Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
#2980
PART 41


Salah satu kebahagiaan dalam hidup adalah sebuah pernikahan. Ya Gua yakin akan hal itu. Ikatan suci yang diikat oleh janji kepada orangtua, keluarga, orang yang kita nikahi dan tentu saja Sang Maha Pencipta. Tidak mudah menjalaninya, karena janji terhadap Tuhan itulah yang harus kita jaga, mencoba bertahan dalam setiap godaan dan cobaan yang menerpa dalam bahtera rumah tangga. Menuntun keluarga ke jalan yang baik dan benar. Selalu mawas diri dan memegang teguh segala firman-NYA yang tertuang dalam kitab suci.

Kesedihan dalam hidup. Salah satunya adalah ditinggalkan oleh orang tercinta, bisa kekasih, sahabat ataupun keluarga. Dan Gua pernah mengalami, jauh sebelum umur Gua menginjak dewasa. Ibu, dia salah satu orang tercinta yang pergi meninggalkan Gua ketika masih kanak-kanak, kemudian pergi untuk selama-lamanya ketika Gua sudah masuk masa remaja. Kemudian Dini, mantan kekasih Gua saat di SMP dulu, lalu sahabat Gua di masa SMA, Topan. Itu semua meninggalkan luka yang cukup dalam bagi Gua, bukan perkara mudah membangkitkan kembali setiap kenangan pahit yang pernah Gua alami.

Dan sepertinya...

Sang maut bersama aura duka dalam dirinya masih senang menyapa jiwa Gua...

.
.
.
.
.

Untuk jiwa-jiwa yang pergi... Untuk semua yang sudah terlewati... Bahagialah kalian disana. Semoga amal ibadah kalian diterima oleh Sang Pencipta dan diampuni segala dosa-dosanya. Aaamiin Yaa Robbal'alamiin.


***


Satu minggu setelah fitting baju.

Di hari minggu pada bulan agustus - pukul 8.15 pagi.

Gua menghela napas pelan, kepala Gua tertunduk, suara Gua tercekat, sulit rasanya mengucapkan kalimat dari mulut ini.

"Nak, jangan dilanjutkan, kita undur dulu saja", ucap seorang penghulu kepada Gua.

Gua mendongakkan kepala dan menatapnya.

"Za, kamu sudah dua kali gagal mengucapkan Qobul.. Kita undur saja ya Za, Om paham kondisi kamu", ucap Om Gua.

"Za, kalo memang harus diundur, gak masalah, biar kita atur saja sekalian sama resepsinya nanti", timpal calon Papah mertua Gua.

Gua berdiri dari duduk, lalu melepaskan kopiah dari kepala dan sekaligus melepas jas hitam pada tubuh ini, Gua membalikkan badan dan menyerahkannya kepada Rekti yang berada di belakang Gua.

"Tunggu sebentar, saya ingin ambil wudhu..", ucap Gua kepada mereka semua.

Gua berjalan kearah ruang makan yang sebelumnya ada Nenek yang sedang duduk diatas kursi kayu, diantara ruang tamu dengan ruang makan, beliau tersenyum kepada Gua. Lalu Gua kembali berjalan melintasi dapur dan masuk ke dalam kamar mandi. Gua buka kancing kemeja panjang ini pada lengannya, lalu menggulungnya, begitu pun dengan celana yang Gua gulung keatas. Keran Gua putar dan tumpahlah air dari keran tersebut, lalu Gua basuh kedua telapak tangan ini. Tanpa terasa airmata Gua kembali mengalir. Dalam tangis Gua bersuci.

.
.
.

Beberapa jam sebelumnya...

Sebuah kemeja putih yang bersih dan rapih membalut tubuh Gua. Jas hitam masih tergeletak di atas kasur kamar. Gua menatap cermin, di sana terlihat seorang lelaki dengan wajah tirus dan pucat. Gua menepuk-nepuk pipi sambil membuka sedikit mulut, lalu Gua kencangakan sabuk yang mengikat celana bahan hitam yang menutupi tubuh bagian bawah. Kancing pada lengan kemeja panjang itu Gua kaitkan, dan rasanya semua atribut yang membalut tubuh ini sudah rapih. Tinggal jas saja yang belum Gua pakai.

Gua menghela napas pelan, lalu Gua sadar akan sesuatu, segala kerapihan pada pakaian yang Gua kenakan ini ternyata tidak mampu menutupi rasa sedih yang terpancar dalam diri Gua. Dan wajah itu, oh bukan.. Mata, ya kantung mata ini sedikit bengkak dan bola mata ikut memerah.

Gua duduk di atas kasur, menutupi wajah dengan kedua telapak tangan yang sikunya bertumpu pada kedua paha Gua. Mencoba menetralisir emosi di dalam hati. Agar bisa menerima kenyataan ini. Kenyataan yang baru saja Gua terima satu setengah jam lalu.

Suara pintu kamar terbuka lebar, seorang perempuan masuk dan berjalan mendekati Gua. Lalu usapan lembut tangannya menyapa kepala Gua, dia duduk tepat di samping kanan.

"Za..", suaranya terdengar serak, nyaris tidak terdengar,
"Ikhlas ya Za, Mba tau ini semua berat untuk kamu", lanjutnya dengan tangan yang bergetar pada punggung Gua.

Gua masih menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Mencoba dan berusaha menerima ucapannya tersebut dengan sepenuh hati. Merelakan seseorang pergi...

Tapi tubuh Gua mulai bergetar, seolah-olah belum cukup hati ini menumpahkan kesedihannya sejak subuh tadi. Gua lepaskan kedua tangan dari wajah lalu menyilangkannya, memeluk tubuh Gua sendiri. Menahan gejolak di dalam dada. Dan pelukkan hangat dari perempuan di samping ini merubuhkan pertahanan Gua. Gua kembali menitikan air mata, dengan menggigit bibir bagian bawah dan mata yang terpejam, tubuh Gua bergetar hebat. Tangispun pecah bersamaan dengan tangis seorang perempuan itu. Kepalanya yang terbalut hijab disandarkan pada bahu kanan ini. Kami berdua menangis, menangis untuk orang yang sama-sama kami cintai.

...




Masih di hari yang sama, pukul 4 subuh, Gua terbangun karena guncangan pada bahu Gua mulai terasa kencang. Gua mengerjapkan mata dengan cepat sambil menahan sedikit pusing yang terasa menyapa kepala ini mulai menyeruak. Gua terduduk diatas kasur seraya mengurut-ngurutkan kening. Tangan yang tadi menggoyang bahu Gua masih berada diatas bahu.

"Za...",
"Ayah..", ucapnya dengan suara yang lirih.

"Heum ?", Gua menengok ke kiri, kepadanya,
"Loch... Ada apa Mba ?!", tanya Gua dengan ekspresi terkejut karena melihat wajah Mba Laras yang sudah bersimbah airmata,
"Mba.. Kenapa ?!", tanya Gua lagi kali ini sambil memegang kedua bahunya.

Bukan jawaban yang Gua terima, tapi pelukkan eratlah yang Gua terima dari Mba Laras. Dia sandarkan kepalanya ke bahu kanan Gua, dengan tubuh yang bergetar hebat dan suara isak tangisnya yang mengisi seluruh ruangan kamar, Mba Laras membisikkan kalimat-kalimat yang meluluh lantakkan hati ini.

"Maafin Ayah...",
"Maafin semua kesalahannya..", bisiknya dalam tangis,
"Ayahmu sudah berpulang Zaa...".

Dan semua yang sudah Gua lewati akhirnya kembali ke titik duka. Duka yang senang menyapa dengan 'baiknya'.Why you love me so much ?!.

...

Satu setengah jam sesudahnya, jasad Ayahanda telah selesai dimandikan, dan diberikan pakaian terkahir yang bersih. Kain kafan. Lalu jasadnya yang sudah tertutup kain kafan itu kembali dibalut dengan kain lainnya, jasad Beliau di tempatkan di ruang tamu rumah Nenek.

Lalu Gua menelpon calon istri Gua...

Quote:


Kembali dimana Gua masih terduduk di atas kasur bersama Mba Laras. Gua seuka airmata ini. Dan mencoba tegar, setegar dirinya, ya setegar seorang janda muda yang masih memeluk Gua. Gua sadar pada akhirnya, bahwa ini bukanlah duka Gua seorang, ada seorang wanita yang belum lama menikah dan kini dia harus mengalami kepergian sang suami, meninggalkannya seorang diri dan takkan pernah kembali. Jika dirinya bisa, kenapa Gua tidak. Dan ini bukanlah akhir dari segalanya untuk kami sekeluarga.

"Mba, maafin aku ya Mba...",
"Seharusnya aku juga tau, kalau kamu pasti merasakan sakit yang lebih dalam dari aku..", ucap Gua sambil menatap wajah Mba Laras.

Mba Laras tersenyum, lalu memeluk Gua lagi. Gua balas pelukkannya dan mengusap punggungnya.

Tidak lama kemudian Om, tante, Nenek, Kinan, kedua orangtua Kinan yang juga orangtua Mba Laras masuk ke kamar Gua. Lalu Nenek bersimpuh tepat dihadapan Gua, kedua tangannya memegang wajah ini. Tidak ada airmata lagi yang nampak dari wajah Beliau, senyuman mengembang.

"Za..",
"Ikhlas ya Nak..", ucap Nenek.

Nyaris, nyaris saja Gua kembali menangis, tapi cepat-cepat Gua mengingat Mba Laras. Ya, Gua harus bisa menghadapi ini semua.

"Maaf Za", ucap Om Gua kali ini yang berdiri di samping Nenek,
"Lebih baik diundur Za pernikahannya...", lanjutnya.

Nenek masih tersenyum kepada Gua. "Tapi semua terserah sama kamu Za..", ucap Nenek kali ini dengan satu tangannya yang membelai rambut Gua.

Gua tersenyum, lalu berdiri yang diikuti oleh Nenek, Gua peluk Nenek. "Aku mau nikah hari ini juga Om..", jawab Gua sambil memeluk Nenek dan menatap wajah Om Gua.

...

Segala persiapan sederhana di rumah Nenek sudah tertata alakadarnya. Tidak ada bunga-bunga indah ataupun kain yang menghiasi dinding rumah. Bukan janur kuning yang berada di dekat tembok halaman, melainkan sebuah bendera kuning. Hari ini kami bahagia, dan hari ini pula kami berduka....

Sekitar pukul 8 pagi rombongan mempelai wanita datang, tidak banyak mobil yang mengiringi, hanya sekitar 4 mobil saja yang memenuhi jalan di depan rumah. Segalanya serba mendadak, semua rencana di hari pernikahan Gua ini seketika harus diubah. Awalnya, Gua dan keluarga akan berangkat pukul 7 pagi untuk melaksanakan akad nikah di rumah calon mempelai wanita. Dan satu hal... Entah Gua harus bilang ini sebuah kebetulan belaka atau pertanda. Dari awal rencana pernikahan ini memang hanya akan dilangsungkan akad nikah tanpa resepsi, dan kurang lebih satu bulan setelah akad ini, barulah kami akan melangsungkan sebuah resepi dan menyebar undangan satu minggu sebelum resepsi itu.

Kini, semuanya sudah berkumpul di rumah Nenek, keluarga calon mempelai wanita berikut tetangga rumahnya yang hanya ikut beberapa orang dan satu tamu istimewa bagi keluarga mereka yang akan menjadi saksi. Seorang ketua DPRD kota kami. Lalu dari pihak Gua, jelas tetangga sekitar rumah dan sahabat-sahabat Gua.

Calon mempelai wanita berada di kamar Gua, sedangkan Gua berada di ruang tamu, duduk bersila di depan seorang penghulu dan calon Papah mertua. Ketua DPRD tadi menjadi saksi dari keluarga mempelai wanita, sedangkan Om Gua menjadi saksi dari pihak keluarga Gua. Jasad Ayahanda... Ya jasadnya yang masih tertutupi itu berada di ruang tamu ini, agar Beliau bisa menyaksikan bahwa anak satu-satunya ini akan menikahi seorang wanita yang akan menjadi pendamping hidup, sekarang dan selamanya.. Ya selamanya.

...

Hari yang sama, pukul 8.30 pagi.

Kembali di saat Gua telah selesai wudhu, lalu Gua keluar dari kamar mandi dapur dan menuju ke ruang tamu. Gua kembali duduk di hadapan penghulu dan calon Papah mertua Gua setelah sebelumnya Gua kenakan lagi jas dan kopiah. Gua jabat erat kali ini tangan kanan calon Papah mertua, dan senyuman pun menghiasi wajahnya.

Dan Proses Ijab-Qobul pun kembali di mulai.

Quote:


Selesai mengucapkan ijab-qobul, saksi-saksi pun menyatakan bahwa proses ijab dan qobul ini sah. Maka kemudian penghulu melanjutkan dengan membaca do'a. Kami semua disini menengadahkan tangan untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Lalu tidak lama kemudian...

Pintu kamar Gua terbuka, Mba Laras keluar terlebih dahulu dengan menggandeng tangan seorang wanita dibelakangnya yang kini telah sah menjadi istri Gua. Mereka jalan mendekat dan kini... Istri Gua, Elsa Ferossa, Echa, Teteh tercinta Gua selama ini, kini benar-benar menjadi pendamping hidup Gua. Sekarang dan untuk selamanya.

Gua melihat senyuman pada wajahnya yang cantik. Demi Tuhan pemilik alam semesta, dia benar-benar cantik, hingga Gua sempat tidak menyangka, kalau dia adalah Echa yang Gua kenal selama ini. Kalo istilah orang sunda bilang pangling.

Sekalipun Gua sempat terkesima dengan wajahnya yang sangat cantik dan tubuhnya yang terbalut busana kebaya berwarna putih gading itu, tapi aura kesedihan dan sisa tangis pada matanya masih terlihat jelas. Ya kami semua disini merasakan hal yang sama.

Kami berduka dalam bahagia. Dan kami tersenyum dalam duka...


***


Quote:
Diubah oleh bunbun.orenz 06-05-2017 19:01
dany.agus
fatqurr
kadalbuntingzzz
kadalbuntingzzz dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.