Beberapa hari ini terasa hambar tanpa adanya dina yang biasanya selalu mengisi hari-hari gue. Perlahan-lahan gue mencoba untuk melupakan kejadian yang baru saja gue alami lewat belajar karena ujian akhir semester gue yang sudah berada di depan mata.
Ujian pun gue lewati dengan cukup mudah walaupun gue sendiri sangat tidak pede akan hasil yang gue dapatkan. Suasana bandung pun mulai sepi ditinggal oleh pelajar-pelajar perantauan yang akan melaksanakan liburan. Namun, kali ini gue memutuskan untuk tetap berada di bandung demi mencari waktu untuk sendiri.
Sejujurnya, fikiran akan keberadaan dina pun masih terus menghantui gue setiap hari. Gue rindu akan senyumannya, gue rindu akan tawanya, gue rindu dengan tatapan kedua matanya, gue rindu akan kelembutan tangannya ketika menggengam tangan gue, dan gue sangat rindu dengan sosok kehadirannya menemani gue.
Gue lelah, lelah dengan semua hal yang telah terjadi di kehidupan gue akhir-akhir ini. Mungkin konyol ketika dua orang berbeda jenis kelamin yang menjalani persahabatan sejak kecil namun harus memendam perasaan yang berlebih satu sama lain dan keinginan untuk melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu memiliki.
Disaat gue mulai memiliknya, gue mulai merasakan apa yang dinamankan kebahagian. Kami bercanda dan tertawa bersama, menyanyikan lagu-lagu favorit kami berdua, menonton flm-film favorit kami serta konser-konser dari band-band favorit kami juga.
Setiap pasangan pasti mempunyai kenangan terindah yang mereka miliki. Mulai dari tempat favorit, makanan atau minuman, laggu, film, dan apapun itu. Kenangan-kenangan itu bagaikan mimpi untuk kita. Tapi, mimpi tidak akan berlaku selamanya. Sejujurnya, gue takut ketika waktu itu datang, yaitu mimpi yang harus bertemu dengan kenyataan.
Dan waktu itu pun akhirnya datang. Kami berdua mulai menjalani hidup kami sendiri-sendiri. Keadaan inilah yang sangat gue takuti, keadaan dimana gue dan dia harus berpisah dan seakan-akan melupakan memori memori tentang kami.
*****
Langit sore mulai terlihat mendung pertanda akan hujan datang. Gue duduk di teras kosan sambil menatap pemandangan sore hari ini. Suasana bandung dan terutama kosan gue pun mulai terlihat sepi akibat para penghuni yang mayoritas mahasiswa memutuskan untuk kembali ke kampung halaman.
Gue meraih segelas kopi panas yang baru saja gue buat. Lalu gue mencoba untuk merogoh saku gue mencari rokok milik gue dan membakarnya perlahan-lahan.
“lo ga balik?”
Suara yang sangat familiar itu membuat gue menoleh dan melihat rey yang sedang berdiri tepat berada di pintu depan kosan gue.
“balik kok, tapi gue gatau kapan”
Kemudian rey pun ikut duduk bersebelahan dengan gue dan membakar rokok yang dia keluarkan dari saku celananya.
“kenapa lagi lo?mikirin yang kemaren?”
“gatau gue lagi males pulang, lagi pengen disini aja”
“ah basi lo ron, bilang aja gamau inget-inget yag kemaren” ucap rey
“ya menurut lo gimana?”
Rey menghisap rokoknya, menghembuskannya pelan-pelan dan meatap gue dengan tatapan yang tajam
“gue udah denger semuanya, dari versi lo sama versi dina sendiri”
“denger darimana?”
“ya siapa lagi bego. Yasmin lah”
“terus?”
“ya dua-duanya salah sih. Walaupun lo temen akrab gue juga kali ini gue harus ngakuin kalo lo juga salah dengan emosi lo yang gabisa lo tahan itu”
“terus harusnya gue gimana?” tanya gue tiba-tiba
“gue disini netral aja ya. Gue percaya kalo dina jujur ceritain hal itu semua ke Yasmin.”
“sebenernya salah paham aja sih” timpalnya lagi
“ya menurut lo wajar ga gue cemburu?” gue menggerutu
“wajar kok, wajar banget. Gue juga pernah ada di posisi lo dan gue cemburu. Cuman cara lo dalam nanggepin kecemburuan lo yang salah”
“terus gue harus ngapain menurut lo gila?”
Spontan , Rey mengambil batang rokoknya yang kedua dan langsung membakarnya kembali.
“dengerin dulu omongan dia. Lo udah kenal dia lama kan? Pernah ga dia bohong sama lo?”
“Dina tuh udah sayang sama lo dari smp. Masa segampang itu buat dia selingkuh sama orang yang baru dia kenal di kampus?”
“coba lo pikirin deh. Gue bukannya belain dina ataupun cowok yang lo pukul itu. Cuman disini gue mau ngebuka pikiran lo aja. Lo berdua sama- sama salah kok menurut gue, tapi masalah kayak gini tuh ga sepantesnya buat lo berdua putus, ron”
“dina tuh cuman marah sesaat aja kok , percaya sama gue”
Gue terdiam dan hanya bisa mencoba untuk mencerna setiap omongan yang rey katakan kepada gue.
“tapi itu balik ke lo lagi, yang jalanin kan lo sama dina, bukan gue.”
“kalo lo jadi gue, lo mau ngapain rey?”
“kejar selagi bisa, karena gue tau kalo lo sayang sama dina kayak gue sayang sama Yasmin”
“tapi kata yasmin si dina mau ke singapur, ron?” tanya rey lagi
“iyaa, minggu depan doi berangkat”
“sama si cowok itu juga?”
“iya”
Rey diam sejenak lalu mulai menghabiskan kopi yang sedaritadi gue minum di teras.
“lo diem aja gitu ga ngelakuin apa-apa buat dina?"
“enggatau rey, gue lagi gabisa mikir apa-apa”
Rey mendengus sejenak dan kemudian melempari puung rokok yang telah ia hisap tepat di depan badan gue.
“lo gamau kerumahnya gitu jelasin?”
“kan masih banyak cara juga, kalo bisa ya sebelum dia ke singapur”
“gatau deh, gue ragu aja dia bakal nerima gue lagi”
“yaudah malem ini kita balik, gausah gegayaan lo pake acara ngga pulang buat nyari waktu sendiri”
Gue mengangguk pasrah dan kemudian meninggalkan rey untuk segera membereskan barang gue.
*****
Berbagai usaha sudah gue coba agar dina bisa kembali ke kehidupann gue lagi. Mulai dari mencoba menelfonnya,langsung menuju rumahnya untuk menghampirinya, menanyakan kabar dina lewat clara olla, pergi ke kampusnya, dan banyak hal lagi. Namun semua itu terasa sia-sia karena dina sendiri sama sekali tidak peduli dengan usaha yang gue lakukan. Yang dia lakukan adalah sesuai dengan perkataannya waktu itu, dia tidak mau gue berada lagi di dalam kehidupannya.
*****
Siang hari ini pun gue hanya beristirahat di kamar gue. Sesekali gue hanya melihat handphone gue dan membuka tutup berbagai macam aplikasi yang berada di handphone gue. Sejenak gue melihat contact khansa yang berada di friend list gue dan memutuskan untuk menelfon dirinya.
“ lo dimana sa? Kerja ga hari ini?”
“kerja, cuman jam tiga udah selesai kok. Kenapa ron?”
“abis itu sibuk ga lo?”
“kebetulan ga ada apa apa sih, kenapa?lo mau kesini?”
“iya, jam dua lewat gue kesana ya”
“okedeeh”
Alhasil gue memutuskan untuk segera mandi dan bersiap – siap. Jam di tangan kiri gue pun sudah menunjukkan pukul 14.30 ketika gue baru saja memarkirkan mobil gue di parkiran mall ini.Setelah berkeliling sejenak, gue akhirnya sampai di tempat khansa bekerja dan langsung memesan minuman yang biasanya gue beli di tempat ini.
Suasana di tempat ini cukup ramai dikarenakan hari libur. Kemudian gue mencoba mencari tempat duduk dan menemukan satu buah tempat duduk yang baru saja ditinggal oleh orang lain. Lima belas menit gue duduk di tempat ini, khansa pun langsung menghampiri gue dengan membawa sebuah makanan yang berada di tempat ini.
“nih gratis buat lo, ya cuman croissant sih”
“baik banget lo tumben gratisin gue ginian”
“ya gapapa, itung-itung gara-gara lo sering mampir kesini”
Gue mengangguk dan mulai mencoba makanan tersebut.
“bytheway, lo tumben nelfon dulu pas mau kesini, ada apan?” tanya khansa
Gue yang masih sibuk memakan croissant ini pun sama sekali tidak peduli dengan omongannya. Pelan-pelan khansa pun mulai mengambil piring croissant gue agar gue menjawab pertanyaan darinya.
“heh, ditanya tuh dijawab bego”
“gue mau cerita aja sih, kan waku itu lo ngomong kalo gue butuh tempat buat cerita ya kesini aja”
“ooh gitu ya? Gue aja lupa gue pernah ngomong itu. Emang mau cerita apa? Cewek lo pasti nih?”
“hidup lo kan gajauh dari cewek” timpalnya lagi
Gue tersenyum malu mendengar ucapannya. Lalu, gue mencoba membakar rokok milik gue agar gue bisa lebih rileks dalam menceritakan masalah gue. Hampir satu jam gue bercerita, khansa pun hanya manggut-manggut dan sesekali mengambil rokok milik gue dan membakarnya juga.
“udah selesai ceritanya nih?”
“udah kok sa”
“gila panas banget kuping gue dengerin laki ngoceh” hardiknya lagi
“jadi gini roni yang bego. Gue tau lo cemburu, cuman lo tau kan sifat si mantan lo ini gimana?”
“pertama dia ga suka cara lo yang make kekerasan, simple. Kedua, menurut gue dia pengen dikejar, pengen lo ngelakuin suatu hal yang wow lah, yang bikin dia speechless dan yakin kalo lo emang yang terbaik buat dia. Ketiga, kalo lo mau minta maaf segala macem jangan kayak neror gitu ah, kayak psikopat tau ga lo?”
“terus gue harus gimana?”
Khansa terdiam. Sesekali dia memainkan jari-jarinya dan menghisap rokok yang dia bakar sedaritadi pelan-pelan.
“susul dia ke singapur gih”
“serius lo?”
“ya gue serius, gue juga bingung kalo gue jadi lo harus gimana, karena menurut gue pas mantan lo jalan ke singapur ya itu salah satu cara buat si cowok makin deket sama mantan lo.”
“nah disini menurut gue ya lo harus kesana, lo harus ketemu dia, jujur apa adanya, dan lo ajak balikan lagi”
“gue yakin lo balikan kok kayak gitu” ucapnya mantap
“ya kalo ngga balikan, cari aja cewek disana. Lumayan juga buat liburan kan sekalian ngilangin rasa penat lo gara-gara masalah-masalah lo selama ini?”
Gue mengangguk setuju dan kami pun mulai mengganti topik obrolan kami. Tak terasa, sore hari ini pun telah berganti menjadi malam dan gue memutuskan untuk mengantarkan khansa pulang. Setelah sampai di rumahnya, gue mencoba merogh saku gue dan mencari handphone gue demi menelfon rey.
“lo dimana?”
“rumah, kenapa ron?”
“lo kerumah gue dong sekarang, apa gue jemput aja nih?”
“ngapain?”
“udah gausah banyak nanya, bisa ga?”
“yaudah gue jalan kerumah lo bentar lagi”
Gue mematikan telefon tersebut dan langsung melajukan mobil gue untuk menuju rumah. Ketika gue sudah sampai tepat di depan rumah gue, gue melihat sosok rey yang sudah berada di depan pagar menunggu kedatangan gue.
“gue kira lo dirumah anjir, ada apaan sih?” ucapnya dengan raut wajah kesal
“lo mau ikut gue ngga?”
“kemana?”
“singapur,malem ini kita nyari tiketnya”
Something about you
Makes me wanna try again
I tried to fill the space
Forgive for my mistakes
You just can't be replaced
You just can't be replaced