- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#2848
PART 39
Sebuah pohon kamboja yang daunnya berayun tertiup angin menampakkan keteduhan di luar ruangan kamar ini. Entah sudah berapa lama Gua menatap daun serta bunga kamboja yang bergoyang dari atas ranjang. Suara tv yang menyala tidak mengusik pikiran Gua sedikitpun, mata Gua masih menatap keluar sana.
Suara pintu kamar terbuka dari arah kanan. Gua menengokkan kepala dan melihat sebuah senyuman mengembang dari wajah seorang perempuan pemilik wajah yang teduh, seteduh hatinya yang selama ini selalu menemani Gua. Dia berjalan mendekat lalu menarik kursi di samping ranjang dan duduk tepat di sisi kanan Gua.
"Gimana sekarang ? Udah baikkan ?", tanyanya seraya menaruh kedua tangan ke lengan kanan Gua.
Gua tersenyum tipis menatap wajahnya. "Lumayan...", jawab Gua. "Kamu sendirian ?", tanya Gua.
Dia menggelengkan kepala, lalu menengok ke belakang, kearah pintu kamar. Tidak lama kemudian masuklah kedua orangtuanya. "Siang Za..", sapa Mamahnya yang berjalan mendekat bersama sang suami.
"Siang Mah".
"Gimana kondisi kamu ?", tanya Papahnya kali ini setelah berdiri tepat di dekat kaki Gua.
"Alhamdulilah udah baikkan Pah".
"Sudah mau makan sekarang ?", tanya Mamahnya.
Gua menganggukkan kepala dengan tersenyum. Kemudian Echa mengambil buah apel dari kantung plastik yang dia bawa tadi, lalu mengambil pisau kecil untuk membelah apel tersebut. Papahnya berjalan ke sisi kiri ranjang dan kini berdiri di dekat lengan kiri Gua.
"Za".
"Ya Pah ?".
"Papah sudah urus semuanya",
"Sekarang kamu tidak perlu lagi memikirkan perkara kemarin...", ucapnya sambil menaruh tangan kanannya ke bahu kiri Gua.
Pikiran Gua langsung kembali ke kejadian dua hari lalu setelah mendengar ucapan Papahnya Echa.
Malam minggu terburuk... Segala kekacauan yang Gua lakukan mengakibatkan semuanya berantakan. Gua runut pada saat sebuah granat dari tangan kanan ini Gua lempar kedalam rumah Dewa, dimana di ruang tamu rumahnya itu ada seorang anak gadis yang masih berusia 5 tahun sedang bermain boneka. Bukan pin yang Gua lempar kedalam sana, tapi benar-benar bahan peledak yang bisa membuat tubuh manusia hancur.
Granat itu... Bukan granat mainan. Granat itu adalah granat sungguhan yang dimiliki seorang perwira di masa lalu. Granat yang memang diperuntukkan di medan perang. Alm. Kakek Gua lah yang membawa bahan peledak tersebut ke rumah sekian tahun yang lalu. Tubuh Gua bergetar ketika membayangkan granat tersebut meledak di ruang tamu rumah Dewa, dan menghancurkan seisi ruangan beserta... Adik kecilnya itu.
Gua menghela napas dengan kasar, lalu Gua tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika tangan Papahnya Echa menggoyangkan bahu Gua pelan.
"Hey",
"Sudah tidak usah dipikirkan lagi", ucapnya.
Gua menengok dan menatap wajahnya lalu mengangguk pelan.
"Za, ayo dimakan dulu nih..", Echa menyodorkan tangan kanannya yang memegang potongan apel dari sisi kanan Gua.
Gua menengok kearahnya lalu membuka mulut dan menerima suapannya. Manis, sangat manis buah apel yang sedang Gua kunyah ini. Lalu semakin manis rasanya ketika sebuah senyuman yang nampak dari wajah Teteh tercinta Gua itu.
Tidak lama kemudian pintu kamar terbuka lagi, kali ini Gua melihat beberapa orang yang masuk kedalam dan menghampiri. Sekarang di dalam kamar rawat inap ini telah berkumpul keempat sahabat Gua ditambah seorang gadis kecil. Echa dan kedua orang tuanya keluar kamar untuk memberikan waktu kepada kami. Rekti berada di sisi kiri bersama Icol, dan Unang ada di sisi kanan bersama Dewa yang menggendong Nissa.
"Ini mainannya buat aku ya Mas Eza", ucap Nissa sambil menunjukkan granat yang cukup berat berbahan besi kepada Gua.
Gua ambil granat itu, melihatnya dengan seksama, memutarnya perlahan dan mencari pinnya. "Pin nya gak ketemu Wa ?", tanya Gua tanpa menoleh.
"Enggak Za, Gua cari di teras sampai ke ruang tamu juga gak ada..", jawab Dewa.
Puuk..sebuah tinju yang sangat pelan menyapa lengan kiri Gua.
"Bangke emang Lu..", ucap Rekti sambil menyeringai,
"Gua kira beneran meledak itu granat", lanjutnya.
Gua terkekeh pelan sambil melihat Dewa kali ini. "Sorry ya Wa", ucap Gua kepada Dewa sambil terkekeh.
Dewa menggelengkan kepalanya pelan, lalu Gua melihat kedua sudut matanya mulai timbul butiran air. Cepat-cepat dia seuka airmatanya dengan punggung tangan kirinya.
"Rasanya tulang Gua lepas semua waktu Lu narik pinnya dan ngelempar granatnya ke dalem rumah.. Fak! Sial emang Lu Za.. Ha ha ha ha..", jawab Dewa.
Kami semua tertawa pelan mendengar ucapan Dewa itu, kecuali satu orang... Unang, dia menatap Gua dengan wajah yang serius.
"Kenapa Nang ?", tanya Gua yang menyadari tatapannya itu.
"Apa Lu gak kepikiran Za...", ucapnya,
"Kalo misalkan itu granat masih aktif", lanjutnya.
Gua menghela napas dengan wajah yang tertunduk, lalu menyeringai sesaat sebelum kembali menegakkan kepala. "Gua yakin kalo itu granat gak aktif kok", jawab Gua.
"Udah Lu test sendiri ?", tanya Icol kali ini.
"Ya, waktu Gua ambil granat itu dari gudang, Gua sempat lepasin pinnya dan Gua lepas juga safety lever nya...", jawab Gua sambil melirik kepada Icol.
"Kalo ternyata aktif, Lu...", ucap Rekti yang tidak melanjutkan ucapannya lagi.
"Bum! Mati Gua..", jawab Gua.
Seketika itu juga wajah mereka pucat sambil menelan ludah.
"Hahahahaha... Santai brothers, Gua gak bodoh untuk nyoba peledak aktif di tangan Gua..", ucap Gua,
"Gua tau ini granat gak aktif, karena Kakek Gua pernah bilang ke Om Gua, kalo nih granat sebagai contoh aja, isinya atau serpihan besi udah gak ada, kosong..", lanjut Gua.
"Tapi itu beneran granat kan ?", tanya Unang lagi.
Gua melemparkan granat nanas ini keatas, setinggi kepala dan kembali menangkapnya. "Yap.. This is real hand-grenade with empty explosive..", ucap Gua lagi lalu memberikannya kepada Nissa. "Maenan baru untuk kamu Nis", lanjut Gua sambil tersenyum setelah Nissa kembali menerima granat itu.
"Makasih Masss... Hihihi", jawab Nissa dengan ekspresi yang lucu.
Shock therapy Heh..? Yes.
And I'm not psycho... I just like psychotic things... - Gerard Way
So what's next ? Ledakkan dalam ruang tamu yang meluluhlantakan seisi ruangan ? Itu hanyalah bayangan Gua saja, bayangan dalam pikiran Gua yang menari-nari dengan indahnya dan cukup membuat Gua bergidik.
"Gimana sama luka Lu Za ?", tanya Dewa sambil menurunkan Nissa dari gendongan pada tangan kanannya.
"Yaaa.. Lumayan membaik, dan udah gak kerasa sakit sih", jawab Gua,
"Ngomong-ngomong, Mba Siska gimana ?", tanya Gua melirik kepada Dewa.
"Huuftt.. Gua gak tau kelanjutannya Za", jawab Dewa.
"Katanya bakal di mutasi ke luar daerah", ucap Rekti kali ini.
Gua menggelengkan kepala pelan sambil memejamkan mata. Pacar Gua, ya dia masih jadi pacar Gua, kami belum putus. Timah panas yang dia berikan kepada pinggang Gua ini bukanlah alasan untuk Gua mengakhiri hubungan kami, tapi semenjak Gua dirawat di rumah sakit ini, Belum sekalipun dirinya datang menjenguk atau sekedar menelpon Gua. Khawatir, sangat khawatir perasaan Gua ketika mendengar kabarnya kemarin, nyaris semua yang terjadi tiga hari lalu itu berakhir diatas meja hijau. Dan kabar kejadian itu pun keesokan harinya sampai ke telinga Om Gua, dan beliau langsung datang ke rumah saat Nenek menelponnya minggu pagi.
Sesuai yang diceritakan Rekti dan Unang. Saat Gua sudah terkapar dan pingsan akibat tembakkan dari sebuah revolver yang berada pada genggaman Mba Siska, mereka semua menghampiri Gua dan Dewa. Lalu Pak Rw masuk kedalam rumah Dewa, untuk memastikan keadaan Nissa, dan karena memang granat tidak meledak, Pak Rw langsung menggendong Nissa dan dibawa keluar rumah. Sedangkan Gua digotong oleh Rekti dan Unang, Dewa dipapah oleh Icol dan Meli. Sedangkan Mba Siska... Dia malah pingsan sesaat setelah melepaskan timah panas.
Beberapa tetangga keluar dan ikut membantu Mba Siska yang sudah pingsan diatas jalanan komplek. Gua langsung dibawa ke rumah sakit oleh Rekti dan Unang menggunakan mobil Rekti, darah yang keluar dari pinggang Gua dibalut oleh baju sweater Gua, yang dilepaskan oleh Unang. Sedangkan Mba Siska, Meli, Icol, Nissa dan Dewa dibawa ke rumah Pak Rw. Icol mendatangi rumah Gua untuk memberikan kabar kepada Nenek, ya tentunya dengan sedikit berbohong, dia tidak bilang kalau Gua tertembak, melainkan pingsan karena berantem dengan Dewa.
Setelah itu, barulah Pak Rw, Icol, orangtua Unang, dan orangtua Icol ikut menyusul ke rumah sakit bersama Nenek menggunakan dua mobil. Pada saat di IGD, Nenek Gua akhirnya tau kalau luka yang Gua dapatkan sebenarnya karena timah panas. Seketika itu juga kata Rekti, Nenek langsung jatuh pingsan. Dewa dan Mba Siska tidak ikut karena kondisi mereka yang masih belum sadar, mereka berdua berada di rumah Mba Siska, yang ditemani oleh Meli, Ibundanya Mba Siska dan beberapa tetangga sebelah rumah.
Keesokan paginya, di hari minggu, Gua sudah sadar setelah menerima jahitan dan pengobatan dari dokter. Gua terbangun di ranjang kamar rawat inap kelas 2. Gua baru tau, hahahahha... Fak! Itu timah hanya 'say hello' to me aja, alias serempet kamvret. Tapi ya tetep aja gais, sakit, perih, panas, dan bikin tubuh menggigil kayak orang sakit demam. Bahkan Gua pingsan. Fak!
Gak kebayang kalau sampai bersarang tuh timah. Selesai sudah riwayat kadal bunting, enggak ada nih cerita. Wassalam, game over Gua. Hahahahahha asyuuuu...!
Tapi hanya sekian tawa Gua. Karena perasaan Gua kembali cemas dan hati Gua sedih, Mba Siska... Dia harus menerima tuntutan dari Papahnya Echa. Fak!!! Gua tau akan hal itu setelah Rekti menceritakannya pada hari setelah kejadian tersebut di rumah sakit ini. Jadi apa yang sebenarnya terjadi setelah itu....
Echa yang pada akhirnya tau setelah minggu pagi Om Gua datang dari Bandung lalu mendengar kejadian itu dari Rekti dan Pak Rw langsung menghubungi Papahnya Echa. Dan disinilah Gua tidak habis pikir, Papahnya Echa tidak terima, dia menuntut Mba Siska dan akan memperkarakannya. Padahal menurut Om Gua, bukan itu yang Om dan Nenek Gua inginkan, tapi menolong Gua, keluarga Dewa dan Mba Siska agar bisa damai secara kekeluargaan. Bingung dan rumit masalah ini.
Keluarga Dewa jelas tidak terima dengan apa yang Gua lakukan pada kedua anaknya, Dewa dan Nissa. Bapaknya Dewa hendak menuntut Gua karena mengancam keselamatan anaknya walaupun granat itu tidak meledak, oke Gua salah. Tapi maksud Om Gua dan Pak Rw ingin berunding, agar semuanya bisa terselesaikan tanpa perlu menempuh jalur hukum. Ya namanya orangtua, mana ada sih yang terima, dengan emosinya Bapaknya Dewa tetap akan melanjutkan kasus ini, maka Om Gua mau tidak mau harus meminta bantuan lagi kepada bintang satu yang kerlip engkau disana...
Setelah selesai mendengar kejadian itu dari Om Gua, Papahnya Echa pun melayani tuntutan keluarga Dewa, dan akhirnya, menyeret nama Mba Siska karena kalian tau lah apa yang terjadi. Papahnya Echa memberikan gambaran tentang hukum yang berlaku dan yang akan kami semua terima jika benar-benar masalah ini sampai naik ke meja hijau. Dewa juga tidak akan lepas dari jeratan hukum, karena sudah masuk pasal penganiyayaan terhadap Gua. So... Choose wisely for this syit!!!
Siapa sekarang yang pusing ? Keluarga Mba Siska dan keluarganya Dewa. Mereka jelas tidak mau sampai anak-anaknya harus mendekam di ruangan yang dingin dan pengap. Beberapa pertimbangan dan masukkan dari pengacara pribadi keluarga Echa akhirnya meluluhkan hati Bapaknya Dewa, Beliau memilih jalan damai secara kekeluargaan, dan memang kalau mau dilihat lagi toh tidak ada korban jiwa dari pihak keluarganya.
Semuanya selesai sampai disitu... Harapan Gua pun begitu, tapi sayang. Ada seorang perempuan yang tidak terima atas kejadian tersebut. Tidak terima Gua terluka karena timah panas, walaupun hanya tergores.
Echa, ya dia yang selama ini memiliki hati yang ikhlas dan baik dalam menghadapi setiap masalah akhirnya tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia tidak peduli dengan urusan keluarga Dewa, tapi lain ceritanya kepada Mba Siska. Gua dengar dari Nenek yang melihat langsung. Saat Mba Siska bertemu Echa di rumah keluarga Echa. Itu wajah Mba Siska bersimbah air sirup dan sebuah gelas melayang ke samping wajah Mba Siska. Siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan Echa. Emosi tingkat Dewi Hera itu Teteh Gua... Serem oi! Kamvret!
Untung saja ada keluarganya, jadi masih bisa di lerai, kalau enggak, vas bunga ikut melayang ke kepala Mba Siska kata Nenek Gua. Kok Gua jadi sport jantung gini ngebayangin Echa marah. Jangan sampai Gua yang jadi objek kemarahannya deh. Kabur pilihan terbaik daripada meladeni Teteh Gua itu.
Ya namanya anak kesayangan, apapun akan diberikan oleh Papahnya. Dan permintaan maaf yang memang sudah bisa diterima Om dan Nenek Gua dari Mba Siska dan Pak Rw tidak cukup meredam hati yang emosi pada diri Echa. Jadi... Tuntutan terakhirnya adalah... Mba Siska akan di mutasi ke luar daerah. Jangan tanya kenapa kok bisa ? Ya Lu spekulasi sendiri aja deh kalo punya masalah sama orang berpangkat bintang. Udah cukup, jangan bahas lagi masalah ini okey ? Atau Gua gak segan-segan request deleted thread ini.
Dampaknya tidak terlalu besar bagi karir Mba Siska, hanya pemindahan tempat kerja saja. Beruntunglah hanya itu. Tapi ingat, selalu dan selalu ada udang dibalik batu... Kalau kalian jeli, kalian akan tau kenapa kejadian ini menjadi trigger untuk hubungan Gua dan Mba Siska. And the time will tell...
Selesai sudah kejadian itu dengan segala ceritanya dan pengaruhnya kepada orang-orang yang terlibat. Tapi sayangnya, yang Gua pikir sebuah luka di pinggang ini sudah cukup memberikan dampak kepada Gua, ternyata belum cukup.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dan... Dari part inilah titik awal kisah hidup Gua akan masuk ke dalam elegi. Ketika itu, tanpa Gua sadari, bahwa satu kaki Gua sudah menapaki jalan gelap tanpa cahaya sedikitpun di dalamnya...
Suara pintu kamar terbuka dari arah kanan. Gua menengokkan kepala dan melihat sebuah senyuman mengembang dari wajah seorang perempuan pemilik wajah yang teduh, seteduh hatinya yang selama ini selalu menemani Gua. Dia berjalan mendekat lalu menarik kursi di samping ranjang dan duduk tepat di sisi kanan Gua.
"Gimana sekarang ? Udah baikkan ?", tanyanya seraya menaruh kedua tangan ke lengan kanan Gua.
Gua tersenyum tipis menatap wajahnya. "Lumayan...", jawab Gua. "Kamu sendirian ?", tanya Gua.
Dia menggelengkan kepala, lalu menengok ke belakang, kearah pintu kamar. Tidak lama kemudian masuklah kedua orangtuanya. "Siang Za..", sapa Mamahnya yang berjalan mendekat bersama sang suami.
"Siang Mah".
"Gimana kondisi kamu ?", tanya Papahnya kali ini setelah berdiri tepat di dekat kaki Gua.
"Alhamdulilah udah baikkan Pah".
"Sudah mau makan sekarang ?", tanya Mamahnya.
Gua menganggukkan kepala dengan tersenyum. Kemudian Echa mengambil buah apel dari kantung plastik yang dia bawa tadi, lalu mengambil pisau kecil untuk membelah apel tersebut. Papahnya berjalan ke sisi kiri ranjang dan kini berdiri di dekat lengan kiri Gua.
"Za".
"Ya Pah ?".
"Papah sudah urus semuanya",
"Sekarang kamu tidak perlu lagi memikirkan perkara kemarin...", ucapnya sambil menaruh tangan kanannya ke bahu kiri Gua.
Pikiran Gua langsung kembali ke kejadian dua hari lalu setelah mendengar ucapan Papahnya Echa.
Malam minggu terburuk... Segala kekacauan yang Gua lakukan mengakibatkan semuanya berantakan. Gua runut pada saat sebuah granat dari tangan kanan ini Gua lempar kedalam rumah Dewa, dimana di ruang tamu rumahnya itu ada seorang anak gadis yang masih berusia 5 tahun sedang bermain boneka. Bukan pin yang Gua lempar kedalam sana, tapi benar-benar bahan peledak yang bisa membuat tubuh manusia hancur.
Granat itu... Bukan granat mainan. Granat itu adalah granat sungguhan yang dimiliki seorang perwira di masa lalu. Granat yang memang diperuntukkan di medan perang. Alm. Kakek Gua lah yang membawa bahan peledak tersebut ke rumah sekian tahun yang lalu. Tubuh Gua bergetar ketika membayangkan granat tersebut meledak di ruang tamu rumah Dewa, dan menghancurkan seisi ruangan beserta... Adik kecilnya itu.
Gua menghela napas dengan kasar, lalu Gua tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika tangan Papahnya Echa menggoyangkan bahu Gua pelan.
"Hey",
"Sudah tidak usah dipikirkan lagi", ucapnya.
Gua menengok dan menatap wajahnya lalu mengangguk pelan.
"Za, ayo dimakan dulu nih..", Echa menyodorkan tangan kanannya yang memegang potongan apel dari sisi kanan Gua.
Gua menengok kearahnya lalu membuka mulut dan menerima suapannya. Manis, sangat manis buah apel yang sedang Gua kunyah ini. Lalu semakin manis rasanya ketika sebuah senyuman yang nampak dari wajah Teteh tercinta Gua itu.
Tidak lama kemudian pintu kamar terbuka lagi, kali ini Gua melihat beberapa orang yang masuk kedalam dan menghampiri. Sekarang di dalam kamar rawat inap ini telah berkumpul keempat sahabat Gua ditambah seorang gadis kecil. Echa dan kedua orang tuanya keluar kamar untuk memberikan waktu kepada kami. Rekti berada di sisi kiri bersama Icol, dan Unang ada di sisi kanan bersama Dewa yang menggendong Nissa.
"Ini mainannya buat aku ya Mas Eza", ucap Nissa sambil menunjukkan granat yang cukup berat berbahan besi kepada Gua.
Gua ambil granat itu, melihatnya dengan seksama, memutarnya perlahan dan mencari pinnya. "Pin nya gak ketemu Wa ?", tanya Gua tanpa menoleh.
"Enggak Za, Gua cari di teras sampai ke ruang tamu juga gak ada..", jawab Dewa.
Puuk..sebuah tinju yang sangat pelan menyapa lengan kiri Gua.
"Bangke emang Lu..", ucap Rekti sambil menyeringai,
"Gua kira beneran meledak itu granat", lanjutnya.
Gua terkekeh pelan sambil melihat Dewa kali ini. "Sorry ya Wa", ucap Gua kepada Dewa sambil terkekeh.
Dewa menggelengkan kepalanya pelan, lalu Gua melihat kedua sudut matanya mulai timbul butiran air. Cepat-cepat dia seuka airmatanya dengan punggung tangan kirinya.
"Rasanya tulang Gua lepas semua waktu Lu narik pinnya dan ngelempar granatnya ke dalem rumah.. Fak! Sial emang Lu Za.. Ha ha ha ha..", jawab Dewa.
Kami semua tertawa pelan mendengar ucapan Dewa itu, kecuali satu orang... Unang, dia menatap Gua dengan wajah yang serius.
"Kenapa Nang ?", tanya Gua yang menyadari tatapannya itu.
"Apa Lu gak kepikiran Za...", ucapnya,
"Kalo misalkan itu granat masih aktif", lanjutnya.
Gua menghela napas dengan wajah yang tertunduk, lalu menyeringai sesaat sebelum kembali menegakkan kepala. "Gua yakin kalo itu granat gak aktif kok", jawab Gua.
"Udah Lu test sendiri ?", tanya Icol kali ini.
"Ya, waktu Gua ambil granat itu dari gudang, Gua sempat lepasin pinnya dan Gua lepas juga safety lever nya...", jawab Gua sambil melirik kepada Icol.
"Kalo ternyata aktif, Lu...", ucap Rekti yang tidak melanjutkan ucapannya lagi.
"Bum! Mati Gua..", jawab Gua.
Seketika itu juga wajah mereka pucat sambil menelan ludah.
"Hahahahaha... Santai brothers, Gua gak bodoh untuk nyoba peledak aktif di tangan Gua..", ucap Gua,
"Gua tau ini granat gak aktif, karena Kakek Gua pernah bilang ke Om Gua, kalo nih granat sebagai contoh aja, isinya atau serpihan besi udah gak ada, kosong..", lanjut Gua.
"Tapi itu beneran granat kan ?", tanya Unang lagi.
Gua melemparkan granat nanas ini keatas, setinggi kepala dan kembali menangkapnya. "Yap.. This is real hand-grenade with empty explosive..", ucap Gua lagi lalu memberikannya kepada Nissa. "Maenan baru untuk kamu Nis", lanjut Gua sambil tersenyum setelah Nissa kembali menerima granat itu.
"Makasih Masss... Hihihi", jawab Nissa dengan ekspresi yang lucu.
Shock therapy Heh..? Yes.
And I'm not psycho... I just like psychotic things... - Gerard Way
So what's next ? Ledakkan dalam ruang tamu yang meluluhlantakan seisi ruangan ? Itu hanyalah bayangan Gua saja, bayangan dalam pikiran Gua yang menari-nari dengan indahnya dan cukup membuat Gua bergidik.
"Gimana sama luka Lu Za ?", tanya Dewa sambil menurunkan Nissa dari gendongan pada tangan kanannya.
"Yaaa.. Lumayan membaik, dan udah gak kerasa sakit sih", jawab Gua,
"Ngomong-ngomong, Mba Siska gimana ?", tanya Gua melirik kepada Dewa.
"Huuftt.. Gua gak tau kelanjutannya Za", jawab Dewa.
"Katanya bakal di mutasi ke luar daerah", ucap Rekti kali ini.
Gua menggelengkan kepala pelan sambil memejamkan mata. Pacar Gua, ya dia masih jadi pacar Gua, kami belum putus. Timah panas yang dia berikan kepada pinggang Gua ini bukanlah alasan untuk Gua mengakhiri hubungan kami, tapi semenjak Gua dirawat di rumah sakit ini, Belum sekalipun dirinya datang menjenguk atau sekedar menelpon Gua. Khawatir, sangat khawatir perasaan Gua ketika mendengar kabarnya kemarin, nyaris semua yang terjadi tiga hari lalu itu berakhir diatas meja hijau. Dan kabar kejadian itu pun keesokan harinya sampai ke telinga Om Gua, dan beliau langsung datang ke rumah saat Nenek menelponnya minggu pagi.
Sesuai yang diceritakan Rekti dan Unang. Saat Gua sudah terkapar dan pingsan akibat tembakkan dari sebuah revolver yang berada pada genggaman Mba Siska, mereka semua menghampiri Gua dan Dewa. Lalu Pak Rw masuk kedalam rumah Dewa, untuk memastikan keadaan Nissa, dan karena memang granat tidak meledak, Pak Rw langsung menggendong Nissa dan dibawa keluar rumah. Sedangkan Gua digotong oleh Rekti dan Unang, Dewa dipapah oleh Icol dan Meli. Sedangkan Mba Siska... Dia malah pingsan sesaat setelah melepaskan timah panas.
Beberapa tetangga keluar dan ikut membantu Mba Siska yang sudah pingsan diatas jalanan komplek. Gua langsung dibawa ke rumah sakit oleh Rekti dan Unang menggunakan mobil Rekti, darah yang keluar dari pinggang Gua dibalut oleh baju sweater Gua, yang dilepaskan oleh Unang. Sedangkan Mba Siska, Meli, Icol, Nissa dan Dewa dibawa ke rumah Pak Rw. Icol mendatangi rumah Gua untuk memberikan kabar kepada Nenek, ya tentunya dengan sedikit berbohong, dia tidak bilang kalau Gua tertembak, melainkan pingsan karena berantem dengan Dewa.
Setelah itu, barulah Pak Rw, Icol, orangtua Unang, dan orangtua Icol ikut menyusul ke rumah sakit bersama Nenek menggunakan dua mobil. Pada saat di IGD, Nenek Gua akhirnya tau kalau luka yang Gua dapatkan sebenarnya karena timah panas. Seketika itu juga kata Rekti, Nenek langsung jatuh pingsan. Dewa dan Mba Siska tidak ikut karena kondisi mereka yang masih belum sadar, mereka berdua berada di rumah Mba Siska, yang ditemani oleh Meli, Ibundanya Mba Siska dan beberapa tetangga sebelah rumah.
Keesokan paginya, di hari minggu, Gua sudah sadar setelah menerima jahitan dan pengobatan dari dokter. Gua terbangun di ranjang kamar rawat inap kelas 2. Gua baru tau, hahahahha... Fak! Itu timah hanya 'say hello' to me aja, alias serempet kamvret. Tapi ya tetep aja gais, sakit, perih, panas, dan bikin tubuh menggigil kayak orang sakit demam. Bahkan Gua pingsan. Fak!
Gak kebayang kalau sampai bersarang tuh timah. Selesai sudah riwayat kadal bunting, enggak ada nih cerita. Wassalam, game over Gua. Hahahahahha asyuuuu...!
Tapi hanya sekian tawa Gua. Karena perasaan Gua kembali cemas dan hati Gua sedih, Mba Siska... Dia harus menerima tuntutan dari Papahnya Echa. Fak!!! Gua tau akan hal itu setelah Rekti menceritakannya pada hari setelah kejadian tersebut di rumah sakit ini. Jadi apa yang sebenarnya terjadi setelah itu....
Echa yang pada akhirnya tau setelah minggu pagi Om Gua datang dari Bandung lalu mendengar kejadian itu dari Rekti dan Pak Rw langsung menghubungi Papahnya Echa. Dan disinilah Gua tidak habis pikir, Papahnya Echa tidak terima, dia menuntut Mba Siska dan akan memperkarakannya. Padahal menurut Om Gua, bukan itu yang Om dan Nenek Gua inginkan, tapi menolong Gua, keluarga Dewa dan Mba Siska agar bisa damai secara kekeluargaan. Bingung dan rumit masalah ini.
Keluarga Dewa jelas tidak terima dengan apa yang Gua lakukan pada kedua anaknya, Dewa dan Nissa. Bapaknya Dewa hendak menuntut Gua karena mengancam keselamatan anaknya walaupun granat itu tidak meledak, oke Gua salah. Tapi maksud Om Gua dan Pak Rw ingin berunding, agar semuanya bisa terselesaikan tanpa perlu menempuh jalur hukum. Ya namanya orangtua, mana ada sih yang terima, dengan emosinya Bapaknya Dewa tetap akan melanjutkan kasus ini, maka Om Gua mau tidak mau harus meminta bantuan lagi kepada bintang satu yang kerlip engkau disana...
Setelah selesai mendengar kejadian itu dari Om Gua, Papahnya Echa pun melayani tuntutan keluarga Dewa, dan akhirnya, menyeret nama Mba Siska karena kalian tau lah apa yang terjadi. Papahnya Echa memberikan gambaran tentang hukum yang berlaku dan yang akan kami semua terima jika benar-benar masalah ini sampai naik ke meja hijau. Dewa juga tidak akan lepas dari jeratan hukum, karena sudah masuk pasal penganiyayaan terhadap Gua. So... Choose wisely for this syit!!!
Siapa sekarang yang pusing ? Keluarga Mba Siska dan keluarganya Dewa. Mereka jelas tidak mau sampai anak-anaknya harus mendekam di ruangan yang dingin dan pengap. Beberapa pertimbangan dan masukkan dari pengacara pribadi keluarga Echa akhirnya meluluhkan hati Bapaknya Dewa, Beliau memilih jalan damai secara kekeluargaan, dan memang kalau mau dilihat lagi toh tidak ada korban jiwa dari pihak keluarganya.
Semuanya selesai sampai disitu... Harapan Gua pun begitu, tapi sayang. Ada seorang perempuan yang tidak terima atas kejadian tersebut. Tidak terima Gua terluka karena timah panas, walaupun hanya tergores.
Echa, ya dia yang selama ini memiliki hati yang ikhlas dan baik dalam menghadapi setiap masalah akhirnya tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia tidak peduli dengan urusan keluarga Dewa, tapi lain ceritanya kepada Mba Siska. Gua dengar dari Nenek yang melihat langsung. Saat Mba Siska bertemu Echa di rumah keluarga Echa. Itu wajah Mba Siska bersimbah air sirup dan sebuah gelas melayang ke samping wajah Mba Siska. Siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan Echa. Emosi tingkat Dewi Hera itu Teteh Gua... Serem oi! Kamvret!
Untung saja ada keluarganya, jadi masih bisa di lerai, kalau enggak, vas bunga ikut melayang ke kepala Mba Siska kata Nenek Gua. Kok Gua jadi sport jantung gini ngebayangin Echa marah. Jangan sampai Gua yang jadi objek kemarahannya deh. Kabur pilihan terbaik daripada meladeni Teteh Gua itu.
Ya namanya anak kesayangan, apapun akan diberikan oleh Papahnya. Dan permintaan maaf yang memang sudah bisa diterima Om dan Nenek Gua dari Mba Siska dan Pak Rw tidak cukup meredam hati yang emosi pada diri Echa. Jadi... Tuntutan terakhirnya adalah... Mba Siska akan di mutasi ke luar daerah. Jangan tanya kenapa kok bisa ? Ya Lu spekulasi sendiri aja deh kalo punya masalah sama orang berpangkat bintang. Udah cukup, jangan bahas lagi masalah ini okey ? Atau Gua gak segan-segan request deleted thread ini.
Dampaknya tidak terlalu besar bagi karir Mba Siska, hanya pemindahan tempat kerja saja. Beruntunglah hanya itu. Tapi ingat, selalu dan selalu ada udang dibalik batu... Kalau kalian jeli, kalian akan tau kenapa kejadian ini menjadi trigger untuk hubungan Gua dan Mba Siska. And the time will tell...
Selesai sudah kejadian itu dengan segala ceritanya dan pengaruhnya kepada orang-orang yang terlibat. Tapi sayangnya, yang Gua pikir sebuah luka di pinggang ini sudah cukup memberikan dampak kepada Gua, ternyata belum cukup.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dan... Dari part inilah titik awal kisah hidup Gua akan masuk ke dalam elegi. Ketika itu, tanpa Gua sadari, bahwa satu kaki Gua sudah menapaki jalan gelap tanpa cahaya sedikitpun di dalamnya...
Do or die, you'll never make me
Because the world will never take my heart
Go and try, you'll never break me
We want it all, we wanna play this part.
Because the world will never take my heart
Go and try, you'll never break me
We want it all, we wanna play this part.
Diubah oleh glitch.7 05-05-2017 14:44
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..

). 
(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
