Setelah semua siap, kami bertiga pergi menuju rumah Zee. Setibanya kami disana, aku melihat suasana rumah sangat sepi. Kami bertiga turun dan berjalan menuju pintu rumahnya. Perlahan aku mengetuk pintunya. Setelah beberapa ketukan, tak ada jawaban. Aku mulai berfikir bahwa rumah ini benar-benar sudah dikosongkan.



Aku: Yaudah, lain hari mungkin kita cari lagi. Waktu menunjukkan jam 12 siang. Kami bertiga shalat dzuhur di masjid setempat. Setelah itu, aku terus berfikir kemana lagi aku harus mencari Zee. Kami semua telah kehabisan akal, karena Zee sepertinya tak mudah menceritakan kesehariannya pada orang lain. Aku belum mengenal Zee lebih jauh lagi. Jika aku mengenalnya, mungkin saja aku tahu dimana ia berada. Jam 1 siang, aku mengantarkan Anna ke bandara bersama bang Baron tentunya. Karena sore ini kami akan tetap melakukan pencarian. Tibalah kami di Bandara 30 menit sebelum pesawat tiba. Sementara aku mengantar Anna, bang Baron menunggu kami di mobil.




*Beberapa saat kemudian




Anna pergi menuju pintu pesawat meninggalkan lambaian tangan dan ucapan selamat tinggal. Entah mengapa, perpisahan kali ini berat buatku. Seperti akan ada sesuatu yang terjadi pada kami berdua. Mungkin aku terlalu mengkhawatirkan karena perjuanganku sudah sejauh ini dengan Anna. Mungkin juga ini adalah perasaan takut dimana aku dan Anna sedang dalam perjalanan menuju sebuah titik kebersamaan. Aku kembali ke mobil



Hari-hari berlalu. Aku kuliah pagi ini. Saat jam istirahat, seperti biasa Sari mengunjungiku untuk memberiku makan siang.



Kami berjalan, Sari terus menerus menanyakan ada apa dengan Zee namun aku sendiri bingung bagaimana harus menjawabnya. Aku bertanya pada setiap orang yang ada, apakah jurusan Psikologi ada kelas atau tidak. Kebetulan hari ini mereka ada kelas namun selesai pada jam 3 sore. Aku dan Sari kembali ke fakultas kami untuk melanjutkan kuliah. Dikelas, aku terus memikirkan keadaan Zee. Dimana dia sekarang, apakah dia baik-baik saja?



Sepulang kuliah, aku janjian dengan Sari. Aku menanyakan kepada beberapa mahasiswa, akhirnya kami menemukan yang ternyata dia adalah mahasiswa dari jurusan Psikologi. Sebut saja namanya Linda



Akupun pergi. Sesaat kumelangkah menuju pintu depan, aku menyadari bahwa Sari tidak ada. Aku menolehternyata ia sedang berlari ke arahku.



Kami berdua pulang kerumah. Tentu dengan pikiranku yang penuh tanda tanya. Aku terus melakukan pencarian, mulai dengan bertanya pada beberapa temannya, dan aku juga meminta tolong pada mereka untuk mengabariku jika mereka melihat Zee


Seminggu setelah mendengar hilangnya kabar dari Zee, aku masih belum dapat menemukan apapun. Aku mulai putus asa, namun aku tahu bahwa Anna menginginkan agar aku mencari Zee. Entah apa tujuannya, aku menghargainya karena Zee juga merupakan teman Anna. Aku mendapat telefon dari bang Baron



2 hari kemudian, sepulang kuliah aku menemui bang Baron perihal pekerjaan yang akan aku emban nantinya. Singkat cerita bang Baron sudah mengantarkanku ke tempat temannya itu. Aku langsung bekerja di hari itu. Jam kerjaku selama 8 jam normalnya dan ini dibagi kedalam tiga shift. Hari ini aku masuk shift pagi karena tak ada kuliah juga. Rencananya sore ini aku akan mencoba datang kembali ke rumah Zee



Kerjaan ini sedikit mudah, aku hanya menunggu para emain jika ada yang memesan makanan, maka aku langsung mengantarnya. Tau lah gimana jadi OB. Pagi ini belum terlalu banyak yang main, jadi aku juga tak terlalu sibuk. Kebanyakan yang main disini adalah orang tua, mungkin karena masih pagi. Ada juga mahasiswa yang sepertinya sedang sibuk mengerjakan tugasnya.


*Sekiiip


Sepulang kerja, aku pergi ke kosan Baron dulu untuk menemuinya. Tapi sayangnya ia sedang tidak ada. Ia sedang lembur kerja. Sore itu aku langsung berangkat pula ke rumah Zee berharap ada seseorang disana. Setibanya disana, aku membuka pintu pagar dan masuk, kemudian mengetuk pintu rumahnya. Tak ada jawaban setelah aku menunggu kurang lebih 30 menit. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Jam 7 malam selesai mengajar, aku mendapat telefon dari seseorang, dia adalah Linda



Aku langsung menyalakan motorku dan berangkat menuju kafe yang dimaksud Linda. Dengan kecepatan sedikit tinggi akhirnya aku tiba. Linda menyuruhku untuk menunggu di depan pintu masuk kafe. Tak lama kemudian dia datang.



Linda menarik tanganku, kemudian aku melihat empat orang sedang duduk di ujung meja. Lagi-lagi aku melihat om itu dan ibunya Zee, namun kali ini ada seorang lelaki yang entah siapa itu, dan mereka sedang mengobrol bersama.