- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#3527
PART 52
Pada akhirnya disini lah Gua berada, kembali duduk di samping istri tercinta Gua, Echa, selesai shalat ashar sebelumnya.
Nindi dan Dian masih mengusap airmata mereka yang sudah mulai mengering dari wajah mereka masing-masing setelah Echa bercerita tentang Nona Ukhti. Gua kembali mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya tapi sebuah cubitan pelan pada punggung tangan Gua membuat Gua menoleh ke samping.
"Ngerokok terus.. Udah ah Za", ucap istri Gua dengan wajah cemberutnya.
Ya mau tidak mau Gua menaruh kembali bungkus rokok di atas meja teras. Lalu menggaruk kepala yang tidak gatal. "Iya iya sayaaang..", jawab Gua.
"Jadi karena kepergian Vera yang gak bilang sama kamu, sekarang kamu nikahin Echa ?", tanya Nindi lagi kepada Gua.
"Salah satunya itu Kak, aku benar-benar hancur saat Vera hilang, gak ada lagi semangat untuk ngejalanin hidup ini saat itu...", ucap Gua menatap Nindi sesaat,
"Rasanya waktu itu, depresi yang Vera alami berpindah ke aku, entahlah, aku gak bisa benar-benar inget kejadian itu",
"Dan soal aku hampir membunuh orang yang aku cerita sebelumnya, pelakunya lebih dulu tertangkap sebelum aku nemuin keberadaannya", lanjut Gua.
Nindi menghela nafasnya pelan, sepertinya dia sedang menetralisir segala emosi yang ada di dalam hatinya. Lalu Gua menatap Echa yang sedang tersenyum kepada Gua.
"Dan saat kamu terpuruk, Echa yang selama ini ada di sisi kamu ?", tanyanya lagi.
Gua tersenyum kepada Nindi sambil mengangguk, lalu Gua melingkarkan satu tangan ke belakang leher istri Gua dan menariknya pelan. Gua kecup keningnya sambil terkekeh.
"Dia yang menyelamatkan aku Kak, wanita berhati malaikat ini..", jawab Gua sambil menatap Echa lekat-lekat.
"Eza! Hey! Ada adik mu ini.. Jangan mesra-mesraan di depan anak kecil!", ucap Nindi sambil menepuk paha Dian yang berada di sampingnya.
Lalu kami semua tertawa karena ucapannya itu.
...
...
...
Ada sedikit cerita pada saat setelah Gua kehilangan Vera, Nenek Gua sempat mengontak Mba Yu, Sherlin. Untuk memberitahukan kondisi Gua yang terpuruk saat itu, setelah mendapatkan kabar dari Nenek, keesokan harinya Mba Yu datang ke rumah tapi bersama kekasihnya, Feri. Nenek pun menceritakan hal apa yang sampai membuat Gua seterpuruk itu kepada Mba Yu dan Feri, setelah itu barulah Nenek tersadar bahwa Mba Yu belum tentu bisa menolong Gua kalau posisi dia sudah memiliki pasangan. Bukan maksud Nenek Gua meminta Sherlin memacari Gua atau sebagainya, hanya saja Nenek berharap dan berfikir, siapa tau.. Dengan kehadiran Mba Yu, Gua bisa kembali seperti dulu. Tapi apa lacur, Nenek mengerti keadaan Sherlin yang sudah memiliki kekasih, jadi ya Nenek tidak berharap banyak karena merasa tidak enak kepada pacarnya Sherlin. Walaupun katanya Feri tidak keberatan jika waktu itu Sherlin menemani Gua.
...
Gua menikahi Echa sesaat setelah kehilangan sosok Vera. Sulit bagi Gua untuk menggambarkan kondisi pada saat itu, Gua benar-benar kehilangan semangat hidup dan harapan untuk melalui hari-hari Gua, semuanya terasa sirna bersama perempuan yang menghilang dalam kehidupan Gua ketika itu.
Echa lah yang selama ini mendampingi Gua di masa tersulit itu, dia selalu berada di sisi Gua, menemani Gua, menyiapkan makan untuk Gua, sampai membereskan kamar Gua yang tidak terurus. Pagi hari sebelum berangkat kuliah, Echa selalu mampir ke rumah untuk sekedar say hai kepada Gua, lalu pulang kuliah ketika sore hari dia datang lagi dengan berbagai macam makanan yang ia beli untuk Gua. Bahkan beberapa hari dia sempat menginap di rumah Nenek. Baru lah ketika Tante Gua datang dari Bandung dan gantian menemani Gua, Echa mulai bisa membagi waktunya lagi dengan keluarganya di rumah serta mengerjakan tugas kuliahnya. Dan apa yang terjadi memang hampir membuat Gua gila, andaikan tidak ada sosok Echa dan keluarga Gua yang selalu mendampingi.
Setelah Tante Gua menginap di rumah Nenek, dia menyarankan agar Gua di nikahkan dengan Echa, ini bukan pemaksaan melainkan sebuah jalan agar Gua bisa kembali hidup normal. Berbagai pertimbangan pun difikirkan oleh keluarga Gua, dan sudah tentu Ayahanda diberitahukan oleh Om Gua lewat telpon. Akhirnya seluruh keluarga Gua setuju untuk menikahkan Gua dengan Echa, dan keluarga Echa pun dikabari secepatnya, apa yang terjadi ? Bukan main senangnya laki-laki yang berpangkat bintang kerlip engkau disana setelah mendengar kabar bahwa keluarga Gua akan melamar putri tercintanya itu.
Gua pun memikirkan hal ini setelah Nenek menceritakan niatan keluarga untuk menikahkan Gua dengan Echa, lalu setelah Gua menimang-nimang selama beberapa hari, Gua meminta petunjuk kepada Sang Pencipta, apakah ini jalan terbaik untuk Gua dan Echa, dan setelah 'berkomunikasi' dengan Sang Maha Agung, hati Gua mantap untuk menikahi wanita yang selama ini menjadi cahaya dalam hidup Gua. Dia lah yang setia menunggu Gua, setia menemani Gua dan selalu ada untuk Gua. Tanpa mengesampingkan perasaan Nona Ukhti, Gua memohon maaf dalam hati kepadanya, dimanapun dia berada saat itu.
Dan bulan agustus 2007, Gua akhirnya mengucapkan janji suci itu dihadapan Papahnya, tepat di saat kepergian Ayahanda. Menikahi putri tercintanya, menjadikan ia sebagai pendamping hidup Gua.
Apa yang sudah terjadi selama ini kepada Gua tidak pernah bisa Gua lupakan semudah itu. Banyak dan bahkan terlalu banyak kenangan pahit yang Gua alami. Tapi Gua percaya satu hal, Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang beriman kepada-Nya. Salah satu cara Tuhan menolong Gua saat itu adalah dengan menghadirkan sosok Echa, dan Gua sangat berterimakasih, bersyukur akan pemberiannya.
...
...
...
Dua hari sebelum acara resepsi di mulai. Gua bersama istri sedang berada di sebuah gedung megah yang terletak di jakarta. Kami berdua melihat persiapan dan dekorasi yang sedang dikerjakan oleh pihak E.O. Jujur ya, Gua baru sadar ketika itu...
"Cha".
"Ya sayang ?".
"Ini kok berlebihan sih ? Aku baru sadar rasanya terlalu wah untuk sebuah acara resepi loch.. Artis bukan, anggota pemerintah apalagi...", ucap Gua sambil menyapukan pandangan ke seluruh gedung ini.
"Ya alhamdulilah sayang, disyukuri aja, ini rejeki kita dari Papah", jawabnya.
"Papah ? Oh.. Ehm.. Utang dong nih menantunya", ucap Gua kali ini sambil tersenyum lebar.
"Hush.. Enggaklah, Papah gak gitu kok sayang, udah jangan dipikirin ya", balasnya sambil melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Gua.
Ya Gua mengikuti saja kalau mereka maunya begini, toh Gua sebagai pihak laki-laki sudah memberikan seserahan uang, mau di pakai dan jadinya seperti apa ya ngikut aja deh. Cukup gak cukup adanya segitu. Syukur alhamdulilah bener kata istri Gua tadi kalo Papahnya mau membantu. Terima beres aja laki ma.
Selesai melihat dan cek persiapan untuk acara resepsi nanti, kami berdua pun pulang lagi ke kota kami. Sekitar pukul satu siang Gua dan istri sudah sampai di rumahnya. Saat ini Gua berada di rumah mertua, Papah mertua Gua hari ini kebetulan sedang pergi bersama Mamah mertua Gua ke luar kota. Saat itu di rumah ini hanya ada art (asisten rumah tangga) keluarga Echa, supir pribadinya dan satpam rumah.
Suasanya jadi sepi setelah Gua dan Echa melaksanakan shalat dzuhur berjama'ah di mushola halaman belakang. Rasanya mata Gua sudah tidak bisa diajak kompromi, akhirnya Gua memilih naik ke lantai atas, dimana kamar istri Gua berada. Gua tidur siang, sedangkan Echa sedang memasak bersama art nya di dapur.
Mungkin sekitar pukul setengah empat sore Gua baru terbangun ketika sebuah ciuman pada kening ini mulai terasa basah dan turun ke pipi Gua.
"Hai sayang, bangun.. Udah adzan ashar tuh", ucap istri Gua dengan wajah yang sangat dekat dengan wajah Gua.
Lalu Gua mulai mengerjapkan mata dan mulai meregangkan otot tubuh ketika Echa sudah duduk di sisi kasur. Tangan Echa mengusap lembut kening Gua sambil tersenyum.
"Masih pusing ya ?", tanyanya.
"Heu'eum..", jawab Gua.
"Yaudah, duduk dulu ya, nanti kalo udah enakan baru cuci muka, terus wudhu sekalian, kita shalat berjama'ah lagi ya Za", ucapnya sebelum bangkit dari duduk lalu keluar kamar.
Gua hanya mengangguk sebelum dia pergi tadi. Lalu Gua terduduk diatas kasur seraya menyandarkan punggung ke bahu ranjang ini. Gua menyapukan pandangan ke seluruh ruangan kamar, Gua tersenyum ketika melihat foto yang bingkainya berwarna emas terpajang di bagian dinding kamar. Disana, terlihat dua orang manusia yang berlainan jenis, tersenyum satu sama lain, yang lelaki mengenakan jas hitam serta kopiah, sedangkan yang wanita mengenakan kebaya berwarna putih gading dengan rambut yang disanggul. Adegan yang tercetak pada foto tersebut adalah ketika si lelaki mengenakan cincin ke jari manis si wanita.
Gua tersenyum sesaat sebelum pada akhirnya bangun dari kasur dan berjalan kearah luar kamar.
...
Setelah melaksanakan shalat ashar berjama'ah dengan istri, sekarang kami berdua makan bersama di ruang makan rumah mertua Gua ini. Menunya cukup banyak ternyata, ada ayam goreng, sup jamur, ikan goreng, bukan bakar ye Gais
dan kerupuk, duh asyik mantep deh. Btw cape kan baca part pilu terus, mending Gua share yang indah dan bahagia aja deh ya, apalagi ini malam minggu kan 
Yang namanya pengantin baru itu pasti lagi mesra-mesranya, apalagi ini Echa yang jadi istri Gua, belum pernah kami pacaran selama ini, ehm.. Sorry bukan maksud apa-apa ini, udah berapa kali dirinya menyatakan perasaan kepada Gua yang ujungnya selalu Gua tolak. But here we are now, a couple for life.
Balik ke meja makan, Istri Gua itu benar-benar menjaga bentuk badannya, makannya teratur dan asupannya selalu bergizi, dalam artian dia memang pemilih untuk makanan yang dia konsumsi. Apalagi soal porsi, Echa tuh tidak pernah makan berlebihan, porsinya sedikit, kecuali khilaf menyendok lauk. Seperti halnya yang terjadi saat ini. Ketika dia lupa terlalu banyak mengambil nasi dan lauk pada piring makanannya sendiri, Gua lah yang menjadi tempat terakhir sebagai 'pembuangan' sisa makanannya yang tidak habis itu.
"Sayang, aku kebanyakan nih ngambil makannya...", rajuknya dengan wajah memelas.
"Kan.. Kebiasaan sih, suka ngambil lauk ini itu.. Taunya gak abis", jawab Gua sambil melirik ke piring makannya.
"Lupaaa.. Nanti mubazir kalo dibuang",
"Abisin ya sayang.. Ya ya ya ya ya...?", godanya lagi kali ini sambil melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Gua.
"Huuuffftt... Iya iya iyaaa..", jawab Gua sok-sok males.
"Ih harus ikhlaaaasss.. Kan kalo aku kebanyakan makan terus gendut, kamu juga yang rugi",
"Entar kamu gak cinta lagi sama aku, hayoo..", godanya lagi dan lagi.
"Adaaaa... aja alesannya",
"Iya sini suapin aja akunya..", jawab Gua mengiyakan permintaanya.
Istri Gua pun akhirnya tertawa pelan merasa menang setelah menggoda Gua, dan ya, akhirnya Gua benar-benar menghabiskan sisa makanannya itu, tentunya dia yang menyuapi Gua.
Perut Gua sudah terisi amunisi penuh, kayaknya cacing di dalam sana pun tidak kuat menghabiskan makanan yang Gua telan. Gua berjalan kearah halaman belakang rumah, duduk di dalam gazebo beserta secangkir kopi hitam yang siap menemani sang racun. Cuaca sore itu cerah, agustus yang cerah tahun ini. Semilir angin yang menyapa halaman belakang rumah yang asri ini benar-benar terasa mendamaikan hati Gua, apalagi dengan adanya seorang bidadari dunia yang sedang berjalan kearah Gua. Lengkap sudah kebahagiaan Gua saat itu.
"Ngerokok lagi..", Echa duduk di depan Gua.
"Hehehe.. Abis makan kan sayang", jawab Gua beralasan.
"Jangan keseringan ngerokok ya Za, gak ada bagusnya untuk kesehatan kamu".
"Iya sayang hehehehe..".
"Ganti sama permen kan bisa tuh".
"Ah gak enak, penyakit gula nanti".
"Ngerokok lebih bahaya. Paru-paru, serangan jantung.. Dan parahnyaaaa... Impotensi loch Za!", ucapnya kali ini sambil menekuk satu jari telunjuknya di hadapan wajah Gua.
Jiiiirrr.. Males amat yang terakhir
"Iya iyaaa... Haduuuh ribeut dah ah", Gua pun jadi sewot sendiri mendengar ucapan istri Gua yang menakuti Gua itu.
Echa hanya tersenyum kepada Gua lalu kedua tangannya ditaruh di atas meja gazebo yang berbahan kayu jati ini.
"Aku sayang sama kamu, makanya aku cerewet, kalo gak gitu, siapa lagi yang ingetin kamu", ucapnya kali ini dengan nada yang lembut.
Gua akhirnya tersenyum sambil menganggukkan kepala kepada Echa, istri Gua yang cantik dan cerewet. "Makasih ya istri kuuuu...", jawab Gua sambil mencubit pelan hidungnya.
"Uuuhh sakiitt tauuu..", ucapnya manja.
Pacaran mulu ente Gan, buruan nikah, kelamaan pacaran emangnya kredit rumah apa ampe taonan. BeHahahahaha

"Eh iya Za, aku mau nanya, tapi kamu jangan marah ya", ucap Echa sedikit serius kali ini.
"Heum.. Mau nanya apa ? Masa aku marahin kamu hahaha", jawab Gua santai.
"Nanti kalau udah empat puluh harinya Ayah kamu, kita bulan madu ya..", ucapnya dengan nada suara yang sangat terdengar hati-hati.
Gua mengerenyitkan kening menatap istri Gua itu, lalu tersenyum lebar sambil mengucek-ucek rambut depannya.
"Hahaha.. Dasar, masa aku marah sih sayang cuma karena kamu minta bulan madu aja", jawab Gua seraya tertawa,
"Ya hayu aja, kamu mau kemana emangnya ?", tanya Gua lembut.
"Mmm.. Kalo ke itali gimana ?".
"Weh.. Gak kira-kira kamu, ngajakin miskin apa ?", Gua cukup terkejut mendengarnya.
"Hehehe... Gak mau ya.. Yaudah kalo gitu ke singapore aja ya", jawabnya lagi sambil mengedipkan matanya.
"Hahaha, kamu tuh lucu, awalnya minta ke itali, eh ujungnya yang deket juga, hahaha... Bali aja sih lebih murah", ucap Gua sambil menggelengkan kepala dan tertawa.
"Huuu.. Abisnya kamu bilang kemahalan, yaudah yang deket aja. Tapi jangan Bali, singapore aja ya ya ya ya yaa..", pintanya manja kali ini.
"Iya iya, nanti aku urus paspor dulu kali gitu, kalo kamu enak udah punya kan, eh masih aktif gak ?".
Echa mengangguk cepat seraya tersenyum. "Iya masih, nanti yang kamu dokumen persyaratannya kasih ke aku aja, minta tolong ajudanannya Papah biar cepet beres paspornya ya", jawabnya antusias.
Gua mengangguk lalu meneguk secangkir kopi hitam manis yang sepertinya bertambah manis karena ada wanita eh bukan, bidadari cantik dan manis dihadapan Gua itu. Indahnya hidup setelah apa yang Gua lalui beberapa bulan lalu benar-benar tidak terfikirkan oleh Gua. Sekarang disinilah Gua berada, menjadi seorang suami dari seorang wanita yang berhati mulia, yang bisa menerima Gua apa adanya, yang mengerti kondisi psikologi Gua saat terpuruk beberapa bulan lalu. Echa yang selalu ada di dalam hati Gua. i love you sayang...
Nindi dan Dian masih mengusap airmata mereka yang sudah mulai mengering dari wajah mereka masing-masing setelah Echa bercerita tentang Nona Ukhti. Gua kembali mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya tapi sebuah cubitan pelan pada punggung tangan Gua membuat Gua menoleh ke samping.
"Ngerokok terus.. Udah ah Za", ucap istri Gua dengan wajah cemberutnya.
Ya mau tidak mau Gua menaruh kembali bungkus rokok di atas meja teras. Lalu menggaruk kepala yang tidak gatal. "Iya iya sayaaang..", jawab Gua.
"Jadi karena kepergian Vera yang gak bilang sama kamu, sekarang kamu nikahin Echa ?", tanya Nindi lagi kepada Gua.
"Salah satunya itu Kak, aku benar-benar hancur saat Vera hilang, gak ada lagi semangat untuk ngejalanin hidup ini saat itu...", ucap Gua menatap Nindi sesaat,
"Rasanya waktu itu, depresi yang Vera alami berpindah ke aku, entahlah, aku gak bisa benar-benar inget kejadian itu",
"Dan soal aku hampir membunuh orang yang aku cerita sebelumnya, pelakunya lebih dulu tertangkap sebelum aku nemuin keberadaannya", lanjut Gua.
Nindi menghela nafasnya pelan, sepertinya dia sedang menetralisir segala emosi yang ada di dalam hatinya. Lalu Gua menatap Echa yang sedang tersenyum kepada Gua.
"Dan saat kamu terpuruk, Echa yang selama ini ada di sisi kamu ?", tanyanya lagi.
Gua tersenyum kepada Nindi sambil mengangguk, lalu Gua melingkarkan satu tangan ke belakang leher istri Gua dan menariknya pelan. Gua kecup keningnya sambil terkekeh.
"Dia yang menyelamatkan aku Kak, wanita berhati malaikat ini..", jawab Gua sambil menatap Echa lekat-lekat.
"Eza! Hey! Ada adik mu ini.. Jangan mesra-mesraan di depan anak kecil!", ucap Nindi sambil menepuk paha Dian yang berada di sampingnya.
Lalu kami semua tertawa karena ucapannya itu.
...
...
...
Ada sedikit cerita pada saat setelah Gua kehilangan Vera, Nenek Gua sempat mengontak Mba Yu, Sherlin. Untuk memberitahukan kondisi Gua yang terpuruk saat itu, setelah mendapatkan kabar dari Nenek, keesokan harinya Mba Yu datang ke rumah tapi bersama kekasihnya, Feri. Nenek pun menceritakan hal apa yang sampai membuat Gua seterpuruk itu kepada Mba Yu dan Feri, setelah itu barulah Nenek tersadar bahwa Mba Yu belum tentu bisa menolong Gua kalau posisi dia sudah memiliki pasangan. Bukan maksud Nenek Gua meminta Sherlin memacari Gua atau sebagainya, hanya saja Nenek berharap dan berfikir, siapa tau.. Dengan kehadiran Mba Yu, Gua bisa kembali seperti dulu. Tapi apa lacur, Nenek mengerti keadaan Sherlin yang sudah memiliki kekasih, jadi ya Nenek tidak berharap banyak karena merasa tidak enak kepada pacarnya Sherlin. Walaupun katanya Feri tidak keberatan jika waktu itu Sherlin menemani Gua.
...
Gua menikahi Echa sesaat setelah kehilangan sosok Vera. Sulit bagi Gua untuk menggambarkan kondisi pada saat itu, Gua benar-benar kehilangan semangat hidup dan harapan untuk melalui hari-hari Gua, semuanya terasa sirna bersama perempuan yang menghilang dalam kehidupan Gua ketika itu.
Echa lah yang selama ini mendampingi Gua di masa tersulit itu, dia selalu berada di sisi Gua, menemani Gua, menyiapkan makan untuk Gua, sampai membereskan kamar Gua yang tidak terurus. Pagi hari sebelum berangkat kuliah, Echa selalu mampir ke rumah untuk sekedar say hai kepada Gua, lalu pulang kuliah ketika sore hari dia datang lagi dengan berbagai macam makanan yang ia beli untuk Gua. Bahkan beberapa hari dia sempat menginap di rumah Nenek. Baru lah ketika Tante Gua datang dari Bandung dan gantian menemani Gua, Echa mulai bisa membagi waktunya lagi dengan keluarganya di rumah serta mengerjakan tugas kuliahnya. Dan apa yang terjadi memang hampir membuat Gua gila, andaikan tidak ada sosok Echa dan keluarga Gua yang selalu mendampingi.
Setelah Tante Gua menginap di rumah Nenek, dia menyarankan agar Gua di nikahkan dengan Echa, ini bukan pemaksaan melainkan sebuah jalan agar Gua bisa kembali hidup normal. Berbagai pertimbangan pun difikirkan oleh keluarga Gua, dan sudah tentu Ayahanda diberitahukan oleh Om Gua lewat telpon. Akhirnya seluruh keluarga Gua setuju untuk menikahkan Gua dengan Echa, dan keluarga Echa pun dikabari secepatnya, apa yang terjadi ? Bukan main senangnya laki-laki yang berpangkat bintang kerlip engkau disana setelah mendengar kabar bahwa keluarga Gua akan melamar putri tercintanya itu.
Gua pun memikirkan hal ini setelah Nenek menceritakan niatan keluarga untuk menikahkan Gua dengan Echa, lalu setelah Gua menimang-nimang selama beberapa hari, Gua meminta petunjuk kepada Sang Pencipta, apakah ini jalan terbaik untuk Gua dan Echa, dan setelah 'berkomunikasi' dengan Sang Maha Agung, hati Gua mantap untuk menikahi wanita yang selama ini menjadi cahaya dalam hidup Gua. Dia lah yang setia menunggu Gua, setia menemani Gua dan selalu ada untuk Gua. Tanpa mengesampingkan perasaan Nona Ukhti, Gua memohon maaf dalam hati kepadanya, dimanapun dia berada saat itu.
Dan bulan agustus 2007, Gua akhirnya mengucapkan janji suci itu dihadapan Papahnya, tepat di saat kepergian Ayahanda. Menikahi putri tercintanya, menjadikan ia sebagai pendamping hidup Gua.
Apa yang sudah terjadi selama ini kepada Gua tidak pernah bisa Gua lupakan semudah itu. Banyak dan bahkan terlalu banyak kenangan pahit yang Gua alami. Tapi Gua percaya satu hal, Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang beriman kepada-Nya. Salah satu cara Tuhan menolong Gua saat itu adalah dengan menghadirkan sosok Echa, dan Gua sangat berterimakasih, bersyukur akan pemberiannya.
...
...
...
Dua hari sebelum acara resepsi di mulai. Gua bersama istri sedang berada di sebuah gedung megah yang terletak di jakarta. Kami berdua melihat persiapan dan dekorasi yang sedang dikerjakan oleh pihak E.O. Jujur ya, Gua baru sadar ketika itu...
"Cha".
"Ya sayang ?".
"Ini kok berlebihan sih ? Aku baru sadar rasanya terlalu wah untuk sebuah acara resepi loch.. Artis bukan, anggota pemerintah apalagi...", ucap Gua sambil menyapukan pandangan ke seluruh gedung ini.
"Ya alhamdulilah sayang, disyukuri aja, ini rejeki kita dari Papah", jawabnya.
"Papah ? Oh.. Ehm.. Utang dong nih menantunya", ucap Gua kali ini sambil tersenyum lebar.
"Hush.. Enggaklah, Papah gak gitu kok sayang, udah jangan dipikirin ya", balasnya sambil melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Gua.
Ya Gua mengikuti saja kalau mereka maunya begini, toh Gua sebagai pihak laki-laki sudah memberikan seserahan uang, mau di pakai dan jadinya seperti apa ya ngikut aja deh. Cukup gak cukup adanya segitu. Syukur alhamdulilah bener kata istri Gua tadi kalo Papahnya mau membantu. Terima beres aja laki ma.

Selesai melihat dan cek persiapan untuk acara resepsi nanti, kami berdua pun pulang lagi ke kota kami. Sekitar pukul satu siang Gua dan istri sudah sampai di rumahnya. Saat ini Gua berada di rumah mertua, Papah mertua Gua hari ini kebetulan sedang pergi bersama Mamah mertua Gua ke luar kota. Saat itu di rumah ini hanya ada art (asisten rumah tangga) keluarga Echa, supir pribadinya dan satpam rumah.
Suasanya jadi sepi setelah Gua dan Echa melaksanakan shalat dzuhur berjama'ah di mushola halaman belakang. Rasanya mata Gua sudah tidak bisa diajak kompromi, akhirnya Gua memilih naik ke lantai atas, dimana kamar istri Gua berada. Gua tidur siang, sedangkan Echa sedang memasak bersama art nya di dapur.
Mungkin sekitar pukul setengah empat sore Gua baru terbangun ketika sebuah ciuman pada kening ini mulai terasa basah dan turun ke pipi Gua.
"Hai sayang, bangun.. Udah adzan ashar tuh", ucap istri Gua dengan wajah yang sangat dekat dengan wajah Gua.
Lalu Gua mulai mengerjapkan mata dan mulai meregangkan otot tubuh ketika Echa sudah duduk di sisi kasur. Tangan Echa mengusap lembut kening Gua sambil tersenyum.
"Masih pusing ya ?", tanyanya.
"Heu'eum..", jawab Gua.
"Yaudah, duduk dulu ya, nanti kalo udah enakan baru cuci muka, terus wudhu sekalian, kita shalat berjama'ah lagi ya Za", ucapnya sebelum bangkit dari duduk lalu keluar kamar.
Gua hanya mengangguk sebelum dia pergi tadi. Lalu Gua terduduk diatas kasur seraya menyandarkan punggung ke bahu ranjang ini. Gua menyapukan pandangan ke seluruh ruangan kamar, Gua tersenyum ketika melihat foto yang bingkainya berwarna emas terpajang di bagian dinding kamar. Disana, terlihat dua orang manusia yang berlainan jenis, tersenyum satu sama lain, yang lelaki mengenakan jas hitam serta kopiah, sedangkan yang wanita mengenakan kebaya berwarna putih gading dengan rambut yang disanggul. Adegan yang tercetak pada foto tersebut adalah ketika si lelaki mengenakan cincin ke jari manis si wanita.
Gua tersenyum sesaat sebelum pada akhirnya bangun dari kasur dan berjalan kearah luar kamar.
...
Setelah melaksanakan shalat ashar berjama'ah dengan istri, sekarang kami berdua makan bersama di ruang makan rumah mertua Gua ini. Menunya cukup banyak ternyata, ada ayam goreng, sup jamur, ikan goreng, bukan bakar ye Gais
dan kerupuk, duh asyik mantep deh. Btw cape kan baca part pilu terus, mending Gua share yang indah dan bahagia aja deh ya, apalagi ini malam minggu kan 
Yang namanya pengantin baru itu pasti lagi mesra-mesranya, apalagi ini Echa yang jadi istri Gua, belum pernah kami pacaran selama ini, ehm.. Sorry bukan maksud apa-apa ini, udah berapa kali dirinya menyatakan perasaan kepada Gua yang ujungnya selalu Gua tolak. But here we are now, a couple for life.
Balik ke meja makan, Istri Gua itu benar-benar menjaga bentuk badannya, makannya teratur dan asupannya selalu bergizi, dalam artian dia memang pemilih untuk makanan yang dia konsumsi. Apalagi soal porsi, Echa tuh tidak pernah makan berlebihan, porsinya sedikit, kecuali khilaf menyendok lauk. Seperti halnya yang terjadi saat ini. Ketika dia lupa terlalu banyak mengambil nasi dan lauk pada piring makanannya sendiri, Gua lah yang menjadi tempat terakhir sebagai 'pembuangan' sisa makanannya yang tidak habis itu.
"Sayang, aku kebanyakan nih ngambil makannya...", rajuknya dengan wajah memelas.
"Kan.. Kebiasaan sih, suka ngambil lauk ini itu.. Taunya gak abis", jawab Gua sambil melirik ke piring makannya.
"Lupaaa.. Nanti mubazir kalo dibuang",
"Abisin ya sayang.. Ya ya ya ya ya...?", godanya lagi kali ini sambil melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Gua.
"Huuuffftt... Iya iya iyaaa..", jawab Gua sok-sok males.
"Ih harus ikhlaaaasss.. Kan kalo aku kebanyakan makan terus gendut, kamu juga yang rugi",
"Entar kamu gak cinta lagi sama aku, hayoo..", godanya lagi dan lagi.
"Adaaaa... aja alesannya",
"Iya sini suapin aja akunya..", jawab Gua mengiyakan permintaanya.
Istri Gua pun akhirnya tertawa pelan merasa menang setelah menggoda Gua, dan ya, akhirnya Gua benar-benar menghabiskan sisa makanannya itu, tentunya dia yang menyuapi Gua.
Perut Gua sudah terisi amunisi penuh, kayaknya cacing di dalam sana pun tidak kuat menghabiskan makanan yang Gua telan. Gua berjalan kearah halaman belakang rumah, duduk di dalam gazebo beserta secangkir kopi hitam yang siap menemani sang racun. Cuaca sore itu cerah, agustus yang cerah tahun ini. Semilir angin yang menyapa halaman belakang rumah yang asri ini benar-benar terasa mendamaikan hati Gua, apalagi dengan adanya seorang bidadari dunia yang sedang berjalan kearah Gua. Lengkap sudah kebahagiaan Gua saat itu.
"Ngerokok lagi..", Echa duduk di depan Gua.
"Hehehe.. Abis makan kan sayang", jawab Gua beralasan.
"Jangan keseringan ngerokok ya Za, gak ada bagusnya untuk kesehatan kamu".
"Iya sayang hehehehe..".
"Ganti sama permen kan bisa tuh".
"Ah gak enak, penyakit gula nanti".
"Ngerokok lebih bahaya. Paru-paru, serangan jantung.. Dan parahnyaaaa... Impotensi loch Za!", ucapnya kali ini sambil menekuk satu jari telunjuknya di hadapan wajah Gua.
Jiiiirrr.. Males amat yang terakhir

"Iya iyaaa... Haduuuh ribeut dah ah", Gua pun jadi sewot sendiri mendengar ucapan istri Gua yang menakuti Gua itu.
Echa hanya tersenyum kepada Gua lalu kedua tangannya ditaruh di atas meja gazebo yang berbahan kayu jati ini.
"Aku sayang sama kamu, makanya aku cerewet, kalo gak gitu, siapa lagi yang ingetin kamu", ucapnya kali ini dengan nada yang lembut.
Gua akhirnya tersenyum sambil menganggukkan kepala kepada Echa, istri Gua yang cantik dan cerewet. "Makasih ya istri kuuuu...", jawab Gua sambil mencubit pelan hidungnya.
"Uuuhh sakiitt tauuu..", ucapnya manja.
Pacaran mulu ente Gan, buruan nikah, kelamaan pacaran emangnya kredit rumah apa ampe taonan. BeHahahahaha

"Eh iya Za, aku mau nanya, tapi kamu jangan marah ya", ucap Echa sedikit serius kali ini.
"Heum.. Mau nanya apa ? Masa aku marahin kamu hahaha", jawab Gua santai.
"Nanti kalau udah empat puluh harinya Ayah kamu, kita bulan madu ya..", ucapnya dengan nada suara yang sangat terdengar hati-hati.
Gua mengerenyitkan kening menatap istri Gua itu, lalu tersenyum lebar sambil mengucek-ucek rambut depannya.
"Hahaha.. Dasar, masa aku marah sih sayang cuma karena kamu minta bulan madu aja", jawab Gua seraya tertawa,
"Ya hayu aja, kamu mau kemana emangnya ?", tanya Gua lembut.
"Mmm.. Kalo ke itali gimana ?".
"Weh.. Gak kira-kira kamu, ngajakin miskin apa ?", Gua cukup terkejut mendengarnya.
"Hehehe... Gak mau ya.. Yaudah kalo gitu ke singapore aja ya", jawabnya lagi sambil mengedipkan matanya.
"Hahaha, kamu tuh lucu, awalnya minta ke itali, eh ujungnya yang deket juga, hahaha... Bali aja sih lebih murah", ucap Gua sambil menggelengkan kepala dan tertawa.
"Huuu.. Abisnya kamu bilang kemahalan, yaudah yang deket aja. Tapi jangan Bali, singapore aja ya ya ya ya yaa..", pintanya manja kali ini.
"Iya iya, nanti aku urus paspor dulu kali gitu, kalo kamu enak udah punya kan, eh masih aktif gak ?".
Echa mengangguk cepat seraya tersenyum. "Iya masih, nanti yang kamu dokumen persyaratannya kasih ke aku aja, minta tolong ajudanannya Papah biar cepet beres paspornya ya", jawabnya antusias.
Gua mengangguk lalu meneguk secangkir kopi hitam manis yang sepertinya bertambah manis karena ada wanita eh bukan, bidadari cantik dan manis dihadapan Gua itu. Indahnya hidup setelah apa yang Gua lalui beberapa bulan lalu benar-benar tidak terfikirkan oleh Gua. Sekarang disinilah Gua berada, menjadi seorang suami dari seorang wanita yang berhati mulia, yang bisa menerima Gua apa adanya, yang mengerti kondisi psikologi Gua saat terpuruk beberapa bulan lalu. Echa yang selalu ada di dalam hati Gua. i love you sayang...
Diubah oleh glitch.7 13-05-2017 19:25
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..


(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
