Ia tahu bahwa galeri pameran lukisan tidak akan bisa di buka tanpa bantuan dari mamanya Anissa. Iya. Tentu saja mama Anissa memanfaatkan koneksi dan uangnya untuk mencarikan sebuah tempat untuk dijadikan galeri lukisan.
“Tante, aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Tante kepadaku.”, ujar Ario.
“Bisa Yo. Asal kamu jangan macam-macam sama Anissa.”, ujar Luna ceplas ceplos. Ario memutar bola matanya dan menatap Luna. Mereka semua tertawa. Ario tidak pernah berpikir bahwa Anissa akan membicarakan hal ini pada Ibunya. Anissa telah berusaha sebisanya. Ario sebenarnya malu bila mengingat pacarnya yang masih belia ini sibuk ke sana kemari memikirkan jalan untuk mengsukseskan dirinya.
Ia terlalu cepat pasrah dan menutup diri. Ia tidak tahu bahwa Anissa tetap berusaha meskipun ternyata promosi jasa menato Ario yang disebar Anissa lewat internet tidak menarik minat orang. Anissa mencoba melobi ibunya untuk membukakan galeri untuknya.
Inilah galeri yang dicita-citakan Ario selama ini. Dia punya berapa papan untuk memamerkan lukisannya. Sisanya? Pelan-pelan. Dia harus tahu diri. Semua yang disiapkan oleh mama Anissa adalah suatu bantuan yang benar-benar tidak dapat diungkapkan oleh Ario hanya dengan kata-kata.
Ario benar-benar terpaku melihat semua itu. Ruangan itu masih kosong. Rumah itu punya dua lantai. Beda sekali dengan ruang pamerannya dulu yang adalah garasi tua. Dan dia tidak bisa melakukan pameran disana karena posisinya sangat tertutup.
“Ini benar-benar luar biasa….”, desis Ario tanpa sadar.
Anissa tersenyum dan menggandeng tangan Ario.
“Sekaraaang, jangan pernah perdulikan apapun kata papaku ya.”, Anissa memandang Ario dengan tatapan manja. Ario kembali terkejut.
“Kamu tidak tidur waktu itu?”,tanya Ario.
Anissa menggeleng dengan senyum tengil. Ario sekarang akan menghadapi satu perjalanan baru dalam hidupnya. Ia tidak tahu kemana nasib akan membawanya.
Ia hanya berusaha yang terbaik dari dirinya agar ia bisa membahagiakan Anissa, membawa Luna dan Bima ke kehidupan yang lebih layak. Sekarang semuanya bukan untuk dirinya dan tentang dirinya lagi. Karena kini dia tahu apa yang berharga baginya. Dia punya keluarga sekarang. Dan tentu saja Ia akan berusaha membahagiakan mereka tanpa terkecuali.
Diubah oleh anism 24-06-2017 21:49
0