- Beranda
- Stories from the Heart
KABUT (Horror Story)
...
TS
endokrin
KABUT (Horror Story)
Tanpa basa-basi lagi bagi agan dan sista yang sudah pernah membaca dongeng-dongeng saya sebelumnya kali ini saya ingin mempersembahkan sebuah dongeng baru

Cerita saya sebelumnya bisa dibaca dibawah ini, tinggal diklik saja
Quote:
WARNING!!
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak mengcopy paste cerita ini. semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan mengerti bahwa betapa susahnya membuat cerita. Terima kasih
Quote:

Diubah oleh endokrin 19-05-2019 05:10
disturbing14 dan 30 lainnya memberi reputasi
29
619.5K
Kutip
2.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
endokrin
#237
Quote:
CHAPTER 4
Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indah, kebun-kebun warga yang luas dengan bukit-bukit yang menjulang tinggi mirip sekali dengan kampung Hobit di Lord of The Ring. Langit sudah mulai berwarna jingga pertanda bahwa matahari akan segera tiba, kabut putih menghiasi lereng-lereng menambah keindahan pemandangan yang ada didepan mata.
Aku memang anak kampung, tapi tak pernah menikmati keindahan seperti ini. terlalu lama tinggal dikota membuat kebencianku pada Negara ini menjadi tidak masuk akal, pikiranku terlalu sempit kalau menilai Indonesia hanya lewat berita politik dan carut marut pemerintahannya. Lihatlah disini, surga kecil yang tersembunyi. Aku memang sedikit berlebihan, tapi saat kulihat wajah berseri ketiga temanku menyaksikan pemandangan sekitar, mungkin isi kepala mereka sama sepertiku.
Ditemani udara pagi yang sejuk kami menyusuri jalanan yang sedari tadi terus menanjak dan berkelok. Dari penampilannya mobil yang kami tumpangi ini mungkin sudah bobrok tapi tenaganya tak sedikitpun kendur saat menaiki jalan yang terjal dan berbatu.
Setelah sekitar dua jam kami tiba disebuah kampung. Tidak susah untuk mencari pos pendaftaran, karena ketika sampai disebuah lapangan kecil tempat mobil parkir disitu tertulis petunjuk jalan untuk sampai dibase camp pendakian.
Setelah berjalan sekitar sepuluh menit kami tiba disebuah rumah kecil yang didepan pintu dan kacanya banyak stiker tertempel. Stiker-stiker itu milik para mapala dari berbagai kampus maupun klub pecinta alam, disitu tetulis jelas nama-nama mereka. Mungkin mereka ingin meninggalkan tanda bahwa gunung ini pernah mereka daki, para pesertanya datang dari berbagai daerah bahkan ada yang dari luar pulau jawa.
Baim mengucapkan salam sambil mengetuk pintu. Tidak begitu lama keluar seorang pemuda tinggi kurus menyambut kedatangan kami, dengan ramah dia mempersilahkan kami masuk.
“Kalau Tahun baru begini ramainya digunung Prau mas, disitu kan tidak terlalu tinggi, dan dipuncaknya juga banyak lahan untuk mendirikan tenda, jadi bagus kalau untuk rekreasi keluarga..hehe.” kata si pemuda dengan logat medoknya yang masih terasa ketika berbicara bahasa Indonesia.
“Saya tidak suka terlalu ramai mas, jadi ya milihnya gunung ini.” Jawab Baim.
“Baru ada yang naik delapan orang sih diatas, baru tadi pagi.. mungkin sekarang mereka masih dekat. Mereka dari kemarin malam mas datangnya, terus tidur disini. Tapi tidak tahu kalau nanti siang mungkin akan datang rombongan yang lain juga.”
Sukurlah diatas sudah ada orang, delapan jumlahnya. Aku sedikit gugup sekarang, semangatku sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang. Saat diterminal aku dan Imron memang menyerahkan sepenuhnya perjalanan pada Baim, dia mungkin tidak mau mendaki gunung yang tingginya sama dengan gunug-gunung yang ada dijawa barat, katanya tidak akan berkesan. Gunung yang akan kami daki sekarang tingginya lebih dari 3000 Mdpl.
“Burhubung pada baru datang, mending istirahat dulu aja, kalau mau sarapan itu diwarung depan Mas.” Kata Lelaki kurus tinggi ini.
Kami menuliskan nama dan nomer handphone dikolom pendaftaran, sedangkan Baim menyerahkan KTP sebagai pelengkap persyaratan. Setelah itu kami diberikan peta jalan dan peraturan-peraturan dalam bentuk kertas fotocopyan.
Si lelaki kurus itu bernama Warno, dia baru memperkenalkan diri. kemudian mas Warno pergi kebelakang, mungkin dia memberi ruang untuk kami agar bisa mempersiapkan diri.
“Sebelum memakai sepatu, pake ini biar ga lecet.” Baim mengeluarkan satu botol kecil minyak kelapa dari dalam kerilnya.
Kami semua mengecek perbekalan dan peralatan, karena kalau ada yang ketinggalan nanti saat sudah diatas tentunya bukan hal yang lucu. Baim mengepak ulang bawaan yang kami bawa kedalam keril, katanya agar lebih rapih dan enak saat digendong.
“Kalian bawa jas hujan ?”
“Tidak ada yang bawa Im.” Jawab Imron.
Baim menyarankan kami untuk mengecek warung yang berada persis disebrang base camp. biasanya warung-warung ditempat pendakian selalu menjual jas hujan plastik yang murah menurut Baim. Jadi aku seorang diri pergi kewarung untuk membelinya, semoga ada dan belum kehabisan, kalaupun tidak ada semoga selama pendakian kami tidak diguyur hujan.
“Sedikitan yang naik mas?”
“Iya pak.”
“Biasanya rombongan yang muncak mas, banyak pesertanya.” kata pria penjaga warung.
Pria paru baya itu kemudian menyerahkan tiga jas hujan yang masih terbungkus rapi dalam plastik.
“Kalau sudah diatas hati-hati ya mas.” Dengan tatapan yang sedikit ganjil si penjaga warung mengingatkan.
Aku tertarik dan sedikit penasaran dengan ucapannya, kemudian aku berpura-pura melihat daftar menu yang tertulis dipapan.
“Emang kenapa pak ?”
“Menurut mitos orang kampung sini, kalau sedang mendaki gunung itu dan nanti saat diatas menemukan jalan bercabang, harus belok kiri mas. Ingat belok kiri jangan ke kanan.”
“Si mas penjaga base camp tadi tidak bilang begitu pak.”
“Begini mas, kalau sedang sial dan apes biasanya para pendaki suka menemukan jalan bercabang. Mas sebagai pendaki kan pas tahu kalau setiap gunung itu pasti punya mitosnya sendiri-sendiri.”
Aku tidak tahu apakah bapak penjaga warung ini sedang mencoba menakut-nakuti atau ucapannya memang serius sekali. Aku memesan mie goreng, terpaksa karena masih penasaran dan ingin berbincang-bincang lebih lama.
“Empat bulan sebelumnya kan ada yang meninggal saat pendakian digunung ini mas. Emang tidak muncul diberita ?” Lanjut penjaga warung itu sambil membuka bungkus mie instan.
Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban, kali ini aku tidak bisa terkata karena kaget mendengar kabar tersebut. Jujur saja nyaliku kini makin ciut.
“ Mungkin bagi wartawan ini Cuma berita kecil jadi ga masuk ke televisi. Lagian siapa yang peduli dengan kejadian dikampung terpencil seperti ini mas. Empat bulan yang lalu ada mahasiswa dari Jakarta, dia melakukan pendakian seorang diri. tapi setelah empat hari tidak ada laporan lagi ke pos ini.”
Si penjaga warung menuangkan air kedalam panci. Kemudian dia mengelap wajahnya yang berkeringat.
“Awalnya Warno yang jaga dipos itu sama teman-temannya sempat khawatir, bahkan sampe dilakukan pencarian keatas sana. Tapi nihil, mahasiswa itu tidak ditemukan. mereka menyangka bahwa mahasiswa itu sudah pulang tanpa laporan dulu ke pos. Kadang saya kasian sama pengelola gunung ini, bayarannya ga seberapa tapi kerjanya berat banget kalau ada kejadian-kejadian yang kaya gitu.”
“Terus gimana pa ?”
“Setelah mungkin lima hari atau seminggu, Saya lupa tepatnya. Ada dari pihak kampus beserta beberapa teman dan orang tuanya yang datang ke pos mencari keberadaan si mahasiswa yang hilang itu. Soalnya terakhir kali dia pamit sama pacarnya, ya untuk mendaki ke gunung ini.”
Air didalam panci mulai mendidih dan mengeluarkan uap. Clum!! mie instan dimasukan kedalam panci.
“Terus pak ?”
“Pencarian kembali dilakukan, kali ini melibatkan banyak orang termasuk dari tim SAR. Namun tidak membuahkan hasil, sampe malam hari masih belum ditemukan.”
Aku menuangkan air teh kedalam gelas. Semerbak bau melati yang bercampur dengan teh memenuhi hidung.
“Bapaknya warno itu mas, dia juru kunci digunung ini. berkat bantuan penerawangannya barulah bisa ditemukan. mahasiswa itu ternyata berada disekitaran pos 3. Saya tidak tahu pos 3 itu seperti apa, karena jujur saja warga disini tidak ada yang pernah naik ke puncak gunung itu. Tapi sayangnnya saat ditemukan sudah tidak bernyawa. Sudah busuk mas. Baunya bahkan sampa sekarang saya masih ingat.”
Semerbak bau melati dan teh yang aku minum mendadak jadi membuat perutku mual, mungkin karena aku membayangkan bau busuk mayat dikepalaku.
“Itupun ditemukan sekitaran jam 8 malam. Sungguh aneh menurut Warno, padahal sebelumnya disetiap pos dan tempat-tempat yang disediakan untuk mendirikan tenda dia telah mengubek-ngubeknya sampai dua kali tapi tidak ditemukan. Katanya sih ada yang menyebutkan bahwa mayatnya disembunyikan oleh para penunggu diatas sana.”
Mie hasil rebusan itu dituangkan kedalam piring yang penuh bumbu. Semerbak bau bawang goreng tercium dihidung, biasanya aroma ini menggugah selera makan namun kali ini malah membuatku mual dan menghilangkan nafsu makan.
“Makanya hati-hati mas. Bukan kita harus percaya sama yang begituan, tapi mau tidak mau tempat-tempat yang belum terjamah manusia itu kadang masih keramat.”
“Makasih pak nasihatnya. Mienya dibungkus saja, buat nanti dimakan dijalan.”
Si penjaga warung mengkerutkan keningnya, namun dia tak bisa menolak permintaan. Mie goreng yang masih mengepulkan asap itu dimasukannya kedalam plastik bening kemudian diikat dengan karet gelang.
Langit semakin terang, namun embun direrumputan masih belum hilang. Kabut putih secara perlahan mulai hilang, matahari mulai terik walaupun kami masih kedinginan. Satu bungkus roti sebagai pengganjal perut kami makan sebagai bahan tenaga untuk pendakian. Sedangkan sebungkus mie goreng yang dibeli tadi, aku selipkan kedalam kantong samping keril.
“Baik sebelum kita melakukan pendakian, sebaiknya kita berdoa dulu.”
Kami berempat saling berpegangan tangan dan menundukan kepala. Aku membaca surat al-fatihah sebanyak dua kali. Setelah selesai kami saling bertatapan, ada rona senyum diwajah masing-masing. Tapi aku tak bisa menampilkan senyuman kali ini, apalagi setelah mendengar cerita si penjaga warung tadi.
“Baik, kamu jalan duluan didepan Topan, biar aku dibelakang.” Kata Baim.
Aku melangkahkan kaki pertama, semuanya akan baik-baik saja.
Bersambung.....
Jangan lupa like, comen, share and subcribe
Diubah oleh endokrin 30-04-2017 14:35
twiratmoko dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Kutip
Balas