- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#3835
PART 58
"Nah itu istri ku", ucap Gua sambil melirik kearah belakang Luna, dimana Echa baru saja keluar dari warung tenda dengan plastik makanan yang dia genggam di tangan kanannya.
"Hai Cha..", sapa Luna kepada Echa yang kini berdiri di sampingnya.
"Eh Luna, mau beli makan juga ?", tanya Echa.
"Iya Cha, kalian kapan pulang dari Solo ?", tanya Luna lagi seraya merapihkan helaian rambut karena tertiup angin malam.
"Kita baru sampai tadi Lun, habis maghrib..", jawab Echa seraya tersenyum.
"Sama siapa Lun ? Sendirian ?", tanya istri Gua sambil melirik ke-kanan-kiri, seolah-olah mencari teman Luna.
"Oh aku sama adik ku Cha, dia udah ke dalem duluan tadi, Eza manggil aku, jadi ngobrol dulu deh",
"Oh iya sampai lupa aku, mohon maaf lahir bathin ya.. Selamat idul fitri juga", ucap Luna sambil menjabat tangan istri Gua lalu mereka bercipika-cipiki.
"Sama-sama ya Lun, mohon maaf lahir bathin juga", balas Echa.
"Eh iya ampe lupa hahaha.. Mohon maaf lahir bahtin juga Lun", ucap Gua lalu menyalami Luna.
"Sama-sama ya Eza", balasnya sambil tersenyum.
"Enggak cipika-cipiki nih ?", goda Gua sambil melirik ke istri Gua dengan tatapan jahil.
Echa melotot sambil mengacungkan kepalan tangannya kearah Gua.
"Hahah.. Eza jadi genit sih ?", ucap Luna sambil melirik kepada Echa.
"Iiih dia ma dari dulu juga genit, kamu aja gak tau.. Eh.. Kamu pernah digodain sama Eza gak ?", tanya Echa sambil menatap Gua tajam lalu menoleh kepada Luna.
Luna tersenyum lebar melihat ekspresi istri Gua itu, lalu.. Hanya sekilas.. Ya hanya sekilas dia melirik kepada Gua sambil tersenyum tipis sekali. "Enggak kok Cha, Eza gak pernah godain aku, takut mungkin..", jawabnya dengan nada bersahabat kepada istri Gua.
Gua mengerti tatapan sekilas, ah bukan.. Lirikan, ya lirikan mata Luna tadi, sesaat sebelum dia menoleh kepada Echa. Ya Lun, kamu yang godain aku waktu itu...
"Yaudah, kita duluan ya Lun, salam untuk adik kamu", ucap Echa seraya tersenyum kepada Luna, lalu mendekati Gua dan memberikan gesture 'ayo pulang'.
"Oh iya, hati-hati di jalan, makasih salamnya, nanti aku sampaikan",
"Salam untuk Nenek ya Za".
...
Di dalam mobil, Gua kembali mengemudi dan Echa duduk tepat di samping Gua.
"Za..".
"Ya sayang ?".
"Kamu kenal sama adiknya Luna ?", tanya Echa seraya menoleh kepada Gua.
"Enggak Cha, aku belum pernah ketemu saudaranya, atau keluarganya.. Rumahnya aja aku gak tau dimana", jawab Gua sambil memfokuskan pandangan ke jalan raya di depan karena butiran air hujan mulai turun dengan derasnya.
"Ooh.. Eh iya, kenapa tadi Luna jawab kamu gak berani godain dia Za ? Karena Mba Yu ?".
"Ooh.. Ya salah satunya itu, alasan lainnya karena Luna jago beladiri".
"Oh ya ? Beladiri apa ?", tanya Echa semakin antusias dari nada bicaranya yang Gua tangkap.
"Taekwondo, sama dengan Mba Yu.. Cuma Luna lebih superior mungkin, karena dia sempat menyabet juara satu waktu di sekolahnya dulu, sedangkan Mba Yu juara tiga", jawab Gua sambil tersenyum kecut.
Mengingat kejadian dimana dua wanita yang jago beladiri saling bertarung. Oh My God, Mba Yu pingsan seketika dengan satu tendangan memutar yang Luna berikan, gila memang itu wanita satu.
...
...
...
Masih di bulan Oktober dan hari ini kami berdua sedang berada di rumah Mba Yu, silaturahmi dan lebaran dengan keluarganya.
"Gimana de, udah isi belum ?", tanya Mba Yu yang duduk di samping Echa.
Sedangkan Gua duduk bersebelahan dengan Papahnya Mba Yu.
"Belum kayaknya Mba, do'a kan aja ya Mba, hehehe..", jawab istri Gua.
"Ya semoga kamu diberi momongan secepatnya, biar kebahagiaan kalian bertambah ya Cha.. Za..", ucap Papahnya Mba Yu sambil menepuk paha kanan Gua.
"Aamiin", jawab Gua dan istri bersamaan,
"Makasih Pah do'a nya, cuma gak tau nih, Echa mau fokus ke kuliah dulu atau gimana.. Kasian juga kalo sampe kuliahnya cuti karena hamil dan melahirkan nanti", ucap Gua kepada beliau.
"Ya aku sih enggak masalah, gimana dikasihnya aja sama Alloh, kalo memang udah waktunya diberikan kepercayaan untuk dititipkan anak oleh-Nya, ya aku bersyukur alhamdulilah, kalo belum yaaa.. Sabar dulu. Kuliah kan gampang Za, maksudnya gak terlalu aku pusingin, karena kebahagiaan keluarga yang paling utama sekarang buat aku", jawab Echa.
Wah wah wah... Istri Gua yang satu ini memang mengedepankan keluarga, gak nyangka aja dia bisa ngomong seperti itu. Sekarang bukan lagi kuliah yang ia utamakan, tapi keluarga kecil kami. Meleleh hati abang dek.. Eh Teh..
Kami semua tersenyum mendengar ucapan wanita yang sudah menjadi istri Gua itu. Bahagia rasanya mendengar jawabannya tadi. I'm yours lah sayang.
Sepulang dari bersilaturahim dengan Mba Yu dan keluarganya, Gua dan Echa pergi ke rumah mertua. Ke rumah istri Gua. Sekedar berkunjung dan main aja. Sesampainya di sana, Gua langsung meminta kopi hitam kepada istri Gua, karena sedari pagi Gua belum ngopi. Gua duduk bersantai ria di gazebo halaman belakang rumahnya setelah tadi mengobrol dengan Papah dan Mamah mertua. Sambil menunggu istri Gua membuatkan secangkir kopi, Gua mengeluarkan hp, sekedar mengecek sms yang masuk, dan ternyata memang ada sebuah sms yang belum Gua buka.
Gua masih melihat ke layar hp ketika istri Gua menyadarkan Gua yang sudah duduk di samping dengan secangkir kopi pada tangan kanannya.
"Hey, serius amat sayang, lagi sms an sama siapa ?", tanya istri Gua.
Gua menoleh kepada Echa lalu tanpa basa-basi menunjukkan sms tadi kepadanya.
"Hm ? Siapa ini ?", tanya Echa.
Gua mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala cepat. "Gak tau, nomornya juga bukan nomor lokal Cha..", jawab Gua.
"Ah.. Jangan-jangan.. Itu Vera, Za ?", ucap istri Gua setelah menaruh secangkir kopi ke atas meja.
"Eh ? Masa sih ?".
"Yaudah coba kamu telpon dulu".
Wah iya, bener juga kata istri Gua, kenapa gak Gua coba nelpon aja. Tidak lama kemudian Gua langsung menekan tombol call setelah meng-klik nomor si pengirim pesan tersebut. Tapi suara operator diujung sana langsung mengatakan bahwa nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, yang tentunya berbahasa inggris.
"Yaaah.. Gak aktif Cha nomornya", ucap Gua sambil menurunkan hp dari telinga.
"Hmm.. Yaudah kamu save aja nomornya, siapa tau nanti nomornya aktif lagi, positive thinking sayang... Oke ?", Echa memberikan semangat kepada Gua sambil tersenyum.
Ya, istri Gua memang paling mengerti dengan persoalan yang satu ini. Terimakasih banyak sayang. I love you...
Ketika sore menjelang, Gua dan Echa pergi lagi, kali ini kami berdua ke rumah Kinan, yang sama saja dengan rumah keluarga Mba Laras, Ibu baru Gua. Sampai disana seperti biasa, kami berdua langsung saling bersalaman sambil saling memaafkan. Gua bercerita kepada Mba Laras dan Kinan bahwa Gua dan istri baru pulang beberapa hari lalu dari Solo. Ternyata Mba Laras dan Kinan juga baru pulang kemarin sore dari jawa timur, lebaran bersama keluarga besar katanya di sana. Ada sedikit obrolan yang menurut Gua agak pribadi antara kami ketika itu, mungkin lebih tepatnya antara anak dan ibu.
"Mba, maaf nih.. Mmm.. Aku sebagai perwakilan keluarga Ayah, cuma mau menyampaikan aja, kalo aku, Nenek dan Om gak keberatan kalo Mba mau memulai membuka hati lagi.. Untuk lelaki lain Mba, toh Mba juga masih muda kan, masih panjang jalan yang harus Mba tempuh, terutama untuk berkeluarga lagi", ucap Gua kepada Mba Laras.
Mba Laras tersenyum kepada Gua sambil membenarkan posisi duduknya.
"Iya Za, Mba paham kok, cuma untuk saat ini, Mba belum mau memikirkan untuk mulai berumah tangga lagi, mungkin nanti, suatu saat nanti pasti Mba akan memulainya lagi. Dan kamu tenang aja ya, kamu dan keluarga kamu akan selalu menjadi keluarga Mba selamanya, sampai kapanpun. Mba mencintai almarhum sepenuh hati Mba, dan sampai sekarang pun begitu, Mba belum mau untuk secepat ini membuka hati Mba untuk orang lain.", jawabnya menjelaskan dengan nada yang sangat lembut.
Ya kami semua yang mendengar penjelasan dari ibu baru Gua itu tersenyum dan mengerti akan apa isi pikirannya. Lagi pula dengan atau tanpa Gua mengatakan hal di atas pun pasti suatu saat Mba Laras memiliki pendamping hidupnya yang baru. Dan atas pertanyaan kalian apakah Mba Laras sempat mengandung anak dari Alm. Ayahanda Gua, jawabannya tidak. Ya, Mba Laras belum hamil sampai kepulangan Ayahanda.
Selesai bersilaturahmi dengan Mba Laras dan Kinanti, Gua dan istri pulang ke rumah Nenek. Setelah melaksanakan shalat ashar berjama'ah dengan Echa, Gua mengajaknya mengobrol di teras depan kamar. Sambil mengeluarkan sebuah map yang berisi selembar sertifikat pemberian Papah mertua di malam takbiran yang lalu, Gua duduk dan membakar sebatang rokok.
"Itu apa sayang ?".
"Ini sertifikat Cha, waktu di Solo kemarin, Papah ngasih ini ke aku, coba deh kamu baca sampai habis", jawab Gua lalu menyodorkan map tersebut.
Istri Gua membuka map dan membaca isi sertifikat itu dengan teliti. Gua menunggunya selesai membaca sambil menghembuskan rokok kearah lain.
"Za, ini kok atas nama aku ya ?", tanyanya bingung.
"Laah.. Kirain kamu udah tau, lagian aku aja baru tau pas di Solo, waktu Papah kamu ngasih itu", jawab Gua tak kalah bingung karena ternyata istri Gua pun baru mengetahui hal ini.
"Hmmm.. Ya Alhamdulilah Za, Papah mau kasih kita rezeki.. Nanti biar aku temuin Papah deh, sekalian ngucapin makasih", jawabnya.
...
...
...
Seiring pergantian hari, minggu pun berganti, dan bulan pun ikut berganti.
Saat ini sudah masuk bulan november, hampir di penghujung tahun 2007. Perkuliahan Gua dan Echa sudah mulai kembali setelah melewati masa liburan kemarin. Dan ya disinilah kami sekarang, menjalani hari-hari sebagai mahasiswa dan mahasiswi di kampus kami masing-masing.
Ketika itu siang menjelang sore, Gua baru saja mengendarai mobil dari pelataran kampus untuk menuju kampus istri Gua, menjemputnya di sana. Kebetulan perkuliahan Gua hari ini hanya sampai jam satu siang.
Gua mengendarai si Black dengan kecepatan sedang menuju tol. Setelah beberapa hampir tiga puluh menit akhirnya Gua keluar tol dan mengarahkan mobil ke jalan kampus istri Gua. Masih dalam perjalanan hp Gua berdering dan Gua mengangkat telpon tersebut menggunakan headset.
Singkat cerita Gua sudah sampai di mall yang Echa sebutkan tadi, lalu Gua bergegas ke lantai dua, dimana Echa menunggu di dalam resto bento bersama teman kampusnya.
Sesampainya di dalam, Gua memandangi pengunjung yang berada di sini, mencari keberadaan istri Gua. Setelah melihatnya yang sedang duduk berhadapan dengan teman kampusnya itu, Gua pun mengahmpiri mereka berdua.
"Hai..", sapa Gua sambil menarik bangku di samping istri Gua.
"Eh udah sampe..", jawab Echa lalu mengulurkan tangannya dan mencium tangan kanan Gua.
"Iya, tadi emang udah deket dari sini",
"Kok belum mulai makan ?".
"Nungguin kamu dulu", jawab Echa sambil tersenyum,
"Oh iya, kamu udah kenal kan sama Resti ? Dia temen kampus ku, acara nikahan kita juga datang", ucap istri Gua sambil melirik kepada temannya yang duduk di sebrangnya.
"Oh iya inget, apa kabar Res ?", sapa Gua melirik juga kepada Resti.
"Hai, alhamdulilah baik Za.. Baru pulang dari kampus juga ya ?", tanyanya balik.
Gua mengangguk sambil menaikkan alis. "Iya hehehe.. Yaudah ayo kita makan, laper juga nih hahaha", jawab Gua seraya membuka sumpit dari kertas pembungkus.
Seperti biasa, Gua dan Echa jarang berbicara ketika makan, paling kami hanya menanggapi sekedarnya ketika Resti mengajak ngobrol dan bertanya hal ringan soal kehidupan berumah tangga. Selesai menghabiskan makanan, dan sedikit mengobrol lagi dengan Resti, ia pamit pulang karena kekasihnya sudah datang menjemput di depan mall.
Gua dan Echa pun meninggalkan resto bento ini tidak lama setelah Resti pamit. Kemudian Echa mengajak Gua untuk masuk ke pusat perbelanjaan yang menyediakan kebutuhan pokok, ya memang sudah waktunya belanja bulanan juga sih. Gua mendorong trolley dan mengekor di belakang istri Gua yang dengan telaten mengambil beberapa bumbu dapur serta kebutuhan pokok lainnya dari rak yang berjejer di kanan-kiri kami.
"Za, stok mie instan abis ya di dapur Nenek ?", tanya Echa sambil melihat-lihat ke rak yang berisi berbagai mie instan.
"Iya Cha, tinggal dua bungkus kayaknya", jawab Gua sambil memperhatikan istri Gua yang cantik sekali hari ini.
"Mau beli satu kardus aja ? Atau gimana ?", tanyanya kali ini sambil menoleh kepada Gua.
"Mmm.. Jangan deh, kebanyakan kayaknya, lima bungkus mie goreng sama mie rasa soto aja", jawab Gua.
Akhirnya Echa mengambil lima bungkus mie instan rasa mie goreng dan lima bungkus mie instan rasa soto.
Kembali kami mengitari rak-rak lainnya. Dan ketika Gua sedang berada di rak bagian kopi, sedangkan Echa ada di lorong lainnya, Gua melihat seseorang yang tampak tidak asing, seorang wanita yang sepertinya Gua kenali cukup baik.
Wanita itu melintas seraya mendorong trolley. Gua menaruh kembali se-pack kopi pada genggaman tangan Gua lalu berjalan pelan mencari wanita yang melintas tadi. Dengan jantung yang berdegup kencang, langkah kaki Gua terhenti beberapa meter dari wanita tersebut, dirinya sedang memilah camilan yang tersusun rapih di depannya, membelakangi Gua.
Gua menatapnya, memperhatikannya tanpa berkedip, jantung Gua benar-benar berdegup kencang, suara-suara yang berada di sekitar Gua seperti hilang entah kemana. Tangan Gua sedikit bergetar. Wanita itu.. Tidak berubah dari penampilannya, gaya berpakaiaannya, gerak tubuhnya, dan hanya tingginya mungkin yang sedikit bertambah.
Gua ragu, antara yakin dan tidak yakin, apakah dia benar wanita yang Gua kenal selama ini atau bukan, karena dia masih membelakangi Gua. Masih teringat jelas dalam fikiran Gua ketika secara tidak sengaja Gua melihatnya di negara lain beberapa bulan lalu. Dan sekarang ? Dia berdiri tepat beberapa meter di hadapan Gua.
Dengan segenap keyakinan dan perasaan yang sudah berkecamuk dalam hati ini, Gua langkahkan kaki untuk lebih mendekatinya. Setelah jarak kami hanya tinggal tiga meter, dia membalikkan tubuh. Dan saat itulah untuk waktu yang selama ini Gua tunggu, mata kami kembali bertemu.
"Vera..", ucap Gua.
"Hai Cha..", sapa Luna kepada Echa yang kini berdiri di sampingnya.
"Eh Luna, mau beli makan juga ?", tanya Echa.
"Iya Cha, kalian kapan pulang dari Solo ?", tanya Luna lagi seraya merapihkan helaian rambut karena tertiup angin malam.
"Kita baru sampai tadi Lun, habis maghrib..", jawab Echa seraya tersenyum.
"Sama siapa Lun ? Sendirian ?", tanya istri Gua sambil melirik ke-kanan-kiri, seolah-olah mencari teman Luna.
"Oh aku sama adik ku Cha, dia udah ke dalem duluan tadi, Eza manggil aku, jadi ngobrol dulu deh",
"Oh iya sampai lupa aku, mohon maaf lahir bathin ya.. Selamat idul fitri juga", ucap Luna sambil menjabat tangan istri Gua lalu mereka bercipika-cipiki.
"Sama-sama ya Lun, mohon maaf lahir bathin juga", balas Echa.
"Eh iya ampe lupa hahaha.. Mohon maaf lahir bahtin juga Lun", ucap Gua lalu menyalami Luna.
"Sama-sama ya Eza", balasnya sambil tersenyum.
"Enggak cipika-cipiki nih ?", goda Gua sambil melirik ke istri Gua dengan tatapan jahil.
Echa melotot sambil mengacungkan kepalan tangannya kearah Gua.
"Hahah.. Eza jadi genit sih ?", ucap Luna sambil melirik kepada Echa.
"Iiih dia ma dari dulu juga genit, kamu aja gak tau.. Eh.. Kamu pernah digodain sama Eza gak ?", tanya Echa sambil menatap Gua tajam lalu menoleh kepada Luna.
Luna tersenyum lebar melihat ekspresi istri Gua itu, lalu.. Hanya sekilas.. Ya hanya sekilas dia melirik kepada Gua sambil tersenyum tipis sekali. "Enggak kok Cha, Eza gak pernah godain aku, takut mungkin..", jawabnya dengan nada bersahabat kepada istri Gua.
Gua mengerti tatapan sekilas, ah bukan.. Lirikan, ya lirikan mata Luna tadi, sesaat sebelum dia menoleh kepada Echa. Ya Lun, kamu yang godain aku waktu itu...
"Yaudah, kita duluan ya Lun, salam untuk adik kamu", ucap Echa seraya tersenyum kepada Luna, lalu mendekati Gua dan memberikan gesture 'ayo pulang'.
"Oh iya, hati-hati di jalan, makasih salamnya, nanti aku sampaikan",
"Salam untuk Nenek ya Za".
...
Di dalam mobil, Gua kembali mengemudi dan Echa duduk tepat di samping Gua.
"Za..".
"Ya sayang ?".
"Kamu kenal sama adiknya Luna ?", tanya Echa seraya menoleh kepada Gua.
"Enggak Cha, aku belum pernah ketemu saudaranya, atau keluarganya.. Rumahnya aja aku gak tau dimana", jawab Gua sambil memfokuskan pandangan ke jalan raya di depan karena butiran air hujan mulai turun dengan derasnya.
"Ooh.. Eh iya, kenapa tadi Luna jawab kamu gak berani godain dia Za ? Karena Mba Yu ?".
"Ooh.. Ya salah satunya itu, alasan lainnya karena Luna jago beladiri".
"Oh ya ? Beladiri apa ?", tanya Echa semakin antusias dari nada bicaranya yang Gua tangkap.
"Taekwondo, sama dengan Mba Yu.. Cuma Luna lebih superior mungkin, karena dia sempat menyabet juara satu waktu di sekolahnya dulu, sedangkan Mba Yu juara tiga", jawab Gua sambil tersenyum kecut.
Mengingat kejadian dimana dua wanita yang jago beladiri saling bertarung. Oh My God, Mba Yu pingsan seketika dengan satu tendangan memutar yang Luna berikan, gila memang itu wanita satu.
...
...
...
Masih di bulan Oktober dan hari ini kami berdua sedang berada di rumah Mba Yu, silaturahmi dan lebaran dengan keluarganya.
"Gimana de, udah isi belum ?", tanya Mba Yu yang duduk di samping Echa.
Sedangkan Gua duduk bersebelahan dengan Papahnya Mba Yu.
"Belum kayaknya Mba, do'a kan aja ya Mba, hehehe..", jawab istri Gua.
"Ya semoga kamu diberi momongan secepatnya, biar kebahagiaan kalian bertambah ya Cha.. Za..", ucap Papahnya Mba Yu sambil menepuk paha kanan Gua.
"Aamiin", jawab Gua dan istri bersamaan,
"Makasih Pah do'a nya, cuma gak tau nih, Echa mau fokus ke kuliah dulu atau gimana.. Kasian juga kalo sampe kuliahnya cuti karena hamil dan melahirkan nanti", ucap Gua kepada beliau.
"Ya aku sih enggak masalah, gimana dikasihnya aja sama Alloh, kalo memang udah waktunya diberikan kepercayaan untuk dititipkan anak oleh-Nya, ya aku bersyukur alhamdulilah, kalo belum yaaa.. Sabar dulu. Kuliah kan gampang Za, maksudnya gak terlalu aku pusingin, karena kebahagiaan keluarga yang paling utama sekarang buat aku", jawab Echa.
Wah wah wah... Istri Gua yang satu ini memang mengedepankan keluarga, gak nyangka aja dia bisa ngomong seperti itu. Sekarang bukan lagi kuliah yang ia utamakan, tapi keluarga kecil kami. Meleleh hati abang dek.. Eh Teh..

Kami semua tersenyum mendengar ucapan wanita yang sudah menjadi istri Gua itu. Bahagia rasanya mendengar jawabannya tadi. I'm yours lah sayang.
Sepulang dari bersilaturahim dengan Mba Yu dan keluarganya, Gua dan Echa pergi ke rumah mertua. Ke rumah istri Gua. Sekedar berkunjung dan main aja. Sesampainya di sana, Gua langsung meminta kopi hitam kepada istri Gua, karena sedari pagi Gua belum ngopi. Gua duduk bersantai ria di gazebo halaman belakang rumahnya setelah tadi mengobrol dengan Papah dan Mamah mertua. Sambil menunggu istri Gua membuatkan secangkir kopi, Gua mengeluarkan hp, sekedar mengecek sms yang masuk, dan ternyata memang ada sebuah sms yang belum Gua buka.
Quote:
Gua masih melihat ke layar hp ketika istri Gua menyadarkan Gua yang sudah duduk di samping dengan secangkir kopi pada tangan kanannya.
"Hey, serius amat sayang, lagi sms an sama siapa ?", tanya istri Gua.
Gua menoleh kepada Echa lalu tanpa basa-basi menunjukkan sms tadi kepadanya.
"Hm ? Siapa ini ?", tanya Echa.
Gua mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala cepat. "Gak tau, nomornya juga bukan nomor lokal Cha..", jawab Gua.
"Ah.. Jangan-jangan.. Itu Vera, Za ?", ucap istri Gua setelah menaruh secangkir kopi ke atas meja.
"Eh ? Masa sih ?".
"Yaudah coba kamu telpon dulu".
Wah iya, bener juga kata istri Gua, kenapa gak Gua coba nelpon aja. Tidak lama kemudian Gua langsung menekan tombol call setelah meng-klik nomor si pengirim pesan tersebut. Tapi suara operator diujung sana langsung mengatakan bahwa nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, yang tentunya berbahasa inggris.
"Yaaah.. Gak aktif Cha nomornya", ucap Gua sambil menurunkan hp dari telinga.
"Hmm.. Yaudah kamu save aja nomornya, siapa tau nanti nomornya aktif lagi, positive thinking sayang... Oke ?", Echa memberikan semangat kepada Gua sambil tersenyum.
Ya, istri Gua memang paling mengerti dengan persoalan yang satu ini. Terimakasih banyak sayang. I love you...
Ketika sore menjelang, Gua dan Echa pergi lagi, kali ini kami berdua ke rumah Kinan, yang sama saja dengan rumah keluarga Mba Laras, Ibu baru Gua. Sampai disana seperti biasa, kami berdua langsung saling bersalaman sambil saling memaafkan. Gua bercerita kepada Mba Laras dan Kinan bahwa Gua dan istri baru pulang beberapa hari lalu dari Solo. Ternyata Mba Laras dan Kinan juga baru pulang kemarin sore dari jawa timur, lebaran bersama keluarga besar katanya di sana. Ada sedikit obrolan yang menurut Gua agak pribadi antara kami ketika itu, mungkin lebih tepatnya antara anak dan ibu.
"Mba, maaf nih.. Mmm.. Aku sebagai perwakilan keluarga Ayah, cuma mau menyampaikan aja, kalo aku, Nenek dan Om gak keberatan kalo Mba mau memulai membuka hati lagi.. Untuk lelaki lain Mba, toh Mba juga masih muda kan, masih panjang jalan yang harus Mba tempuh, terutama untuk berkeluarga lagi", ucap Gua kepada Mba Laras.
Mba Laras tersenyum kepada Gua sambil membenarkan posisi duduknya.
"Iya Za, Mba paham kok, cuma untuk saat ini, Mba belum mau memikirkan untuk mulai berumah tangga lagi, mungkin nanti, suatu saat nanti pasti Mba akan memulainya lagi. Dan kamu tenang aja ya, kamu dan keluarga kamu akan selalu menjadi keluarga Mba selamanya, sampai kapanpun. Mba mencintai almarhum sepenuh hati Mba, dan sampai sekarang pun begitu, Mba belum mau untuk secepat ini membuka hati Mba untuk orang lain.", jawabnya menjelaskan dengan nada yang sangat lembut.
Ya kami semua yang mendengar penjelasan dari ibu baru Gua itu tersenyum dan mengerti akan apa isi pikirannya. Lagi pula dengan atau tanpa Gua mengatakan hal di atas pun pasti suatu saat Mba Laras memiliki pendamping hidupnya yang baru. Dan atas pertanyaan kalian apakah Mba Laras sempat mengandung anak dari Alm. Ayahanda Gua, jawabannya tidak. Ya, Mba Laras belum hamil sampai kepulangan Ayahanda.
Selesai bersilaturahmi dengan Mba Laras dan Kinanti, Gua dan istri pulang ke rumah Nenek. Setelah melaksanakan shalat ashar berjama'ah dengan Echa, Gua mengajaknya mengobrol di teras depan kamar. Sambil mengeluarkan sebuah map yang berisi selembar sertifikat pemberian Papah mertua di malam takbiran yang lalu, Gua duduk dan membakar sebatang rokok.
"Itu apa sayang ?".
"Ini sertifikat Cha, waktu di Solo kemarin, Papah ngasih ini ke aku, coba deh kamu baca sampai habis", jawab Gua lalu menyodorkan map tersebut.
Istri Gua membuka map dan membaca isi sertifikat itu dengan teliti. Gua menunggunya selesai membaca sambil menghembuskan rokok kearah lain.
"Za, ini kok atas nama aku ya ?", tanyanya bingung.
"Laah.. Kirain kamu udah tau, lagian aku aja baru tau pas di Solo, waktu Papah kamu ngasih itu", jawab Gua tak kalah bingung karena ternyata istri Gua pun baru mengetahui hal ini.
"Hmmm.. Ya Alhamdulilah Za, Papah mau kasih kita rezeki.. Nanti biar aku temuin Papah deh, sekalian ngucapin makasih", jawabnya.
...
...
...
Seiring pergantian hari, minggu pun berganti, dan bulan pun ikut berganti.
Saat ini sudah masuk bulan november, hampir di penghujung tahun 2007. Perkuliahan Gua dan Echa sudah mulai kembali setelah melewati masa liburan kemarin. Dan ya disinilah kami sekarang, menjalani hari-hari sebagai mahasiswa dan mahasiswi di kampus kami masing-masing.
Ketika itu siang menjelang sore, Gua baru saja mengendarai mobil dari pelataran kampus untuk menuju kampus istri Gua, menjemputnya di sana. Kebetulan perkuliahan Gua hari ini hanya sampai jam satu siang.
Gua mengendarai si Black dengan kecepatan sedang menuju tol. Setelah beberapa hampir tiga puluh menit akhirnya Gua keluar tol dan mengarahkan mobil ke jalan kampus istri Gua. Masih dalam perjalanan hp Gua berdering dan Gua mengangkat telpon tersebut menggunakan headset.
Quote:
Singkat cerita Gua sudah sampai di mall yang Echa sebutkan tadi, lalu Gua bergegas ke lantai dua, dimana Echa menunggu di dalam resto bento bersama teman kampusnya.
Sesampainya di dalam, Gua memandangi pengunjung yang berada di sini, mencari keberadaan istri Gua. Setelah melihatnya yang sedang duduk berhadapan dengan teman kampusnya itu, Gua pun mengahmpiri mereka berdua.
"Hai..", sapa Gua sambil menarik bangku di samping istri Gua.
"Eh udah sampe..", jawab Echa lalu mengulurkan tangannya dan mencium tangan kanan Gua.
"Iya, tadi emang udah deket dari sini",
"Kok belum mulai makan ?".
"Nungguin kamu dulu", jawab Echa sambil tersenyum,
"Oh iya, kamu udah kenal kan sama Resti ? Dia temen kampus ku, acara nikahan kita juga datang", ucap istri Gua sambil melirik kepada temannya yang duduk di sebrangnya.
"Oh iya inget, apa kabar Res ?", sapa Gua melirik juga kepada Resti.
"Hai, alhamdulilah baik Za.. Baru pulang dari kampus juga ya ?", tanyanya balik.
Gua mengangguk sambil menaikkan alis. "Iya hehehe.. Yaudah ayo kita makan, laper juga nih hahaha", jawab Gua seraya membuka sumpit dari kertas pembungkus.
Seperti biasa, Gua dan Echa jarang berbicara ketika makan, paling kami hanya menanggapi sekedarnya ketika Resti mengajak ngobrol dan bertanya hal ringan soal kehidupan berumah tangga. Selesai menghabiskan makanan, dan sedikit mengobrol lagi dengan Resti, ia pamit pulang karena kekasihnya sudah datang menjemput di depan mall.
Gua dan Echa pun meninggalkan resto bento ini tidak lama setelah Resti pamit. Kemudian Echa mengajak Gua untuk masuk ke pusat perbelanjaan yang menyediakan kebutuhan pokok, ya memang sudah waktunya belanja bulanan juga sih. Gua mendorong trolley dan mengekor di belakang istri Gua yang dengan telaten mengambil beberapa bumbu dapur serta kebutuhan pokok lainnya dari rak yang berjejer di kanan-kiri kami.
"Za, stok mie instan abis ya di dapur Nenek ?", tanya Echa sambil melihat-lihat ke rak yang berisi berbagai mie instan.
"Iya Cha, tinggal dua bungkus kayaknya", jawab Gua sambil memperhatikan istri Gua yang cantik sekali hari ini.
"Mau beli satu kardus aja ? Atau gimana ?", tanyanya kali ini sambil menoleh kepada Gua.
"Mmm.. Jangan deh, kebanyakan kayaknya, lima bungkus mie goreng sama mie rasa soto aja", jawab Gua.
Akhirnya Echa mengambil lima bungkus mie instan rasa mie goreng dan lima bungkus mie instan rasa soto.
Kembali kami mengitari rak-rak lainnya. Dan ketika Gua sedang berada di rak bagian kopi, sedangkan Echa ada di lorong lainnya, Gua melihat seseorang yang tampak tidak asing, seorang wanita yang sepertinya Gua kenali cukup baik.
Wanita itu melintas seraya mendorong trolley. Gua menaruh kembali se-pack kopi pada genggaman tangan Gua lalu berjalan pelan mencari wanita yang melintas tadi. Dengan jantung yang berdegup kencang, langkah kaki Gua terhenti beberapa meter dari wanita tersebut, dirinya sedang memilah camilan yang tersusun rapih di depannya, membelakangi Gua.
Gua menatapnya, memperhatikannya tanpa berkedip, jantung Gua benar-benar berdegup kencang, suara-suara yang berada di sekitar Gua seperti hilang entah kemana. Tangan Gua sedikit bergetar. Wanita itu.. Tidak berubah dari penampilannya, gaya berpakaiaannya, gerak tubuhnya, dan hanya tingginya mungkin yang sedikit bertambah.
Gua ragu, antara yakin dan tidak yakin, apakah dia benar wanita yang Gua kenal selama ini atau bukan, karena dia masih membelakangi Gua. Masih teringat jelas dalam fikiran Gua ketika secara tidak sengaja Gua melihatnya di negara lain beberapa bulan lalu. Dan sekarang ? Dia berdiri tepat beberapa meter di hadapan Gua.
Dengan segenap keyakinan dan perasaan yang sudah berkecamuk dalam hati ini, Gua langkahkan kaki untuk lebih mendekatinya. Setelah jarak kami hanya tinggal tiga meter, dia membalikkan tubuh. Dan saat itulah untuk waktu yang selama ini Gua tunggu, mata kami kembali bertemu.
"Vera..", ucap Gua.
Diubah oleh glitch.7 16-05-2017 20:59
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..

). 
(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 

:
: