- Beranda
- Stories from the Heart
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
...
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):
And I know
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
There's nothing I can say
To change that part
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead
- Famous Last Words by MCR -
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
Quote:
Spoiler for Special Thanks:
***
Spoiler for From Me:
Versi PDF Thread Sebelumnya:
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/05/02/9605475_201705020801290527.jpg)
Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini
Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7
#2179
PART 29
Sekitar pukul 8 malam Gua dan Mba Siska sudah selesai makan malam di warung tenda pinggir jalan, kami berdua pulang menggunakan si Kiddo ke rumah kontrakannya, tentunya setelah sebelumnya Gua menjemputnya dari kantor sang kekasih itu.
Gua duduk di ruang tamu, sedangkan Mba Siska sedang berada di dapur, membuat secangkir kopi hitam untuk Gua dan sekalian mandi katanya. Kemudian sembari menunggu kopi datang, Gua membakar sebatang rokok dan mulai memikirkan permintaan Bianca tadi sore. Tidak sulit sebenarnya permintaan perempuan penghuni kamar kost no.3 itu, hanya saja akan terjadi salah paham kalau sampai Mba Siska mengetahui hal tersebut selain dari penjelasan Gua. Ya, gak ada cara lain selain menceritakannya kepada sang kekasih.
"Tadi kamu mau cerita apa Za ?", tanya Mba Siska setelah menaruh secangkir kopi di meja dengan balutan handuk di kepalanya.
"Duduk dulu sini Mba, cukup penting soalnya nih..", jawab Gua.
"Oh kalo gitu sebentar, aku ganti pakaian dulu ya", ucapnya lalu berjalan ke kamar.
Tidak lama kemudian, Mba Siska kembali ke ruang tamu dengan mengenakan daster motif bunga, lalu duduk di samping kiri Gua.
"Mau cerita soal apa tadi Za ?", tanyanya seraya menaruh telapak tangan kanannya ke paha kiri Gua.
Gua meneguk kopi sesaat, lalu mematikan rokok yang memang sudah sampai batas puntungnya.
"Mba...",
"Kamu dengerin dulu semua cerita aku sampai selesai ya",
"Supaya kamu enggak salah paham", ucap Gua sambil memandangi wajahnya.
Terlihat jelas raut wajah sang kekasih itu sedikit heran dan Gua yakin dia menerka ada hal yang enggak baik. Lalu Gua menghela napas pelan dan menyandarkan tubuh ke bahu sofa ruang tamu kontrakannya ini.
"Ada teman perempuan aku..",
"Dia tinggal di kamar no.3 kost-an",
"Namanya Bianca.. Dan kami berdua baru kenal, terus baru dekat beberapa minggu lalu Mba..", ucap Gua mulai bercerita.
Gua melirik kearah sang kekasih sesaat.
"Terus ?", tanya Mba Siska dengan kening yang berkerut.
Ya, Gua tau sifatnya. Dia pasti mulai berpikir kalau hubungan Gua dan Bianca lebih dari sekedar teman biasa. Gua bisa merasakan kalau nada bicara Mba Siska menunjukkan ketidak sukaannya akan cerita yang harus Gua lanjutkan ini. Tapi daripada suatu saat nanti salah paham, lebih baik Gua terbuka dan jujur kepadanya.
"Dia seumuran sama kamu Mba",
"Pekerjaannya DJ di club xxx daerah xxx Jakarta ini..", lanjut Gua... Dan, "Aaww!!", teriak Gua kesakitan.
Paha kiri Gua diremas keras oleh tangannya itu. Kemudian sambil mengelus-ngelus paha dan menahan perih, Gua menengok kepada Mba Siska. Wow, apa-apaan itu ekspresi wajahnya nyeremin, matanya melotot pula. Wah belum apa-apa udah marah aja ini Polcan. Hadeuuh...
"Mba, kamu kan belum denger ceritanya, sabar dulu kenapa sih!", ucap Gua dengan sedikit kesal.
"Alaah, ujungnya juga kamu bakal cerita kalau salah satu diantara kalian ada yang suka!",
"Udah ngapain aja kamu sama dia Za ?! Ngaku!", ucapnya tak kalah kesal dengan Gua.
Ya ampun ini Polcan negative thinking nya parah amat. Gile, baru juga mau cerita ini, set dah...
"Ceuk, aku sama dia gak ada apa-apa Mba! Sumpah!",
"Dia itu Lesbi Mba!!", ucap Gua to the point.
Mba Siska terkejut mendengar ucapan Gua tadi. "Lesbi ? Serius Za ?", tanyanya dengan suara pelan kali ini.
Gua mengangguk pelan, lalu kembali mengeluarkan sebatang rokok dan membakarnya untuk yang kedua kali. Menghembuskan asapnya perlahan dan kembali menceritakan soal perempuan yang bernama Bianca kepada Mba Siska. Awalnya tetap saja Mba Siska tidak percaya dengan pertemuan Gua dan Bianca di warteg, memang sih kalau dipikir-pikir kok kayak sinetron, bisa kenalan di warteg karena kekurangan bayar makan. Tapi ya mau gimana lagi, faktanya memang gitukan. Beberapa kali Mba Siska menunjukkan kekesalan lewat raut wajahnya ketika Gua bercerita sudah dua kali Bianca mengajak Gua keluar, makan di mekdih. Salah Gua memang gak cerita atau ngabarin dia sebelumnya.
Lalu Gua bercerita lagi tentang Lisa yang memberitahu Gua soal Bianca, sampai akhirnya tadi sore Bianca sendiri yang bercerita. Mba Siska sedikit melunak setelah mendengar semuanya. Kemudian Mba Siska menyandarkan kepalanya ke bahu kiri Gua, mengaitkan tangannya ke lengan kanan Gua.
"Za, maaf ya..",
"Aku gak bisa izinin kamu bantuin Bianca, aku gak mau nanti hubungan kita yang jadi taruhannya...", ucapnya pelan setelah mendengar semua cerita Gua.
...
...
...
Beberapa hari setelah Gua tidak mendapatkan izin dari sang kekasih untuk membantu Bianca, kini Gua sedang istirahat siang di kampus, duduk sambil merokok bersama Lisa. Ya, akhirnya Gua menceritakan juga permasalahan ini kepada Lisa.
"Ya emang gak salah juga sih Mba Siska sampe gak kasih izin ke kamu Za, gimanapun juga dia kan pacar kamu..", ucap Lisa.
"Terus menurut kamu baiknya gimana Lis ?", tanya Gua seraya menghembuskan asap rokok dari mulut.
Lisa menggoyang kan kepalanya ke kiri dan ke kanan perlahan, bola matanya keatas melihat dedaunan pohon, bibirnya tersenyum, dan beberapa detik kemudian dia menengok kearah Gua.
"Tes aja dulu sendiri Za..".
...
Malam hari Gua sedang berada di kost-an, lebih tepatnya di kamar Bianca. Gua duduk di kursi, sedangkan Bianca...
"Mm.. Tunggu tunggu Za..",
"Duuh.. Sebentar..", ucap Bianca menahan pundak Gua.
Gua tersenyum melihat Bianca yang malu-malu dengan wajah yang sedikit tertunduk.
"Udah gak usah dipaksain", ucap Gua seraya memundurkan wajah.
"Gue kok malah deg-degan gini siih, ish..", ucapnya lagi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Gua terkekeh pelan melihat tingkahnya, lalu Gua pegang kedua tangannya dan menaruhnya di kedua bahu Gua. Bianca menatap Gua lekat dan tersenyum.
"Jangan terburu-buru Ka'..",
"Lu udah mau duduk dipangkuan cowok aja udah kemajuan kan..", ucap Gua.
Bantuan yang diminta Bianca memang bukan ingin menjadikan Gua pacarnya, tapi proses dekat dengan laki-laki lah yang dia inginkan, secara normal. Menurut cerita Bianca kemarin, dirinya belum pernah bersentuhan secara intim dengan lelaki manapun selama ini. Paling jauh ya pegangan tangan, itu pun gak lebih dari 5 menit. Ada perasaan takut dan enggan untuk dekat dengan lelaki katanya, entah benar apa enggak, yang jelas baru duduk diatas pangkuan Gua aja, butiran keringat di kening dan telapak tangannya sudah keluar. Apalagi wajahnya, lebih terlihat takut daripada sekedar malu.
Soal apa yang Gua ceritakan ke Mba Siska tentang bantuan yang Bianca pinta, jelas Gua tidak jujur sepenuhnya. Gimana enggak berbohong, Bianca minta Gua mencium bibirnya sebagai proses mampu atau tidaknya dia menerima ciuman dari cowok, dari lawan jenis yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Dan Gua hanya bilang kepada sang kekasih kalau Bianca ingin kembali normal, dengan cara Gua dekat dengan Bianca, sebagai sahabat bukan hal lainnya seperti yang kami lakukan malam ini. Ya benar kata Lisa sih, enggak mungkin lah Mba Siska ngizinin Gua dekat dengan Bianca, apalagi kalau sampai tau Bianca minta tolong kayak gini. Amsyong Gua yang ada.
"Bangun dulu Ka', Gua aus mau minum...", ucap Gua meminta Bianca bangun dari pangkuan.
"Oh, oke..", jawab Bianca seraya bangkit dari paha Gua,
"Eh biar Gue ambilin minum di dapur deh, Lo mau ngopi sekalian Za ?", tanyanya.
Gua mengangguk tersenyum dan berjalan kearah luar kamar. Gua duduk di kursi besi depan kamar Bianca dan membakar sebatang rokok sambil menunggu Bianca membuatkan Gua kopi di dapur. Pikiran Gua terbang kesana kemari memikirkan program ini. Ya Gua anggap ini program meluruskan jiwa Bianca yang tersesat ke jalan yang benar, walaupun caranya ngawur dan salah. Apa yang diucapkan Lisa memenuhi isi otak Gua. Bahaya kalau sampai kejadian nih.
Tidak lama kemudian Bianca sudah kembali dari dapur dengan secangkir kopi hitam di tangan kanannya dan segelas air mineral di tangan kirinya. Lalu ditaruh di meja almunium sebelah Gua. Bianca duduk di kursi besis samping kanan, memainkan ujung kaosnya dengan kedua jarinya.
"Za, menurut Lo, Gue bisa normal lagi gak sih Za..", ucapnya dengan kepala yang tertunduk.
"Tergantung dari niat Lu juga Ka'..",
"Emang sih yang namanya kebiasaan apalagi udah lama kita jalanin pasti susah buat ninggalinnya, cuma kalau sampai bisa berubah ke arah yang lebih baik pasti nanti kebahagiaannya juga berkali-kali lipat Ka'..", jawab Gua.
"Gue cuma takut Za",
"Gue takut suatu saat nanti cowok yang bisa nerima Gue bukan jodoh Gue atau..",
"Atau bakal nyakitin Gue", ucapnya dengan suara yang parau.
Gua mau jawab apa ini. Bingung sebenarnya kalau ngomongin jodoh, apalagi masalah yang Bianca hadapi kan bukan perkara dalam konteks hubungan normal. Gua paham maksud dia, andaikan Bianca sudah kembali normal terus ketemu sama sosok lelaki yang macarin dia, dan ternyata hubungan mereka kandas di tengah jalan. Otomatis Bianca harus merasakan sakit hati untuk pertama kalinya dari hubungan yang normal. Ketakutan yang dia pikirkan sekarang menurut Gua normal kalau awalnya dia memang tidak 'belok', yang jadi masalahkan kalau sampai dia patah hati terus balik ke lubang yang sama gimana.. Psikologinya yang terganggu berarti, anggapannya nanti bakal makin kuat kalau pacaran dengan laki-laki itu cuma bikin sakit hati.
"Enggak ada jaminan Ka' kalo pacaran itu selamanya bahagia, toh yang udah sah berkeluarga aja bisa pisah kan..",
"Maksud Gua, coba Lu pikirin gimana kalo Esther bukan jodoh Lu juga..", jawab Gua memberikan logika.
Bianca menengok kearah Gua dengan cepat, matanya sedikit melotot, seolah-olah tidak terima dengan ucapan Gua barusan.
"Kok Lo malah Do'a in Gue sama Esther gak jodoh sih ?!".
"Ya berpikir logis aja dulu Ka'..",
"Emang Lu yakin kalo Esther bakal jadi pasangan hidup Lu kelak ?", tanya Gua.
"Yakinlah", jawabnya cepat.
"Jaminannya apa ?", cecar Gua.
"Eeu..Eeeuu..",
"Ah pokoknya Gue yakin kalo Esther setia sama Gue, dan Gue bahagia sama dia", jawabnya tapi cukup bagi Gua untuk mendengar keraguan dari nada bicaranya barusan.
"Hahahaha..".
"Kenapa Lo ketawa ?".
"Ya jelaslah Gua ketawa, Lu itu minta bantuan ama Gua tapi gak mau lepasin Esther, so buat apa Lu niat balik normal lagi ?",
"Jalanin aja terus hubungan Lu sama Esther Ka'.. Toh Lu cinta mampus kan ama Eshter", tandas Gua lalu menyeruput kopi hitam diatas meja.
Bianca hanya mendengus kesal mendengar ucapan Gua barusan lalu membakar sebatang rokok menthol miliknya. Selanjutnya hanya obrolan ringan yang kami bicarakan tanpa menyinggung sedikitpun soal program menormalisasikan jiwa Bianca.
...
...
...
Hari berganti, bulan pun ikut berganti. Kali ini hubungan Gua dengan Bianca mengalami kemajuan, ah bukan bukan, lebih tepatnya dirinya mengalami kemajuan. Yang dulu dia belum bisa meluk Gua di motor, kini sudah sering memeluk Gua dari belakang kalau kami jalan dengan si Kiddo. Jalan berdua ke sebuah pusat perbelanjaan pun kini tangannya sudah mengait ke tangan Gua, udah kayak pacaran normallah, walaupun untuk hal yang lebih intim belum kami lakukan.
Jujur aja, Bianca itu seperti jiji kalau harus berhubungan fisik dengan laki-laki, contohnya kampret banget. Beberapa kali dia minta Gua kiss bibirnya, beberapa kali juga ketika sudah tinggal bersentuhan langsung, dirinya memundurkan wajah atau menahan wajah Gua, oke itu masih normallah, proseslah anggapnya. Tapi pernah satu kali Gua iseng tanpa basa-basi langsung nyium bibir dia, itupun hanya sekedar kecupan sekilas bukan french kiss. Dan Lu tau apa yang terjadi sama Bianca ? Ngegampar Gua ? Gua lebih milih gitu sih, tapi emang kampret dan bangke nih perempuan satu. Setelah Gua kecup itu dia punya bibir, eh mukanya seketika itu juga pucat pasi dan berlari ke kamar mandi kamarnya, dan apa yang selanjutnya terjadi...
Doi muntah!
Fak Ka'!!!.
Gila kali Lu, Gua selama ini ngejaga kebersihan mulut, bisa-bisanya Lu malah muntah cuma karena Gua kecup doang Ka'. Dasar somvlak!.
...
Di satu sisi Gua sadar betul kalau apa yang Gua jalanin dengan Bianca ini berdampak buruk buat hubungan Gua dan Mba Siska, mampus Gua kalau sampai dirinya tau Gua menjalankan program menormalisasi kali jodo, eh Bianca deng. Tapi ya gimana lagi, program udah terstruktur rapih dan dijalankan, masa iya harus mundur. Tinggal Gua aja bisa-bisanya main rapih. Huehehehe... Kamvretos emang si Kadal satu ini!
Sejauh ini kedekatan Gua dan Bianca tidak diketahui oleh Mba Siska. Aman tentram lah. Mba Siska juga tidak curiga karena Gua dan Bianca memang hampir tidak pernah sms atau telponan. Btw, akhir-akhir ini Gua jarang antar jemput Mba Siska, karena Gua pakai motor, dan Mba Siska ada mobil sendiri juga, intensitas pertemuan Gua dengan Mba Siska lebih sering sore menjelang malam, ketika dirinya sudah pulang kerja Gua main ke kontrakannya sehabis maghrib. Atau Mba Siska yang menyambangi kost-an Gua setelah pulang kerja.
Ada yang bilang, semakin lama kita sering bertemu dan dekat dengan seseorang, semakin besar juga kesempatan jatuh hati kepadanya. Tapi itu memang gak berlaku bagi Gua, bukan apa-apa, Gua memang tipe orang yang lebih suka ambil resiko di awal sih untuk sebuah hubungan. Jadi lebih baik pacaran dulu baru pdkt daripada pdkt yang malah buat feel Gua merasa nyaman jadi teman dekat atau sahabatan. Nah soal ini, Gua pun liat Bianca sebatas teman atau sahabat aja. Begitupun Bianca, hubungan kami murni untuk memecahkan soal penyimpangan masalah seksualnya, lagi pula tidak semudah membalikkan telapak tangan membuat Bianca yang Lesbiola menjadi normal kembali. Jadi Gua tau persis kalau Bianca tidak menaruh perasaan apapun kepada Gua.
Semuanya berjalan seperti biasa, Gua selalu menemani Bianca ketika dirinya ingin jalan-jalan ke luar atau sekedar makan sore. Dan seperti halnya sepasang kekasih, sudah pasti Gua dan Bianca saling berpegangan tangan. Tapi itu semua kami anggap hanya sebuah program. Enggak lebih. Bianca juga mengetahui kalo Mba Siska tidak setuju dengan kedekatan Gua dengan dirinya, maka Bianca pun paham kalau Gua sedang pergi dengan Mba Siska. Bianca tidak ambil pusing soal itu dan mengerti hubungan Gua.
...
...
...
Di lain waktu, Gua lupa hari apa, yang jelas Gua libur kuliah dan berada di rumah Nenek.
Sudah hampir 10 hari sejak Ayahanda dan Mba Laras berangkat ke luar negeri. Pada akhirnya Gua ataupun Kinan tidak mengantar mereka berdua ke bandara. Komunikasi Gua dengan Ayahanda saat ini memakai email. Ya kami sering sekali berbalas email, karena Gua tau kalau menggunakan sms hp bisa jebol pulsa.
Skip...
Hari ini Gua sudah ada janji dengan seorang perempuan, dua hari yang lalu kami sempat telponan di hp, katanya ada yang mau dikenalin ke Gua.
Gua sudah berdandan rapih dengan pakaian kemeja flannel berwarna biru putih dan celana jeans biru. Lalu Gua memanaskan si Black sebentar sambil menunggu seorang perempuan yang pergi ke kamar mandi di dalam kamar Gua. Tidak lama kemudian dia keluar dari kamar Gua dan masuk ke dalam jok samping kemudi.
"Yuk berangkat sekarang Za", ucapnya setelah mengaitkan seatbelt.
"Okey", jawab Gua seraya memasukkan persneling dan memacu mobil meninggalkan halaman rumah Nenek.
Sekitar 15 menit perjalanan, kami sampai di sebuah restoran Hanamasa, selesai memarkir mobil, kami berdua masuk ke dalam restoran, Gua mengekor dari belakang sampai langkahnya terhenti di sebuah meja resto nomor 11. Gua lihat sudah ada seseorang yang duduk sendirian dengan pakaiannya yang terlihat berkelas. Baju gamis yang wah menurut Gua.
Setelah mereka berdua saling menyapa dan bercipika-cipiki, Gua pun melangkah mendekat, dan mencium tangan Beliau.
"Oh jadi ini yang namanya Reza ?".
Gua tersenyum sambil mengangguk.
"Silahkan duduk dulu Mas..".
Gua duduk bersebelahan dengan teman perempuan Gua.
"Saya Dewi...", ucap seorang wanita di depan kami berdua ini.
.
.
.
.
.
.
.
Disini kan aku kenal Mamah kamu...
Gua duduk di ruang tamu, sedangkan Mba Siska sedang berada di dapur, membuat secangkir kopi hitam untuk Gua dan sekalian mandi katanya. Kemudian sembari menunggu kopi datang, Gua membakar sebatang rokok dan mulai memikirkan permintaan Bianca tadi sore. Tidak sulit sebenarnya permintaan perempuan penghuni kamar kost no.3 itu, hanya saja akan terjadi salah paham kalau sampai Mba Siska mengetahui hal tersebut selain dari penjelasan Gua. Ya, gak ada cara lain selain menceritakannya kepada sang kekasih.
"Tadi kamu mau cerita apa Za ?", tanya Mba Siska setelah menaruh secangkir kopi di meja dengan balutan handuk di kepalanya.
"Duduk dulu sini Mba, cukup penting soalnya nih..", jawab Gua.
"Oh kalo gitu sebentar, aku ganti pakaian dulu ya", ucapnya lalu berjalan ke kamar.
Tidak lama kemudian, Mba Siska kembali ke ruang tamu dengan mengenakan daster motif bunga, lalu duduk di samping kiri Gua.
"Mau cerita soal apa tadi Za ?", tanyanya seraya menaruh telapak tangan kanannya ke paha kiri Gua.
Gua meneguk kopi sesaat, lalu mematikan rokok yang memang sudah sampai batas puntungnya.
"Mba...",
"Kamu dengerin dulu semua cerita aku sampai selesai ya",
"Supaya kamu enggak salah paham", ucap Gua sambil memandangi wajahnya.
Terlihat jelas raut wajah sang kekasih itu sedikit heran dan Gua yakin dia menerka ada hal yang enggak baik. Lalu Gua menghela napas pelan dan menyandarkan tubuh ke bahu sofa ruang tamu kontrakannya ini.
"Ada teman perempuan aku..",
"Dia tinggal di kamar no.3 kost-an",
"Namanya Bianca.. Dan kami berdua baru kenal, terus baru dekat beberapa minggu lalu Mba..", ucap Gua mulai bercerita.
Gua melirik kearah sang kekasih sesaat.
"Terus ?", tanya Mba Siska dengan kening yang berkerut.
Ya, Gua tau sifatnya. Dia pasti mulai berpikir kalau hubungan Gua dan Bianca lebih dari sekedar teman biasa. Gua bisa merasakan kalau nada bicara Mba Siska menunjukkan ketidak sukaannya akan cerita yang harus Gua lanjutkan ini. Tapi daripada suatu saat nanti salah paham, lebih baik Gua terbuka dan jujur kepadanya.
"Dia seumuran sama kamu Mba",
"Pekerjaannya DJ di club xxx daerah xxx Jakarta ini..", lanjut Gua... Dan, "Aaww!!", teriak Gua kesakitan.
Paha kiri Gua diremas keras oleh tangannya itu. Kemudian sambil mengelus-ngelus paha dan menahan perih, Gua menengok kepada Mba Siska. Wow, apa-apaan itu ekspresi wajahnya nyeremin, matanya melotot pula. Wah belum apa-apa udah marah aja ini Polcan. Hadeuuh...
"Mba, kamu kan belum denger ceritanya, sabar dulu kenapa sih!", ucap Gua dengan sedikit kesal.
"Alaah, ujungnya juga kamu bakal cerita kalau salah satu diantara kalian ada yang suka!",
"Udah ngapain aja kamu sama dia Za ?! Ngaku!", ucapnya tak kalah kesal dengan Gua.
Ya ampun ini Polcan negative thinking nya parah amat. Gile, baru juga mau cerita ini, set dah...

"Ceuk, aku sama dia gak ada apa-apa Mba! Sumpah!",
"Dia itu Lesbi Mba!!", ucap Gua to the point.
Mba Siska terkejut mendengar ucapan Gua tadi. "Lesbi ? Serius Za ?", tanyanya dengan suara pelan kali ini.
Gua mengangguk pelan, lalu kembali mengeluarkan sebatang rokok dan membakarnya untuk yang kedua kali. Menghembuskan asapnya perlahan dan kembali menceritakan soal perempuan yang bernama Bianca kepada Mba Siska. Awalnya tetap saja Mba Siska tidak percaya dengan pertemuan Gua dan Bianca di warteg, memang sih kalau dipikir-pikir kok kayak sinetron, bisa kenalan di warteg karena kekurangan bayar makan. Tapi ya mau gimana lagi, faktanya memang gitukan. Beberapa kali Mba Siska menunjukkan kekesalan lewat raut wajahnya ketika Gua bercerita sudah dua kali Bianca mengajak Gua keluar, makan di mekdih. Salah Gua memang gak cerita atau ngabarin dia sebelumnya.
Lalu Gua bercerita lagi tentang Lisa yang memberitahu Gua soal Bianca, sampai akhirnya tadi sore Bianca sendiri yang bercerita. Mba Siska sedikit melunak setelah mendengar semuanya. Kemudian Mba Siska menyandarkan kepalanya ke bahu kiri Gua, mengaitkan tangannya ke lengan kanan Gua.
"Za, maaf ya..",
"Aku gak bisa izinin kamu bantuin Bianca, aku gak mau nanti hubungan kita yang jadi taruhannya...", ucapnya pelan setelah mendengar semua cerita Gua.
...
...
...
Beberapa hari setelah Gua tidak mendapatkan izin dari sang kekasih untuk membantu Bianca, kini Gua sedang istirahat siang di kampus, duduk sambil merokok bersama Lisa. Ya, akhirnya Gua menceritakan juga permasalahan ini kepada Lisa.
"Ya emang gak salah juga sih Mba Siska sampe gak kasih izin ke kamu Za, gimanapun juga dia kan pacar kamu..", ucap Lisa.
"Terus menurut kamu baiknya gimana Lis ?", tanya Gua seraya menghembuskan asap rokok dari mulut.
Lisa menggoyang kan kepalanya ke kiri dan ke kanan perlahan, bola matanya keatas melihat dedaunan pohon, bibirnya tersenyum, dan beberapa detik kemudian dia menengok kearah Gua.
"Tes aja dulu sendiri Za..".
...
Malam hari Gua sedang berada di kost-an, lebih tepatnya di kamar Bianca. Gua duduk di kursi, sedangkan Bianca...
"Mm.. Tunggu tunggu Za..",
"Duuh.. Sebentar..", ucap Bianca menahan pundak Gua.
Gua tersenyum melihat Bianca yang malu-malu dengan wajah yang sedikit tertunduk.
"Udah gak usah dipaksain", ucap Gua seraya memundurkan wajah.
"Gue kok malah deg-degan gini siih, ish..", ucapnya lagi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Gua terkekeh pelan melihat tingkahnya, lalu Gua pegang kedua tangannya dan menaruhnya di kedua bahu Gua. Bianca menatap Gua lekat dan tersenyum.
"Jangan terburu-buru Ka'..",
"Lu udah mau duduk dipangkuan cowok aja udah kemajuan kan..", ucap Gua.
Bantuan yang diminta Bianca memang bukan ingin menjadikan Gua pacarnya, tapi proses dekat dengan laki-laki lah yang dia inginkan, secara normal. Menurut cerita Bianca kemarin, dirinya belum pernah bersentuhan secara intim dengan lelaki manapun selama ini. Paling jauh ya pegangan tangan, itu pun gak lebih dari 5 menit. Ada perasaan takut dan enggan untuk dekat dengan lelaki katanya, entah benar apa enggak, yang jelas baru duduk diatas pangkuan Gua aja, butiran keringat di kening dan telapak tangannya sudah keluar. Apalagi wajahnya, lebih terlihat takut daripada sekedar malu.
Soal apa yang Gua ceritakan ke Mba Siska tentang bantuan yang Bianca pinta, jelas Gua tidak jujur sepenuhnya. Gimana enggak berbohong, Bianca minta Gua mencium bibirnya sebagai proses mampu atau tidaknya dia menerima ciuman dari cowok, dari lawan jenis yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Dan Gua hanya bilang kepada sang kekasih kalau Bianca ingin kembali normal, dengan cara Gua dekat dengan Bianca, sebagai sahabat bukan hal lainnya seperti yang kami lakukan malam ini. Ya benar kata Lisa sih, enggak mungkin lah Mba Siska ngizinin Gua dekat dengan Bianca, apalagi kalau sampai tau Bianca minta tolong kayak gini. Amsyong Gua yang ada.
"Bangun dulu Ka', Gua aus mau minum...", ucap Gua meminta Bianca bangun dari pangkuan.
"Oh, oke..", jawab Bianca seraya bangkit dari paha Gua,
"Eh biar Gue ambilin minum di dapur deh, Lo mau ngopi sekalian Za ?", tanyanya.
Gua mengangguk tersenyum dan berjalan kearah luar kamar. Gua duduk di kursi besi depan kamar Bianca dan membakar sebatang rokok sambil menunggu Bianca membuatkan Gua kopi di dapur. Pikiran Gua terbang kesana kemari memikirkan program ini. Ya Gua anggap ini program meluruskan jiwa Bianca yang tersesat ke jalan yang benar, walaupun caranya ngawur dan salah. Apa yang diucapkan Lisa memenuhi isi otak Gua. Bahaya kalau sampai kejadian nih.
Tidak lama kemudian Bianca sudah kembali dari dapur dengan secangkir kopi hitam di tangan kanannya dan segelas air mineral di tangan kirinya. Lalu ditaruh di meja almunium sebelah Gua. Bianca duduk di kursi besis samping kanan, memainkan ujung kaosnya dengan kedua jarinya.
"Za, menurut Lo, Gue bisa normal lagi gak sih Za..", ucapnya dengan kepala yang tertunduk.
"Tergantung dari niat Lu juga Ka'..",
"Emang sih yang namanya kebiasaan apalagi udah lama kita jalanin pasti susah buat ninggalinnya, cuma kalau sampai bisa berubah ke arah yang lebih baik pasti nanti kebahagiaannya juga berkali-kali lipat Ka'..", jawab Gua.
"Gue cuma takut Za",
"Gue takut suatu saat nanti cowok yang bisa nerima Gue bukan jodoh Gue atau..",
"Atau bakal nyakitin Gue", ucapnya dengan suara yang parau.
Gua mau jawab apa ini. Bingung sebenarnya kalau ngomongin jodoh, apalagi masalah yang Bianca hadapi kan bukan perkara dalam konteks hubungan normal. Gua paham maksud dia, andaikan Bianca sudah kembali normal terus ketemu sama sosok lelaki yang macarin dia, dan ternyata hubungan mereka kandas di tengah jalan. Otomatis Bianca harus merasakan sakit hati untuk pertama kalinya dari hubungan yang normal. Ketakutan yang dia pikirkan sekarang menurut Gua normal kalau awalnya dia memang tidak 'belok', yang jadi masalahkan kalau sampai dia patah hati terus balik ke lubang yang sama gimana.. Psikologinya yang terganggu berarti, anggapannya nanti bakal makin kuat kalau pacaran dengan laki-laki itu cuma bikin sakit hati.
"Enggak ada jaminan Ka' kalo pacaran itu selamanya bahagia, toh yang udah sah berkeluarga aja bisa pisah kan..",
"Maksud Gua, coba Lu pikirin gimana kalo Esther bukan jodoh Lu juga..", jawab Gua memberikan logika.
Bianca menengok kearah Gua dengan cepat, matanya sedikit melotot, seolah-olah tidak terima dengan ucapan Gua barusan.
"Kok Lo malah Do'a in Gue sama Esther gak jodoh sih ?!".
"Ya berpikir logis aja dulu Ka'..",
"Emang Lu yakin kalo Esther bakal jadi pasangan hidup Lu kelak ?", tanya Gua.
"Yakinlah", jawabnya cepat.
"Jaminannya apa ?", cecar Gua.
"Eeu..Eeeuu..",
"Ah pokoknya Gue yakin kalo Esther setia sama Gue, dan Gue bahagia sama dia", jawabnya tapi cukup bagi Gua untuk mendengar keraguan dari nada bicaranya barusan.
"Hahahaha..".
"Kenapa Lo ketawa ?".
"Ya jelaslah Gua ketawa, Lu itu minta bantuan ama Gua tapi gak mau lepasin Esther, so buat apa Lu niat balik normal lagi ?",
"Jalanin aja terus hubungan Lu sama Esther Ka'.. Toh Lu cinta mampus kan ama Eshter", tandas Gua lalu menyeruput kopi hitam diatas meja.
Bianca hanya mendengus kesal mendengar ucapan Gua barusan lalu membakar sebatang rokok menthol miliknya. Selanjutnya hanya obrolan ringan yang kami bicarakan tanpa menyinggung sedikitpun soal program menormalisasikan jiwa Bianca.
...
...
...
Hari berganti, bulan pun ikut berganti. Kali ini hubungan Gua dengan Bianca mengalami kemajuan, ah bukan bukan, lebih tepatnya dirinya mengalami kemajuan. Yang dulu dia belum bisa meluk Gua di motor, kini sudah sering memeluk Gua dari belakang kalau kami jalan dengan si Kiddo. Jalan berdua ke sebuah pusat perbelanjaan pun kini tangannya sudah mengait ke tangan Gua, udah kayak pacaran normallah, walaupun untuk hal yang lebih intim belum kami lakukan.
Jujur aja, Bianca itu seperti jiji kalau harus berhubungan fisik dengan laki-laki, contohnya kampret banget. Beberapa kali dia minta Gua kiss bibirnya, beberapa kali juga ketika sudah tinggal bersentuhan langsung, dirinya memundurkan wajah atau menahan wajah Gua, oke itu masih normallah, proseslah anggapnya. Tapi pernah satu kali Gua iseng tanpa basa-basi langsung nyium bibir dia, itupun hanya sekedar kecupan sekilas bukan french kiss. Dan Lu tau apa yang terjadi sama Bianca ? Ngegampar Gua ? Gua lebih milih gitu sih, tapi emang kampret dan bangke nih perempuan satu. Setelah Gua kecup itu dia punya bibir, eh mukanya seketika itu juga pucat pasi dan berlari ke kamar mandi kamarnya, dan apa yang selanjutnya terjadi...
Doi muntah!

Fak Ka'!!!.
Gila kali Lu, Gua selama ini ngejaga kebersihan mulut, bisa-bisanya Lu malah muntah cuma karena Gua kecup doang Ka'. Dasar somvlak!.
...
Di satu sisi Gua sadar betul kalau apa yang Gua jalanin dengan Bianca ini berdampak buruk buat hubungan Gua dan Mba Siska, mampus Gua kalau sampai dirinya tau Gua menjalankan program menormalisasi kali jodo, eh Bianca deng. Tapi ya gimana lagi, program udah terstruktur rapih dan dijalankan, masa iya harus mundur. Tinggal Gua aja bisa-bisanya main rapih. Huehehehe... Kamvretos emang si Kadal satu ini!
Sejauh ini kedekatan Gua dan Bianca tidak diketahui oleh Mba Siska. Aman tentram lah. Mba Siska juga tidak curiga karena Gua dan Bianca memang hampir tidak pernah sms atau telponan. Btw, akhir-akhir ini Gua jarang antar jemput Mba Siska, karena Gua pakai motor, dan Mba Siska ada mobil sendiri juga, intensitas pertemuan Gua dengan Mba Siska lebih sering sore menjelang malam, ketika dirinya sudah pulang kerja Gua main ke kontrakannya sehabis maghrib. Atau Mba Siska yang menyambangi kost-an Gua setelah pulang kerja.
Ada yang bilang, semakin lama kita sering bertemu dan dekat dengan seseorang, semakin besar juga kesempatan jatuh hati kepadanya. Tapi itu memang gak berlaku bagi Gua, bukan apa-apa, Gua memang tipe orang yang lebih suka ambil resiko di awal sih untuk sebuah hubungan. Jadi lebih baik pacaran dulu baru pdkt daripada pdkt yang malah buat feel Gua merasa nyaman jadi teman dekat atau sahabatan. Nah soal ini, Gua pun liat Bianca sebatas teman atau sahabat aja. Begitupun Bianca, hubungan kami murni untuk memecahkan soal penyimpangan masalah seksualnya, lagi pula tidak semudah membalikkan telapak tangan membuat Bianca yang Lesbiola menjadi normal kembali. Jadi Gua tau persis kalau Bianca tidak menaruh perasaan apapun kepada Gua.
Semuanya berjalan seperti biasa, Gua selalu menemani Bianca ketika dirinya ingin jalan-jalan ke luar atau sekedar makan sore. Dan seperti halnya sepasang kekasih, sudah pasti Gua dan Bianca saling berpegangan tangan. Tapi itu semua kami anggap hanya sebuah program. Enggak lebih. Bianca juga mengetahui kalo Mba Siska tidak setuju dengan kedekatan Gua dengan dirinya, maka Bianca pun paham kalau Gua sedang pergi dengan Mba Siska. Bianca tidak ambil pusing soal itu dan mengerti hubungan Gua.
...
...
...
Di lain waktu, Gua lupa hari apa, yang jelas Gua libur kuliah dan berada di rumah Nenek.
Sudah hampir 10 hari sejak Ayahanda dan Mba Laras berangkat ke luar negeri. Pada akhirnya Gua ataupun Kinan tidak mengantar mereka berdua ke bandara. Komunikasi Gua dengan Ayahanda saat ini memakai email. Ya kami sering sekali berbalas email, karena Gua tau kalau menggunakan sms hp bisa jebol pulsa.
Skip...
Hari ini Gua sudah ada janji dengan seorang perempuan, dua hari yang lalu kami sempat telponan di hp, katanya ada yang mau dikenalin ke Gua.
Gua sudah berdandan rapih dengan pakaian kemeja flannel berwarna biru putih dan celana jeans biru. Lalu Gua memanaskan si Black sebentar sambil menunggu seorang perempuan yang pergi ke kamar mandi di dalam kamar Gua. Tidak lama kemudian dia keluar dari kamar Gua dan masuk ke dalam jok samping kemudi.
"Yuk berangkat sekarang Za", ucapnya setelah mengaitkan seatbelt.
"Okey", jawab Gua seraya memasukkan persneling dan memacu mobil meninggalkan halaman rumah Nenek.
Sekitar 15 menit perjalanan, kami sampai di sebuah restoran Hanamasa, selesai memarkir mobil, kami berdua masuk ke dalam restoran, Gua mengekor dari belakang sampai langkahnya terhenti di sebuah meja resto nomor 11. Gua lihat sudah ada seseorang yang duduk sendirian dengan pakaiannya yang terlihat berkelas. Baju gamis yang wah menurut Gua.
Setelah mereka berdua saling menyapa dan bercipika-cipiki, Gua pun melangkah mendekat, dan mencium tangan Beliau.
"Oh jadi ini yang namanya Reza ?".
Gua tersenyum sambil mengangguk.
"Silahkan duduk dulu Mas..".
Gua duduk bersebelahan dengan teman perempuan Gua.
"Saya Dewi...", ucap seorang wanita di depan kami berdua ini.
.
.
.
.
.
.
.
Disini kan aku kenal Mamah kamu...

Diubah oleh glitch.7 22-04-2017 18:18
gjunior dan 2 lainnya memberi reputasi
1
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/18/9605475_20170318104940.jpg)
![[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)](https://s.kaskus.id/images/2017/03/19/9605475_20170319120710.jpg)



love u too bun...ahaha..


(Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah) 
