Quote:
Wira : Baik, tunggu dan lihatlah apa yang nanti bisa gue lakukan pada lo, apakah lo akan bisa pulang dengan selamat setelah hari ini, akan gue buat perhitungan dengan mulut kurang ajar lo
Gue : Kenapa harus nunggu nanti, sekarang aja! jangan hanya banyakan gaya woi, tapi buktikan!
Berikutnya tentu saja perkelahian kembali tak lagi terhindarkan, dengan mudah emosi gue kembali tersulut, sedang hasilnya masih tetap sama, bahkan gue berhasil menambah bonyok lagi muka Wira, gue baru bisa berhenti setelah kedua pipi gue tiba2 ditampar keras oleh Astri
Quote:
Astri : Plak2, cukup Mas, kamu gak berhak untuk sakitin dia, seperti apapun dia insyaallah sekarang adalah calon Imam buat Adek, jadi Adek gak mau dia nanti sampai kenapa2, lebih baik untuk Mas sekarang pulang, belajarlah untuk ikhlas Mas dan menerima kenyataan, untuk sebelum dan sesudahnya Adek hanya ingin meminta maaf, karena tak bisa menjadi pilihan yang baik, dan juga memberi sebuah keadilan untuk Mas
Gue : Baiklah, jika itu maumu, Mas akan pulang sekarang, tapi sebelumnya Mas hanya akan pastikan, jika dalam pernikahanmu nanti misalnya kamu tak bahagia, kamu tahu kan siapa orang yang pantas untuk kamu hubungi? dengan keadaan apapun kamu setelah hari ini, Mas akan selalu bisa menerimamu
Astri : Insyaallah, semoga itu tak terjadi
Akhirnya gue pulang setelah sebelumnya berpamitan kepada Mas Nugie, gue minta maaf karena sebelumnya hampir menyerangnya, sedang kepada Wira dan Endra tentu aja gue ogah, gue hanya memperingatkan mereka aja jika di pertemuan berikutnya gue lihat mereka masih tetap tak berubah, gue gak akan segan untuk bikin perhitungan lagi dengan mereka, sedang terspesial Wira, gue peringatkan jika sampai terjadi apa2 kepada Astri di kemudian hari, gue akan pastikan bahwa dia akan menyesal pernah dilahirkan, gue pastikan bahwa ujung nafasnya berada di tangan gue, terakhir gue kemudian menjabat tangan Astri untuk terakhir kali, “selamat tinggal As semoga kamu kelak mendapatkan apa yang kamu harapkan, mendapatkan apa yang kamu percayai akan takdir, dan semoga berbahagia walau dalam hati kecil Mas masih belum bisa menerima dan mengikhlaskan pernikahanmu” dan di akhir percakapan itu adalah sesi nangis dari Astri
Sampai gue telah tiba di rumah, gue memutuskan untuk mengurung diri di kamar mencoba untuk menenangkan diri, namun emosi gue yang saat itu memang sedang labil, bukanya menemukan sebuah ketenangan justru malah berbuah kekesalan, entah sudah ada beberapa barang yang telah gue banting waktu itu untuk menyalurkan emosi gue, termasuk sebuah bingkai foto dimana di dalamnya terdapat foto kenangan kita berdua dulu, dalam foto itu nampak seorang Astri yang sedang tersenyum sambil mengalungkan tanganya di leher dan pinggang gue, namun wajah itu kenapa sekarang gue begitu membencinya, hingga berikutnya sebuah lemparan kearah dinding sukses untuk menghancurkanya menjadi berkeping2, tentu saja suara kegaduhan itu akhirnya terdengar oleh anggota keluarga gue, menemukan adanya ketidak beresan, akhirnya mereka mengajak gue untuk bicara, dari situlah kemudian akhirnya gue mengaku ke mereka bahwa hubungan gue dengan Astri telah berakhir hari itu, tapi rupanya kekhawatiran mereka justru bukan ada pada gue, mereka nilai bahwa gue telah cukup dewasa untuk tak bertindak hal bodoh mengenai masalah ini, mereka percaya setelah ini gue pasti akan baik2 saja, justru kekhawatiran datang pada undangan yang kala itu sudah terlanjur disebar, janji penyewaan gedung, dekorasi, make up, dan catering yang sudah terlanjur di boking, yang kita sama2 tahu jika tak mungkin membatalkanya, yang pada akhirnya kita sekeluarga hanya akan mendapat malu, namun memang tak ada yang bisa kita lakukan saat itu kecuali hanya pasrah, jika seandainya masih ada sebuah pilihan tentu saja gue ingin lebih baik sakit teriris daripada sakit karena harus menanggung malu
Kadang sebuah rencana tak berhasil untuk dapat kita menangkan, ada kalanya rencana itu meleset dari apa yang seharusnya kita harapkan, dan mungkin itu yang sedang terjadi ke gue sekarang, jika memang gue tak ditakdirkan berjodoh dengan Astri,semoga gue telah disiapkan sebuah kebahagiaan bersama dengan orang lain, karena gue yakin selalu ada hikmah dari setiap peristiwa
Berikutnya satu persatu teman2 gue yang termasuk dalam daftar list penerima undangan gue hubungi, baik teman SD SMP SMK, teman kerja dan juga kanalan2 gue lainya, gue buat sebuah broadcast message berisi permintaan maaf gue kepada mereka semua, mengabarkan bahwa pernikahan gue yang urung dilaksanakan, kemudian mengirimkan kepada semuanya, gue minta yang menerima pesan tersebut untuk menyebarkan kembali kepada yang lainya yang belum tercakup dalam list telepon gue, hasilnya ada sebanyak ratusan balasan dari mereka yang beberapa diantaranya sedikit ada yang menyayangkan, beberapanya lagi kepo dan menanyakan penyebabnya, langsung gue balas “mungkin kita memang tak berjodoh, jadi minta do’anya kepada kalian untuk kebahagiaan kami masing2, dan untuk itu gue sungguh meminta maaf ” send to all, tak lupa gue meminta kemakluman dari mereka atas keputusan yang mendadak ini
Beberapa balasan pesan yang masuk setelahnya, diantaranya dari Beruk, Nisa, dan Bang Bisma, mempertanyakan tentang posisi, situasi, dan kondisi gue saat mengambil keputusan tersebut, dan gue balas ke semuanya, “ada sebuah alasan yang memang tak bisa gue sampaikan ke kalian, namun waktu itu gue masih cukup waras saat mengambil keputusan, gue janji keputusan ini tak akan gue sesali bahkan mengubah gue nantinya, gue akan normal seperti orang yang pernah kalian kenal sebelumnya, jadi jangan khawatir” send to all, hingga tak terasa jam pun menyongsong tengah malam, sedang gue mencoba untuk merebahkan tubuh gue untuk berusaha menjemput kantuk, gue ingin ketika gue terbagun besok gue sudah bisa melupakan masalahnya, dan berusaha mencoba menjalani hari2 gue dengan sewajarnya
Hingga sampai jam stengah satu dini hari gue masih belum juga tertidur, padahal sudah mencoba mengosongkan semua pikiran2 di otak gue, hingga bersamaan dengan itu terdengar bunyi HP gue, berdering tanda ada panggilan masuk, sedikit gue intip siapa penelpon di tengah malam tersebut, namun sama sekali tak tertera nama dan nomor si penelpon, sebenernya gue paling anti menerima panggilan dari nomor yang disembunyikan yang akhirnya gue reject, namun nomor tersebut berkali2 selalu memanggil walaupun berkali2 pula selalu gue reject, penasaran akhirnya gue menyerah dan coba mengangkatnya, setelah beberapa bunyi nada sambung akhirnya langsung terhubung, hanya sunyi senyap yang terdengar dari ujung sana, si penelpon malah enggan untuk berbicara, beberapa kali gue umpat dan gue ancem si penelpon jika yang dimaksudkanya hanya untuk sekedar iseng menghubungi gue, yang kemudian setelahnya justru terdengar suara tangis di ujung sana, tepatnya tangisan seorang wanita, (sumpah demi apa ngedenger suara cew nangis pada tengah malem itu sensasinya luar biasa terlebih ketika posisi kita lagi sendiri, merinding sumpah! sempet terpikir hal2 berbau mistik),
Cukup lama si penelpon membiarkan teleponnya tetap tersambung, sedang sendirinya masih gak berhenti menangis, gue yang lama2 jadi gak sabar kemudian coba menghardiknya, “siapapun lo sebaiknya jelaskan maksud dan tujuan lo nelpon gue di tengah malam, karena lo telah ganggu jam tidur gue, gue gak tahu ada masalah apa sampe bikin lo nangis tapi gue mohon dengan sangat jika sedang tak berkeperluan dengan gue tolong jangan ganggu gue” yang berikutnya langsung terdengar balasan dari sebrang sana, maaf, maafin gue Gri karena gak bisa ada disamping lo saat lo butuhkan, saat lo susah dan sedih, gue sangat mengerti perasaan lo bagaimana? hanya saja memang gue gak bisa bantu meringankan beban lo, selain hanya ikut mendo’akan agar lo bisa tabah atas musibah yang menimpa, hanya sebuah nasehat buat lo “jika sesuatu memang tak dapat lagi untuk kita pertahankan, maka ihlaskan untuk dia jadi milik orang lain, jangan kemudian bernafsu untuk menguasainya yang malah kemudian lo akan lupa bagaimana caranya berbahagia, satu orang yang pergi bukan berarti berhenti juga duniamu, yakinlah bahwa satu yang pergi akan menciptakan banyak ribuan lainya, jadi jangan pernah khawatir suatu hari pasti lo akan segera dapat gantinya, yang lebih baik, yang lebih cantik dan lebih segala2ya”, dan kemudian telepon pun langsung tertutup sebelum sempat gue membalas pernyataanya, dan benar saja suara yang barusan gue dengar malah lebih mengagetkan gue, suara yang sangat gak asing di telinga gue, tapi bagaimana bisa dia secepat ini tau masalah ini, buru2 segera gue cek list pesan terkirim dan diantara salah satunya gue temukan nama Erin tertera disana, status pesan delivered yang berarti terkirim, Damn kenapa gue bisa begitu ceroboh
Gue awali pagi hari ini dengan bermalas2an, gue sama sekali gak mengagendakan sebuah kegiatan yang ingin gue lakukan seperti pada hari biasanya, gue memutuskan untuk absen kerja, mungkin juga gue akan memutuskan untuk resign dalam waktu dekat, melihat perkembanganya sepertinya tak ada alasan untuk gue tetap menetap di kota ini, gue ingin pergi merantau untuk sekedar mencari ketenangan, membuang penat pikiran, dan melupakan segala masalah yang terjadi, mungkin terkesan seperti seorang pecundang yang sedang lari dari masalah ya, entahlah apapun itu namanya yang pasti gue merasakan kehadiran gue di kota ini seperti tak benar2 diinginkan, gue sadar betapa banyak kenangan yang telah terukir di kota ini, namun juga tak sedikit kenangan itu justru memberi rasa sakit saat gue mengingatnya, paling tidak gue akan kembali lagi suatu saat nanti ketika gue telah siap, saat gue telah bisa menjadi orang yang berbeda sesudah hari ini
Tiga hari menjelang hari pernikahan Astri dan Wira, kebetulan hari yang sama dimana gue akan pergi meninggalkan kota ini, sebelumnya gue bermaksud berpamitan kepada orang2 yang sempat gue kenal selama disini, termasuk juga permintaan do’a dari mereka agar gue sukses di tanah rantau, Beruk, Putri, Nisa adalah yang pertama kali gue temui, walau dengan berat hati akhirnya mereka bisa menerima keputusan gue, terakhir gue sempatkan juga untuk nyekar ke makam Aning, biasanya selama 3 tahun belakangan ini, sesuai janji kita berdua dulu, gue selalu datang bersama Astri kesini, kita akan datang setiap tahunnya untuk nyekar di makamnya, segera setelah gue tiba, tak sulit memang untuk segera menemukan makamnya, karena dulu ketika gue dan Astri masih ada sedikit rejeki kita memutuskan untuk patungan memugar makamnya, menggantikanya dengan bahan marmer (kalau orang jawa nyebutnya kijing), saat mulai dekat gue lihat telah ada orang yang lebih dulu ada disana, namun siapakah? hingga setelah akhirnya gue benar2 dekat dapat gue pastikan bahwa itu adalah Astri, entahlah gue seperti dejavu dengan peristiwa ini, kejadian ini hampir sama dengan pertemuan pertama kali gue dengan Astri sejak 3 tahun yang lalu saat kami semua baru lulus, bahkan ditempat yang juga sama, apakah gerangan dengan semua ini? gue sendiri gak berani untuk menyimpulkan, segera gue hampiri dia, tetapi gue sama sekali gak berani menyapa, selesai gue menabur bunga gue beralih dengan membersihkan beberapa rumput yang tumbuh liar diantara makam Aning, hingga akhirnya Astri lebih dulu menyapa gue
Quote:
Astri : Darimana Mas tahu gue sedang berada disini (“gue” = sekarang dia mulai memanggil dirinya sendiri dengan kata “gue,” sedang yang biasanya selalu “aku” atau pun “adek” cukup aneh sebenernya namun akan gue coba untuk membiasakan)
Gue : Yah, mana Mas tau lah, Mas kesini karena mau menyekar bukan sedang bermaksud dan berkeperluan denganmu, mungkin cuma kebetulan aja kita bisa ketemu lagi disini
Astri : Seperti itu, baiklah! kalau gitu gue duluan ya Mas, gue udah dari tadi soalnya disini, berikutnya gue janji gak akan pernah menampakkan muka gue lagi di depan Mas, jika hanya membuat Mas membenci kehadiran gue
Gue : Lah kenapa? gak ada sedikitpun alasan untuk Mas bisa membencimu As, kenapa kamu bisa memikirkanya demikian? oh, karena tadi mas gak menyapamu? soal itu sebenarnya Mas hanya ingin mencoba membiasakan untuk status baru yang sekarang Mas sandang, yaitu bukan lagi menjadi siapa2 bagimu, jadi Mas hanya ingin mencoba berlaku sewajarnya didepanmu, apakah itu salah?
Astri : (Nangis sejadinya, kemudian langsung nerjang memeluk gue) Maafkan aku Mas, percayalah bahwa sebenarnya aku melakukan ini karena sungguh terpaksa, jika tak ada alasan lain dan sedang tidak ada kejadian itu, pasti aku akan selalu setia berada di samping Mas, bahkan tak berniat sekalipun untuk meninggalkan Mas, namun ini satu2nya jalan yang mesti harus aku ambil, aku gak mau Mas terus2an menanggung semua kesalahaan yang kuciptakan, biarlah cukup aku sendiri yang membayar harga yang dari apa yang telah kutawar, untuk itu sekali lagi maafkan aku Mas
Gue : Yaudah! berhenti nangis sekarang, sebenarnya jauh2 hari Mas udah bisa maafin kamu kok, jika benar kita memang tak berjodoh, semoga mungkin yang menjadi jodohmu sekarang adalah sebaik2 pilihanya untukmu yang selalu bisa menjaga dan melindungimu, jadi tetap bahagia ya untuk kalian nanti
Astri : Terima kasih Mas, ohya ngomong2 bawa bekal tas sebanyak ini? Mas memang mau pergi kemana?
Gue : Oh, kebetulan hari ini Mas akan berangkat merantau ke luar kota, bermaksud sekedar mencari ketenangan setelah melalui semua ini, karena itulah Mas minta kemaklumanmu, jika seandainya absen pas dihari resepsi pernikahanmu, mungkin Mas kurang tepat bila berada disana, Mas gak ingin galau aja nanti, dan mumpung sekalian ketemu disini Mas minta do’anya juga semoga di tanah rantau Mas bisa sukses, begitu sebaliknya Mas juga akan do’akan untuk pernikahan kalian semoga langgeng
Astri : Memang sebaiknya begitu Mas, terima kasih atas waktu selama ini telah menemaniku, terima kasih juga telah menjadi imam sementara untukku (kemudian mencium ujung bibir gue, lumayan lah dapet salam tempel dari orang yang beberapa hari lagi telah sah menjadi muhrim orang lain) pasti Mas! akan senantiasa ku do’akan agar Mas selalu sukses ke depanya di semua hal yang hendak Mas raih dan cita2kan, baik dalam pekerjaan pun juga jodoh
Gue : Baiklah! kalau gitu sampai jumpa lagi As beberapa tahun lagi dari sekarang, setelah Mas telah berhasil untuk mendapatkan semuanya, dan seperti janji kita dulu apakah kamu masih berkenan As untuk bisa selalu datang kesini bersamaku
Astri : Sepertinya tak akan ada lagi kesempatan itu di tahun depan Mas, mungkin hari ini adalah kali terakhir untuk kita dapat bertemu, satu2nya kesempatan pula untuk kita dapat saling mengobrol
Gue : Apakah maksudmu setelah hari ini kamu akan pindah mengikut suamimu As, tak apa2 selama kamu masih bisa menepatinya tetap usahakan untuk bisa datang ya, demi Mas dan juga demi Aning
Astri : Maksudku bukan pergi seperti itu, tapi pergi untuk selama lamanya dan takkan pernah kembali, sehingga kepergianku akan mudah dilupakan oleh orang2 disekelilingku, kehadiran dan keberadaanku hanya akan dapat dirasakan dalam ingatan dan kenangan mereka yang telah mencintaiku (mungkinkah ini suatu pertanda/ firasat lagi tentang suatu hal yang akan terjadi nanti dimasa akan datang, sedang dia berusaha terus meyakinkan gue untuk bersiap2 menerima khabar buruk, setelah lama gue mengenal Astri gue tahu bahwa Astri bukanlah orang yang gemar mengobral kata bohong, beberapa pernyataannya selalu terus terang, firasatnya juga yang gue tahu beberapa tak pernah meleset, namun do’a gue semoga saja tak sampai terjadi hal yang demikian, gue belum siap bila harus menerima kehilangan lagi)
Hari ini telah genap seminggu setelah gue menjalani hidup dalam perantauan, kebetulan kota tempat tujuan gue adalah kota dimana dulu Risma dilahirkan, bukan sebuah kebetulan gue memutuskan untuk menetap sementara disini, karena beberapa hari sebelumnya gue memang telah sempat mengisi beberapa resume CV dan lamaran gue ke beberapa perusahaan, namun cuman hanya ada satu perusahaan yang demikian getol meyakinkan gue untuk dapat bergabung bersama mereka, dan kebetulannya adalah bahwa kantor cabang perusahaan mereka salah satunya berada di kota ini, yang sedikit aneh dari mulai proses awal gue memasukkan lamaran ke perusahaan ini via online, seterusnya justru terasa begitu gampang buat gue, tak ada proses legal administrasi, tak juga diwajibkan menjalani berbagai test2, sekalinya ponsel gue duhubungi adalah untuk mengabarkan bahwa gue telah diterima bergabung pada perusahaan tersebut, mengabarkan pula bahwa gue cuma diberi kesempatan selama seminggu untuk beradaptasi lingkungan dan mencari tempat kost terdekat
Lewat rekomendasi yang diberikan pihak mereka, akhirnya tibalah gue disini, di sebuah kost campuran yang dihuni sekitar kurang lebih 45 penghuni, berisi orang2 yang kurang lebih sama seperti gue yang sedang mencoba mengadu nasib di tanah rantau, disini gue akhirnya ber reoni dengan beberapa teman lama, diantaranya Winda, Irfan dan Santo, disini juga lembaran hidup gue mulai kembali terbuka dengan hadirnya sosok baru yang mengisi hati gue
Benar kata pepatah, "lain ladang lain belalang", dan dimana "bumi di pijak disitu langit dijinjing", hidup di tanah rantau itu memang cukup keras, siap tak siap kita musti harus bertemu dengan ratusan manusia yang memiliki sifat dan latar belakang berbeda, kita sama sekali tak tahu problematika juga perilaku tentang mereka, pokoknya kita hanya dituntut untuk dapat berbaur tanpa perlu memandang derajat, kasta dan ras, keadaan yang seperti itu tentunya hanya akan menimbulkan sebuah pilihan bagi kita, mau menjadi lebih baik atau jadi tambah buruk, itulah karakter yang nanti terbentuk di dunia kerja, kita yang berjumlah ratusan ini akan bersaing nantinya demi posisi dan jabatan, bagi mereka yang dapat menakhlukkanya pastilah dia akan berjaya, namun sebaliknya bagi mereka yang tak mampu atau gagal siap siap saja untuk ditinggalkan dan disingkirkan dari arena, ya menurut gue hidup pada suasana kerja di tanah rantau itu ibarat kita sedang bermain bola, hanya ada satu bola tapi diperebutkan oleh puluhan orang, tentu saja akan ada trik kotor nan curang yang dilakukan, ada upaya menjegal untuk menghentikan lawan, kadang kita juga dituntut harus bermain keras dengan benturan fisik, hanya yang berbeda dalam arena ini tidak ada peluit panjang dari seorang wasit, tak ada hujan kartu saat terjadi pelanggaran, tidak adanya sebuah aturan yang jelas, dan yang terakhir tak ada batasan waktu dan extra time, akhir pertandingan ini adalah pecundang bagi mereka yang menyerah untuk berjuang, dan juara bagi mereka yang tangguh, gigih dan ulet
Waktu seminggu yang dikasih oleh perusahaan, tentu saja tak gue sia2kan, gue mulai mencari tau tentang kehidupan di kota ini, mulai dari budayanya, tempat wisata, hingga ragam kuliner setempat, menghafal jalan yang musti harus gue lewati untuk menuju kantor, berkeliling mencari tahu tempat nongkrong asik buat para karyawan seperti gue, berbelanja kebutuhan dan keperluan gue selama tinggal di kost, dan terakhir mencoba untuk berusaha menemukan alamat tempat tinggal Risma, entahlah beberapa hari ini gue memang merasa sedikit kesepian, bukan karena saat itu gue sedang jauh dari keluarga, tapi gue merasakan ada yang bolong di dalam hati gue, soalnya gue yang dulu terbiasa untuk selalu mendapatkan perhatian dari seorang wanita, kini ketika gue tak bisa mendapatkanya lagi, menjadikan gue sedikit shock, dan itulah mungkin yang terjadi sekarang, walau terkesan aji mumpung gue berharap bahwa Risma lah satu2nya harapan dan tujuan gue untuk sekarang, paling tidak dia akan bisa sedikit membantu mengobati luka dihati gue, setelah ditinggal dua orang terdekat gue yang juga dikenalnya, namun ternyata sampai berakhirnya waktu seminggu tersebut, belum juga gue temukan alamat rumahnya