- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#6031
PART 89
Bulan agustus 2009 membuat hubungan antara Gua dan Luna harus terpisahkan oleh jarak sejauh 1.871 miles. Ya, pada akhirnya Luna menerima pekerjaan sebagai salah satu karyawan di perusahaan di kota Perth, Australia. Walaupun berat bagi Gua berpisah dengannya, tapi Gua sebisa mungkin untuk tidak menghalanginya mengejar karir masa depannya itu, Gua berusaha ikhlas dengan tidak menunjukkan perasaan sedih dihadapannya. Sebisa mungkin Gua selalu mendukung setiap langkah yang ia pilih, tentu saja selama itu baik untuk dirinya dan juga karirnya.
Semenjak keberangkatan Luna di awal agustus ini hingga seminggu setelahnya kami berkomunikasi via email lalu kemudian berganti ke chatting di bbm setelah Luna membeli smartphone blackberry di sana. So far kami berdua berkomunikasi dengan lancar walaupun perbedaan waktu antara kami berjarak sekitar empat jam setengah. Luna tinggal di sebuah apartemen yang memang sudah di sediakan oleh pihak perusahaan. Kalau dipikir-pikir betapa beruntungnya Luna mendapatkan pekerjaan itu, baru keterima sebagai karyawan tapi sudah mendapatkan salah satu fasilitas yang terbilang mewah.
Disini, di Indonesia Gua menjalani hari-hari seperti biasa walaupun tanpa sang kekasih, Gua mengikuti perkuliahan apa adanya tanpa sekalipun mangkir. Sampai memasuki bulan puasa di tahun 2009 ini perkuliahan Gua mulai semakin sibuk dengan tugas dan juga beberapa quiz serta ujian akhir semester karena setelah lebaran nanti Gua akan kembali melakukan OTJT atau PKL lagi seperti tahun sebelumnya.
Skip ke waktu setelah ujian tapi masih di bulan puasa atau agustus. Saat itu Gua berada di kampus sedang membicarakan beberapa rekomendasi hotel yang akan mahasiswa/i pilih. Gua bersama Kinan berada di taman kampus.
"Kamu jadinya ke Bali Kak ?", tanya Gua sambil melihat lembaran berisi daftar hotel bintang empat yang berada di seluruh Indonesia.
"Iya Za, kalo di sini, keluarga masih takut..", jawabnya melirik kepada Gua.
"Takut ? Ooh.. Bom ya ?", Gua menerka.
"Iya Za, kamu tau sendiri, baru sebulan lalu loch bom meledak di dua hotel, daerah mega kuningan itu..", jawab Kinan lagi.
Benar apa yang dikatakan Kinanti, tanggal tujuh belas juli lalu sempat terjadi dua ledakkan bom di dua hotel berbeda di kawasan mega kuningan, Jakarta. Oleh karena itu pula lah, sebenarnya pihak kampus ingin mengundur jadwal mahasiswanya yang akan melaksanakan PKL di hotel-hotel.
"Hmm.. Iya ya, tapi di Bali juga kan tahun 2002 sama 2005 ada serangan bom Kak, gak takut juga ?".
"Gimana ya, serba salah Za, takut sih, tapi aku mau cari pengalaman ditempat yang lebih banyak turisnya, dan kalau udah begini kita pasrahkan sama Tuhan Za..", jawabnya lagi,
"Lagian ada nilai lebihnya kan kalau di Bali, bisa sekalian holiday, hihihi..", jawabnya kali ini seraya memainkan blackberry miliknya.
Gua masih bingung akan memilih PKL di hotel mana, sampai akhirnya Gua tidak sengaja membolak-balik lembar informasi yang masih Gua pegang dan membaca salah satu nama hotel bintang empat, Gua baca detail informasi hotel tersebut lalu tersenyum.
"Kak...".
"Ya ?".
"Aku kayaknya milih PKL di sini aja", Gua menyodorkan lembar kertas tersebut kepada Kinan.
Kinan melirik lalu membaca lembar tersebut. "Wah.. Serius ? Panas loch katanya di sana..", Tante Gua itu menatap Gua.
"Enggak apa-apa, kayaknya aman ini pulau.. Lagian...", Gua mendongakkan kepala menatap dedaunan dari pohon di atas sana. "Lebih dekatkan ngunjungin perempuan yang memiliki hati malaikat itu...", lanjut Gua seraya tersenyum.
"Hmmm.. Iya sih, apalagi udah gak perlu visa kesana ya sekarang.. Bisa tuh pulang pergi untuk ngunjungin dia", timpal Kinanti.
Gua menoleh kepadanya lalu mengangguk. "Yap.. Aku milih di hotel itu aja", lanjut Gua.
Kinan tersenyum dan mengangguk. "Saling jaga diri ya Za, kabar-kabarin aku loch.. Jangan lupa telpon kalo beneran jadi PKL di Batam..", ucapnya mengingatkan.
"Pasti.. Makasih, kamu juga hati-hati di Bali ya", balas Gua.
Semenjak keberangkatan Luna di awal agustus ini hingga seminggu setelahnya kami berkomunikasi via email lalu kemudian berganti ke chatting di bbm setelah Luna membeli smartphone blackberry di sana. So far kami berdua berkomunikasi dengan lancar walaupun perbedaan waktu antara kami berjarak sekitar empat jam setengah. Luna tinggal di sebuah apartemen yang memang sudah di sediakan oleh pihak perusahaan. Kalau dipikir-pikir betapa beruntungnya Luna mendapatkan pekerjaan itu, baru keterima sebagai karyawan tapi sudah mendapatkan salah satu fasilitas yang terbilang mewah.
Disini, di Indonesia Gua menjalani hari-hari seperti biasa walaupun tanpa sang kekasih, Gua mengikuti perkuliahan apa adanya tanpa sekalipun mangkir. Sampai memasuki bulan puasa di tahun 2009 ini perkuliahan Gua mulai semakin sibuk dengan tugas dan juga beberapa quiz serta ujian akhir semester karena setelah lebaran nanti Gua akan kembali melakukan OTJT atau PKL lagi seperti tahun sebelumnya.
Skip ke waktu setelah ujian tapi masih di bulan puasa atau agustus. Saat itu Gua berada di kampus sedang membicarakan beberapa rekomendasi hotel yang akan mahasiswa/i pilih. Gua bersama Kinan berada di taman kampus.
"Kamu jadinya ke Bali Kak ?", tanya Gua sambil melihat lembaran berisi daftar hotel bintang empat yang berada di seluruh Indonesia.
"Iya Za, kalo di sini, keluarga masih takut..", jawabnya melirik kepada Gua.
"Takut ? Ooh.. Bom ya ?", Gua menerka.
"Iya Za, kamu tau sendiri, baru sebulan lalu loch bom meledak di dua hotel, daerah mega kuningan itu..", jawab Kinan lagi.
Benar apa yang dikatakan Kinanti, tanggal tujuh belas juli lalu sempat terjadi dua ledakkan bom di dua hotel berbeda di kawasan mega kuningan, Jakarta. Oleh karena itu pula lah, sebenarnya pihak kampus ingin mengundur jadwal mahasiswanya yang akan melaksanakan PKL di hotel-hotel.
"Hmm.. Iya ya, tapi di Bali juga kan tahun 2002 sama 2005 ada serangan bom Kak, gak takut juga ?".
"Gimana ya, serba salah Za, takut sih, tapi aku mau cari pengalaman ditempat yang lebih banyak turisnya, dan kalau udah begini kita pasrahkan sama Tuhan Za..", jawabnya lagi,
"Lagian ada nilai lebihnya kan kalau di Bali, bisa sekalian holiday, hihihi..", jawabnya kali ini seraya memainkan blackberry miliknya.
Gua masih bingung akan memilih PKL di hotel mana, sampai akhirnya Gua tidak sengaja membolak-balik lembar informasi yang masih Gua pegang dan membaca salah satu nama hotel bintang empat, Gua baca detail informasi hotel tersebut lalu tersenyum.
"Kak...".
"Ya ?".
"Aku kayaknya milih PKL di sini aja", Gua menyodorkan lembar kertas tersebut kepada Kinan.
Kinan melirik lalu membaca lembar tersebut. "Wah.. Serius ? Panas loch katanya di sana..", Tante Gua itu menatap Gua.
"Enggak apa-apa, kayaknya aman ini pulau.. Lagian...", Gua mendongakkan kepala menatap dedaunan dari pohon di atas sana. "Lebih dekatkan ngunjungin perempuan yang memiliki hati malaikat itu...", lanjut Gua seraya tersenyum.
"Hmmm.. Iya sih, apalagi udah gak perlu visa kesana ya sekarang.. Bisa tuh pulang pergi untuk ngunjungin dia", timpal Kinanti.
Gua menoleh kepadanya lalu mengangguk. "Yap.. Aku milih di hotel itu aja", lanjut Gua.
Kinan tersenyum dan mengangguk. "Saling jaga diri ya Za, kabar-kabarin aku loch.. Jangan lupa telpon kalo beneran jadi PKL di Batam..", ucapnya mengingatkan.
"Pasti.. Makasih, kamu juga hati-hati di Bali ya", balas Gua.
***
Suatu hari di bulan september, tepat satu minggu setelah lebaran tahun 2009 Gua sedang kedatangan tamu. Tamu seorang wanita yang datang bersama keluarganya di pagi hari itu sudah duduk di sofa ruang tamu rumah Gua. Saat itu Gua ditemani keluarga, ada Nenek, Mba Laras, Om, Tante serta anak mereka.
"Apa kabar Pah, Mah ?", tanya Gua setelah sebelumnya kami semua saling memaafkan di suasana yang masih fitri ini.
"Alhamdulilah baik Za, kamu gimana ? Kelihatannya juga baik dan sehat ya ? Agak gemukan loch sekarang", jawab sang Papah.
Gua mengangguk sambil tersenyum. "Ya, alhamdulilah Pah.. Kemarin-kemarin habis selesai ujian akhir, bulan depan sih rencananya mau ke Batam", jawab Gua.
"Ke Batam ? Ngapain Mas ?", tanya Mba Yu kali ini yang duduk tepat di samping Gua.
"Aku mau magang di salah satu hotel di Batam Mba.. Ya magang terakhir, setelah itu aku nyusun tugas akhir, mudah-mudahan lancar, aku minta do'anya ya...", jawab Gua.
"Ooh udah semester akhir ya Mas, aku lupa kalo kamu ambil D3..", ucap Mba Yu,
"Hati-hati disana ya Mas, jaga diri baik-baik.. Oh ya, berapa lama kamu magangnya ?", tanya Mba Yu.
"Tiga bulan Mba, akhir tahun selesai kok.. Kalo teman-teman angkatan aku november nanti udah di wisuda..", jawab Gua sambil mengambil cangkir teh lalu meneguknya seidkit.
"Apa kabar Pah, Mah ?", tanya Gua setelah sebelumnya kami semua saling memaafkan di suasana yang masih fitri ini.
"Alhamdulilah baik Za, kamu gimana ? Kelihatannya juga baik dan sehat ya ? Agak gemukan loch sekarang", jawab sang Papah.
Gua mengangguk sambil tersenyum. "Ya, alhamdulilah Pah.. Kemarin-kemarin habis selesai ujian akhir, bulan depan sih rencananya mau ke Batam", jawab Gua.
"Ke Batam ? Ngapain Mas ?", tanya Mba Yu kali ini yang duduk tepat di samping Gua.
"Aku mau magang di salah satu hotel di Batam Mba.. Ya magang terakhir, setelah itu aku nyusun tugas akhir, mudah-mudahan lancar, aku minta do'anya ya...", jawab Gua.
"Ooh udah semester akhir ya Mas, aku lupa kalo kamu ambil D3..", ucap Mba Yu,
"Hati-hati disana ya Mas, jaga diri baik-baik.. Oh ya, berapa lama kamu magangnya ?", tanya Mba Yu.
"Tiga bulan Mba, akhir tahun selesai kok.. Kalo teman-teman angkatan aku november nanti udah di wisuda..", jawab Gua sambil mengambil cangkir teh lalu meneguknya seidkit.
Setelah itu hanya obrolan santai diantara kami dalam suasana pagi menjelang siang ini. Nenek mengajak keluarga Mba Yu untuk makan siang bersama di ruang makan. Ketika mereka semua sudah duduk di kursi makan masing-masing, Gua mengajak Mba Yu untuk makan berdua di halaman belakang, duduk di dalam gazebo berseberangan.
"Mba, gimana Yogyakarta ?", tanya Gua sambil menyendok nasi dan lauk di piring.
"Hm.. Mm.. Ya gitu aja sih, suasana yang nyaman dan cukup bikin aku betah", jawab Mba Yu setelah menelan makanannya.
"Aku baru satu kali kesana, waktu tur dari sekolahan jaman SD.. Pingin satu hari nanti main ke keraton, jalan-jalan di malioboro dan ke bukit bintang..".
Mba Yu tersenyum. "Kapan ? Ayo nanti aku yang jadi tour guide nya deh", jawab Mba Yu antusias.
"Kapan ya... Mmm.. Kayaknya selesai pkl baru bisa.. Mepet kalo sekarang waktunya".
"Huu.. Lama dong masih tiga bulan lagi", ucapnya sambil memanyunkan bibir.
"Hehehe.. Ya gimana atuh, kan sekarang ma gak mungkin Mba.. Nanti kamu ajak Feri, aku ajak..", Gua menghentikan ucapan.
Mba Yu menatap Gua lagi lalu terkekeh pelan. "Ajak Luna ? Gitu aja takut ngomong kamu Mas.. Hihihi..", Mba Yu mengambil gelas yang berisi sirup lalu meneguknya.
Gua tersenyum lalu salah tingkah mendengar ucapannya. "Hehehe.. Yaa gitu lah. Ngomong-ngomong kamu abis dari sini mau ke rumah Feri ? Atau Feri yang ke rumah kamu ?", tanya Gua.
Mba Yu meletakan gelas minumnya lalu merapihkan helaian rambut yang menutupi wajahnya dan memalingkan muka kearah kolam renang. Matanya sendu menatap kearah sana.
"Mba ? Kenapa ?", Gua meletakkan piring makan.
Mba Yu masih terdiam, tapi kali ini matanya terpejam. Gua berdiri dan duduk di sampingnya. "Hey.. Kamu kenapa ? Apa omongan ku ada yang salah Mba ?", Gua memegang bahu kanannya.
Dia menggelengkan kepala lalu tertunduk.
"Mba, maaf bukan aku mau ikut campur masalah hubungan kamu dengan Feri, tapi.. Kalo kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkannya Mba. Mungkin sedikit beban kamu bisa terlepas..", ucap Gua lagi seraya mengelus-elus bahunya itu.
Lalu beberapa detik kemudian Mba Yu menubruk tubuh Gua dari depan, dia memeluk Gua, dan ya... Dia menangis, tubuhnya sedikit bergetar walaupun tangisannya pelan. Gua sempat terkejut dengan keadaan ini, mencoba memahami perasaannya dan berharap bisa meringankan bebannya walaupun sedikit. Bukan Gua ingin mengambil kesempatan atau melakukan hal bodoh seperti kebanyakan lelaki lain di luar sana.
Tapi ini Sherlin, Mba Yu Gua. Seorang wanita yang dengan ketulusan hatinya pernah menemani Gua disaat terpuruk ketika SMA dahulu, saat Gua bersitegang dengan keluarga Nindi. Dan dia lah wanita yang menemani Gua ketika hal buruk itu terjadi. Apa yang pernah kami lalui saat itu sudah lebih dari cukup bagi kami untuk saling percaya dan menjaga silaturahmi walaupun kami sempat menjauh saat dia bersama Feri dan saat Gua bersama almh. Istri Gua. Tapi bukan berarti hubungan kami menjadi buruk. Kedua orangtuanya sudah menganggap Gua sebagai kelaurga mereka, begitupun Mba Yu dimata Nenek. Jauh sebelum kami berpacaran, saat itu Gua masih SMP, Nenek sudah melihat sosok Mba Yu sebagai wanita yang baik dan pengertian, dimana ketika itu orang lain mungkin menganggap dirinya nakal.
Gua mencoba membalas pelukannya dengan perlahan tanpa sedikitpun berfikir mencari kesempatan. Gua mencoba membiarkannya larut dalam kesedihan itu, Gua biarkan dirinya menumpahkan tangis dalam pelukan ini. Karena Gua tau, salah satu hal yang pertama kali bisa kita lakukan ketika seseorang sedang merasa sedih adalah membiarkannya 'menikmati' kesedihan itu sendiri. Setelah itu, setelah ia selesai meluapkan tangis sedihnya, barulah kita bisa mencoba mengajaknya berbicara dari hati ke hati.
Lambat laun tubuhnya mundur dan melepas pelukan, lalu Mba Yu menyeka airmatanya dengan sweater berwarna hijau tosca yang ia kenakan. Matanya sedikit sembab walaupun tidak begitu kentara.
Gua tersenyum tipis menatap wajahnya, lalu memegang pipi kanannya dengan telapak tangan kiri. "Mau cerita ?", ucap Gua lembut.
Mba Yu mengangguk lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan seraya memejamkan matanya. Sedetik kemudian dia kembali membuka mata dan menatap wajah Gua sambil memaksakan tersenyum.
"Feri selingkuh...", ucapnya pelan nyaris berbisik.
Gua menghembuskan nafas kasar. Lalu melirik kearah kolam renang. Di dalam fikiran Gua, segala kesalahan yang pernah Gua perbuat dulu kepada Mba Yu kembali muncul. Ya, dosa-dosa saat Gua masih berhubungan dengannya ketika di SMA. Berapa kali Gua diam-diam selingkuh dengan adik kelas dan kakak kelas ketika kelas dua dulu. Semua itu karena kami tidak satu sekolah dan Gua masih dalam kondisi labil. Ucapannya tadi yang mengatakan Feri selingkuh membuat Gua malah 'tersindir', jelas Gua malu dan tidak enak hati.
"Mba, maaf.. Apa kamu yakin dia selingkuh ? Karena yang aku tau dia ngejar-ngejar kamu dari kelas satu SMA kan ? Dari sebelum sama aku.. Masa sih dia berani sel...", ucapan Gua terpotong.
"Aku liat dengan mata kepalaku sendiri Mas, dan ini udah kejadian yang ketiga kalinya dengan perempuan yang sama!", selanya dengan nada yang cukup emosi.
Gua terkejut mendengarnya. Lalu menelan ludah. "Ehm.. Mm.. Kamu kenal sama perempuan itu ?", tanya Gua hati-hati.
"Adik tingkatnya di kampus..", jawab Mba Yu.
"Huuftt.. Kalian beda kampus ya.. Mmm.. Terus sekarang hubungan kalian ?".
"Aku gak tau hubungan ini mau gimana Mas.. Aku capek, aku gak bisa begini terus", jawabnya dengan suara yang bergetar.
Gua mengambil gelas minum miliknya dan memintanya untuk minum dulu. Kemudian Gua kembali bertanya dengan hati-hati.
"Maaf nih Mba.. Tapi aku agak heran sama kamu, ya walaupun mungkin alasan kamu karena udah sayang dan cinta sama dia, tapi aku tetep aja bingung..", ucap Gua,
"Mba.. Kalo memang dia udah kebukti selingkuh dan ternyata sampai tiga kali dengan wanita yang sama. Kenapa kamu masih bertahan ? Maksud aku dari jawaban kamu barusan yang aku tangkap kalian belum putus.. Atau ya yang aku terka tadi, segitu sayangnya kamu sama dia ?", tanya Gua seraya menerka perasaan Mba Yu kepada Feri.
"Bukan gitu Mas, tapi...", Mba Yu melirik kearah lain sambil menggigit bibir bawahnya.
Gua menunggu alasannya, sampai beberapa detik tapi dia masih terdiam. Sampai akhirnya Gua kembali bertanya.
"Tapi apa Mba ?".
Mba Yu melirik kepada Gua kali ini, menatap mata Gua lekat-lekat.
"Tapi masalahnya dia udah minta aku..", ucapnya.
Gua mengerenyitkan kening, mencoba memahami ucapannya itu. Tapi tetap saja Gua tidak bisa menangkap maksudnya.
"Minta gimana maksud kamu Mba ?".
"Feri udah minta aku ke Papah dan Mamah, Mas..".
Degh!Entah kenapa tiba-tiba jantung Gua seperti berhenti berdetak mendengar ucapannya barusan.
Fikrian Gua sempat kosong dan gagal fokus dengan apa yang baru saja Gua dengar.
"Mas.. Mas.. Hey.. Kamu kenapa diem ?".
"Eh ? Euu.. Ehm.. Uhuk.. Enggak.. Enggak apa-apa Mba. Sorry sorry.. Gimana tadi ? Kamu bilang apa ? Dia minta kamu ke orangtua kamu ?", Gua tersadar dan mencoba menguasai diri.
Mba Yu mengangguk lemah seraya menundukan wajahnya. "Iya... Dia itu serius ngejalanin hubungan ini sama aku, sebelum puasa kemarin, dia bawa orangtuanya ke rumah, perkenalan keluarga gitu..", ucapnya pelan.
"Serius kamu mau dilamar sama Feri Mba ?!!", stupidity, how can i said that!! Bodoooh, kenapa Gua bisa tiba-tiba reflek terkejut sampai menanyakan hal tersebut dengan mencengkram tangannya kuat-kuat.
"Eh ? Kamu.. Kamu kenapa Mas ?", Mba Yu pun terkejut dengan perubahan sikap Gua yang mendadak ini.
Gua tersadar lagi dan melepas cengkraman tangan ini dan mengusap wajah sebentar. "Ehm.. Maaf-maaf Mba, aku.. Aku cuma kaget aja... Hehehe.. Maaf, hehehe..".
Mba Yu mengerenyitkan kening sambil menatap Gua lekat-lekat. "Mas.. Kamu...?".
"Ooh bukan bukan.. Maksud aku, aku kaget aja masa secepat ini kamu mau nikah Mba ? Kan kalian masih kuliah Mba.. Iyakan ?", jelas terlihat kalau Gua salah tingkah.
"Bukan gitu, rencananya tahun depan, setelah kami lulus kuliah dia mau menikahi aku", lanjutnya.
What ? Seriously ? Aaah.. Ya ya ya.. Mba Yu kan sudah selesai skripsi dan tahun depan dia di wisuda. Tapi.. Wait a sec.. Really ? Mba Yu mau nikah ? Oh c'mon Eza, apa hubungannya sama Lu ?!.
Gau menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan sambil memejamkan mata, sejenak Gua menertalisir perasaan yang berkecamuk karena shock therapy akibat pernyataan yang Mba Yu katakan tadi.
"Mm.. Okey.. So kalian udah saling bertemu keluarga ya, terus.. Keluarga kamu ? Terima lamarannya ?", tanya Gua pelan.
"Iya, Papah dan Mamah nerima lamaran keluarga Feri, Mas.. Dan kami baru akan membicarakan tanggal pernikahan bulan depan, kapan dan dimananya".
Wow... Really really fakin Gut news rite ?.
"Tapi Mba, sekarang kan hubungan kalian kayak gini.. Maksud ku maaf ya.. Keputusan kamu gimana ?".
"Itu dia Mas yang aku bingungin, aku bimbang dan gak yakin sama Feri..", jawabnya meragu.
Okey Gua akui Gua masih memiliki perasaan sayang kepada Mba Yu Sherlin. Dan situasi yang sedang dialami Mba Yu dalam hubungannya saat ini sangatlah rentan. Di satu sisi jujur Gua masih belum rela melepaskannya apalagi sampai menikah dengan orang lain. Yap egois ? Sebutlah begitu, tapi fikiran Gua pun mengingatkan bahwa Gua bukanlah siapa-siapa baginya, hanya sekedar sahabat, dan satu hal terpenting. Ada Luna yang sudah menjadi kekasih Gua saat ini. Begitupun dengan Mba Yu yang masih memiliki pasangan. Oh oke ralat, Mba Yu sudah memiliki tunangan. Dan jika Gua ingin menjadi penghancur hubungan mereka berdua saat ini kemungkinan berhasilnya sangatlah besar. Terserah kalian sebagai pembaca mau menanggap Gua terlalu pede atau terlalu yakin, yang jelas, sedikit saja mulut ini menghasutnya, lepas sudah ikatan lamaran diantara mereka.
"Jujur Mba, aku sendiri gak tau mau bilang apa sama kamu.. Masalahnya ternyata gak sesimpel perkiraan aku. Andaikan Feri dan keluarganya belum melamar kamu mungkin akan lebih mudah mengambil keputusan.. Ya walaupun bisa aja kamu beritahukan soal kesalahannya kepada keluarga Feri dan aku yakin mereka akan malu dan menerima.. Jika...", Gua diam sejenak.
Mba Yu menatap Gua, menunggu Gua meneruskan kalimat yang akan Gua ucapkan.
"Jika apa Mas ?".
"Ehm.. Glek..", Gua menelan ludah,
"Jika kamu batalkan tunangan itu", lanjut Gua tanpa berani menatapnya.
Gua melirik kearahnya dan Mba Yu sedang menatap Gua sambil tersenyum.
"Hm ? Kenapa Mba ?", tanya Gua heran.
Mba Yu menggelengkan kepala lalu menepuk punggung tangan kanan Gua pelan.
"Kamu, enggak mau rebut aku dari Feri, Mas ?", tanyanya dengan nada jahil dan tersenyum semakin lebar.
Benerkan kata Gua ? Shitttt!!!.
Mba Yu terkekeh pelan melihat Gua kikuk dan Gua yakin dia sadar kalau wajah Gua sedikit memerah karena malu. Lalu tanpa Gua sadari, Gua pun malah ikut tertawa bersamanya.
Masih tertawa bersama karena fikiran ngawur kami masing-masing, tiba-tiba suara seorang wanita dari arah depan gazebo mengagetkan Gua.
"Oh ada yang seru kayaknya ya.. Sampai kalian ketawa-tawa gitu..".
Gua menengok ke samping lalu terkejut menatapnya.
"Luna ?!!", ucapan Gua sedikit tercekat.
"Mba, gimana Yogyakarta ?", tanya Gua sambil menyendok nasi dan lauk di piring.
"Hm.. Mm.. Ya gitu aja sih, suasana yang nyaman dan cukup bikin aku betah", jawab Mba Yu setelah menelan makanannya.
"Aku baru satu kali kesana, waktu tur dari sekolahan jaman SD.. Pingin satu hari nanti main ke keraton, jalan-jalan di malioboro dan ke bukit bintang..".
Mba Yu tersenyum. "Kapan ? Ayo nanti aku yang jadi tour guide nya deh", jawab Mba Yu antusias.
"Kapan ya... Mmm.. Kayaknya selesai pkl baru bisa.. Mepet kalo sekarang waktunya".
"Huu.. Lama dong masih tiga bulan lagi", ucapnya sambil memanyunkan bibir.
"Hehehe.. Ya gimana atuh, kan sekarang ma gak mungkin Mba.. Nanti kamu ajak Feri, aku ajak..", Gua menghentikan ucapan.
Mba Yu menatap Gua lagi lalu terkekeh pelan. "Ajak Luna ? Gitu aja takut ngomong kamu Mas.. Hihihi..", Mba Yu mengambil gelas yang berisi sirup lalu meneguknya.
Gua tersenyum lalu salah tingkah mendengar ucapannya. "Hehehe.. Yaa gitu lah. Ngomong-ngomong kamu abis dari sini mau ke rumah Feri ? Atau Feri yang ke rumah kamu ?", tanya Gua.
Mba Yu meletakan gelas minumnya lalu merapihkan helaian rambut yang menutupi wajahnya dan memalingkan muka kearah kolam renang. Matanya sendu menatap kearah sana.
"Mba ? Kenapa ?", Gua meletakkan piring makan.
Mba Yu masih terdiam, tapi kali ini matanya terpejam. Gua berdiri dan duduk di sampingnya. "Hey.. Kamu kenapa ? Apa omongan ku ada yang salah Mba ?", Gua memegang bahu kanannya.
Dia menggelengkan kepala lalu tertunduk.
"Mba, maaf bukan aku mau ikut campur masalah hubungan kamu dengan Feri, tapi.. Kalo kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkannya Mba. Mungkin sedikit beban kamu bisa terlepas..", ucap Gua lagi seraya mengelus-elus bahunya itu.
Lalu beberapa detik kemudian Mba Yu menubruk tubuh Gua dari depan, dia memeluk Gua, dan ya... Dia menangis, tubuhnya sedikit bergetar walaupun tangisannya pelan. Gua sempat terkejut dengan keadaan ini, mencoba memahami perasaannya dan berharap bisa meringankan bebannya walaupun sedikit. Bukan Gua ingin mengambil kesempatan atau melakukan hal bodoh seperti kebanyakan lelaki lain di luar sana.
Tapi ini Sherlin, Mba Yu Gua. Seorang wanita yang dengan ketulusan hatinya pernah menemani Gua disaat terpuruk ketika SMA dahulu, saat Gua bersitegang dengan keluarga Nindi. Dan dia lah wanita yang menemani Gua ketika hal buruk itu terjadi. Apa yang pernah kami lalui saat itu sudah lebih dari cukup bagi kami untuk saling percaya dan menjaga silaturahmi walaupun kami sempat menjauh saat dia bersama Feri dan saat Gua bersama almh. Istri Gua. Tapi bukan berarti hubungan kami menjadi buruk. Kedua orangtuanya sudah menganggap Gua sebagai kelaurga mereka, begitupun Mba Yu dimata Nenek. Jauh sebelum kami berpacaran, saat itu Gua masih SMP, Nenek sudah melihat sosok Mba Yu sebagai wanita yang baik dan pengertian, dimana ketika itu orang lain mungkin menganggap dirinya nakal.
Gua mencoba membalas pelukannya dengan perlahan tanpa sedikitpun berfikir mencari kesempatan. Gua mencoba membiarkannya larut dalam kesedihan itu, Gua biarkan dirinya menumpahkan tangis dalam pelukan ini. Karena Gua tau, salah satu hal yang pertama kali bisa kita lakukan ketika seseorang sedang merasa sedih adalah membiarkannya 'menikmati' kesedihan itu sendiri. Setelah itu, setelah ia selesai meluapkan tangis sedihnya, barulah kita bisa mencoba mengajaknya berbicara dari hati ke hati.
Lambat laun tubuhnya mundur dan melepas pelukan, lalu Mba Yu menyeka airmatanya dengan sweater berwarna hijau tosca yang ia kenakan. Matanya sedikit sembab walaupun tidak begitu kentara.
Gua tersenyum tipis menatap wajahnya, lalu memegang pipi kanannya dengan telapak tangan kiri. "Mau cerita ?", ucap Gua lembut.
Mba Yu mengangguk lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan seraya memejamkan matanya. Sedetik kemudian dia kembali membuka mata dan menatap wajah Gua sambil memaksakan tersenyum.
"Feri selingkuh...", ucapnya pelan nyaris berbisik.
Gua menghembuskan nafas kasar. Lalu melirik kearah kolam renang. Di dalam fikiran Gua, segala kesalahan yang pernah Gua perbuat dulu kepada Mba Yu kembali muncul. Ya, dosa-dosa saat Gua masih berhubungan dengannya ketika di SMA. Berapa kali Gua diam-diam selingkuh dengan adik kelas dan kakak kelas ketika kelas dua dulu. Semua itu karena kami tidak satu sekolah dan Gua masih dalam kondisi labil. Ucapannya tadi yang mengatakan Feri selingkuh membuat Gua malah 'tersindir', jelas Gua malu dan tidak enak hati.
"Mba, maaf.. Apa kamu yakin dia selingkuh ? Karena yang aku tau dia ngejar-ngejar kamu dari kelas satu SMA kan ? Dari sebelum sama aku.. Masa sih dia berani sel...", ucapan Gua terpotong.
"Aku liat dengan mata kepalaku sendiri Mas, dan ini udah kejadian yang ketiga kalinya dengan perempuan yang sama!", selanya dengan nada yang cukup emosi.
Gua terkejut mendengarnya. Lalu menelan ludah. "Ehm.. Mm.. Kamu kenal sama perempuan itu ?", tanya Gua hati-hati.
"Adik tingkatnya di kampus..", jawab Mba Yu.
"Huuftt.. Kalian beda kampus ya.. Mmm.. Terus sekarang hubungan kalian ?".
"Aku gak tau hubungan ini mau gimana Mas.. Aku capek, aku gak bisa begini terus", jawabnya dengan suara yang bergetar.
Gua mengambil gelas minum miliknya dan memintanya untuk minum dulu. Kemudian Gua kembali bertanya dengan hati-hati.
"Maaf nih Mba.. Tapi aku agak heran sama kamu, ya walaupun mungkin alasan kamu karena udah sayang dan cinta sama dia, tapi aku tetep aja bingung..", ucap Gua,
"Mba.. Kalo memang dia udah kebukti selingkuh dan ternyata sampai tiga kali dengan wanita yang sama. Kenapa kamu masih bertahan ? Maksud aku dari jawaban kamu barusan yang aku tangkap kalian belum putus.. Atau ya yang aku terka tadi, segitu sayangnya kamu sama dia ?", tanya Gua seraya menerka perasaan Mba Yu kepada Feri.
"Bukan gitu Mas, tapi...", Mba Yu melirik kearah lain sambil menggigit bibir bawahnya.
Gua menunggu alasannya, sampai beberapa detik tapi dia masih terdiam. Sampai akhirnya Gua kembali bertanya.
"Tapi apa Mba ?".
Mba Yu melirik kepada Gua kali ini, menatap mata Gua lekat-lekat.
"Tapi masalahnya dia udah minta aku..", ucapnya.
Gua mengerenyitkan kening, mencoba memahami ucapannya itu. Tapi tetap saja Gua tidak bisa menangkap maksudnya.
"Minta gimana maksud kamu Mba ?".
"Feri udah minta aku ke Papah dan Mamah, Mas..".
Degh!Entah kenapa tiba-tiba jantung Gua seperti berhenti berdetak mendengar ucapannya barusan.
Fikrian Gua sempat kosong dan gagal fokus dengan apa yang baru saja Gua dengar.
"Mas.. Mas.. Hey.. Kamu kenapa diem ?".
"Eh ? Euu.. Ehm.. Uhuk.. Enggak.. Enggak apa-apa Mba. Sorry sorry.. Gimana tadi ? Kamu bilang apa ? Dia minta kamu ke orangtua kamu ?", Gua tersadar dan mencoba menguasai diri.
Mba Yu mengangguk lemah seraya menundukan wajahnya. "Iya... Dia itu serius ngejalanin hubungan ini sama aku, sebelum puasa kemarin, dia bawa orangtuanya ke rumah, perkenalan keluarga gitu..", ucapnya pelan.
"Serius kamu mau dilamar sama Feri Mba ?!!", stupidity, how can i said that!! Bodoooh, kenapa Gua bisa tiba-tiba reflek terkejut sampai menanyakan hal tersebut dengan mencengkram tangannya kuat-kuat.
"Eh ? Kamu.. Kamu kenapa Mas ?", Mba Yu pun terkejut dengan perubahan sikap Gua yang mendadak ini.
Gua tersadar lagi dan melepas cengkraman tangan ini dan mengusap wajah sebentar. "Ehm.. Maaf-maaf Mba, aku.. Aku cuma kaget aja... Hehehe.. Maaf, hehehe..".
Mba Yu mengerenyitkan kening sambil menatap Gua lekat-lekat. "Mas.. Kamu...?".
"Ooh bukan bukan.. Maksud aku, aku kaget aja masa secepat ini kamu mau nikah Mba ? Kan kalian masih kuliah Mba.. Iyakan ?", jelas terlihat kalau Gua salah tingkah.
"Bukan gitu, rencananya tahun depan, setelah kami lulus kuliah dia mau menikahi aku", lanjutnya.
What ? Seriously ? Aaah.. Ya ya ya.. Mba Yu kan sudah selesai skripsi dan tahun depan dia di wisuda. Tapi.. Wait a sec.. Really ? Mba Yu mau nikah ? Oh c'mon Eza, apa hubungannya sama Lu ?!.
Gau menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan sambil memejamkan mata, sejenak Gua menertalisir perasaan yang berkecamuk karena shock therapy akibat pernyataan yang Mba Yu katakan tadi.
"Mm.. Okey.. So kalian udah saling bertemu keluarga ya, terus.. Keluarga kamu ? Terima lamarannya ?", tanya Gua pelan.
"Iya, Papah dan Mamah nerima lamaran keluarga Feri, Mas.. Dan kami baru akan membicarakan tanggal pernikahan bulan depan, kapan dan dimananya".
Wow... Really really fakin Gut news rite ?.
"Tapi Mba, sekarang kan hubungan kalian kayak gini.. Maksud ku maaf ya.. Keputusan kamu gimana ?".
"Itu dia Mas yang aku bingungin, aku bimbang dan gak yakin sama Feri..", jawabnya meragu.
Okey Gua akui Gua masih memiliki perasaan sayang kepada Mba Yu Sherlin. Dan situasi yang sedang dialami Mba Yu dalam hubungannya saat ini sangatlah rentan. Di satu sisi jujur Gua masih belum rela melepaskannya apalagi sampai menikah dengan orang lain. Yap egois ? Sebutlah begitu, tapi fikiran Gua pun mengingatkan bahwa Gua bukanlah siapa-siapa baginya, hanya sekedar sahabat, dan satu hal terpenting. Ada Luna yang sudah menjadi kekasih Gua saat ini. Begitupun dengan Mba Yu yang masih memiliki pasangan. Oh oke ralat, Mba Yu sudah memiliki tunangan. Dan jika Gua ingin menjadi penghancur hubungan mereka berdua saat ini kemungkinan berhasilnya sangatlah besar. Terserah kalian sebagai pembaca mau menanggap Gua terlalu pede atau terlalu yakin, yang jelas, sedikit saja mulut ini menghasutnya, lepas sudah ikatan lamaran diantara mereka.
"Jujur Mba, aku sendiri gak tau mau bilang apa sama kamu.. Masalahnya ternyata gak sesimpel perkiraan aku. Andaikan Feri dan keluarganya belum melamar kamu mungkin akan lebih mudah mengambil keputusan.. Ya walaupun bisa aja kamu beritahukan soal kesalahannya kepada keluarga Feri dan aku yakin mereka akan malu dan menerima.. Jika...", Gua diam sejenak.
Mba Yu menatap Gua, menunggu Gua meneruskan kalimat yang akan Gua ucapkan.
"Jika apa Mas ?".
"Ehm.. Glek..", Gua menelan ludah,
"Jika kamu batalkan tunangan itu", lanjut Gua tanpa berani menatapnya.
Gua melirik kearahnya dan Mba Yu sedang menatap Gua sambil tersenyum.
"Hm ? Kenapa Mba ?", tanya Gua heran.
Mba Yu menggelengkan kepala lalu menepuk punggung tangan kanan Gua pelan.
"Kamu, enggak mau rebut aku dari Feri, Mas ?", tanyanya dengan nada jahil dan tersenyum semakin lebar.
Benerkan kata Gua ? Shitttt!!!.
Mba Yu terkekeh pelan melihat Gua kikuk dan Gua yakin dia sadar kalau wajah Gua sedikit memerah karena malu. Lalu tanpa Gua sadari, Gua pun malah ikut tertawa bersamanya.
Masih tertawa bersama karena fikiran ngawur kami masing-masing, tiba-tiba suara seorang wanita dari arah depan gazebo mengagetkan Gua.
"Oh ada yang seru kayaknya ya.. Sampai kalian ketawa-tawa gitu..".
Gua menengok ke samping lalu terkejut menatapnya.
"Luna ?!!", ucapan Gua sedikit tercekat.
When you marry
And you look around
I'll be somewhere in that crowd
Torn up, that it isn't me
But if time is all I have
I'll waste it all on you
And you look around
I'll be somewhere in that crowd
Torn up, that it isn't me
But if time is all I have
I'll waste it all on you
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..

). 
(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
