Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#5528
PART 83


Gua terbangun di siang hari dengan rasa pusing yang cukup terasa hingga membuat Gua harus mengurut-ngurutkan kening ini. Perlahan mata Gua mulai terbuka, kemudian Gua bangun dan terududuk di atas kasur lalu bersandar.

Setelah mata Gua dapat menyesuaikan pandangan terhadap cahaya ruangan kamar, dan rasa pusing serta kantuk yang berangsur hilang, kini mata Gua memandang ke sebuah sosok wanita yang sedang tersenyum. Sosok yang cantik dengan wajahnya yang teduh walaupun nampak sedikit mimik wajah yang menahan sakit, namun Gua tau saat itu dia bahagia.

Gua masih memandanginya, lalu entah perasaan Gua mengatakan seolah-olah dia berkata pelan kepada Gua, 'welcome home sayang'.Gua tersenyum tipis lalu tertunduk dan menggelengkan kepala pelan. Gua menyeuka air pada sudut mata ini, barulah kemudian Gua bangun dan berjalan kearahnya. Gua berdiri tepat di depannya.

'Hai sayang, aku pulang...'

Lalu Gua memandingi sosok gadis kecil disebelahnya, dan tersenyum kembali, Gua membelai wajahnya sambil berjinjit sedikit.

'Hai Nak, Ayah di sini sekarang...'

Gua kembali mundur satu langkah lalu memasukkan kedua tangan ke saku celana tidur, menatap kearah dua orang wanita yang sangat Gua rindukan selama ini, dua orang wanita yang tidak nyata, dua orang wanita yang sosoknya hanya tergambar dalam sebuah bingkai foto.

Gua keluar kamar dan menuruni tangga lalu berjalan melewati ruang makan kemudian sampai di halaman belakang.

"Loch udah bangun Za ?".

Gua menengok kearah sumber suara di belakang. "Eh iya Mba..", Gua tersenyum tipis kepadanya.

"Kamu mau mandi dulu atau langsung makan siang ?".

"Aku mau renang kayaknya Mba, udah lama gak renang...".

"Tapi kamu belum makan, baru bangun dari semalamkan..? Mba buatkan roti ya ? Sama susu cokelat, gimana ?".

"Mmm.. Minumnya kopi aja Mba, udah lama aku gak minum kopi item buatan lokal".

Mba Laras tersenyum lalu pergi ke dapur untuk membuatkan makanan tadi. Gua kembali berjalan ke halaman belakang dan membuka kaos putih lalu menaruhnya di kursi kayu kolam renang (adjustable sunbed), kemudian Gua membilas tubuh dari shower di sisi kolam, setelah seluruh tubuh Gua basah, barulah Gua menceburkan diri ke dalam air pada bagian kolam yang hanya memililki kedalaman dua meter. Gua menyelam lalu berenang ke bagian kolam yang kedalamannya hanya satu meter, kemudian kembali berbalik hingga tiga kali dan akhirnya berhenti ketika sudah sampai dibagian yang hanya setengah meter kedalamannya.

Gua duduk di sisi kolam, dengan sebagian kaki berada di dalam air. Gua membasuh wajah dan menyibakkan rambut yang sudah gondrong kebelakang, lalu Gua menengok ke kanan, dimana 'rumah' istri dan anak Gua berada. Atap peneduh terbuka, sehingga matahari siang yang cukup terik menyinari dua gundukkan tanah itu. Semuanya nampak sama dan tetap terjaga kebersihannya, apalagi sudah hampir setengah tahun sejak kepergian Gua, bunga mawar serta pohon kamboja yang masih kecil mulai nampak tumbuh dengan bagusnya.

Gua tersadar dan menengok ke kiri ketika suara Mba Laras terdengar cukup lembut menyapa pendengaran ini.

"Seminggu sekali Mba sama Bibi gantian merapihkan makam Echa dan Jingga..", ucapnya seraya menaruh sepiring roti keju sosis dan secangkir kopi hitam di atas meja dekat kolam.

"Makasih Mba...", jawab Gua pelan sambil memperhatikan riak air yang timbul karena gerakan kaki Gua.

"Sini Za, dimakan dulu tuh rotinya...", ajak Mba Laras.

Gua bangun dan berjalan ke arah meja kolam dan duduk tepat di samping Mba Laras, Gua menyantap roti buatannya sedikit lalu menenguk kopi yang sudah Gua rindukan sejak beberapa bulan lalu. Ah kopi hitam buatan lokal ini memang paling pas dengan lidah Gua dibandingkan dengan kopi mahal lainnya di luar sana.

"Biii...", teriak Gua menengok kearah pintu halaman belakang.

"Kenapa Za ? Kamu mau minta apa ?", tanya Mba Laras.

"Rokok Mba.. Hehehe..".

Mba Laras tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lalu tidak lama kemudian Bibi (art) datang menghampiri kami, Gua pun memintanya untuk mengambilkan sebungkus rokok di kamar Gua, di lantai dua. Sambil menunggu Bibi kembali dengan sebungkus rokok, Mba Laras mulai meminta Gua menceritakan segala pengalaman yang sudah Gua dapatkan selama pergi dari rumah tiga bulan lalu.

Gua menceritakan semuanya dari awal ketika tidak sengaja menemukan kertas yang berisi alamat email Kimiko, lalu setelah itu Gua pun memilih pergi ke Hokkaido dan selama kurang lebih dua bulan setengah tinggal bersama keluarga almh. Nyokap. Setiap kejadian dari mulai masuk organisasi dengan segala macam kegiatan buruknya pun Gua ceritakan, sampai Mba Laras akhirnya tau cerita kenapa Gua sampai mentatto seluruh punggung badan ini. Lalu barulah Gua menceritakan keberadaan Gua akhir-akhir ini, di Düsseldorf yang tidak lama Gua ditemani oleh Luna serta keluarganya di sana, sampai akhirnya kemarin malam Gua sampai di rumah ini.

"Luna kenapa gak ikut pulang bareng kamu ?", tanya Mba Laras sambil mengambil kue kering dan memakannya.

"Dia masih kangen sama Papahnya.. Dia di sini tinggal sama Papahnya kan Mba, cuma sebulan terakhir Papahnya lagi ada urusan di Jerman...", jawab Gua.

"Oh iya sih, dia cerita sebelum berangkat ke Jerman kalau pingin ketemu orangtuanya dan juga adiknya... Mba juga baru tau kalau Luna punya adik perempuan loch.. Kamu tau ?".

"Baru tau aku juga kemarin pas di Jerman, namanya Helen. Adiknya itu tinggal sama Mamahnya di Blok situ Mba... Orangtua mereka cerai, Luna ikut Papahnya sedangkan Helen ikut Mamahnya", ucap Gua menjelaskan.

"Hmmm... Kasihan juga ya, eh tapi berarti mereka masih satu komplek di perumahan ini dong Za ?".

"Iya Mba, lucu ya bisa gitu... Cuma beda blok aja hahaha...", jawab Gua lalu menghisap rokok yang sebelumnya diberikan oleh Bibi dan Gua bakar.

"Tapi untung ya masih bisa jaga silaturahmi walaupun sudah cerai, bersyukur jadi anak-anaknya gak susah ketemu orangtua mereka".

Gua hanya mengangguk mengiyakan ucapan Mba Laras itu. Lalu tidak lama Nenek datang dan ikut bergabung mengobrol bersama kami berdua. Memang dari semalam pada saat Gua pulang belum bertemu Nenek, karena beliau tidak tidur di rumah ini. Dan tadi baru di jemput oleh supir yang baru Gua tau Mba Laras memperkerjakan seorang supir di rumah ini sejak satu bulan lalu. Setelah temu kangen dan Gua meminta maaf kepada Nenek, barulah Gua pamit untuk membilas tubuh di kamar mandi dan berganti pakaian. Ah ya, Nenek sempat kecewa karena tubuh Gua sudah dihiasi sebuah karya seni rajam tubuh itu.

Kami bertiga makan siang di rumah, masakan Bibi ternyata cukup menuntaskan kerinduan Gua akan masakan rumah. Selama tiga bulan Gua memakan makanan khas jepang dan juga eropa, dan sekarang kembali Gua bisa menikmati teri balado dan nasi uduk khas lokal, gak ada duanya deh. Delicious...

...
...
...

Mei 2009

Dua minggu sudah Gua kembali tinggal di rumah sendiri, rumah milik almh. Echa lebih tepatnya. Dan selama dua minggu itu Gua sudah cukup senang dengan kabar bisnis Gua yang dijalankan selama ini oleh Mba Laras, dan saat ini tabungan Gua pun di kembalikan oleh Mba Laras berikut hasil keuntungan bisnis kuliner serta keuntungan dua tempat barbershop yang dipegang oleh Unang serta Icol. Everything is undercontrol...

Hari ini Gua baru pulang dari kampus bersama Kinan, bukan pulang kuliah, melainkan Gua hanya bertemu dosen dan juga bagian administrasi untuk mengecek status mahasiswa Gua yang masih dalam masa cuti. Hmmm... Gua terlambat, karena teman sekelas Gua seperti Lisa, Mat Lo, Iyon dan yang lainnya tahun ini akan lulus dan di wisuda bulan november nanti. Sedangkan Kinan yang mengambil jenjang D4 masih kuliah sampai tahun depan. Sepertinya tahun depan Gua baru bisa lulus, itupun pasti sudah bukan dengan teman-teman lama, melainkan bersama angakatan dibawah Gua.

Malam harinya Gua pergi bersama Luna untuk makan malam, oh ya, Luna sudah pulang satu minggu lalu bersama Papahnya atau tiga hari setelah Gua pulang duluan ke Indonesia. Beres memarkirkan mobil milik Luna, kami berdua masuk kedalam restoran steak di daerah kota kami. Kami duduk di bagian luar restoran agar Gua bisa bebas merokok. Luna memesan dua buah steak dan red wine kemudian sambil menunggu pesanan datang, kami pun membicarakan hal-hal ringan, dari mulai wisudanya yang sebentar lagi akan dilaksanakan di sebuah hotel di Jakarta dan hal yang lebih privasi soal adiknya.

"Ya apa yang kamu dengar dari Mamah memang begitu adanya, Helen seorang agnostik Za... Tapi kami semua tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena di keluarga ku keyakinan adalah hak pribadi masing-masing, dan Papah kebetulan penganut paham liberalisme...", terang Luna sambil memegang tangan kanan Gua.

"Ooh.. Bersyukur lah berarti kalian semua ya, satu kelaurga memiliki berbagai macam keyakinan masing-masing tapi tidak menjadikan hal tersebut sebagai permasalahan keluarga..".

Luna mengangguk tersenyum kepada Gua lalu dia memainkan jemari tangan ini. "Za... Helen itu memilih menjadi Agnostik pada saat menginjak sma, saat Papah dan Mamah cerai... Tapi perceraian orangtua kami bukan karena perbedaan keyakinan, melainkan pendapat... Pendapat akan hal lain yang belum bisa aku ceritakan ke kamu", Luna masih memainkan jemari ini lalu menatap Gua sambil memiringkan sedikit wajahnya. "Kamu gak marah kan ?", tanyanya kali ini sambil mencolek hidung Gua.

"Ah kok malah aku ? Ya enggaklah Luna, kamu gak cerita sekalipun aku gak akan marah.. Itu hak dan urusan pribadi keluarga kamu kan...", jawab Gua lalu tersenyum kepadanya.

Tidak lama pesanan kami datang dan kami berdua mulai menyantap makanan yang sudah dihidangkan ini.

"Za.. Kamu gak berniat beli mobil baru ?", tanya Luna disela-sela makan malam ini.

"Mmm.. Enggak kayaknya, aku mau pakai mobil Echa aja.. Masih bagus dan selalu dirawat sama Mba Laras selama ini...", jawab Gua sambil mengunyah daging steak yang kurang empuk.

"Ooh iya ya, Echa masih ada mobil...", kemudian Luan menaruh pisau dan garpu makannya setelah menghabiskan makanan. "Za, kamu niat nerusin kuliah kamu kan ?".

"Iya Lun, aku mau lanjutin kuliah ku, sehabis masa cuti ini beres aku pasti masuk kuliah lagi kok...", jawab Gua lagi.

Luna tersenyum seraya mengangkat ibu jari tangan kanannya kepada Gua.

Kami berdua sampai di rumah sekitar pukul setengah sepuluh malam, Gua turun di depan rumah kemudian Luna kembali melanjutkan perjalanan untuk menuju rumahnya yang tidak jauh dari rumah Gua.

Gua masuk ke dalam rumah dan tidak langsung naik ke lantai dua. Gua melewati ruang makan dan dapur kemudian berjalan lagi ke arah dua gundukan tanah di halaman belakang. Gua duduk diantara kedua gundukan tanah itu. Sudah hampir tiga bulan sejak Gua terakhir berada di dekat 'kedua' nya, sebelum Gua pergi, dan sekarang Gua kembali lagi di sini. Untuk menyapa mereka berdua tepat dihadapan Gua. Dan kali ini sepertinya Gua harus bisa benar-benar ikhlas merelakan mereka berdua.

Gua memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan kehadiran Echa dan Jingga. Entah kenapa kali ini Gua tidak bisa berbicara di dalam hati untuk mereka berdua selain kalimat bahwa Gua sudah pulang ke rumah. Ada perasaan yang sulit untuk diungkapkan, aneh dan berbeda, tidak seperti sebelumnya, saat Gua baru kehilangan mereka berdua.

Gua menghela nafas pelan lalu berdiri dan menggelengkan kepala seraya menjambak rambut ini dengan tangan kanan.
Kenapa sulit sekali untuk ikhlas Cha...


***


Suatu sore Gua sedang duduk di ruang tamu sambil menonton acara televisi ketika suara deru mesin mobil yang berhenti tepat di halaman rumah terdengar semakin pelan. Gua berdiri dan berjalan kearah pintu rumah, lalu sedetik kemudian tertegun karena melihat sosok seorang wanita yang sudah sampai di ambang pintu menatap Gua dengan cukup terkejut.

"As.. Assalamualaikum Za..", ucapnya sedikit terbata.

Gua masih saja menatap dirinya tanpa menjawab salamnya itu, hingga suara Mba Laras dari arah belakang menyadarkan Gua.

"Veraa.. Hai sayang apa kabar ?", Mba Laras melewati Gua dan langsung memeluk Nona Ukhti setelah Nona Ukhti mencium tangannya.

"Alhamdulilah baik Mba.. Mba sehatkan ? Nenek mana ?", tanya Nona Ukhti balik.

"Alhamdulilah Mba sehat, oh Nenek sedang pulang ke rumahnya, eh.. Ayo masuk sini, tuh ada yang udah pulang ke rumah, Ve..", kali ini Mba Laras melirik kepada Gua seraya tersenyum.

"Hai Za...", ucap Nona Ukhti.

Gua tersenyum tipis lalu membalikkan badan dan meninggalkan mereka berdua di depan rumah. Kini Gua berada di halaman belakang rumah, duduk di dalam gazebo sambil menghembuskan asap rokok dari mulut yang sebelumnya Gua bakar, lalu Gua meminta Bibi untuk membuatkan secangkir kopi hitam.

Sambil meneguk kopi hitam yang tinggal setengah cangkir, Gua memandangi kemilau senja sore ini yang berkilauan di atas air dalam kolam di depan sana. Entah kenapa selama Gua baru pulang ke rumah, Gua tidak berani sering-sering menatap ke 'rumah' Echa dan Jingga. Bukan karena ada rasa takut akan hal mistis atau semacamnya tapi perasaan bersalah yang sangat mengusik hati ini begitu besar ketika Gua harus mengingat kelakuan Gua selama di Jepang. Dan karena itulah Gua tidak berani menatap lama-lama ke rumah kedua orang gadis yang Gua cintai.

Gua mulai membakar batang rokok keempat ketika seorang wanita dengan pakaian gamis serta hijab yang berwarna senada biru langit berjalan kearah Gua dan duduk tepat di samping kiri.

"Hai..", sapanya lembut.

"Hmm..".

"Kamu masih marah sama aku ?".

"Enggak, enggak apa-apa...".

"Kamu apa kabar Za ?".

"Seperti yang kamu liat aja..".

Vera menghela nafas pelan lalu tersenyum. "Maafin aku, maafin aku kalau pernah buat kamu kecewa Za".

"Gak usah bahas itu lagi Ve..", jawab Gua cepat,
"Kamu kapan datang dari Singapore ?".

"Tadi pagi, aku dijemput Mamah sama adik tiri ku di bandara..",
"Za.. Aku mohon maaf sam..", Gua memotong ucapannya.

"Udahlah Vee.. Aku gak mau bahas itu, bisa gak sih kamu cari topik lain, aku males ngomongin hal yang sama...".

Vera terdiam sejenak seraya menatap Gua sendu, Gua pun hanya bisa memalingkan muka darinya. Cukup lama kami terdiam di dalam gazebo ini, hingga seorang wanita lain datang menghampiri kami.

"Hai Ve.. Apa kabar ? Kapan datang ?".

"Eh hai Lun, aku baru sampai tadi pagi kok", jawab Vera seraya menyambut cium pipi kiri-kanan Luna.

Mereka mengobrol saling menanyakan kabar, sedangkan Gua tidak memperdulikan itu semua, sampai Luna mencolek bahu kanan Gua.

"Hei, kamu kok diem aja.. Kenapa ?", tanya Luna.

"Enggak apa-apa, lagi males aja".

Luna mengerenyitkan keningnya lalu menggeleng pelan kepada Gua. "Gak boleh gitu ah..", bisik Luna pelan. "Aku tinggal dulu ya, kamu sama Vera kayaknya butuh waktu untuk ngobrol berdua", lanjutnya.

Gua tarik tangan Luna dengan cepat hingga dirinya terduduk di atas pangkuan Gua, jelas Luna terkejut, begitupun dengan Vera.

"Aku sayang kamu Lun..", ucap Gua lantang.

Vera melihat kami berdua dengan tatapan dingin, entah apa yang ada di dalam fikirannya.


...Tahukah kau apa yang kau lakukan itu
Tahukah kau siksa diriku
Bertahun kunantikan jawaban dirimu
Bertahun-tahun ku menunggu...
Diubah oleh glitch.7 08-06-2017 18:35
dany.agus
fatqurr
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.