Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#3109
PART 43


Gua mulai bercerita kepada Bianca, ketika kejadian pada saat setelah Gua dan dia clubbing di tempatnya perform. Gua ceritakan semuanya tanpa sedikitpun Gua tutupi, dari mulai kedatangan teman kampus Dewa yang mengabadikan kejadian ciuman hingga berakhir di RS karena sebuah tembakkan dari pacar Gua. Bianca jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dan yang menjadi pertanyaannya adalah, kenapa sampai emosi Gua meledak karena ucapan Dewa hingga berani menakutinya dengan sebuah granat non-aktif. Tentu Gua tidak bisa menceritakan kenapa Gua tersulut emosi karena kalimat "Ibu" yang diucapkan Dewa menjadi pemicunya.

"Za, Gue.. Gue. Minta maaf", ucapnya setelah mendengar cerita Gua dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Ka', ini semua bukan salah Lu, toh Gua juga yang memulaikan", ucap Gua.

"Tapi kenapa Lo gak cerita sama Gue ? Harusnya Lo langsung cerita ke Gue Za kalo ternyata Siska udah tau kejadian di club itu", balasnya dengan nada emosi.

"Emangnya Lu mau kena labrak sama Siska ?", tanya Gua.

"Kalo emang dengan dia ngeluapin emosinya ke Gue bisa buat dia ngerti kenapa enggak ? Walaupun kita berdua salah dan belum tentu bisa ngebalikin hubungan Lo sama Siska, tapi Gue bisa ngomong sama dia Za!",
"Seenggaknya Gue bisa jelasin ke Siska Za! Gue gak suka cara Lo yang ngadepin semua ini sendiri!", Bianca benar-benar marah kali ini.

"Ka', sabar dulu, Eza juga belum selesai cerita.. Lagian hal yang membuat Eza putus dengan Siska bukan karena kalian berdua ciuman di club itu", sela Kinan kali ini.

"Maaf, tapi Gue perlu ngomong juga sama Siska, untuk minta maaf sama dia", jawab Bianca kepada Kinan.

"Dia udah gak masalahin soal hubungan kita Ka', sekarang Lu gak perlu nyalahin diri Lu sendiri karena putusnya hubungan Gua sama Siska", timpal Gua.

"Terus karena dia nembak Lo kalian putus ?", tanyanya lagi.

Gua kembali mengeluarkan batang rokok kedua dan mulai membakarnya. Memikirkan kejadian yang sudah Gua lewati. Memilih darimana Gua harus menceritakannya kepada Bianca. Dan apakah Gua perlu menceritakan semuanya kepada Bianca...

"Za, aku rasa gak masalah kamu ceritain semuanya sama Bianca..", ucap Kinan meyakinkan Gua.

Lalu dengan dukungan Kinan, Gua mulai bercerita lagi kepada Bianca setelah menghembuskan asap rokok yang sebelumnya Gua hisap dalam-dalam.

.
.
.
.
.
.

Desember 2006.

Gua diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 5 hari di RS. Dengan segala apa yang sudah terjadi dan perlakuan Gua yang sangat keterlaluan di mata semua orang, terutama di komplek rumah Nenek, membuat keluarga Gua berpikir kalau sebaiknya Gua diberikan pendidikan agama yang lebih dalam, agar bisa menahan emosi. Apalagi kalo bukan pesantren. Gagasan tersebut diungkapkan oleh Nenek juga Om Gua.

Stress rasanya kalau sampai benar Gua masuk pesantren, takut ? Ya takut terkekang dan tidak bebas, bukan soal bebas berprilaku buruk, tapi bebas menjalani keseharian Gua. Gua tidak mau kalau sampai harus nyantri. Jelaslah Gua menolak mentah-mentah, dan Gua menceritakan ulang kejadian kenapa Gua sampai gila harus memberikan pelajaran untuk Dewa kepada Om dan Nenek. Tapi rasanya semua itu percuma, mereka tetap menginginkan Gua belajar di pesantren.

...

Setelah kejadian itu, Gua belum masuk kuliah sama sekali, sudah satu minggu lamanya Gua bolos. Gua kabur dari rumah dan tidak tinggal juga di kost-an. Dimana Gua berada ? Gua berada di apartemen Tante Gua, Kinanti.

Gua ceritakan semua permasalahan yang terjadi antara Gua, Mba Siska dan Dewa kepada Kinan. Jangan tanya gimana terkejutnya dia setelah mendengar semua cerita Gua. Setelah semuanya Gua ceritakan kepadanya, Kinan jelas meminta Gua untuk tidak kabur dari rumah, dan jelaslah Gua tolak permintaannya.

"Aku gak mau kalau sampai harus mondok Kak!", sentak Gua kepada Kinan.

"Za, apa salahnya sih ?!",
"Ini kan demi kebaikan kamu juga!", jawab Kinan tak kalah emosi.

"Aku kesini untuk minta tolong sama kamu Kak, tapi kamu malah dukung keluarga aku!", balas Gua sambil bangun dari bangku dan menuju ke balkon kamar apartemennya.

Gua membakar sebatang rokok, lalu menyandarkan tangan ke railing balkon, memandangi jalan raya ibu kota yang penuh dengan kendaraan di malam hari.

"Za..", Kinan menghampiri Gua,
"Kamu inget kejadian di sekolah dulu ?",
"Waktu kamu dicari sama orang suruhan keluarga Nindi ?", ucapnya setelah berdiri disamping Gua,
"Akhirnya gimana ? Kacau semuanya kan ?".

Gua menundukkan kepala dan ucapan Kinan membuat memori di otak Gua mengingat kembali kekacauan yang terjadi 2 tahun lalu. Gua menghirup udara dalam-dalam, lalu melepaskannya perlahan, Gua menengok kepada Kinan yang sedang menatap Gua.

"Maaf Kak, aku gak bisa..",
"Aku gak bisa ngikutin mau Nenek dan Om aku..".

Kinan memejamkan matanya sebentar, lalu kembali membuka matanya, tangan kanannya memegang bahu kiri Gua.

"Za, sekarang kamu mau gimana ? Lari terus ? Pergi ?", tanyanya.

Gua membuang muka, menatap ke jalanan dibawah sana. "Aku enggak tau, cuma satu hal yang aku mau saat ini..", ucap Gua.

"Hal apa ?".

"Aku harus temuin Siska".

...

Keesokan harinya Gua terbangun di pagi hari. Gua bangun dari kasur, lalu keluar dari salah satu kamar dan melihat Kinan sedang memasak sarapan (Apartemen Kinan memiliki 2 kamar tidur). Gua menuju kamar mandi di dekat dapur dan membasuh muka, lalu keluar lagi. Gua hampiri Kinan yang masih asyik memasak mie goreng.

"Sarapan dulu ya Za..", ucapnya sambil tetap memasak.

"Iya, makasih Kak..", jawab Gua.

Kemudian Gua mengambil gelas dan membuka kulkas, Gua ambil satu botol air mineral dan menuangkannya ke gelas. "Ka, kamu kuliah hari ini ?", tanya Gua setelah meneguk habis segelas minuman.

"Iya Za, hari ini aku kuliah..",
"Kamu sendiri yakin hari ini mau nemuin Siska ?", tanyanya sambil memindahkan mie dari wajan ke piring.

"Yakinlah Kak, mau kapan lagi aku bisa ketemu dia ?", ucap Gua.

"Hmm.. Ya mudah-mudahan dia gak jadi di pindahin Za..", jawab Kinan sambil berjalan ke arah Gua, kemudian duduk di samping Gua.

"Makasih Kak..", ucap Gua setelah menerima sepiring mie goreng yang ia berikan,
"Menurut kamu, gak mungkinkan dia udah dipindah ? Masa iya sih secepat ini...", Gua mencoba meyakinkan diri kalau Mba Siska masih bekerja di kantornya yang sekarang.

"Aku gak paham ya soal pindah tugas kayak gitu..",
"Cuma kalo kata aku sih kayaknya dia belum pindah Za, apa yang kamu bilang masuk akal kok.. Gak mungkin secepat itu dia udah pindah, seenggaknya butuh proses kan..", jawabnya meyakinkan harapan Gua.

Pagi ini Gua berangkat ke kantor Mba Siska sekitar pukul 7 pagi. Kinan saat itu belum berangkat kuliah karena jadwalnya mulai pukul 9. Gua menggunakan motor melintasi jalan raya ibu kota yang sudah padat kendaraan, sekitar pukul setengah 8 Gua sampai di depan kantornya, berharap dia belum sampai di kantor, Gua parkirkan motor di sebrang kantornya lalu menyebrang jalan dan menunggu di dekat warung persis di samping kantor Mba Siska. Keberuntungan hari ini masih memihak Gua, 15 menit menunggu sebuah mobil crv masuk ke dalam kantor, Gua pun segera membayar kopi yang Gua pesan lalu bergegas masuk kedalam kantor itu. Saat melintasi pos jaga, Gua sempat di tanya hendak kemana dan ada keperluan dengan siapa. Mau tidak mau Gua jujur saja untuk bertemu Mba Siska, salah satu anggota yang baru saja masuk dengan menggunakan mobil crv, setelah diberikan izin, Gua kembali berjalan lebih kedalam, ke area parkiran mobil yang berbeda dengan di area depan kantor ini.

Gua melihat Mba Siska baru saja mengunci mobilnya dan berjalan ke salah satu gedung di bagian dalam, Gua berlari kecil menghampirinya dari arah belakang.

"Mbaa.. Mba Siska", panggil Gua.

Mba Siska menengok kebelakang.

"Eza!", ucapnya kaget.

Gua berjalan hingga berdiri tepat di hadapannya dengan jarak kurang dari 2 meter. Mba Siska masih terkejut menatap Gua. Lalu Gua pegang tangan kirinya.

"Mba, maafin aku..", ucap Gua,
"Aku perlu ngomong sama kamu Mba..".

Kedua bola matanya mulai berkaca-kaca, tangan kiri pada genggaman tangan kanan Gua sedikit bergetar. Sebelum airmatanya terjatuh, dia buru-buru mengendalikan diri.

"Za, aku ada kerjaan hari ini.. Kita gak bisa ngomongin semuanya disini", ucapnya sedikit terbata.

"Iya aku paham Mba, tapi aku coba hubungin kamu selama ini dan nomor hp kamu gak pernah aktif..".

"Maaf Za, aku ganti nomor..",
"Ini, kamu catet nomor hp ku yang baru", ucapnya seraya mengeluarkan hp dari tas kerjanya.

Gua pun mengeluarkan hp dan mulai menuliskan angka pada layar hp untuk kemudian menyimpan nomor hp barunya.

"Za, aku harus kerja sekarang, aku janji nanti sore kita ketemu ya", ucapnya setelah Gua menyimpan no.hp nya.

"Janji ya Mba.. Kamu gak akan pergi lagi sebelum kita omongin semuanya...", ucap Gua penuh harap.

"Iya.. Aku janji..", jawab Mba Siska seraya menggenggam erat tangan kanan Gua lalu tersenyum.

Tidak lama kami mengobrol disini, karena sebentar lagi dia harus ikut upacara, belum ditambah banyaknya rekan kerjanya yang mulai keluar dari beberapa ruangan dan menuju lapangan. Sebenarnya Gua tidak enak sampai menemuinya di kantornya seperti ini, tapi Gua tidak ada pilihan lain, dan Gua bersyukur hari ini masih bisa menemuinya. Selesai bertemu Mba Siska secara singkat, Gua pun kembali keluar kantornya dan menggeber si RR untuk menuju kota sebelah.

Hari ini Gua memang sudah berniat untuk mencoba menyelesaikan sedikit masalah. Setidaknya untuk orang terdekat Gua, bukan masalah pribadi sendiri dengan keluarga. Sekitar hampir 1 jam lamanya Gua berkendara, akhirnya Gua sampai di salah satu universitas negeri. Gua tidak tau gedung fakultasnya berada di sebelah mana, jadi saat itu Gua menanyakan letaknya ke pos satpam, setelah mendapatkan informasi dan petunjuk arah yang cukup membingungkan, Gua pun melajukan si RR untuk masuk lebih dalam ke area kampus ini.

Gua mengikuti jalan di dalam kampus untuk menuju ke salah satu gedung fakultas. Beberapa gedung fakultas sudah Gua lewati tapi Gua belum sampai di gedung yang Gua tuju, mungkin lebih tepatnya belum ketemu. Semakin lama Gua mengitari area kampus, semakin banyak orang-orang yang melintas, dari mulai pejalanan kaki yang bukan mahasiswa karena pakaiannya mengenakan pakaian olahraga, sampai ke ibu-ibu yang mengajak anaknya bermain di area kampus. Bebas ya ini kampus, siapa saja boleh bermain di dalamnya.

Tidak lama kemudian, Gua harus benar-benar menghentikan si RR karena Beberapa mahasiswi menyebrang dari arah kanan ke kiri, melintasi jalanan yang Gua lalui. Saat keempat mahasiswi itu menyebrangi jalan tepat di depan Gua. Mata ini tertuju ke salah satu mahasiswi, seorang perempuan yang mengenakan kaos putih yang dibalut lagi dengan almamater khas kampus ini dan celana jeans biru laut serta tas selempang berwarna coklat yang melingkar pada tubuhnya itu membuat Gua terpaku sesaat ditengah jalan, sampai pengendara motor di belakang Gua memberikan klakson agar Gua kembali jalan. Gua tersadar lalu buru-buru menjalankan si RR ke pinggir dan memarkirkannya. Gua turun dari motor lalu membuka helm full face dan menaruhnya di atas stang motor.

Gua berlari kecil menghampiri keempat mahasiswi tadi.

"Ka..".
"Ka Nindi", panggil Gua seraya berteriak kecil.

Salah satu dari perempuan itu menghentikan langkahnya dan menengok kebelakang. Seorang perempuan yang dulu pernah dekat dengan Gua sekaligus menjadi kakak tiri Gua itu kini berada di hadapan Gua. Wajahnya semakin cantik dan manis. Tubuhnya sudah bertambah tinggi dari terakhir kami bertemu beberapa bulan yang lalu.

"Eza ?!", ucapnya tak kalah kaget dengan Gua.

Gua tersenyum kepadanya. Lalu Gua kembali berjalan untuk mendekatinya lagi. "Ka.. Apa kabar ?", tanya Gua.

"Eh, euu.. Alhamdulilah baik.. Kamu.. Kamu gimana kabarnya ?", tanyanya balik.

"Alhamdulilah baik Kak", jawab Gua.

Lalu salah satu dari ketiga temannya mengingatkan Nindi untuk segera masuk kelas, karena perkuliahan mereka akan segera dimulai. Nindi menghampiri teman-temannya lalu tidak lama kemudian dia kembali mendekati Gua setelah ketiga temannya tersenyum melihat kami berdua dan pergi ke arah gedung fakultas.

"Za, kita ngobrol di sana aja ya..", ucap Nindi menunjuk taman di dekat sini.

"Loch ? Kamu enggak kuliah ? Itu teman mu pada masuk kan ?", tanya Gua.

"Udah lama juga gak ketemu kamu kan.. Jadi gak apa-apa kalo sekali-sekali bolos, hihihihi...".

Gua menggelengkan kepala sambil ikut tertawa. Lalu kami berdua berjalan ke taman di dekat sini dan duduk di salah satu bangku taman.

Nindi yang terkahir kali bertemu dengan Gua sekitar 5 bulan yang lalu di rumahnya di daerah Jakarta, kini sudah banyak berubah, lebih dewasa penampilannya, walaupun Gua tau dari dulu dia memang sangat dewasa. Tapi tentu ada perubahan yang baru Gua lihat karena sudah lama tidak bertemu. Kami memang jarang berkomunikasi bahkan tidak pernah setelah terkahir kali kami bertemu dulu. Sekarang di sini lah kami, duduk bersebelahan di sebuah taman kampus dekat gedung fakultasnya.

"Kamu kemana aja Za ?", tanyanya seraya menengok kepada Gua yang duduk di sebelah kirinya.

"Ada Kak, cuma rasanya ada banyak hal yang terjadi beberapa bulan terakhir ini..", jawab Gua sambil menatap taman bunga di tengah taman.

"Za",
"Cerita sama aku..", ucapnya dengan tersenyum seraya menaruh tangan kanannya ke bahu kiri Gua.

...

Satu jam kurang Gua menceritakan hal-hal yang sudah Gua lalui selama 5 bulan terakhir ini kepada Kakak tiri Gua. Dan sepertinya dia sudah hafal dengan karakter Gua karena kejadian yang pernah kami alami di masa SMA dulu, jadi Gua yakin dia tidak terlalu terkejut.

"Za.. Rasanya hidup kamu selalu penuh dengan kejutan ya", ucapnya setelah Gua bercerita.

"Kejutan yang gak pernah aku inginkan Kak.. Aneh rasanya, semuanya terlalu cepat Kak untuk anak seusia aku", jawab Gua.

"Tapi kamu masih bertahan kan, kamu kuat seperti biasanya, aku yakin kamu bisa melalui semuanya Za...", ucapnya lagi.

"Aku gak tau.. Sekarang satu perempuan sampai harus menerima akibatnya", jawab Gua.

"Siska ?".

Gua mengangguk pelan.

"Za, setelah denger semua cerita kamu, gak ada pilihan lain selain kamu nemuin Echa.. Kalau aku liat, karir Siska sekarang bergantung sama Papahnya Echa kan ?", tanya Nindi.

"Iya, makanya aku ke sini Kak..", jawab Gua.

"Loch ? Maksud kamu ?",
"Echa kuliah di sini juga ?", tanya Nindi terkejut kali ini.

"Iya, tapi beda fakultas sama kamu".

"Kamu tuh ya, jelek banget tau gak jaga silaturahmi sama aku dan keluarga aku semenjak Mamah meninggal",
"Dari terakhir kita ketemu di rumah pas aku kasih wasiat Mamah, kamu malah ilang gak ada kabar sama sekali, di sms sama telpon gak pernah dibales malah gak aktif nomornya..", ucapnya.

"Maaf Kak maaf banget ya..", sesal Gua menyadari kesalahan yang tidak bisa menjaga hubungan silaturahmi diantara kami.

"Udah ya, kita kan sama-sama udah lupain kejadian yang lalu.. Sekarang..",
"Aku ini kakak kamu, walaupun cuma tiri",
"Apapun yang terjadi sekarang, kamu gak boleh menanggungnya sendiri Za, jangan anggap aku orang lain ya..",
"Gak ada manusia yang bisa menyelesaikan masalahnya sendirian, kita pasti butuh bantuan orang lain, dan terutama Tuhan..", ucapnya sambil memegang punggung tangan kiri Gua.

Gua tersadar oleh segala ucapannya, apa yang Kakak tiri Gua katakan itu benar adanya. Selama ini Gua terlalu egois, Gua buta bahwa banyak orang yang bisa mendukung Gua, menyemangati Gua dan berada di saat Gua terjatuh. Mereka ada di sekitar Gua tapi Gua tidak pernah menyadarinya. Gua bukanlah pahlawan yang mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan masalah seorang diri. Bahkan super hero dari marvel sekalipun bergabung dalam Avengers untuk melawan musuh-musuhnya. Behahaha!

...

Pada akhirnya Gua diantarkan Nindi ke gedung fakultas Echa. Setelah sampai di depan gedung, Gua kembali mencoba menelpon Echa dan mengirimkan pesan, tapi nomor hpnya tidak aktif. Nindi akhirnya meminta Gua untuk sabar, siapa tau Echa masih ada mata kuliah. Gua dan Nindi sekarang berada di kantin. Sekedar mengganjal perut dengan camilan plus segelas kopi panas sambil menunggu Echa. Di sini kami kembali mengobrol, tapi kali ini Gua yang banyak bertanya mengenai kehidupannya sekarang. Dari ceritanya, Gua mengetahui kalau kakak tiri Gua ini sudah memiliki kekasih yang statusnya seorang pegawai kantoran. Papahnya alhamdulilah masih dalam kondisi sehat, kemudian Dian, adiknya yang pertama itu bersekolah di Jakarta dan terakhir, adik bungsunya juga sudah mulai beranjak dewasa.

Lama kami mengobrol sampai Gua lihat jam pada pergelangan tangan kiri sudah menunjukkan pukul 11 siang. Saat itu kami melihat kantin ini mulai penuh dengan banyaknya mahasiswa/i yang mulai berdatangan untuk makan siang.

Salah satu dari banyaknya kerumunan para mahasiswa/i di kantin ini membuat Nindi menyapukan pandangannya ke sekitar, lalu dia memicingkan matanya dan menggoyangkan tangan kanan Gua yang berada di atas meja.

"Za.. Itu Echa bukan ya ?", ucapnya.

Lalu Gua menengok ke belakang, mencari seseorang yang kami tunggu. Tapi Gua belum melihat sosok Echa dari banyaknya orang di sekitar kami.

"Mana Kak ? Enggak ada ah..", ucap Gua tanpa melepas pandangan ke sekumupulan orang di kantin.

"Ituu.. Yang deket outlet burger.. Yang pakai sweater hitam sama tas putih..", jawab Nindi.

Gua kembali mencari Echa dengan petunjuk yang dikatakan Nindi dan benar rupanya, perempuan yang Nindi lihat adalah Echa. Gua pun berdiri dan mengajak Nindi untuk berjalan menghampiri Echa di dekat outlet burger.

"Teh.", panggil Gua setelah berada di belakang Echa bersama Nindi.

"Loch Eza ? Kok ada di sini ?", tanyanya terkejut setelah melihat Gua, terlebih bersama Nindi.
"Kak Nindi ?".

"Teh, ada yang perlu kita omongin, ini penting soal Siska..", ucap Gua to the point.

Echa nampaknya paham dengan apa yang Gua inginkan, lalu kami bertiga keluar dari kantin ini menuju ke area parkiran mobil. Echa memilih membicarakan semuanya di salah satu restoran sekalian makan siang. Alhasil kami bertiga masuk ke dalam mobil Echa, Gua yang mengemudikan mobil, Echa duduk di jok samping kemudi, sedangkan Nindi duduk di jok belakang. Gua arahkan mobil ke salah satu resto setelah keluar dari area kampusnya.

...

"Jadi aku cuma minta satu hal Teh..", ucap Gua setelah kami bertiga selesai menghabiskan makanan,
"Tolong kamu bantu Mba Siska agar gak di pindahkan...", ucap Gua.

Echa menatap Gua dengan ekspresi datar, Gua tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya saat ini.

"Kenapa Za ?",
"Kenapa kamu belain dia setelah apa yang kamu terima ?", tanyanya.

Gua memundurkan tubuh dan menyandarkan punggung ke bahu kursi, Gua mengeluarkan sebungkus rokok dan mulai membakarnya.

"Dari awal ini semua salah aku Teh..", ucap Gua setelah menghembuskan asap rokok,
"Tindakan dia bukan tanpa alasan, aku yakin.. Coba kamu pikir, apa mungkin dia gak terkejut setelah apa yang aku lakuin di malam itu di rumah Dewa ?", lanjut Gua lagi.

"Dan tindakan dia karena naluri profesinya ? Iya ? Itu yang kamu maksud ?", tanya Echa lagi.

Gua menghisap rokok dalam-dalam, lalu menghembuskannya lewat hidung, Gua menatap ke piring kotor bekas makan tadi.

"Za, sekalipun dia punya wewenang untuk itu, bukan berarti dia bisa seenaknya... Apa dia gak mikir kalo pelurunya bersarang ke jantung kamu ? Atau ke kepala kamu ?",
"Dia gak mikir juga kalo siapa yang dia tembak Za ? Pacarnya sendiri".

"Tapi pasti dia punya alasan kuat ngelakuin itu Teh.. Kamu denger sendiri ceritanya dari Rekti kan ? Aku lempar granat ke rumah Dewa".

Echa menggelengkan kepalanya lalu memutar gelas yang ada di depannya.

"Aku fikir dia kenal kamu lebih dari apa yang aku tau", ucapnya lagi.

"Maksud kamu ?", tanya Gua.

Echa mendengus kasar. Lalu menatap Gua lekat-lekat. "Ternyata dia gak cukup tau isi hati kamu..", ucapnya seraya memajukan tubuhnya ke depan. "Seperti aku tau segala emosi yang ada di dalam hati kamu Za..".

Gua terdiam mendengar jawabannya itu. Nindi menatap Gua dari samping kanan, Gua menengok kepadanya. Lalu Gua lihat Nindi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sekali.
dany.agus
fatqurr
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.