Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#2923
PART 40


Gua duduk di sebuah resto fastfood, segelas kopi hangat tersaji di atas meja makan, seorang perempuan sedang menyantap ice cream cone yang dia pegang pada tangan kanannya, tepat dihadapan Gua. Kami berdua sudah menunggu sekitar 20 menit lamanya di resto ini. Dan rokok pada selipan jemari Gua adalah batang rokok ketiga.

Mata Gua menyapukan pandangan ke beberapa orang yang berjalan dan menunggu sanak keluarganya menjemput mereka. Ada rasa bahagia dan haru ketika seseorang yang ditunggu selama ini kembali hadir ditengah-tengah kita, entah itu kekasih, sahabat atau keluarga. Tapi rasa rindu yang sudah lama bersemayam di dalam hati akhirnya terobati dengan kehadirannya lagi.

Tapi... Bagaimana jika dia hanya datang untuk sekedar menyapa dan mengucapkan selamat tinggal ?

"Ka, masih lama gak sih ?", tanya Gua sambil menghembuskan asap rokok ke samping.

"Setengah jam lagi mungkin", jawabnya sambil melihat jam tangan di pergelangan tangan kanannya.

Gua mendengus kasar karena sudah cukup lama rasanya menunggu. Lalu Gua mematikan rokok ke asbak dan meneguk kopi hitam yang rasanya beda dari kopi kesukaan Gua, apalagi ini sudah dingin. Karena bosan, Gua pun akhirnya menyandarkan punggung ke bahu kursi besi ini dan memejamkan mata lalu menopang kening dengan satu tangan kanan Gua. Entah berapa lama Gua tertidur ayam, tapi tidak lama kemudian sebuah tepukkan pada bahu kanan Gua langsung membuat Gua terbangun dan menoleh ke kanan sambil mendongakkan kepala ke atas.

Sebuah senyuman yang terakhir kali terlihat setahun lalu kini kembali nampak dihadapan Gua. Gua bangun dari duduk lalu mencium tangan Beliau, yang langsung dibalasnya dengan menarik tubuh Gua dan mendekap Gua dengan erat. Usapan tangannya pada punggung Gua terasa merontokkan semua beban yang ada dalam batin ini, segala hal-hal yang telah Gua lalui kurang-lebih satu tahun kebelakang benar-benar membebani Gua, tapi kehadirannya di malam ini membuat Gua yakin, kalau segalanya akan baik-baik saja. Dia lah kekuatan Gua, hanya dengan nasihatnya lah Gua bisa kembali ke jalan yang benar.

Gua membawa koper dan menggendong tas ranselnya, sedangkan Kinan membawakan koper Kakaknya, yang tidak lain adalah Ibu baru Gua. Kami berempat sampai di parkiran bandara dan setelah memasukkan semua barang bawaan itu, Gua pun masuk ke pintu kemudi mobil milik keluarga Kinan, sebuah mobil mini-bus. Ayahanda duduk di samping kemudi, Kinan dan Mba Laras duduk berdua di bangku tengah. Setelah memastikan semuanya sudah duduk dengan aman dan seat-belt terpasang, Gua mulai melajukan mobil dan kami semua meninggalkan bandara soetta.

Sekitar pukul 3 subuh kami semua sampai di rumah Kinan. Gua menurunkan semua barang milik kedua orangtua Gua yang dibantu oleh Kinan, lalu kami semua masuk ke dalam rumah yang langsung disambut oleh kedua orangtua Mba Laras dan Kinan. Sedikit obrolan yang kami bicarakan di ruang tamu, karena hari sudah menjelang pagi dan Gua yakin Ayahanda dan Mba Laras masih lelah setelah menempuh perjalanan panjang dari Kanada ke Indonesia, mereka pun akhirnya masuk ke kamar untuk istirahat, Gua tidur bersama Kinan di kamarnya. Sssttt.. She's my auntie rite now, don't you think i want to fak her! Even i want too... Huahahaha! Fak!

Kinan tidur di kasurnya, Gua terdampar di lantai dengan beralaskan karpet dan sebuah selimut tebal. Walaupun Kinan sudah menyuruh Gua tidur satu kasur dengannya, Gua tidak mau, tidak mau kata mulut ini, padahal ma jiwa gila Gua mau aja. Molek coy, tante tapi bukan milf, muda belia dan cantik lagi. Godaan ini... Tapi enggak boleh ya, kan kita sodara sekarang, apalagi Gua sekarang adalah
Seorang...
Seorang...
Seorang calon mempelai pria.

...

Sekitar pukul 8 pagi Gua terbangun dan sudah tidak melihat Kinan diatas kasurnya. Gua pun terduduk untuk merenggangkan otot tubuh yang terasa kaku. Lalu berjalan keluar kamar, di ruang tamu sudah ada Ayahanda yang sedang membaca koran dengan segelas teh hangat diatas meja. Gua menyapa Beliau dan duduk di sofa sebrangnya. Ayahanda menutup koran dan menyimpannya disamping. Beliau tersenyum kepada Gua. Sedangkan Gua hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala.

"No more tears young-man", ucapnya.

Gua tertawa pelan lalu menyandarkan punggung dan menatap langit-langit ruang tamu ini. Mata Gua berkaca-kaca, namun tidak ada airmata yang tertumpah. Dalam hati, Gua mengucapkan nama seorang perempuan.

"Kerasa sekarang A' ?", tanya Ayahanda seraya mengangkat cangkir teh dan meneguknya.

"Yep.. But where is my fault ? I just...", ucapan Gua terhenti lalu mengusap-usap wajah dengan cepat,
"Fuuuh...", Gua menghembuskan nafas lewat mulut dengan kasar.

"You can change that way, with or without her..",
"The best thing you can do is keep on livin' and don't look at back again",
"Percaya sama Ayah, Dia pasti tau apa yang Dia pilih. Kamu harus relain A', jangan terpaku dan berdiam diri di tempat yang sama".

"Hidup ini aneh rasanya. Maksud A'a, yang terjadi sama A'a..", Gua menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.

"Hey.. Jangan selalu menyalahkan diri sendiri..",
"Jawaban apa lagi yang kamu inginkan A' ?", lanjutnya.

"Alasan mereka yang gak masuk akal", jawab Gua cepat.

Ayahanda mendengus pelan. Menatap keluar rumah di sisi kirinya, lalu berdiri dan berjalan ke teras. Pikiran Gua pusing, hanya ada namanya yang memenuhi isi otak Gua. Tidak pernah sedikitpun Gua membayangkan bahwa hidup Gua penuh dengan banyaknya tuntutan dan berbagai alasan bullsyit dari mereka-mereka orang! Segila apa Gua sampai harus menerima ini semua.

Tidak lama kemudian Kinan dan Mba Laras datang membawa kue kering serta roti dan segelas kopi untuk Gua.

"Eh, makasih Kak..", ucap Gua sambil menerima secangkir kopi dari Kinan.

"Ayah kemana A' ?", tanya Mba Laras.

"Tuh kedepan Mba..", jawab Gua sambil melirik ke luar rumah.

Kemudian Mba Laras berjalan keluar rumah menghampiri suami tercintanya. Ibu baru Gua, Mba Laras orang yang baik, menyayangi Gua ? Ya tentu, so far she's the best women for my father and me. Perbedaan umur antara Gua dan Mba Laras tidak terlalu jauh. Setelah Ayahanda menikahinya tahun 2006 kemarin, Gua dan mereka berdua sepakat, bahwa panggilan untuk Ibu baru Gua itu menggunakan 'Mba', bukan Ibu, Mamah, Bunda, Mommy or anything else. Bukan soal Gua tidak suka atau tidak ingin memanggilnya dengan sebutan yang resmi, tapi Gua sendiri yang menginginkan ini, agar Gua dan Ibu Gua itu bisa lebih dekat, aneh memang, tapi ya ini pilihan dan cara Gua. Dan Ayahanda tidak mempermasalahkannya sama sekali, apalagi Mba Laras, santai aja dia.

Kinan duduk disamping kanan Gua. Dia mengambil satu kue dan menggigitnya sedikit. "Za.. Mmm... Cobain nih, enak loch", tawarnya sambil menyodorkan potongan kue di tangannya.

"Busyet.. Yang bener aja tanteee, bekas tuuh..", jawab Gua sambil melirik ke tangannya.

Kinan tertawa sambil menutupi mulutnya. Gua hanya memutar bola mata lalu meneguk kopi sedikit. Beberapa saat kemudian, bunyi dering hp yang sangat Gua hapal terdengar sayup-sayup. Gua berdiri dan berjalan kearah kamar Kinan, lalu mengambil hp diatas meja belajar.

Gua melihat satu nama yang muncul di layar hp. Lalu Gua menekan tombol answer.

Quote:


Gua kembali menaruh hp diatas meja dan keluar kamar, lalu menuju kamar mandi.

...

Siang hari, Gua, Ayahanda dan Mba Laras sudah berada di rumah Nenek, disini hanya ada Nenek seorang, sedangkan Om Gua dan keluarganya baru akan datang minggu depan. Lalu kedua orangtua Gua itu bercengkrama dengan Nenek, Gua menuju kamar dan menghempaskan tubuh di atas kasur. Kembali Gua memikirkan hal-hal yang masuk akal tapi sulit Gua terima. Lama melamun, sampai akhirnya mata Gua dengan sendirinya menutup yang membuat Gua mengarungi alam mimpi.

Sekitar pukul 3 sore Gua dibangunkan oleh Mba Laras. Dia bilang ada tamu yang menunggu Gua di ruang tamu. Gua pun bangun dari kasur lalu bergegas ke kamar mandi, untuk sekedar membasuh wajah. Dan menyeuka air yang membasahi wajah dengan handuk di depan cermin kamar, kemudian Gua keluar kamar dan menuju ruang tamu.

Ternyata sudah ada Ayahanda yang menemani tamu Gua.

"Nah ini anaknya baru bangun", ucap Ayahanda.
"Kamu gimana sih A', janji mau ketemu malah ketiduran sampai sore", lanjutnya.

Lalu Gua duduk di samping tamu perempuan itu. "Maaf, cape semalem kan, hehehe..", jawab Gua.
"Udah dari tadi ?", tanya Gua kepada perempuan itu.

Dia hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Calon istrimu sudah dari kemarin nungguin", ledek Ayahanda.

"Hahaha... Maaf maaf deh", jawab Gua lagi kepada Ayahanda,

"Ya sudah, silahkan ngobrol, Reza nya sudah bangun ini..", ucap Ayahanda seraya bangkit dari sofa lalu menuju ke ruang makan.

Gua menatap wajahnya. Tidak henti-hentinya dia tersenyum kepada Gua. Mau tidak mau Gua pun ikut tersenyum geli karena sikapnya itu. Tapi Gua akui, cantik sekali dirinya, apalagi pakaiannya, rasanya lebih dewasa. Dia menggunakan blazer bewarna putih yang membalut kemeja merah maroonnya dibagian dalam, lalu bagian bawahnya mengenakan long-jeans berwarna hitam, dan wajahnya dihiasi make-up tipis yang menambah kecantikannya.

"Kok ngeliatin aku terus sih ?", tanya Gua.

"Hihihi.. Engga apa-apa, seneng aja..", jawabnya seraya tersenyum manis.

Gua terkekeh. "Kamu sendirian ?", tanya Gua lagi.

"Iya, Papah ada urusan katanya.. Tadi juga udah aku sampein salam Papah buat Ayah kamu. Maaf katanya Papah belum bisa ketemu hari ini...", jawabnya.

"Hooo..",
"Oh ya, gimana kemarin jalan-jalannya ?".

"Engga jalan-jalan Za",
"Cuma ngabarin ke Kakek dan Nenek dari Papah aja", jawabnya,
"Mmm.. Za, kita jalan sekarang ya ? Kan janjian jam 4 sama orangnya", lanjutnya mengingatkan Gua.

"Eh iya, kalo gitu sebentar, aku ganti pakaian dulu ya..".

Gua pun kembali ke dalam kamar untuk berganti pakaian, Gua memilah pakaian yang semi-formal, untuk sekedar mengimbangi penampilannya saja. Beres berganti pakaian dan mengenakan blazer hitam yang membalut kaos putih polos dan bawahan long-jeans biru laut, kami berdua pun pamit kepada Nenek dan kedua orangtua Gua untuk pergi keluar. Kemudian Gua keluar rumah dan melihat sebuah mobil sedan berwarna merah yang nampak baru.

"Loch, ini mobil kamu ?", tanya Gua ketika masih berada di teras.

Perempuan di samping Gua ini tersenyum malu sambil menganggukkan kepalanya. "Iya", jawabnya.

"Weh baru nih, yang lama kenapa emangnya ?", tanya Gua lagi kali ini sambil berjalan mendekati mobilnya dan Dia memberikan kunci mobil.

"Engga apa-apa, cuma sekarang dipakai sama Mamah", jawabnya sambil membuka pintu samping kemudi.

Gua pun membuka pintu kemudi dan masuk ke dalam mobil, setelah memastikan seatbelt terpasang dengan aman, Gua nyalakan mesin mobil, lalu mobil mulai Gua jalankan meninggalkan halaman rumah Nenek.

Sekitar 20 menit kami sudah sampai di sebuah ruko yang nampak elite. Kami berdua turun dari mobil, dan berjalam memasuki ruko tersebut. Gua berjalan di belakangnya, sambil melihat-lihat busana-busana wanita yang terpajang pada sebuah manikin.

"Haii Sayang.. Apa kabaaarr ?", ucap seorang perempuan yang menyambutnya. Lalu mereka berdua berpelukkan dan mencium pipi ala perempuan.

"Alhamdulilah baik Mba", jawabnya.

Gua masih berdiri di belakang mereka beberapa meter, mencoba mengalihkan pandangan dengan melihat-lihat busana dalam butik ini. Entah mereka mengobrol tentang apa, Gua tidak begitu memperhatikannya. Tapi tidak lama kemudian bahu Gua dicolek dari belakang. Gua menoleh ke belakang.

"Hey Mas..".

"Eh ? Kenapa ?".

"Dipanggilin daritadi juga, pura-pura gak denger apa ?", wajahnya sok sok cemberut seperti biasanya.

Gua tersenyum melihatnya yang seperti itu. "Enggak... Aku kan lagi-lagi liat-liat kebaya aja.. Bagus-bagus ya", jawab Gua.

"Alesan aja, yaudah yuk ke atas..", ajaknya.

Gua pun mengikutinya ke atas, menaiki sebuah tangga dan melewati lorong yang hanya cukup untuk 2 orang, sekitar beberapa meter ada pintu di sebelah kiri, lalu dia membuka pintunya dan kami pun masuk ke dalam. Gua melihat dua orang perempuan, salah satunya adalah perempuan yang datang bersama Gua dari rumah Nenek tadi, lalu satu perempuan lagi sepertinya pemilik butik, dan ada satu mahluk yang bingung untuk Gua deskripsikan... Hadeuh.

Gua dan perempuan yang baru bertemu di lantai bawah tadi duduk di sebuah kursi kayu dengan meja bundar di depan kami. Sedangkan dua perempuan dan satu mahluk gak jelas itu berada di sofa dekat jendela.

"Mas, nih contohnya.. Coba diliat dulu, bagus yang mana menurut kamu..", ucap perempuan yang ada di sebelah Gua seraya menyodorkan beberapa lembaran kertas tebal.

"Hmm..", Gua bergumam sambil melihat satu per satu kertas yang dia berikan.

"Kalo kata aku yang ini bagus Mas", ucapnya sambil menunjuk salah satu kertas yang berada di tangan kiri Gua.

"Warnanya ungu gini.. Gak suka aku".

"Ooh... Ah nih putih aja, font nya warna emas tuh bagus..".

Gua masih saja kurang cocok melihat contoh surat undangan ini. Lalu dari sekian banyak contoh yang ia sodorkan sepertinya masih kurang menarik minat Gua.

"Pilih sama kamu aja deh, pusing aku...", ucap Gua sambil menaruh banyaknya lembaran contoh surat undangan tersebut.

"Iiiih... Gimana sih!",
"Dari dulu kalo suruh milih apa-apa susah, nyebelin emang!", balasnya sambil mengambil surat undangan di atas meja.

Gua biarkan dia yang memilih sambil tidak lupa itu mulutnya yang cerewet dari bawaan lahir terus nyerocos.. Gua hanya terkekeh pelan sambil menanggapi ocehannya dengan mengatakan "Iya itu bagus", "Heu'euh itu deh" atau "Terserah mau kamu aja". Dan jelaslah sudah Mba Yu semakin emosi kepada Gua.

"Kamu tuh emang malesin tau gak, suruh milih gini aja susahnya minta ampun!".

"Aku ma ngikut aja deh Mba, serah bagus yang mana asal jangan ungu atau...",
"Kamu tanya dia aja tuh..", ucap Gua sambil menunjuk seorang perempuan dengan dagu.

Mba Yu menoleh kearah sisi kirinya. "Ceuk, kamu tuh kerjasama dong Mas, apa-apa dia, apa-apa dia... Masa dia semua yang milihin, ini semua memang untuk siapa coba ?", ucap Mba Yu kali ini menengok kearah Gua.

"iya iya cerewet deh ah", jawab Gua lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku blazer dan mengeluarkan sebatang rokok.

"Heh, dilarang merokok! Ruangan ber AC Mas..", sergah Mba Yu ketika Gua menyelipkan rokok ke mulut.

"Buu..", teriak Gua kepada salah satu perempuan yang ada di sofa.
"Saya merokok yaa, maaf nih", ucap Gua lagi.

"Oh iya gak apa-apa Mas, silahkan..", jawab si Ibu pemilik butik sambil tersenyum.

Lalu Gua melirik ke perempuan di sebelahnya, dia tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Hii ngerokok mulu kamu tuh Mas", ucap Mba Yu kali ini sambil melotot kepada Gua,
"De.. Mas mu nih larang ngerokoknya..", ucapnya lagi kali ini menengok ke perempuan di sofa sana.

"Iya Mba, susah disuruh berhentinya", jawabnya sambil tersenyum.

Gua membakar rokok dengan cueknya, tidak peduli dengan ocehan mereka semua. Lalu Mba Yu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah sofa. Mba Yu berbicara dengan mahluk gak jelas diantara mereka bertiga, lalu si Mahluk gak jelas ini menengok kearah Gua sambil tersenyum. Tidak lama kemudian Mba Yu kembali berjalan kearah Gua bersama mahluk itu.

"Mas diri dulu".

"Ngapain ?", tanya Gua.

"Mau diukur dulu".

Gua berdiri lalu mendekati Mba Yu dan membisikan sesuatu. "Gede kok Mba si Jojo".

"Iishh.. Apa siih..", jawab Mba Yu sambil memundurkan wajah dan memukul bahu Gua. Tapi wajahnya tersipu malu.

Hahaha... Kangen yaa... Fakin hell!!

Dan momen yang kamvret pun harus Gua lalui, mau tidak mau, suka tidak suka, mahluk gak jelas yang bernama Seus Ayu mulai merentangkan meteran baju dan mendekati Gua. Ini mahluk bisa kan sebenarnya biasa aja, gak perlu kedip-kedip manja sambil senyam-senyum gak jelas gitu. emoticon-Nohope

"Maaf ya Mas Ezaa.. Eyke ukur dulu yey punya bodi", ucapnya sambil menempelkan meteran ke tubuh Gua.

Fak!

Lama dia mengukur sambil mencatat angka di selembar kertas. Lalu kembali mengukur lingkar dada Gua.

"Woi! Jarinya biasa aja bisa gak Lu! Gak usah sambil colak-colek!!", sentak Gua ketika jarinya menggelitik dada Gua.

"Dada yey bidang banget sih cyiiin..", ledeknya dan malah benar-benar menoel Gua punya dada.

Plak Gua keplak itu tangannya.

"Kampret! Gua tampol nih!", sungut Gua.

"Iiih yey kasar deh sama wanitah...", jawabnya sambil memonyongkan bibir.

"Anjir.. Situ emang cew.. AaaWww..!", teriak Gua meringis.

"Mas! Jahat banget kamu!", ucap Mba Yu setelah mencubit pinggang Gua.

Gua dilecehkan, Gua mundur dan malas untuk diukur lagi. Mba Yu dengan ngototnya membujuk Gua agar kembali mau diukur. Tapi Gua cuekin aja dan berjalan ke sofa. Duduk disebelah calon istri.

"Kenapa Za ?", tanyanya.

"Aku dilecehkan! Ternoda aku!", ucap Gua dengan wajah kesal.

"Hahaha.. Jangan gitu ah, nanti gak selesai ngukur bajunya.. Ayo sana diukur lagi, abis itu aku..".

"Enggak mau!", jawab Gua.

"Yaudah kamu diukur sama Ibunya aja ya", ucapnya sambil melirik kepada Ibu pemilik butik disebelah kanannya.

"Nah oke tuh kalo gitu.. Mau aku", jawab Gua.

Ya akhirnya selamatlah tubuh Gua dari jeratan Seus Ayu. Calon istri Gua yang diukur tubuhnya oleh Seus Ayu sedangkan Gua diukur oleh pemilik butik, seenggaknya wanita tulen lah walaupun sudah berumur. Singkat cerita acara ukur mengukur baju pengantin beres juga, setelah itu Gua dan kedua perempuan tulen tadi keluar dari butik ini untuk pergi menuju salah satu restoran di kota kami.

...




Suatu malam di hari sabtu.. Saat itu Gua sedang duduk di sofa teras depan kamar. Tidak lama kemudian Ayahanda keluar dari pintu kamar Gua dan duduk di salah satu sofa teras.

"Gimana A' ?", tanyanya.

"Apanya ?".

"Udah siap untuk besok ?".

"Hahaha, Siap gak siap lah", jawab Gua sambil menoleh kearah jalan depan rumah.

"Ayah Do'a kan yang terbaik untuk kamu A'...",
"Dia yang terbaik untuk kamu, setidaknya itu yang Ayah lihat dalam dirinya, terlepas dari sikap Papahnya", lanjut Ayahanda.

"Semoga Yah".

"Oh ya, kamu udah taruh cincinnya ? Hati-hati jangan sampai hilang".

"Oh iya, tenang aja, udah A'a taruh di atas meja kamar kok..", jawab Gua.

"Semoga dengan cincin itu, perjalanan rumah tangga kamu lebih baik dari Ayah ya A'...", ucapnya seraya berdiri dari sofa.

Gua menengok kearahnya, menatapnya dengan sedikit rasa heran. Rasanya ada yang berbeda dengan diri Ayahanda. Tapi Gua sulit menemukan apa keanehan itu. Atau jangan-jangan yang dikatakan Kinan minggu lalu benar. Beliau terlihat kurusan dan pucat.

"Ya sudah, ayo tidur, besok acaranya kan pagi-pagi", ucapnya lagi.

"Sebentar lagi Yah, A'a mau abisin kopi dulu".

"Jangan kebanyakan begadang sama rokok A', kurangin rokoknya... Ayah aja udah berhenti", ucapnya lagi.

"Hah ? Sejak kapan ?", tanya Gua cukup kaget.

Beliau hanya tersenyum, lalu berbalik badan dan menuju pintu kamar. Gua pun ikut bangun dari sofa sambil mengangkat secangkir kopi, lalu berjalan kearah depan teras, Gua berdiri tepat di jalan antara teras dengan halaman.

"A'..".

Gua menengok kebelakang, disitu Ayahanda masih berdiri, di ambang pintu kamar Gua.

"Selamat malam..", ucapnya.


And if you carry on this way
Things are better if I stay
So long and goodnight
So long and goodnight
dany.agus
fatqurr
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.