- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#4065
PART 63
Desember 2007, di penghujung tahun Gua dan istri sedang merayakan syukuran kecil-kecilan atas kehamilan anak pertama kami. Hanya bersama Papah dan Mamahnya saja kami makan bersama di halaman belakang rumah mertua Gua itu. Ya, semacam barbeque party untuk menikmati malam pergantian tahun.
Bersama kembang api yang meletup yang terang benderang dengan indahnya di atas langit malam itu, kami menikmati makan bersama. Alhamdulilah keceriaan dan kebahagiaan sangat terasa di tengah-tengah kami semua.
"Jadi sebenarnya kamu sudah hamil dari bulan kemarin sayang ?", tanya Papahnya kepada anak tercintanya itu.
Istri Gua mengangguk seraya tersenyum manis kepada sang Papah. "Iya, aku tuh mau kasih kejutan untuk Eza, aku mau kasih tau dia pas hari ulang tahunnya minggu depan... Eh taunya dia malah tau duluan dan kasih aku kejutan duluan juga, huuuh.. Gak asyik kamu", ucap istri Gua sambil mencolek pipi ini.
Gua hanya tersenyum lebar lalu terkekeh kepada Echa.
"Ya, mulai sekarang kamu harus jaga kesehatan dan kondisi badan dengan baik ya sayang, sudah ada janin di perut kamu", ucap Mamah mertua Gua kepada putri tercintanya itu.
"Iya Mah, ini Eza juga jadi cerewet banget sekarang, hihihi..", jawab istri Gua sambil melirik kepada Gua yang duduk di sampingnya.
"Iya gak apa-apa, selama itu untuk kebaikan kamu Nak..", timpal Papahnya,
"Oh ya, ehm.. Ini sebagai rasa bahagia dan syukur Papah atas hamilnya Elsa, lusa rumah kalian sudah mulai di bangun", lanjut Papah mertua Gua sambil tersenyum lebar.
Gua dan istri saling menengok, kami terkejut mendengar ucapan Papah. "Mm.. Sebelumnya terimakasih banyak Pah, tapi.. Eza rasa biar Eza dan Echa aja yang urus pembangunan rumah itu, berikut biayanya Pah..", jawab Gua.
Lalu bahu Gua dipegang oleh tangan lembut Mamah mertua. "Za, orangtua itu hanya ingin memberikan kebahagiaan untuk anak-anaknya walaupun semua kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang, tapi bukan berarti dengan uang kita tidak bisa mendatangkan kebahagiaan juga toh ?", ucap Mamah mertua Gua.
"Tapi, apa yang Papah dan Mamah berikan selama ini sudah lebih dari cukup untuk kami berdua, saya.. Saya merasa malu belum bisa menafkahi istri saya dengan baik..", jawab Gua dengan perasaan yang tidak karuan.
"Za, selagi orangtua mampu dan masih bisa memberi, tidak ada salahnya, bukan berarti kami memanjakan kalian berdua, ini adalah sebagai bentuk rasa sayang kami kepada kalian dan terutama untuk cucu kami kelak..", timpal Papah mertua lagi,
"Soal nafkah, suatu saat kamu akan bekerja toh, setelah lulus kuliah nanti kamu pasti menafkahi keluarga mu dengan hasil sendiri, nah sekarang biarkan orangtua yang membantu. Tidak ada larangannya Za, selagi kami mampu.. Tenang saja dan jangan difikirkan", lanjut beliau.
Kemudian Echa memegang punggung tangan kiri Gua seraya tersenyum dan mengangguk, meyakinkan diri ini agar menerima rezeki dari Tuhan.
...
...
...
31 januari 2008...
Gua dan istri baru saja selesai melihat tahap awal pembangunan rumah di salah satu komplek perumahan yang tidak jauh dari rumah Nenek, dan rasanya Gua pernah ke daerah komplek ini, seperti dejavu mungkin, tapi entahlah kapan Gua pernah ke daerah sini. Setelah istri Gua berbicara dengan mandor bangunan perihal bentuk dan segala tetek-bengeknya, kami pun bertolak ke ibu kota untuk berpesta.
Gua mengendarai mobil milik Echa, saat itu kami masih dalam perjalanan di jalan tol.
"Inget loch, gak boleh terlalu excited nanti di sana..", ucap Gua tanpa menoleh ke kiri.
Lalu tangan lembutnya diletakkan ke bahu kanan Gua. "Iya Ayaaah.. Cerewet deh dari semalem", ucapnya sambil terkekeh.
"Ya kan aku gak mau kenapa-kenapa sama kamu dan.. calon bayi yang ada di dalam kandungan kamu sayang", ucap Gua lagi mengingatkan kondisi kehamilannya.
"Hihihi.. Aku seneng tauu..", jawabnya.
"Heum ? Seneng gimana?", tanya Gua menoleh sekilas kepadanya.
"Iya senenglah, semenjak aku hamil, kamu jadi berubah drastis.. Hihihi", jawabnya lagi.
Gua tersenyum lebar dan memindahkan tangan kiri dari kemudi ke perutnya yang masih rata itu. Memang belum nampak membesar karena usia kandungannya yang tergolong baru seumur jagung. Gua membelai lembut perutnya. "Maafin semua sikap aku selama ini sama kamu ya sayang", ucap Gua penuh ketulusan. Tangan kirinya berpindah dari bahu Gua, sekarang dia mengaitkan tangannya itu ke lengan Gua setelah membuka seatbelt yang melingkar di depan tubuhnya, lalu menyandarkan kepalanya ke sisi lengan kiri ini.
"I Love You sayang..", ucapnya dengan mata yang terpejam.
Cup.. Gua kecup atas kepalanya sekilas dan langsung kembali fokus ke jalan.
"I Love You too sayang..".
Bersama kembang api yang meletup yang terang benderang dengan indahnya di atas langit malam itu, kami menikmati makan bersama. Alhamdulilah keceriaan dan kebahagiaan sangat terasa di tengah-tengah kami semua.
"Jadi sebenarnya kamu sudah hamil dari bulan kemarin sayang ?", tanya Papahnya kepada anak tercintanya itu.
Istri Gua mengangguk seraya tersenyum manis kepada sang Papah. "Iya, aku tuh mau kasih kejutan untuk Eza, aku mau kasih tau dia pas hari ulang tahunnya minggu depan... Eh taunya dia malah tau duluan dan kasih aku kejutan duluan juga, huuuh.. Gak asyik kamu", ucap istri Gua sambil mencolek pipi ini.
Gua hanya tersenyum lebar lalu terkekeh kepada Echa.
"Ya, mulai sekarang kamu harus jaga kesehatan dan kondisi badan dengan baik ya sayang, sudah ada janin di perut kamu", ucap Mamah mertua Gua kepada putri tercintanya itu.
"Iya Mah, ini Eza juga jadi cerewet banget sekarang, hihihi..", jawab istri Gua sambil melirik kepada Gua yang duduk di sampingnya.
"Iya gak apa-apa, selama itu untuk kebaikan kamu Nak..", timpal Papahnya,
"Oh ya, ehm.. Ini sebagai rasa bahagia dan syukur Papah atas hamilnya Elsa, lusa rumah kalian sudah mulai di bangun", lanjut Papah mertua Gua sambil tersenyum lebar.
Gua dan istri saling menengok, kami terkejut mendengar ucapan Papah. "Mm.. Sebelumnya terimakasih banyak Pah, tapi.. Eza rasa biar Eza dan Echa aja yang urus pembangunan rumah itu, berikut biayanya Pah..", jawab Gua.
Lalu bahu Gua dipegang oleh tangan lembut Mamah mertua. "Za, orangtua itu hanya ingin memberikan kebahagiaan untuk anak-anaknya walaupun semua kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang, tapi bukan berarti dengan uang kita tidak bisa mendatangkan kebahagiaan juga toh ?", ucap Mamah mertua Gua.
"Tapi, apa yang Papah dan Mamah berikan selama ini sudah lebih dari cukup untuk kami berdua, saya.. Saya merasa malu belum bisa menafkahi istri saya dengan baik..", jawab Gua dengan perasaan yang tidak karuan.
"Za, selagi orangtua mampu dan masih bisa memberi, tidak ada salahnya, bukan berarti kami memanjakan kalian berdua, ini adalah sebagai bentuk rasa sayang kami kepada kalian dan terutama untuk cucu kami kelak..", timpal Papah mertua lagi,
"Soal nafkah, suatu saat kamu akan bekerja toh, setelah lulus kuliah nanti kamu pasti menafkahi keluarga mu dengan hasil sendiri, nah sekarang biarkan orangtua yang membantu. Tidak ada larangannya Za, selagi kami mampu.. Tenang saja dan jangan difikirkan", lanjut beliau.
Kemudian Echa memegang punggung tangan kiri Gua seraya tersenyum dan mengangguk, meyakinkan diri ini agar menerima rezeki dari Tuhan.
...
...
...
31 januari 2008...
Gua dan istri baru saja selesai melihat tahap awal pembangunan rumah di salah satu komplek perumahan yang tidak jauh dari rumah Nenek, dan rasanya Gua pernah ke daerah komplek ini, seperti dejavu mungkin, tapi entahlah kapan Gua pernah ke daerah sini. Setelah istri Gua berbicara dengan mandor bangunan perihal bentuk dan segala tetek-bengeknya, kami pun bertolak ke ibu kota untuk berpesta.
Gua mengendarai mobil milik Echa, saat itu kami masih dalam perjalanan di jalan tol.
"Inget loch, gak boleh terlalu excited nanti di sana..", ucap Gua tanpa menoleh ke kiri.
Lalu tangan lembutnya diletakkan ke bahu kanan Gua. "Iya Ayaaah.. Cerewet deh dari semalem", ucapnya sambil terkekeh.
"Ya kan aku gak mau kenapa-kenapa sama kamu dan.. calon bayi yang ada di dalam kandungan kamu sayang", ucap Gua lagi mengingatkan kondisi kehamilannya.
"Hihihi.. Aku seneng tauu..", jawabnya.
"Heum ? Seneng gimana?", tanya Gua menoleh sekilas kepadanya.
"Iya senenglah, semenjak aku hamil, kamu jadi berubah drastis.. Hihihi", jawabnya lagi.
Gua tersenyum lebar dan memindahkan tangan kiri dari kemudi ke perutnya yang masih rata itu. Memang belum nampak membesar karena usia kandungannya yang tergolong baru seumur jagung. Gua membelai lembut perutnya. "Maafin semua sikap aku selama ini sama kamu ya sayang", ucap Gua penuh ketulusan. Tangan kirinya berpindah dari bahu Gua, sekarang dia mengaitkan tangannya itu ke lengan Gua setelah membuka seatbelt yang melingkar di depan tubuhnya, lalu menyandarkan kepalanya ke sisi lengan kiri ini.
"I Love You sayang..", ucapnya dengan mata yang terpejam.
Cup.. Gua kecup atas kepalanya sekilas dan langsung kembali fokus ke jalan.
"I Love You too sayang..".
Sekitar pukul setengah delapan kami telah ikut mengantri untuk memasuki plennary hall, setelah mengantri cukup panjang kami pun sudah berada di area festival, bersama penonton lainnya. Banyak, sangat banyak penonton yang datang untuk melihat aksi panggung band asal new jersey, amerika serikat ini, dan kebanyakan remaja. Gua sempat melihat beberapa artis yang datang ke konser ini, salah satunya Darius Sinatria bersama sang istri, mm.. Siapa ya, Donna Agnesia kalau gak salah. Apalagi Darius saat itu mengenakan kostum tengkorak, seolah-olah memadukan kostum dengan tema album yang tahun kemarin MCR rilis itu. Sekitar pukul delapan konser pun di mulai.
Menurut Gua pribadi, tata panggungnya tidak begitu wah, tapi cukuplah tertutupi dengan sounds yang ciamik. Mereka langsung menggebrak dengan memainkan lagu this is how i disappear,dan kami semua langsung menyambutnya dengan sorak-sorai gembira, teriakan dan sing all along dari penonton membuat sang vokalis semakin membakar semangat penonton dengan sangat atraktif. Lagu kedua yang mereka bawakan semakin membuat penonton di bagian paling depan menggila, lagu Dead, sampai membuat beberapa pihak keamanan harus menggotong penonton yang terhimpit akibat dorongan dari belakang dan merangsek keatas pembatas bagian depan sana. Setelah itu Gerard Way sempat mengingatkan untuk memberi ruang, agar tidak terlalu maju dan merangsek ke pagar pembatas. Baru lah mereka menghajar lagi lagu ketiga dengan membawakan I'm not okay (i promise).
Emosi penonton belum berakhir sampai disitu, saat lagu kesembilan, lagu yang paling hits dari album the black parade berkumandang, seluruh penonton ikut bernyanyi bersama setelah dentingan keyboard mulai mengalun, tidak terkecuali istri Gua yang ikut bernyanyi dengan antusias... Welcome to the black parade. Gua sampai harus menahan kedua bahunya ketika tanpa sadar dia ikut berjingkrak. Beberapa kali Gua menahannya, sampai akhirnya istri Gua malah memberikan wajah cemberut untuk suaminya.
Saat membawakan lagu Sleep, Gerard yang penuh emosi juga sampai berguling dan berbaring di atas panggung hingga lagu berakhir. Ditambah lagi dentingan keyboard James, additional keyboardist MCR itu ikut ambil bagian dengan penampilan yang memukau saat membawakan lagu Cancer. Lagu dengan irama yang lebih santai itu dibawakannya dengan sangat apik. Bagai menghipnotis penonton baik yang berada di arena festival maupun arena tribun. Penonton yang tadinya asyik berjingkrakan spontan menjadi sedikit lebih tenang mengikuti alunan musik sambil ikut melantunkan bait demi bait lagu tersebut. Dan konser ini harus berakhir di lagu kedua puluh, ditutup dengan lagu famous last world. Tidak kalah heboh dengan opening act nya, MCR pun membuat penampilan penutup dengan penuh emosi. Apalagi sang drummer, Bob Bryar menabuh drum penuh semangat hingga stik penabuh drum patah yang langsung dilemparkan ke belakang sambil berdiri dan meninggalkan panggung. Sekitar pukul setengah sepuluh konser ini berakhir. Berakhirnya konser ini pun disambut teriakan "we one more", teriak para penonton seolah tak ingin konser berakhir.
Kami keluar dari plannery hall bersama penonton lainnya, Gua memeluk istri Gua dari belakang sambil berjalan, menjaganya agar tidak terhimpit oleh sesaknya lautan manusia yang juga sudah ingin pulang.
...
"Bandel ya, dibilang jangan loncat-loncat juga", ucap Gua sambil menyeuka keringat di keningnya dengan tissu.
"Hehehe.. Gak asyik tau kalo cuma diem aja.. Lagian gak sering ini...", jawabnya membela diri.
"Heum... Iya deh",
"Mau langsung pulang ?", tanya Gua.
"Ini jam berapa ?".
Gua melirik jam tangan di pergelangan tangan kiri. "Jam sepuluh lewat lima menit..".
"Hm.. Masih keburu gak ya..".
"Mau kemana emangnya ?".
Istri Gua ini terkekeh pelan seraya memegangi kedua tangan Gua. "'debay' nya pingin tempura...", jawabnya lalu menggigit bibir bagian bawah dan tersenyum.
Gua tertawa melihat tingkahnya itu. "Kamu ini ada-ada aja deh, dedek bayi dijadiin alesan, ini sih Emak nya aja yang pingin.. Dasar", ucap Gua seraya kembali tertawa.
Istri Gua hanya memeletkan lidah dengan mata yang terpejam lalu tertawa ketika Gua mendusel rambutnya dan mengajaknya meninggalkan Jakarta Convention Center ini.
Sampai di Mall yang ada salah satu resto japanesse food favorit istri Gua, ternyata mall nya sudah tutup, lampu di dalam mall terlihat sudah padam dari pinggir jalan, dimana Gua menghentikan mobil. Ya, mau tidak mau dengan sedikit rasa kecewa istri Gua memilih makan di tempat lain. Kami akhirnya makan di warung tenda, pecel ayam.
Sekitar pulul setengah dua belas malam kami sudah sampai di rumah Nenek. Selesai bersih-bersih dan mengganti pakaian tidur, kami pun beristirahat diatas kasur. Gua peluk istri Gua dengan lembut sambil memainkan rambut bagian atasnya.
"Makasih untuk hari ini sayang", ucapnya sambil melirik kepada Gua.
"Sama-sama Cha, makasih juga untuk kebahagiaan yang kamu kasih untuk aku", jawab Gua seraya tersenyum.
"Eh iya, kamu mau anak perempuan atau laki Za ?".
Gua terkekeh pelan, lalu memikirkan hak tersebut sebentar. "Mmmm... Perempuan aja deh, biar baik dan cantik kayak ibunya", jawab Gua sambil menoel hidungnya.
"Tapi kalau lahirnya laki gimana ?".
"Ya alhamdulilah juga, enggak apa asal jangan kayak bapaknya kelakuannya hehehe...", jawab Gua lagi sambil sedikit bergidik mengingat kelakuan absurd pada diri sendiri.
"Hahaha.. Dasar. Yang penting kita bisa ngajarin dia akhlak yang baik, dengan dasar agama yang kuat Za, insha Alloh jadi anak soleh..", ucap istri Gua sambil berbalik menghadap Gua dan membalas pelukkan Gua.
"Aamiin.. Semoga ya, mau laki atau perempuan yang penting sehat, dan jadi anak yang baik untuk semuanya", timpal Gua yang langsung di amini juga oleh Echa.
...
...
...
Memasuki bulan februari 2008, usia kandungan Echa sudah memasuki bulan ketiga, dan pada bulan ini kami berdua mulai mendaftarkan istri Gua itu ke klinik bersalin. Untuk sekedar cek kondisi kandungannya. Echa dan Gua sepakat tidak ingin mengetahui jenis kelamin sang bayi yang ada di dalam rahimnya, sekalipun kami mengikuti program USG, tapi Echa mengatakan kepada dokter agar jangan memberitahukan jenis kelamin si bayi. USG tersebut hanya kami lakukan untuk melihat perkembangan calon buah hati kami, dari bentuk organ tubuh dan kesehatan sang bayi, tentu juga kesehatan istri Gua.
Alhamdulilah semuanya baik-baik saja, hingga usia kandungan bulan keempat kami menyelenggarakan syukuran. Pengajian yang di laksanakan di rumah Nenek saat sore hari di bulan maret itu di hadiri Mba Yu, Mba Siska, Rekti cs, Mba Laras dan juga Kinan, tentunya lebih banyak ibu-ibu pengajian dari teman Nenek. Selesai acara empat bulanan dan para ibu pengajian pulang, kini di rumah masih tinggal teman dan juga sahabat kami.
"Wah udah mulai keliatan ya perutnya De..", ucap Mba Yu sambil mengelus perut istri Gua.
"Iya Mba, karena udah masuk empat bulan mungkin..", jawab Echa.
"Di jaga istri kamu Za, jangan suka main dan nongkrong terus.. Apalagi rokoknya, kurangin tuh..", ucap Mba Siska kali ini kepada Gua.
"Iya, ngerokok mulu kamu tuh Mas! Inget kesehatan istri kamu sama anak kamu nih..", timpal Mba Yu sambil melotot kepada Gua.
"Si Eza kayak kereta uap, berasep terus kalo soal ngerokok..", hajar Kinanti.
"Emang! Susah dibilanginnya nih bocah atu", ngepet si Rekti ngapain ikut-ikutan.
"Diem Lu! Malah ikutan lagi.. Hadeuh!", sela Gua sambil menyikut perut Rekti dan langsung meringis pura-pura kesakitan tuh anak.
"Udah, yang penting kamu bisa ngurangin rokoknya Za, gak baik untuk kesehatan istri dan anak kamu, terutama kamu sendiri, inget almarhum Ayah kan, kena jantung karena apa ?", ucap Mba Laras, Ibu Gua.
Gua mengangguk pelan sambil mengingat sosok Ayahanda. Ya memang ternyata beliau meninggal dunia akibat serangan jantung, dan penyakitnya itu sudah lama di deritanya, hanya saja almarhum tidak memberitahukan keluarga, kecuali kepada istrinya, Mba Laras. Apalagi yang memicu penyakit tersebut selain cerutu dan rokok yang Ayahanda konsumsi selama ini. Huuufftt.. Ngeri sih, tapi susah Gais berhenti ngerokok tuh, Gua ampe pernah baca sih artikel di The Lounge yang judulnya, laki berhenti merokok, hebat.. Hebat beneran kalo bisa berhenti.. Kalo enggak ? Ya ngebul aja terus ampe mamvus.. Hueehehehehe.
Malam harinya ketika semua sudah pamit pulang, kembali di rumah ini tinggal kami bertiga. Nenek, Gua dan istri Gua. Saat itu Nenek sudah berada di dalam kamarnya, sedangkan Gua dan Echa berada di sofa teras, duduk bersebrangan. Seperti biasalah, secangkir kopi hangat sudah menemani, sedangkan Echa menikmati teh manis hangat. Hanya obrolan ringan yang kami bicarakan saat itu, hingga beberapa lama kami mengobrol, topik pun berganti.
"Sayang.. Aku pingin kamu ngaji deh", ucapnya sambil tersenyum kepada Gua.
"Ngaji ? Ngaji gimana maksudnya ?", tanya Gua bingung.
"Ngaji untuk dia", jawabnya seraya mengelus perutnya sendiri.
"Ooh iya iya, nanti malaman ya sehabis isya aja oke ?".
"Iya, boleh gak apa-apa.. Hihihi", jawabnya lagi.
Tidak lama kemudian Gua dan Echa melaksanakan shalat isya berjama'ah di dalam kamar. Lalu setelah itu Gua menarik sajadah ke sisi kasur, dan mengambil kitab suci. Echa rebahan di atas kasur sambil memandangi Gua yang mulai membaca surat Yusuf. Lama Gua membaca surat tersebut, walaupun masih terbata karena belum lancar, tapi Gua yakin ALLAH SWT yang memiliki Maha Segalanya tau bahwa umatnya sedang berusaha untuk menjaga titipan-Nya. Ya, titipan yang Dia berikan pada kandungan istri Gua. Tidak ada hal baik yang ditolak oleh-Nya, Gua sempat mendengar ceramah di salah satu masjid ketika shalat jum'at, katanya, manusia yang baru saja akan melakukan niat baik sudah dicatat amalnya, itu baru niatnya saja belum benar-benar di laksanakan, apalagi jika kita melaksanakannya. So, insha Alloh, Tuhan mengerti apa yang umatnya butuhkan.
Gua melanjutkan bacaan ayat suci ke surat Maryam. Tetesan keringat yang membasahi kening Gua tidak mengendurkan mulut ini untuk melantunkan isi ayat tersebut, sambil memegangi perut istri Gua sedari awal. Setelah selesai hampir atau bahkan lebih dari satu jam lamanya Gua membaca kedua surat tersebut, Gua lihat Echa sudah tertidur.
Segala do'a Gua panjatkan untuk kebahagiaan keluarga kecil Gua ini. Berharap Sang Maha Pencipta merangkul keluarga Gua dengan segala kebahagiaan, menjaga kami semua dari hal buruk dan memohon agar keluarga ini selalu berada di jalan yang Dia ridhoi.
Gua tersenyum melihat istri Gua yang sedang terlelap dalam damai itu. Terpancar kebahagiaan dari raut wajahnya yang sedang terlelap, dalam damainya ia beristirahat, seolah-olah Gua melihat kalau tubuh dan wajahnya bersinar di gelapnya kamar ini. Tanpa terasa mata Gua pun berkaca-kaca.
Menurut Gua pribadi, tata panggungnya tidak begitu wah, tapi cukuplah tertutupi dengan sounds yang ciamik. Mereka langsung menggebrak dengan memainkan lagu this is how i disappear,dan kami semua langsung menyambutnya dengan sorak-sorai gembira, teriakan dan sing all along dari penonton membuat sang vokalis semakin membakar semangat penonton dengan sangat atraktif. Lagu kedua yang mereka bawakan semakin membuat penonton di bagian paling depan menggila, lagu Dead, sampai membuat beberapa pihak keamanan harus menggotong penonton yang terhimpit akibat dorongan dari belakang dan merangsek keatas pembatas bagian depan sana. Setelah itu Gerard Way sempat mengingatkan untuk memberi ruang, agar tidak terlalu maju dan merangsek ke pagar pembatas. Baru lah mereka menghajar lagi lagu ketiga dengan membawakan I'm not okay (i promise).
Emosi penonton belum berakhir sampai disitu, saat lagu kesembilan, lagu yang paling hits dari album the black parade berkumandang, seluruh penonton ikut bernyanyi bersama setelah dentingan keyboard mulai mengalun, tidak terkecuali istri Gua yang ikut bernyanyi dengan antusias... Welcome to the black parade. Gua sampai harus menahan kedua bahunya ketika tanpa sadar dia ikut berjingkrak. Beberapa kali Gua menahannya, sampai akhirnya istri Gua malah memberikan wajah cemberut untuk suaminya.

Saat membawakan lagu Sleep, Gerard yang penuh emosi juga sampai berguling dan berbaring di atas panggung hingga lagu berakhir. Ditambah lagi dentingan keyboard James, additional keyboardist MCR itu ikut ambil bagian dengan penampilan yang memukau saat membawakan lagu Cancer. Lagu dengan irama yang lebih santai itu dibawakannya dengan sangat apik. Bagai menghipnotis penonton baik yang berada di arena festival maupun arena tribun. Penonton yang tadinya asyik berjingkrakan spontan menjadi sedikit lebih tenang mengikuti alunan musik sambil ikut melantunkan bait demi bait lagu tersebut. Dan konser ini harus berakhir di lagu kedua puluh, ditutup dengan lagu famous last world. Tidak kalah heboh dengan opening act nya, MCR pun membuat penampilan penutup dengan penuh emosi. Apalagi sang drummer, Bob Bryar menabuh drum penuh semangat hingga stik penabuh drum patah yang langsung dilemparkan ke belakang sambil berdiri dan meninggalkan panggung. Sekitar pukul setengah sepuluh konser ini berakhir. Berakhirnya konser ini pun disambut teriakan "we one more", teriak para penonton seolah tak ingin konser berakhir.
Kami keluar dari plannery hall bersama penonton lainnya, Gua memeluk istri Gua dari belakang sambil berjalan, menjaganya agar tidak terhimpit oleh sesaknya lautan manusia yang juga sudah ingin pulang.
...
"Bandel ya, dibilang jangan loncat-loncat juga", ucap Gua sambil menyeuka keringat di keningnya dengan tissu.
"Hehehe.. Gak asyik tau kalo cuma diem aja.. Lagian gak sering ini...", jawabnya membela diri.
"Heum... Iya deh",
"Mau langsung pulang ?", tanya Gua.
"Ini jam berapa ?".
Gua melirik jam tangan di pergelangan tangan kiri. "Jam sepuluh lewat lima menit..".
"Hm.. Masih keburu gak ya..".
"Mau kemana emangnya ?".
Istri Gua ini terkekeh pelan seraya memegangi kedua tangan Gua. "'debay' nya pingin tempura...", jawabnya lalu menggigit bibir bagian bawah dan tersenyum.
Gua tertawa melihat tingkahnya itu. "Kamu ini ada-ada aja deh, dedek bayi dijadiin alesan, ini sih Emak nya aja yang pingin.. Dasar", ucap Gua seraya kembali tertawa.
Istri Gua hanya memeletkan lidah dengan mata yang terpejam lalu tertawa ketika Gua mendusel rambutnya dan mengajaknya meninggalkan Jakarta Convention Center ini.
Sampai di Mall yang ada salah satu resto japanesse food favorit istri Gua, ternyata mall nya sudah tutup, lampu di dalam mall terlihat sudah padam dari pinggir jalan, dimana Gua menghentikan mobil. Ya, mau tidak mau dengan sedikit rasa kecewa istri Gua memilih makan di tempat lain. Kami akhirnya makan di warung tenda, pecel ayam.
Sekitar pulul setengah dua belas malam kami sudah sampai di rumah Nenek. Selesai bersih-bersih dan mengganti pakaian tidur, kami pun beristirahat diatas kasur. Gua peluk istri Gua dengan lembut sambil memainkan rambut bagian atasnya.
"Makasih untuk hari ini sayang", ucapnya sambil melirik kepada Gua.
"Sama-sama Cha, makasih juga untuk kebahagiaan yang kamu kasih untuk aku", jawab Gua seraya tersenyum.
"Eh iya, kamu mau anak perempuan atau laki Za ?".
Gua terkekeh pelan, lalu memikirkan hak tersebut sebentar. "Mmmm... Perempuan aja deh, biar baik dan cantik kayak ibunya", jawab Gua sambil menoel hidungnya.
"Tapi kalau lahirnya laki gimana ?".
"Ya alhamdulilah juga, enggak apa asal jangan kayak bapaknya kelakuannya hehehe...", jawab Gua lagi sambil sedikit bergidik mengingat kelakuan absurd pada diri sendiri.
"Hahaha.. Dasar. Yang penting kita bisa ngajarin dia akhlak yang baik, dengan dasar agama yang kuat Za, insha Alloh jadi anak soleh..", ucap istri Gua sambil berbalik menghadap Gua dan membalas pelukkan Gua.
"Aamiin.. Semoga ya, mau laki atau perempuan yang penting sehat, dan jadi anak yang baik untuk semuanya", timpal Gua yang langsung di amini juga oleh Echa.
...
...
...
Memasuki bulan februari 2008, usia kandungan Echa sudah memasuki bulan ketiga, dan pada bulan ini kami berdua mulai mendaftarkan istri Gua itu ke klinik bersalin. Untuk sekedar cek kondisi kandungannya. Echa dan Gua sepakat tidak ingin mengetahui jenis kelamin sang bayi yang ada di dalam rahimnya, sekalipun kami mengikuti program USG, tapi Echa mengatakan kepada dokter agar jangan memberitahukan jenis kelamin si bayi. USG tersebut hanya kami lakukan untuk melihat perkembangan calon buah hati kami, dari bentuk organ tubuh dan kesehatan sang bayi, tentu juga kesehatan istri Gua.
Alhamdulilah semuanya baik-baik saja, hingga usia kandungan bulan keempat kami menyelenggarakan syukuran. Pengajian yang di laksanakan di rumah Nenek saat sore hari di bulan maret itu di hadiri Mba Yu, Mba Siska, Rekti cs, Mba Laras dan juga Kinan, tentunya lebih banyak ibu-ibu pengajian dari teman Nenek. Selesai acara empat bulanan dan para ibu pengajian pulang, kini di rumah masih tinggal teman dan juga sahabat kami.
"Wah udah mulai keliatan ya perutnya De..", ucap Mba Yu sambil mengelus perut istri Gua.
"Iya Mba, karena udah masuk empat bulan mungkin..", jawab Echa.
"Di jaga istri kamu Za, jangan suka main dan nongkrong terus.. Apalagi rokoknya, kurangin tuh..", ucap Mba Siska kali ini kepada Gua.
"Iya, ngerokok mulu kamu tuh Mas! Inget kesehatan istri kamu sama anak kamu nih..", timpal Mba Yu sambil melotot kepada Gua.
"Si Eza kayak kereta uap, berasep terus kalo soal ngerokok..", hajar Kinanti.
"Emang! Susah dibilanginnya nih bocah atu", ngepet si Rekti ngapain ikut-ikutan.
"Diem Lu! Malah ikutan lagi.. Hadeuh!", sela Gua sambil menyikut perut Rekti dan langsung meringis pura-pura kesakitan tuh anak.
"Udah, yang penting kamu bisa ngurangin rokoknya Za, gak baik untuk kesehatan istri dan anak kamu, terutama kamu sendiri, inget almarhum Ayah kan, kena jantung karena apa ?", ucap Mba Laras, Ibu Gua.
Gua mengangguk pelan sambil mengingat sosok Ayahanda. Ya memang ternyata beliau meninggal dunia akibat serangan jantung, dan penyakitnya itu sudah lama di deritanya, hanya saja almarhum tidak memberitahukan keluarga, kecuali kepada istrinya, Mba Laras. Apalagi yang memicu penyakit tersebut selain cerutu dan rokok yang Ayahanda konsumsi selama ini. Huuufftt.. Ngeri sih, tapi susah Gais berhenti ngerokok tuh, Gua ampe pernah baca sih artikel di The Lounge yang judulnya, laki berhenti merokok, hebat.. Hebat beneran kalo bisa berhenti.. Kalo enggak ? Ya ngebul aja terus ampe mamvus.. Hueehehehehe.
Malam harinya ketika semua sudah pamit pulang, kembali di rumah ini tinggal kami bertiga. Nenek, Gua dan istri Gua. Saat itu Nenek sudah berada di dalam kamarnya, sedangkan Gua dan Echa berada di sofa teras, duduk bersebrangan. Seperti biasalah, secangkir kopi hangat sudah menemani, sedangkan Echa menikmati teh manis hangat. Hanya obrolan ringan yang kami bicarakan saat itu, hingga beberapa lama kami mengobrol, topik pun berganti.
"Sayang.. Aku pingin kamu ngaji deh", ucapnya sambil tersenyum kepada Gua.
"Ngaji ? Ngaji gimana maksudnya ?", tanya Gua bingung.
"Ngaji untuk dia", jawabnya seraya mengelus perutnya sendiri.
"Ooh iya iya, nanti malaman ya sehabis isya aja oke ?".
"Iya, boleh gak apa-apa.. Hihihi", jawabnya lagi.
Tidak lama kemudian Gua dan Echa melaksanakan shalat isya berjama'ah di dalam kamar. Lalu setelah itu Gua menarik sajadah ke sisi kasur, dan mengambil kitab suci. Echa rebahan di atas kasur sambil memandangi Gua yang mulai membaca surat Yusuf. Lama Gua membaca surat tersebut, walaupun masih terbata karena belum lancar, tapi Gua yakin ALLAH SWT yang memiliki Maha Segalanya tau bahwa umatnya sedang berusaha untuk menjaga titipan-Nya. Ya, titipan yang Dia berikan pada kandungan istri Gua. Tidak ada hal baik yang ditolak oleh-Nya, Gua sempat mendengar ceramah di salah satu masjid ketika shalat jum'at, katanya, manusia yang baru saja akan melakukan niat baik sudah dicatat amalnya, itu baru niatnya saja belum benar-benar di laksanakan, apalagi jika kita melaksanakannya. So, insha Alloh, Tuhan mengerti apa yang umatnya butuhkan.
Gua melanjutkan bacaan ayat suci ke surat Maryam. Tetesan keringat yang membasahi kening Gua tidak mengendurkan mulut ini untuk melantunkan isi ayat tersebut, sambil memegangi perut istri Gua sedari awal. Setelah selesai hampir atau bahkan lebih dari satu jam lamanya Gua membaca kedua surat tersebut, Gua lihat Echa sudah tertidur.
Segala do'a Gua panjatkan untuk kebahagiaan keluarga kecil Gua ini. Berharap Sang Maha Pencipta merangkul keluarga Gua dengan segala kebahagiaan, menjaga kami semua dari hal buruk dan memohon agar keluarga ini selalu berada di jalan yang Dia ridhoi.
Gua tersenyum melihat istri Gua yang sedang terlelap dalam damai itu. Terpancar kebahagiaan dari raut wajahnya yang sedang terlelap, dalam damainya ia beristirahat, seolah-olah Gua melihat kalau tubuh dan wajahnya bersinar di gelapnya kamar ini. Tanpa terasa mata Gua pun berkaca-kaca.
*
*
*
*
*
Cha, kamu adalah wanita terindah yang Tuhan berikan untuk mendampingi aku di dunia ini.
Kamu adalah sosok manusia sempurna bagi ku, Cha.
Kamu lah tulang rusuk ku, Cha...
Kamu lah peredam emosi ku, Cha...
Kamu lah bidadari ku, Cha...
Dan untuk semua yang telah kita lalui, Semoga cinta ini kekal abadi untuk selamanya... Ya, untuk selamanya.
Terimakasih atas segala pengorbanan kamu sayang.
I will always love you forever.. Until the end of the world ? No.. Until we meet again in another dimension.
Selamat malam Echa, Istri ku...
Kamu adalah sosok manusia sempurna bagi ku, Cha.
Kamu lah tulang rusuk ku, Cha...
Kamu lah peredam emosi ku, Cha...
Kamu lah bidadari ku, Cha...
Dan untuk semua yang telah kita lalui, Semoga cinta ini kekal abadi untuk selamanya... Ya, untuk selamanya.
Terimakasih atas segala pengorbanan kamu sayang.
I will always love you forever.. Until the end of the world ? No.. Until we meet again in another dimension.
Selamat malam Echa, Istri ku...
Diubah oleh glitch.7 19-05-2017 13:04
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..


(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
