I'M Drowning
Quote:
Besoknya sampai di sekolah aku hanya absen dan langsung pergi, Rathi menjadi sekretaris dan dia yang memegang absensi siswa jadi aku cukup mudah untuk absen. Di depan kelas aku bertemu Luna, dia berlari kecil dan memegang tanganku.
“yang”, katanya
Akupun melepaskan tangannya dan berlalu. Aku sedikit berlari, sampai di depan gerbang Kalong sudah ada menungguku, akupun masuk ke dalam mobil Kalong.
“nekat juga lu”, kata Kalong
“udah sih berangkat”, kataku
Kami pun meninggalkan sekolah, dan menuju rumah kalong. Disana sudah ada Pris dan yang lainnya.
“wuih, kemana aja ni bos. Baru nongol”, kata Pris menjabat tanganku.
“di sekolah juga kita ketemu Pris”, kataku
Seperti reunion, disini sudah di siapkan makanan dan minuman. Tentu saja semua di siapkan oleh Kalong. Mulai hari itu aku ke sekolah hanya absen dan pergi ke rumah kalong, kembali seperti dulu, kegiatan minum-minum, pesta, pulang pagi. Aku sudah tidak peduli dengan orang lain, selama diriku senang itu sudah cukup. Akupun suka ikut tawuran, anehnya tawuran saat itu sudah ada tempatnya dan tidak boleh membawa senjata hanya dengan tangan kosong, seperti sudah ada koordinasi sebelumnya. Yang memimpin adalah Pris, sebelum tawuran kami memastikan tidak ada warga atau petugas yang terlibat. Di sini aku merasakan benar-benar hidup, memar di pipi, rasa darah di mulutku, rasa sakitnya membuatku merasa lebih hidup. Itu membuatku kecanduan, bukan kecanduan dengan tawuran tapi kecanduan menyakiti diri sendiri. Entah itu memukul tembok sampai menyayat tanganku dengan silet atau pisau, sehingga saat aku ke sekolah aku selalu menggunakan jaket dan perban tipis di tanganku. Sudah beberapa bulan aku menjalani kehidupan seperti ini, sekolah-absen-cabut-tawuran-nongkrong. Keadaan keluargaku semakin kacau, tiada hari tanpa ribut, ayahku sudah tidak menyapaku atau menegurku, hubungan dengan keluargaku menjadi jauh. Hubunganku dengan Wina dan Luna menjadi tidak jelas. Tapi aku menikmati ini, as long as I’m happy, I don’t care about anything else. Rumah kalong adalah tempat nyaman untukku dan bersama mereka aku bisa mengobati kecanduanku, tapi tidak setiap hari kami tawuran selalu, menjelang UAN kami sama sekali berhenti tawuran dan focus sekolah. Disini lah aku selalu meminjam pisau Kalong untuk mengobati kecanduanku
Saat di rumah Kalong.
“makin tebel tuh perban”, ledek Kalong
“udah gila lu?”, kata Pris
“kayanya”, kataku singkat
“sakit kan?”, kata Pris
“iya, tapi enak”, kataku
“udah sih Pris, temen lu kan emang ga normal”, kata Kalong
“ga ada ribut hari ini?”, tanyaku
“buset dah, kan mau UAN, focus aja sih. Kita emang suka ribut tapi bukan pengecut yang maen hajar orang ga jelas. nih”, kata Kalong sambil memberikan pisaunya ke arahku
“lu lagi Long, ngaco ah. Baru aja ni bocah dari belakang kan”, kata Pris mengambil pisaunya
Kamipun bercanda dan ngobrol sampai malam dan aku menginap di rumah kalong
Semakin kesini, kecanduanku semakin menjadi sampai pada satu moment aku tidak bisa menahan diriku di sekolah.
Saat itu jam istirahat, tanganku gatal, aku merasa tidak tenang dan entah kenapa hari ini aku membawa silet di tempat pensilku. Akupun berjalan ke arah bawah tangga mushola, tempat ini sangat di datangi selain saat sholat. Aku pun mengambil silet di kantongku dan membuka perbanku. Dan akupun mulai menyayat tanganku perlahan, sakit tapi ada kenikmatan sendiri. Akupun memejamkan mata merasakan sensasinya
“Plak!!”, sebuah tamparan keras di pipiku
Saat ku lihat itu Luna dan di belakangnya ada Rathi, terlihat Luna menatapku dengan kesal tapi sambil meneteskan air mata, sedangkan Rathi menutup mulutnya sambil menangis. Akupun berjalan melalui mereka berdua, tapi Luna langsung memelukku dari belakang dan menangis. Akupun melepaskan pelukannya dan kembali ke kelas, karena perbanku tertinggal akupun menutupi tanganku dengan jaket, sepanjang pelajaran guru selalu memintaku untuk menaruh jaket tapi aku bilang sedang tidak enak badan. Sampai jam pulang sekolah, sebenarnya aku mau langsung ke rumah Kalong, tapi di pintu ada Abay dan Iam, masih banyak anak di kelasku yang belum pulang padahal hari ini tidak ada jadwal bimbel. Rathi dan Luna pun duduk di bangku dekat pintu. Akupun memilih rebahan di meja. Terdengar gaduh di depan kelas tapi tidak ku hiraukan sampai bangku ku di kelilingi anak kelas.
“apa-apan nih”, kataku
Mereka sibuk ngobrol dan membuat berisik, akupun berdiri terlihat pintu di tutup jendela kelas pun di halangi oleh obadan mereka. Saat aku mencoba keluar dari kepungan mereka Iam masuk dan memintaku duduk.
“gua mau cabut sih Am”, kataku
“please duduk”, katanya
Di belakang Iam ternyata sudah ada Wina dan Luna, aku memalingkan wajah dari mereka.
“plak!!”, Wina menampar keras pipiku
“aku ga percaya kamu bisa serendah ini”, katanya dengan suara yang lirih
Akupun tidak menjawabnya.
“aku selalu nanya kabar kamu sama Luna, aku kamu anggep apa sih Teo!”, katanya setengah teriak
“dari pagi aku udah sampe dan mau ngasih kejutan buat kamu, tapi aku dapet kabar dari Luna kalau kamu jadi nekat gini. Liat aku yang!!”,
teriaknya
Akupun menatapnya dan Wina pun berlutut
“kenapa sih yang kamu sampe kaya gini? Bilang yang”, katanya sambil memegang tanganku
Aku hanya menggelengkan kepala
“salah aku Win”, kata Luna
“ko bisa? Ada apa emangnya?”, kata Wina
Luna pun menceritakan semuanya kepada Wina termasuk sms yang dia kirim padaku.
“aku minta maaf yang, aku ga tau kamu sampe kaya gini, tapi aku emang ngerasa ga pantes buat kamu, setelah kamu tau kelakuan aku”,
katanya
Akupun hanya tersenyum menanggapinya, tiba-tiba Luna langsung memelukku.
“aku minta maaf, padahal kamu ga permasalahin itu, padahal kamu coba ngomong sama aku, tapi aku yang udah jahat sama kamu. Aku minta maaf yang”, katanya
Aku bisa mencium wangi tubuh Luna, aku rindu wangi ini. Terasa ada yang menyentuh punggungku.
“lu tau kan kita ada buat lu, harusnya lu cerita sama kita. Dari dulu lu selalu ga mau cerita sama gua”, kata Iam
Ada yang memegang kepalaku
“kita bukan orang asing loh buat lu, kita tau sifat lu kaya gimana. Tapi semakin lu pendem itu semakin nyiksa. Gua emang ga tau apa yang lu rasain tapi sebagai sahabat seenggaknya kita tau apa yang lu rasain”, kata Abay
“kita care sama kamu Teo, kamu ga pernah nyuekin aku walaupun cuma sekedarnya, padahal aku jahat sama kamu”, kata Vivi
“denger yang, mereka sayang sama kamu, kamu jangan kaya gini. Love you so much yang”, kata Luna masih memelukku
Aku masih belum membalas pelukan Luna sampai akhirnya Wina berkata
“inget yang kamu pernah bilang sama aku kamu bakal berusaha buat Luna. Aku kenal kamu yang, kamu jangan Lupa dan jangan nyerah yang”, kata Wina
Ya aku mengingat itu, aku mengingat semua perjuangan Luna, aku pun memeluk Luna dan menangis. Terasa semakin banyak tangan mengusap punggungku, semakin aku tidak bisa menahan air mata ini. Tidak banyak yang bisa ku ceritakan tapi aku benar-benar merasakan rasa sayang yang mereka berikan padaku dan aku tenggelam di dalamnya. Kasih sayang teman dan sahabat.