- Beranda
- Stories from the Heart
Cahaya Ratih (18+/Thriller Genre)
...
TS
paycho.author
Cahaya Ratih (18+/Thriller Genre)
Quote:
GanSis, ane mau ngesharecerita ane berikutnya. Ini cerita udah ane bikin 4 tahun yang lalu tapi baru ane sharesekarang.
BTW, ini cerita genre thriller, crime, and romance.
Jangan lupa komennya, yah GanSis
Ini cerita ane yang sebelumnya. Full Romance dan lumayan bikin

Tapi 18+ juga
Kunjungin GanSis
BTW, ini cerita genre thriller, crime, and romance.
Jangan lupa komennya, yah GanSis

Ini cerita ane yang sebelumnya. Full Romance dan lumayan bikin


Tapi 18+ juga

Kunjungin GanSis
Quote:
DAFTAR ISI
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
CHARACTER'S BIO: NARA
PART 33
PART 34
CHARACTER'S BIO: RATIH
PART 35
CHARACTER'S BIO: DR. OKTA
PART 36
CHARACTER'S BIO: DR. Gladys
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
EPILOGUE
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
CHARACTER'S BIO: NARA
PART 33
PART 34
CHARACTER'S BIO: RATIH
PART 35
CHARACTER'S BIO: DR. OKTA
PART 36
CHARACTER'S BIO: DR. Gladys
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
EPILOGUE
Quote:
20rb 
Makasih yahhhhh.......moga2 bisa nyampe 100rb one day......

Makasih yahhhhh.......moga2 bisa nyampe 100rb one day......
Diubah oleh paycho.author 13-05-2017 07:23
junti27 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
104.8K
Kutip
683
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
paycho.author
#332
PART 36
Quote:
Kali ini, Nara akan mengajak main seorang anak agar ia terdiam dan tidak mengganggunya.
Sudah cukup ia dipermainkan seperti ini, permainannya sudah terlalu berbahaya. Sekarang giliran Nara yang memimpin permainan.
Sebelum masuk ke rumah Ratih, Nara terlebih dahulu berkumur dengan menggunakan minuman keras dan menumpahkan sedikit di bajunya agar aroma alkohol yang menyengat tercium dari dirinya.
Persiapan kedua adalah berakting mabuk, sangat mabuk, ini mudah saja karena Nara sudah biasa mengamati perilaku para pemabuk di kantor polisi. Ketukan di pintunya tidak berirama dan berisik hingga membuat Ratih membuka pintu dengan wajah kesal.
“Apa-apaan ini, Nara?”
“Hei Ratih, Ratih ku yang cantik.....”
Nara memeluk Ratih sementara Ratih berusaha melepaskannya dengan marah dan jijik.
“Kok begitu? Kan Ratih mau melakukan apapun yang kuminta? Atau Ratih ingin keberadaannya diketahui orang?”
Wajah Ratih langsung berubah lagi, kini menjadi marah. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karena memang benar ia telah berjanji untuk tidak menolak apapun yang diminta Nara, bahkan ketika bau alkohol yang menyengat membuatnya sangat mual.
Terpaksa Ratih membopongnya naik ke atas ke kamarnya, berharap Nara akan segera tidur dan ia bisa menjauh dari bau yang menyengat itu.
Ketika tubuhnya yang kecil dengan susah payah membopong Nara ke kamarnya, saat itulah Nara mulai merasa kasihan, tapi ia meneguhkan hati dan tetap bersandiwara.
Di dekat kamar Ratih, Dawon yang kini sudah bersih dan sehat menatap Nara dengan penuh curiga kemudian mengeluarkan bunyi menyeramkan ketika Nara masuk ke dalam kamar Ratih, seolah ia bisa merasakan kalau Ratih dalam bahaya.
Dawon tiba-tiba mengeong keras sementara ia berdiri dan rambutnya yang hitam berdiri semua. Untuk menghindari Dawon yang benar-benar berusaha untuk menyerang Nara, ia menutup pintunya dan membiarkan Ratih yang sepertinya terpengaruh oleh suara Dawon untuk membantingnya ke tempat tidur.
Ketika Ratih membalik badan untuk meninggalkan Nara, tangannya ditarik dan tubuhnya dibanting ke tempat tidur sementara Nara berada di atasnya. Ia memaksa tangan Ratih untuk berada di atas kepalanya dan tidak disangka kalau ternyata Nara membawa borgol di sakunya, ia memasang borgol itu pada pergelangan tangan Ratih dan mengaitkannya pada kepala tempat tidur.
“Nara? Apa-apaan ini? Lepaskan! LEPASKAN!!!” Ia menarik-narik tangannya, namun borgol itu terlalu kuat membelenggunya, hingga tangannya terasa perih dan panas, airmata mengalir dan wajahnya memerah. “Sialan kau orang mabuk!!!”
“Shhh....tenang saja.....lama-lama juga kamu akan menikmatinya.”
Bila ingin membuat anak kecil lelah, ajak bermain. Tapi jangan terlalu semangat, nanti malah orangtuanya yang kelelahan.
Kancing di pakaian Ratih dibuka satu persatu dan pakaian dalamnya dibuka paksa.
“Ini bukan untuk menyakitimu. Dengarkan aku, nikmati saja apa yang akan terjadi.” Ratih menghindari wajah Nara karena tidak tahan pada bau alkohol di mulutnya.
Pelan-pelan Nara membelai rambut Ratih dan menunggu hingga ia tenang. Setelah tangisannya mulai mereda, Nara mencium pipi Ratih dan kemudian pindah ke mulutnya, menjulur kan lidahnya agar bertemu dengan lidah Ratih. Sempat Nara khawatir Ratih akan menggigit lidahnya, namun ternyata tidak, Ratih sudah tenang dan tidak berontak.
Seiring dengan ciuman Nara yang pindah ke bagian tubuhnya yang lain, deru nafasnya semakin cepat dan keras. Ekspresinya berubah, pipinya memerah, dan tubuhnya terangkat. Ini bukan perlakuan yang pantas untuk seorang putri yang begitu dipuja oleh Nara, tapi ini satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya.
Nara harus membuat Ratih tertidur, karena hanya pada saat itu ia bisa menelusuri rumahnya tanpa diketahui Ratih. Dan tidurnya harus tidur yang benar-benar lelap dan dalam, tidur karena kelelahan dan tidak bisa bergerak lagi.
Ini yang penting, ketika mencium Ratih, dalam mulut Nara sudah ada obat tidur. Ketika lidahnya masuk ke mulut Ratih ia memaksa agar obat tidur itu langsung ia telan.
Nara tidak boleh terlibat dan terlena pada apa yang dilakukannya, ia tidak boleh melakukan penetrasi, khawatir ia malah akan lelah sendiri.
Nara membiarkan Ratih mendinginkan tubuhnya sebentar, tapi tidak terlalu dingin.Ketika Ratih terlihat tidak mampu bergerak lagi, Nara mulai mengasihaninya dan menganggap sudah aman untuk melepaskan borgolnya. Semoga saja ia tidak memasang borgolnya terlalu kencang, Nara tidak begitu ahli dalam menggunakan borgol karena memang borgol memborgol bukan termasuk dalam tugasnya.
“Shhh.....kamu capek, kan? Ini sudah berakhir. Tidurlah.....”
Ia mengusap-usap kepala Ratih yang tidak mampu berbicara lagi dan pipinya masih sangat memerah.
Sebentar saja waktu yang dibutuhkan hingga matanya terpejam. Nara bangkit dari tempat tidurnya untuk mencuci tangan, sekaligus memastikan kalau Ratih benar-benar tertidur lelap hingga ia bisa meninggalkannya dengan aman. Dawon masih menunggu di depan pintu dan mendesis ketika Nara keluar dari kamar Ratih.
Ia menutup pintu kamar Ratih untuk mencegah Dawon masuk ke dalam dan membangunkan Ratih.
Baiknya memang Nara menyingkirkan Dawon, tapi ketika ia menjulurkan tangannya, Dawon menggigitnya dan cakarnya menancap begitu dalam di tangan Nara hingga Nara terjatuh karena sakitnya yang luar biasa, apalagi Dawon menolak untuk melepaskan cakarnya dan kalau Nara memaksanya, kuku kucing berbentuk lengkung sehingga mengait di bawah kulitnya. Dawon seperti seekor vampir, meski kecil, taringnya luar biasa tajam, mungkin kucing ini adalah keturunan peliharaan Durga.
Yang pertama harus didatangi oleh Nara tentu adalah perpustakaan, tapi bukan untuk mengambil tulisan-tulisan yang disembunyikan oleh Ratih melainkan untuk melihat apa lagi yang disembunyikan di sana, salah satunya adalah mengapa Nara selalu merasakan kantuk yang luar biasa di dalam perpustakaan. Nara mulai merasakan kalai rasa kantuk yang dialaminya itu tidak alami, sepertinya ia menghirup obat-obatan tertentu.
Nara melihat pengharum otomatis yang terdapat di lantai dua, dan membongkarnya.
Rupanya pengharum otomatis ini dapat menyemprotkan dua macam pewangi dengan waktu yang sudah diatur. Satu pewangi berbau harum dan sedikit manis, yang satu lagi berbau agak pahit seperti jamu. Kedua cairan itu dimasukan ke dalam sebuah tabung kecil dan Nara menaruh kembali pewangi ke dalam mesinnya.
Baru setelah itu Nara membongkar tempat Ratih menyembunyikan tulisan-tulisannya mengenai masa lalunya. Kotak berisi tulisan Ratih diangkat dan untuk menghindari kesalahan yang dulu, Nara terlebih dahulu membaca buku harian Ratih dan mencatat apa yang penting, termasuk ketigabelas nama orang-orang yang ditangkap sebagai tersangka.
Yang menarik adalah Ratih menyimpan tulisan-tulisan ayahnya yang berisi perlawanan kepada pemerintah. Ia tidak menulis dengan nama aslinya, tapi dengan nama samaran Promotheus.
Kalau ini Nara tahu, penulis beraliran kiri dengan nama Promotheus, dulu, jurusan Nara adalah satu-satunya tempat dimana mahasiswa bisa membicarakan tulisan Promotheus ini, karena di tempat lain di kampusnya, bisa panjang urusannya kalau ada mahasiswa yang membaca tulisan Promotheus dan penulis kiri lainnya.
Nama Promotheus mungkin diambil karena dalam Mitologi Yunani, Prometheus adalah nama Titan yang disiksa karena memberika api pada manusia. Ini mungkin semacam perlawanan politik yang dilakukan oleh penulis dan pernyataan bahwa ia siap disiksa karena memberitahukan kebenaran, atau seperti Prometheus yang membawa api, ia membawa cahaya kebenaran. Nara sendiri tidak tertarik pada politik sehingga ia tidak menaruh perhatian pada Prometheus.
Apakah ada hubungannya antara pandangan politik ayah Ratih dan kematian keluarganya?
Dengan ketekunan yang hampir sejajar dengan polisi, Ratih membuat semacam biodata para pelaku. Dan lebih dari sekedar biodata, ia memiliki catatan sehari-hari pelaku, bahkan hingga keadaan psikologisnya yang masing-masing ditulis dalam tiga belas buku berbeda.
Tulisan Ratih luar biasa kedetailannya, apalagi karena bisa menggambar, Ratih menggambar sketsa wajah dari ketigabelas tersangka berikut dengan keterangan bagaimana ciri-ciri fisiknya.
Dan apa yang paling mengejutkan Nara? Semuanya diberi label MATI dengan darah dan diberi tanda silang.
Semua pelaku sudah mati?
Salah satu pelaku akhirnya dikenali Nara. Ia adalah korban dalam kasus pertamanya sebagai seorang pemimpin tim penyelidik, Ariz Mazmur Kurniawan, yang meninggal karena jatuh ke dalam jurang setelah mabuk. Itu adalah pelaku terakhir yang tewas menurut tanggal yang ditulis Ratih dalam bukunya.
Tidak mungkin Nara membaca semua buku ini sekarang, mau tidak mau ia memfoto bisa semua halaman yang ada ke-13 buku itu dan buku harian Ratih dengan kamera DSLRnya agar ia dapat memoto dua halaman sekaligus.
Nara berpacu dengan waktu, dan tidak akan berlebihan kalau Nara sekarang mengkhawatirkan nyawanya.
Selesai memfoto, Nara memeriksa dengan cepat bagian lain rumah Ratih termasuk dapurnya. Dalam salah satu rak ia menemukan banyak tumbuh-tumbuhan yang tentu saja bukan digunakan untuk masak. Kecubung, valerian, picung, bahkan ayahuasca, mushroom, dan ganja. Semuanya dalam keadaan kering dan ditaruh dalam stoples yang berbeda-beda.
Nara mengambil sedikit-sedikit untuk sample dan ditaruh dalam zip lock. Ada gunanya juga Nara membawa tas kerjanya. Satu lagi yang harus dilihat oleh Nara, yang mungkin tidak ada hubungannya namun mungkin ini satu-satunya waktu dimana Nara bisa melihat hal ini.
Diam-diam Nara masuk ke dalam kamar Ratih, Dawon sudah tidak ada di sana, dan Ratih masih tertidur pulas, jadi ia bisa menyimpulkan kalau situasi masih aman.
Dimulai dari lemari Ratih. Di dalamnya miril seperti lemari kostum. Berbagai macam pakaian ada di sana, tidak hanya gaun yang biasa dipakai Ratih, ada juga baju-baju 'normal'.
Pelan-pelan ia membuka laci di meja di kamar Ratih dan mengambil sebuah buku sketsa dan sebuah folder.
Buku sketsa Ratih berisi gambar-gambar biasa, kebanyakan gambar perempuan yang terlihat sedih. Beberapa gambar adalah gambar tempat-tempat yang ada di kota tempat ia tinggal, berarti tidak benar dugaannya kalau Ratih berdiam terus di dalam rumahnya.
Ada beberapa gambar Nara selain yang ia gambar beberapa waktu lalu, dan melalui gambarnya itu Nara tahu apa yang dilakukan Ratih setelah mereka pertama kalinya bersama, ia tetap terjaga dan menggambar Nara. Lama kelamaan rasanya creepy kalau membayangkan Ratih memperhatikan dan menggambar dirinya yang tertidur dalam keadaan setengah telanjang.
Di dalam foldernya juga terdapat gambar-gambar sketsa yang sepertinya sudah agak lama. Objeknya yang agak berbeda kali ini, dan lebih seram. Inya semua gambar-gambar orang yang mengalami kecelakaan hingga tewas, tenggelam, tercekik, jatuh, serangan jantung. Macam-macam dan semakin dibuka semakin menyeramkan..... juga semakin membuka mata Nara. Ia cepat-cepat mengeluarkan kameranya dan memotret dengan cepat sekenanya.
Setelah selesai, Nara merapikan kembali kamar Ratih dan secepatnya meninggalkan rumah itu.
Sudah cukup ia dipermainkan seperti ini, permainannya sudah terlalu berbahaya. Sekarang giliran Nara yang memimpin permainan.
Sebelum masuk ke rumah Ratih, Nara terlebih dahulu berkumur dengan menggunakan minuman keras dan menumpahkan sedikit di bajunya agar aroma alkohol yang menyengat tercium dari dirinya.
Persiapan kedua adalah berakting mabuk, sangat mabuk, ini mudah saja karena Nara sudah biasa mengamati perilaku para pemabuk di kantor polisi. Ketukan di pintunya tidak berirama dan berisik hingga membuat Ratih membuka pintu dengan wajah kesal.
“Apa-apaan ini, Nara?”
“Hei Ratih, Ratih ku yang cantik.....”
Nara memeluk Ratih sementara Ratih berusaha melepaskannya dengan marah dan jijik.
“Kok begitu? Kan Ratih mau melakukan apapun yang kuminta? Atau Ratih ingin keberadaannya diketahui orang?”
Wajah Ratih langsung berubah lagi, kini menjadi marah. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karena memang benar ia telah berjanji untuk tidak menolak apapun yang diminta Nara, bahkan ketika bau alkohol yang menyengat membuatnya sangat mual.
Terpaksa Ratih membopongnya naik ke atas ke kamarnya, berharap Nara akan segera tidur dan ia bisa menjauh dari bau yang menyengat itu.
Ketika tubuhnya yang kecil dengan susah payah membopong Nara ke kamarnya, saat itulah Nara mulai merasa kasihan, tapi ia meneguhkan hati dan tetap bersandiwara.
Di dekat kamar Ratih, Dawon yang kini sudah bersih dan sehat menatap Nara dengan penuh curiga kemudian mengeluarkan bunyi menyeramkan ketika Nara masuk ke dalam kamar Ratih, seolah ia bisa merasakan kalau Ratih dalam bahaya.
Dawon tiba-tiba mengeong keras sementara ia berdiri dan rambutnya yang hitam berdiri semua. Untuk menghindari Dawon yang benar-benar berusaha untuk menyerang Nara, ia menutup pintunya dan membiarkan Ratih yang sepertinya terpengaruh oleh suara Dawon untuk membantingnya ke tempat tidur.
Ketika Ratih membalik badan untuk meninggalkan Nara, tangannya ditarik dan tubuhnya dibanting ke tempat tidur sementara Nara berada di atasnya. Ia memaksa tangan Ratih untuk berada di atas kepalanya dan tidak disangka kalau ternyata Nara membawa borgol di sakunya, ia memasang borgol itu pada pergelangan tangan Ratih dan mengaitkannya pada kepala tempat tidur.
“Nara? Apa-apaan ini? Lepaskan! LEPASKAN!!!” Ia menarik-narik tangannya, namun borgol itu terlalu kuat membelenggunya, hingga tangannya terasa perih dan panas, airmata mengalir dan wajahnya memerah. “Sialan kau orang mabuk!!!”
“Shhh....tenang saja.....lama-lama juga kamu akan menikmatinya.”
Bila ingin membuat anak kecil lelah, ajak bermain. Tapi jangan terlalu semangat, nanti malah orangtuanya yang kelelahan.
Kancing di pakaian Ratih dibuka satu persatu dan pakaian dalamnya dibuka paksa.
“Ini bukan untuk menyakitimu. Dengarkan aku, nikmati saja apa yang akan terjadi.” Ratih menghindari wajah Nara karena tidak tahan pada bau alkohol di mulutnya.
Pelan-pelan Nara membelai rambut Ratih dan menunggu hingga ia tenang. Setelah tangisannya mulai mereda, Nara mencium pipi Ratih dan kemudian pindah ke mulutnya, menjulur kan lidahnya agar bertemu dengan lidah Ratih. Sempat Nara khawatir Ratih akan menggigit lidahnya, namun ternyata tidak, Ratih sudah tenang dan tidak berontak.
Seiring dengan ciuman Nara yang pindah ke bagian tubuhnya yang lain, deru nafasnya semakin cepat dan keras. Ekspresinya berubah, pipinya memerah, dan tubuhnya terangkat. Ini bukan perlakuan yang pantas untuk seorang putri yang begitu dipuja oleh Nara, tapi ini satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya.
Nara harus membuat Ratih tertidur, karena hanya pada saat itu ia bisa menelusuri rumahnya tanpa diketahui Ratih. Dan tidurnya harus tidur yang benar-benar lelap dan dalam, tidur karena kelelahan dan tidak bisa bergerak lagi.
Ini yang penting, ketika mencium Ratih, dalam mulut Nara sudah ada obat tidur. Ketika lidahnya masuk ke mulut Ratih ia memaksa agar obat tidur itu langsung ia telan.
Nara tidak boleh terlibat dan terlena pada apa yang dilakukannya, ia tidak boleh melakukan penetrasi, khawatir ia malah akan lelah sendiri.
Nara membiarkan Ratih mendinginkan tubuhnya sebentar, tapi tidak terlalu dingin.Ketika Ratih terlihat tidak mampu bergerak lagi, Nara mulai mengasihaninya dan menganggap sudah aman untuk melepaskan borgolnya. Semoga saja ia tidak memasang borgolnya terlalu kencang, Nara tidak begitu ahli dalam menggunakan borgol karena memang borgol memborgol bukan termasuk dalam tugasnya.
“Shhh.....kamu capek, kan? Ini sudah berakhir. Tidurlah.....”
Ia mengusap-usap kepala Ratih yang tidak mampu berbicara lagi dan pipinya masih sangat memerah.
Sebentar saja waktu yang dibutuhkan hingga matanya terpejam. Nara bangkit dari tempat tidurnya untuk mencuci tangan, sekaligus memastikan kalau Ratih benar-benar tertidur lelap hingga ia bisa meninggalkannya dengan aman. Dawon masih menunggu di depan pintu dan mendesis ketika Nara keluar dari kamar Ratih.
Ia menutup pintu kamar Ratih untuk mencegah Dawon masuk ke dalam dan membangunkan Ratih.
Baiknya memang Nara menyingkirkan Dawon, tapi ketika ia menjulurkan tangannya, Dawon menggigitnya dan cakarnya menancap begitu dalam di tangan Nara hingga Nara terjatuh karena sakitnya yang luar biasa, apalagi Dawon menolak untuk melepaskan cakarnya dan kalau Nara memaksanya, kuku kucing berbentuk lengkung sehingga mengait di bawah kulitnya. Dawon seperti seekor vampir, meski kecil, taringnya luar biasa tajam, mungkin kucing ini adalah keturunan peliharaan Durga.
Yang pertama harus didatangi oleh Nara tentu adalah perpustakaan, tapi bukan untuk mengambil tulisan-tulisan yang disembunyikan oleh Ratih melainkan untuk melihat apa lagi yang disembunyikan di sana, salah satunya adalah mengapa Nara selalu merasakan kantuk yang luar biasa di dalam perpustakaan. Nara mulai merasakan kalai rasa kantuk yang dialaminya itu tidak alami, sepertinya ia menghirup obat-obatan tertentu.
Nara melihat pengharum otomatis yang terdapat di lantai dua, dan membongkarnya.
Rupanya pengharum otomatis ini dapat menyemprotkan dua macam pewangi dengan waktu yang sudah diatur. Satu pewangi berbau harum dan sedikit manis, yang satu lagi berbau agak pahit seperti jamu. Kedua cairan itu dimasukan ke dalam sebuah tabung kecil dan Nara menaruh kembali pewangi ke dalam mesinnya.
Baru setelah itu Nara membongkar tempat Ratih menyembunyikan tulisan-tulisannya mengenai masa lalunya. Kotak berisi tulisan Ratih diangkat dan untuk menghindari kesalahan yang dulu, Nara terlebih dahulu membaca buku harian Ratih dan mencatat apa yang penting, termasuk ketigabelas nama orang-orang yang ditangkap sebagai tersangka.
Yang menarik adalah Ratih menyimpan tulisan-tulisan ayahnya yang berisi perlawanan kepada pemerintah. Ia tidak menulis dengan nama aslinya, tapi dengan nama samaran Promotheus.
Kalau ini Nara tahu, penulis beraliran kiri dengan nama Promotheus, dulu, jurusan Nara adalah satu-satunya tempat dimana mahasiswa bisa membicarakan tulisan Promotheus ini, karena di tempat lain di kampusnya, bisa panjang urusannya kalau ada mahasiswa yang membaca tulisan Promotheus dan penulis kiri lainnya.
Nama Promotheus mungkin diambil karena dalam Mitologi Yunani, Prometheus adalah nama Titan yang disiksa karena memberika api pada manusia. Ini mungkin semacam perlawanan politik yang dilakukan oleh penulis dan pernyataan bahwa ia siap disiksa karena memberitahukan kebenaran, atau seperti Prometheus yang membawa api, ia membawa cahaya kebenaran. Nara sendiri tidak tertarik pada politik sehingga ia tidak menaruh perhatian pada Prometheus.
Apakah ada hubungannya antara pandangan politik ayah Ratih dan kematian keluarganya?
Dengan ketekunan yang hampir sejajar dengan polisi, Ratih membuat semacam biodata para pelaku. Dan lebih dari sekedar biodata, ia memiliki catatan sehari-hari pelaku, bahkan hingga keadaan psikologisnya yang masing-masing ditulis dalam tiga belas buku berbeda.
Tulisan Ratih luar biasa kedetailannya, apalagi karena bisa menggambar, Ratih menggambar sketsa wajah dari ketigabelas tersangka berikut dengan keterangan bagaimana ciri-ciri fisiknya.
Dan apa yang paling mengejutkan Nara? Semuanya diberi label MATI dengan darah dan diberi tanda silang.
Semua pelaku sudah mati?
Salah satu pelaku akhirnya dikenali Nara. Ia adalah korban dalam kasus pertamanya sebagai seorang pemimpin tim penyelidik, Ariz Mazmur Kurniawan, yang meninggal karena jatuh ke dalam jurang setelah mabuk. Itu adalah pelaku terakhir yang tewas menurut tanggal yang ditulis Ratih dalam bukunya.
Tidak mungkin Nara membaca semua buku ini sekarang, mau tidak mau ia memfoto bisa semua halaman yang ada ke-13 buku itu dan buku harian Ratih dengan kamera DSLRnya agar ia dapat memoto dua halaman sekaligus.
Nara berpacu dengan waktu, dan tidak akan berlebihan kalau Nara sekarang mengkhawatirkan nyawanya.
Selesai memfoto, Nara memeriksa dengan cepat bagian lain rumah Ratih termasuk dapurnya. Dalam salah satu rak ia menemukan banyak tumbuh-tumbuhan yang tentu saja bukan digunakan untuk masak. Kecubung, valerian, picung, bahkan ayahuasca, mushroom, dan ganja. Semuanya dalam keadaan kering dan ditaruh dalam stoples yang berbeda-beda.
Nara mengambil sedikit-sedikit untuk sample dan ditaruh dalam zip lock. Ada gunanya juga Nara membawa tas kerjanya. Satu lagi yang harus dilihat oleh Nara, yang mungkin tidak ada hubungannya namun mungkin ini satu-satunya waktu dimana Nara bisa melihat hal ini.
Diam-diam Nara masuk ke dalam kamar Ratih, Dawon sudah tidak ada di sana, dan Ratih masih tertidur pulas, jadi ia bisa menyimpulkan kalau situasi masih aman.
Dimulai dari lemari Ratih. Di dalamnya miril seperti lemari kostum. Berbagai macam pakaian ada di sana, tidak hanya gaun yang biasa dipakai Ratih, ada juga baju-baju 'normal'.
Pelan-pelan ia membuka laci di meja di kamar Ratih dan mengambil sebuah buku sketsa dan sebuah folder.
Buku sketsa Ratih berisi gambar-gambar biasa, kebanyakan gambar perempuan yang terlihat sedih. Beberapa gambar adalah gambar tempat-tempat yang ada di kota tempat ia tinggal, berarti tidak benar dugaannya kalau Ratih berdiam terus di dalam rumahnya.
Ada beberapa gambar Nara selain yang ia gambar beberapa waktu lalu, dan melalui gambarnya itu Nara tahu apa yang dilakukan Ratih setelah mereka pertama kalinya bersama, ia tetap terjaga dan menggambar Nara. Lama kelamaan rasanya creepy kalau membayangkan Ratih memperhatikan dan menggambar dirinya yang tertidur dalam keadaan setengah telanjang.
Di dalam foldernya juga terdapat gambar-gambar sketsa yang sepertinya sudah agak lama. Objeknya yang agak berbeda kali ini, dan lebih seram. Inya semua gambar-gambar orang yang mengalami kecelakaan hingga tewas, tenggelam, tercekik, jatuh, serangan jantung. Macam-macam dan semakin dibuka semakin menyeramkan..... juga semakin membuka mata Nara. Ia cepat-cepat mengeluarkan kameranya dan memotret dengan cepat sekenanya.
Setelah selesai, Nara merapikan kembali kamar Ratih dan secepatnya meninggalkan rumah itu.
Diubah oleh paycho.author 05-05-2017 06:09
baronfreakz dan indrag057 memberi reputasi
2
Kutip
Balas