- Beranda
- Stories from the Heart
CERMIN
...
TS
kulon.kali
CERMIN

cover keren by. Awayaye
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera.
Haloo , selamat pagi, siang dan malam bagi penghuni jagad Kaskus ini.
kali ini saya WN yang menggunakan akun Warisan ini, akan membagikan sebuah cerita yang berbeda dengan 100 Tahun Setelah Aku Mati.
cerita ini adalah cerita dari seorang, ehh maksud saya cerita ini dari dua orang tapi dari dua orang yang ....... Ahhh saya sendiri bingung kalau menjelaskannya secara singkat pada kalian, simak saja ya.
cerita ini lebih nyaman saya sebut sebagai fiksi. jadi jangan over kepo ya saudara-saudara.
dan jika mungkin ada yang "seakan" mengenal tokoh dalam cerita mohon tetap anggap cerita ini fiksi, oke??
cerita ini akan sedikit panjang. saya tidak tau seberapa panjang, dan seberapa lama saya bisa menulisnya. sebisa mungkin akan saya selesaikan sampai pada titik tertentu sesuai permintaan si penutur.
mohon jangan terlalu memburu, jika ada kentang mohon maaf karena keterbatasan saya,
pertanyaan lebih lanjut via ig : @wn.naufal
semoga hikmah dan pembelajaran yang mungkin ada dalam cerita ini bisa diambil oleh pembaca semua.
ini adalah cerita mereka, yang mengaku bernama WISNU MURTI, dan cerita ini dimulai!!
Daftar Isi :
1. Wisnu Murti
2. Aku Wisnu
3. Aku Murti
4. Beradu!
5. Tidak Ada Teman
6. Safe House
7. Mengejutkan Mereka
8. Bertemu Dengan Dajjal
9. Kepo!!
10.KAMI TIDAK INGIN DIPISAHKAN!!!
11.AKU TIDAK GILA!!!
12.KABUR
13.Realita
14.Cinta Yang Normal
15.Hujan Lokal
16.Jurney To The West
17.Harapan Baru
18.Aku Manusia!
19.Si Penggendong Beban Dan Payung Terbang
TANGGAL 6 DESEMBER UPDATE LAGI
Diubah oleh kulon.kali 05-12-2017 00:14
dewisuzanna dan 8 lainnya memberi reputasi
9
70.1K
280
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kulon.kali
#151
KAMI TIDAK INGIN DIPISAHKAN!!!
Sudah bukan rahasia buatmu teman, aku menceritakan padamu secara jujur bahwa demi apapun aku tidak ingin dipisahkan dengan murti! apapun alasannya..
Bapak.. ibu.. semuanya! Aku tidak peduli sama sekali dengan pengobatan yang mereka tawarkan!
Biarkan aku di justifikasi sebagai orang tidak waras, orang sakit dan apapun yang mereka sebut tentang aku, kuceritakan padamu dengan huruf kapital AKU TIDAK PEDULI !!
Mereka bilang aku dinyatakan sembuh saat aku sudah mengakui bahwa Murti adikku tidak pernah ada. Jika seperti itu biarlah aku terus sakit.. biarkan aku tetap pada kondisiku sekarang yang mereka anggap tidak waras. Aku tidak mau menenggak obat-obatan itu kalau tujuannya adalah membunuh murti adiku. Tidak! Tidak akan pernah..
dokter Joko datang sore itu, seperti biasa bapak dan ibu tidak pernah bilang padaku saat mengundang psikiater itu kerumah untuk mengontrol kondisi kejiwaanku.. kulihat secara tidak sengaja dari balik jendela kamar saat mobil berwarna hitam itu masuk pekarangan. Mobil itu berbeda dari mobil yang terakhir digunakan kesini...
“tipuan lama” gumamku sambil membuka jendela.. aku tidak perlu melihat siapa didalam mobil sedan itu. Bau antikonvulsan, benzodiazepine, dan antipsikotik sudah dapat tercium hidungku..
“kita harus kabur mur!, aku tidak mau menghabiskan obat-obatan itu!” pekiku sambil berusaha meloncat dari jendela.
Kurasakan jantungku berdebar sangat hebat, rasa debar ini diakibatkan akumulasi dari perasaanku dan juga perasaan murti yang sangat ketakutan.
Aku memiliki kenangan buruk soal pengobatan ini, dimana setelah aku meminum obat-obatan itu aku merasa menjadi orang lain.. bukan lagi seperti aku.. entah siapa aku setelah meminum obat itu, jika mereka menganggap aku waras setelah berobat, maka mereka salah.. bagaimana bisa aku disebut waras jika aku kehilangan diriku sendiri?, sering aku terpojok dan harus meminum obat itu, dan segera sebelum bereaksi aku mutahkan kembali di kamar mandi. Begitu terus yang kulakukan. Namun kelamaan aku jengah juga, dan kali ini memilih kabur!
Aku berhasil keluar melewati jendela, kukunci dulu kamarku untuk mengelabui orang rumah bahwa aku sedang mengurung diri di kamar.. kuloncati pagar samping dan berlari kencang menuju tempat biasa aku bersembunyi..
Sarang ... yaa aku akan bersembunyi di sarang! Tidak aku berfikir panjang tentang bagaimana masalah yang akan aku terima nanti, saat ayah dan ibuku tau jika aku kabur.. yang terpenting sekarang aku tidak ingin disentuh oleh dokter jiwa itu!
Aku berlari menyusuri jalanan setapak dan kebun-kebun milik tetanggaku. Beruntung itu sudah sore dan tak banyak aktifitas di kebun karet itu, jadi mungkin tidak ada orang yang melihatku menyelinap.. nafasku tersengal, karena jalanan yang menanjak dan sama sekali tidak kuturunkan tempo gerak kakiku. Ditambah memang fisiku tidak bagus semakin menambah rasa lelah diseluruh badan...
Gubug itu sudah terlihat, secepat mungkin kupaksa paru-paruku untuk mencukupi suplai oksigen yang kubutuhkan untuk aktifitas ini..
“haaahhh... haaaahhhhhh... “ nafasku memburu, keringatku bercucuran. Membuat basah seluruh kaos yang aku pakai..
Kupandang rumahku yang terlihat sangat kecil dari bukit ini. Mereka pasti kebingungan mencariku..
“murti.. kita aman sekarang” kataku sambil meringkuk diatas gubug reot itu..
Dan kebiasaan burukku kambuh lagi..
Depresi.. yaa jika menghadapi persoalan satu ini aku menjadi sangat depresi, keringat dingin mengucur semakin deras, badanku terasa dingin. Dan ketakutan, penyesalan, rasa sedih segera menyelimuti hati..membuatku menggigil seperti orang yang sakaw karena kecanduan narkoba...
“ini semua salahku ... kamu harus kembali dan menuruti perkataan ayah dan ibu nu” kata murti..
“gakk akan mur!!! Gak akan!!!!” teriaku kepadanya, kali ini kontrol diriku sudah tidak terbendung dan mulutku ikut berucap..
“kamu berhak dapet hidup normal nu!” jawab murti lagi..
“kamu gak denger apa!! Aku gak peduli!!” teriaku sambil memukul tiang penyangga gubug itu hingga membuatnya bergetarr....
Tanganku mulai berair karena darah yang muncrat, tidak kuhiraukan rasa sakit itu, sebaliknya aku malah merasa menikmati rasa nyeri itu..
Kulipat lututku, dan kubenamkan wajahku diatasnya.. lelehan air mata mulai jatuh.. rasa sakit, takut dan semua emosi membaur membuat suasana batinku semakin kacau..
Apa benar kata mereka? Apa aku gila? Tapi kenapa aku merasa waras? Ataukah orang gila itu memang tidak pernah merasa gila? Dan apa orang gila itu disebut gila karena dia sudah menyimpang dari kewarasan orang kebanyakan?
Murti terdiam, aku juga demikian. Kami berbagi semuanya. Termasuk rasa sedih ini..
***
Aku merasakan isi saku celanaku bergetar.. ternyata adalah hanphoneku yang terbawa..
“Ayah” ... huhh sudah tau rupanya jika aku kabur.. kumatikan hp itu dan kembali melamun..
Entah berapa lama aku melamun, sampai aku dikagetkan sebuah sentuhan lembut benda berbulu mengagetkanku..
“Dajjal??” aku tidak percaya bahwa yang menyentuhku barusan adalah kucing hutan yang dibawa pulang oleh putri beberapa minggu lalu.. kucing hutan bermata satu itu benar-benar jinak dan dia mulai mengusap usapkan badanya, seperti kucing rumahan..
“putri??” yaa itu adalah putri yang terlihat menuntun sepedanya. Sedang apa diadisini?
“wisnu??.. kaamu kenapa? Ngapain disini? tanganmu kenapa??” kata dia sambilmenyongsongku sambil meraih tanganku yang berdarah..
“putri kamu ngapain disini?”
“diem!.. “ bentaknya kepadaku sambil meraih sapu tangan dari dalam tas kecilnya dan membalutkannya pada tanganku yang berdarah..
“aku kenal kamu nu.. dan aku ini temenmu dan kamu beolah cerita apapun tentang masalahmu.inshaallah aku bakal jadi pendengar yang baik” ucapnya dengan lembut sambil menyeka air mata yang membasuh pipiku..
Buru-buru aku seka wajahku dengan lengan kaos, dan kembali berdiam..
“mur, apa ada baiknya?”
“ya, udah kepalang basah.. biar aku nu” jawab murti sambil mengambil alih tubuh ini..
“kamu tentunya udah denger tentang aku kan put?” kata murti membuka obrolan ..
“yaa aku tau tentang kabar mengenai kamu.. lalu kenapa kamu bisa sampai begini? Aku gak pernah percaya omongan mereka.. menurutku kamu anak yang baik”
Kuhela nafas panjang dan mulai bercerita
“yaa jika kamu sudah mendengar kabar itu maka kamu harus mulai percaya dengan apa yang mereka bilang .......”
Murti menceritakan semuanya, tentangku, tentang dia tentang semua hal aneh ini, kehidupan aneh ini, dan kegilaan aneh yang cukup aneh untuk disandang orang aneh.. murti menceritakan setiap detail dari wisnu murti. putri terlihat menyimak, sesekali dahinya berkerut samar, tapi sama sekali dia tidak menginterupsi apa yang murti katakan..
“jadi mulai sekarang kamu harus hati-hati sama aku put.. yang mereka bilang tentang aku semuanya... semuanya bener” kata murti dengan suara yang bergetar menahan tangis..
Kupikir putri akan segera pergi begitu mendengar pernyataan murti ternyata aku salah. Murti menggnggam tangan kiriku dan berucap lembut..
“jadi yang lagi bicara ini murti buka wisnu?” kata dia sambil menatap wajahku..
Murti mengangguk pelan...
“emm.. entah lah murti, wisnu.. wisnu murti.. kalau nama itu ternyata milik dua orang aku malah seneng... artinya aku punya teman 2 in 1..” ucapnya dengan tersenyum..
“puttt...”
“aku gak peduli, entah itu kamu murti atau wisnu murti.. aku gak peduli kata orang, bahkan katamu sendiri.. menurutku semua orang punya hak yang sama atas sebuah pengakuan.” Kata putri dengan menangkan.
“aku akan selalu jadi temanmu, wisnu murti..jadi teman dari wisnu dan murti” tambahnya dengan tersenyum..
“dan juga si dajjal, kami akan jadi temenmu” kata putri dengan tangan kiri mermas tanganku, dan tangan satunya mengelus tengkuk si dajjal yang mulai mendengkur di pangkuannya..
--
Teman kalian tau? Sungguh tutur kata putri yang lembut dan menenangkan adalah obat mujarab untuk masalahku, jauh lebih ampuh dari obat anti depresi yang diberikan dr.joko yang katanya mampu menyembuhkanku..
“wisnu.. murti.. kalian harus pulang, apapun yang terjadi di rumahmu hadapi itu” kata putri sambil menggandengku dan mengajaku berdiri..
Murti mengangguk, sedikit senyum tipis tersungging dibibirku walaupun tersamar oleh sinar matahari yang mulai meredup ditelan perbukitan di lembah adikarta ini...
***
Putri menuntun sepedanya, menyusuri jalan yang menurun.. sedangkan dajjal dengan antengnya duduk didalam keranjang kecil yang ada pada bagian depan sepeda cewek itu..
“kamu ngapain ke sarang put?” tanya murti yang sudah mulai tenang..
“aku mau nganter dajjal..pulang, ke tempat asalnya. Dia emang ga seharusnya aku pelihara. Seperti yang kamu bilang dulu.. dia ini binatang liar, tapi.. yaa kayak yang kamu lihat dia ga mau ditinggal. Dia selalu ngikutin aku pulang. Udah seminggu ini aku tiap sore kesini”
“mungkin dia pengen kamu pelihara” jawabku
“enggak, dia ingin bebas.. hanya saja mungkin dia kesepian... sama kayak kamu”
**
Teman, pertemuanku dengan putri memang sudah berhasil menghilangkan perasaan depresiku barusan, dengan kalimat sederhana namun ajaib dia berhasil membawa semangat baru, mengingatkanku bahwa kini tidak hanya Murti yang menjadi sahabatku. Melainkan dia.. putri sudah berikrar bahwa akan selalu menjadi teman kami. Putri juga sudah berhasil membujuku untuk pulang. Dan menghadapi apa yang harus kuhadapi..
Memang yang dikatakan putri tidak salah, namun juga bukan berarti benar 100%.
Ternyata tidak segampang itu untuk menghadapi sebuah ini.
Ayahku.. beliau menyambutku pulang dengan kemarahan besar..
Sudah sampai pada batas kesabaran beliau menghadapi kami..
Dan malam itu juga, wisnu murti harus berpisah...
Berpisah dengan sekolah...
Berpisah dengan ibu dan nanda....
Berpisah dengan kehidupan dirumah..
Berpisah dengan Dajjal
Dan berpisah dengan putri....
Malam itu juga aku dibawa kesebuah panti rehabilitasi mental dan jiwa..
Sebuah babak baru di hidup kami akan dimulai, babak baru setelah harapan yang belum lama ditanam oleh putri kini dicabut paksa oleh ayahku..
Merengut hampir semua kebahagiaanku yang tersisa..
Kini aku akan hidup disebuah penjara, yang mungkin akan menjarah semuanya dariku...
Sudah bukan rahasia buatmu teman, aku menceritakan padamu secara jujur bahwa demi apapun aku tidak ingin dipisahkan dengan murti! apapun alasannya..
Bapak.. ibu.. semuanya! Aku tidak peduli sama sekali dengan pengobatan yang mereka tawarkan!
Biarkan aku di justifikasi sebagai orang tidak waras, orang sakit dan apapun yang mereka sebut tentang aku, kuceritakan padamu dengan huruf kapital AKU TIDAK PEDULI !!
Mereka bilang aku dinyatakan sembuh saat aku sudah mengakui bahwa Murti adikku tidak pernah ada. Jika seperti itu biarlah aku terus sakit.. biarkan aku tetap pada kondisiku sekarang yang mereka anggap tidak waras. Aku tidak mau menenggak obat-obatan itu kalau tujuannya adalah membunuh murti adiku. Tidak! Tidak akan pernah..
dokter Joko datang sore itu, seperti biasa bapak dan ibu tidak pernah bilang padaku saat mengundang psikiater itu kerumah untuk mengontrol kondisi kejiwaanku.. kulihat secara tidak sengaja dari balik jendela kamar saat mobil berwarna hitam itu masuk pekarangan. Mobil itu berbeda dari mobil yang terakhir digunakan kesini...
“tipuan lama” gumamku sambil membuka jendela.. aku tidak perlu melihat siapa didalam mobil sedan itu. Bau antikonvulsan, benzodiazepine, dan antipsikotik sudah dapat tercium hidungku..
“kita harus kabur mur!, aku tidak mau menghabiskan obat-obatan itu!” pekiku sambil berusaha meloncat dari jendela.
Kurasakan jantungku berdebar sangat hebat, rasa debar ini diakibatkan akumulasi dari perasaanku dan juga perasaan murti yang sangat ketakutan.
Aku memiliki kenangan buruk soal pengobatan ini, dimana setelah aku meminum obat-obatan itu aku merasa menjadi orang lain.. bukan lagi seperti aku.. entah siapa aku setelah meminum obat itu, jika mereka menganggap aku waras setelah berobat, maka mereka salah.. bagaimana bisa aku disebut waras jika aku kehilangan diriku sendiri?, sering aku terpojok dan harus meminum obat itu, dan segera sebelum bereaksi aku mutahkan kembali di kamar mandi. Begitu terus yang kulakukan. Namun kelamaan aku jengah juga, dan kali ini memilih kabur!
Aku berhasil keluar melewati jendela, kukunci dulu kamarku untuk mengelabui orang rumah bahwa aku sedang mengurung diri di kamar.. kuloncati pagar samping dan berlari kencang menuju tempat biasa aku bersembunyi..
Sarang ... yaa aku akan bersembunyi di sarang! Tidak aku berfikir panjang tentang bagaimana masalah yang akan aku terima nanti, saat ayah dan ibuku tau jika aku kabur.. yang terpenting sekarang aku tidak ingin disentuh oleh dokter jiwa itu!
Aku berlari menyusuri jalanan setapak dan kebun-kebun milik tetanggaku. Beruntung itu sudah sore dan tak banyak aktifitas di kebun karet itu, jadi mungkin tidak ada orang yang melihatku menyelinap.. nafasku tersengal, karena jalanan yang menanjak dan sama sekali tidak kuturunkan tempo gerak kakiku. Ditambah memang fisiku tidak bagus semakin menambah rasa lelah diseluruh badan...
Gubug itu sudah terlihat, secepat mungkin kupaksa paru-paruku untuk mencukupi suplai oksigen yang kubutuhkan untuk aktifitas ini..
“haaahhh... haaaahhhhhh... “ nafasku memburu, keringatku bercucuran. Membuat basah seluruh kaos yang aku pakai..
Kupandang rumahku yang terlihat sangat kecil dari bukit ini. Mereka pasti kebingungan mencariku..
“murti.. kita aman sekarang” kataku sambil meringkuk diatas gubug reot itu..
Dan kebiasaan burukku kambuh lagi..
Depresi.. yaa jika menghadapi persoalan satu ini aku menjadi sangat depresi, keringat dingin mengucur semakin deras, badanku terasa dingin. Dan ketakutan, penyesalan, rasa sedih segera menyelimuti hati..membuatku menggigil seperti orang yang sakaw karena kecanduan narkoba...
“ini semua salahku ... kamu harus kembali dan menuruti perkataan ayah dan ibu nu” kata murti..
“gakk akan mur!!! Gak akan!!!!” teriaku kepadanya, kali ini kontrol diriku sudah tidak terbendung dan mulutku ikut berucap..
“kamu berhak dapet hidup normal nu!” jawab murti lagi..
“kamu gak denger apa!! Aku gak peduli!!” teriaku sambil memukul tiang penyangga gubug itu hingga membuatnya bergetarr....
Tanganku mulai berair karena darah yang muncrat, tidak kuhiraukan rasa sakit itu, sebaliknya aku malah merasa menikmati rasa nyeri itu..
Kulipat lututku, dan kubenamkan wajahku diatasnya.. lelehan air mata mulai jatuh.. rasa sakit, takut dan semua emosi membaur membuat suasana batinku semakin kacau..
Apa benar kata mereka? Apa aku gila? Tapi kenapa aku merasa waras? Ataukah orang gila itu memang tidak pernah merasa gila? Dan apa orang gila itu disebut gila karena dia sudah menyimpang dari kewarasan orang kebanyakan?
Murti terdiam, aku juga demikian. Kami berbagi semuanya. Termasuk rasa sedih ini..
***
Aku merasakan isi saku celanaku bergetar.. ternyata adalah hanphoneku yang terbawa..
“Ayah” ... huhh sudah tau rupanya jika aku kabur.. kumatikan hp itu dan kembali melamun..
Entah berapa lama aku melamun, sampai aku dikagetkan sebuah sentuhan lembut benda berbulu mengagetkanku..
“Dajjal??” aku tidak percaya bahwa yang menyentuhku barusan adalah kucing hutan yang dibawa pulang oleh putri beberapa minggu lalu.. kucing hutan bermata satu itu benar-benar jinak dan dia mulai mengusap usapkan badanya, seperti kucing rumahan..
“putri??” yaa itu adalah putri yang terlihat menuntun sepedanya. Sedang apa diadisini?
“wisnu??.. kaamu kenapa? Ngapain disini? tanganmu kenapa??” kata dia sambilmenyongsongku sambil meraih tanganku yang berdarah..
“putri kamu ngapain disini?”
“diem!.. “ bentaknya kepadaku sambil meraih sapu tangan dari dalam tas kecilnya dan membalutkannya pada tanganku yang berdarah..
“aku kenal kamu nu.. dan aku ini temenmu dan kamu beolah cerita apapun tentang masalahmu.inshaallah aku bakal jadi pendengar yang baik” ucapnya dengan lembut sambil menyeka air mata yang membasuh pipiku..
Buru-buru aku seka wajahku dengan lengan kaos, dan kembali berdiam..
“mur, apa ada baiknya?”
“ya, udah kepalang basah.. biar aku nu” jawab murti sambil mengambil alih tubuh ini..
“kamu tentunya udah denger tentang aku kan put?” kata murti membuka obrolan ..
“yaa aku tau tentang kabar mengenai kamu.. lalu kenapa kamu bisa sampai begini? Aku gak pernah percaya omongan mereka.. menurutku kamu anak yang baik”
Kuhela nafas panjang dan mulai bercerita
“yaa jika kamu sudah mendengar kabar itu maka kamu harus mulai percaya dengan apa yang mereka bilang .......”
Murti menceritakan semuanya, tentangku, tentang dia tentang semua hal aneh ini, kehidupan aneh ini, dan kegilaan aneh yang cukup aneh untuk disandang orang aneh.. murti menceritakan setiap detail dari wisnu murti. putri terlihat menyimak, sesekali dahinya berkerut samar, tapi sama sekali dia tidak menginterupsi apa yang murti katakan..
“jadi mulai sekarang kamu harus hati-hati sama aku put.. yang mereka bilang tentang aku semuanya... semuanya bener” kata murti dengan suara yang bergetar menahan tangis..
Kupikir putri akan segera pergi begitu mendengar pernyataan murti ternyata aku salah. Murti menggnggam tangan kiriku dan berucap lembut..
“jadi yang lagi bicara ini murti buka wisnu?” kata dia sambil menatap wajahku..
Murti mengangguk pelan...
“emm.. entah lah murti, wisnu.. wisnu murti.. kalau nama itu ternyata milik dua orang aku malah seneng... artinya aku punya teman 2 in 1..” ucapnya dengan tersenyum..
“puttt...”
“aku gak peduli, entah itu kamu murti atau wisnu murti.. aku gak peduli kata orang, bahkan katamu sendiri.. menurutku semua orang punya hak yang sama atas sebuah pengakuan.” Kata putri dengan menangkan.
“aku akan selalu jadi temanmu, wisnu murti..jadi teman dari wisnu dan murti” tambahnya dengan tersenyum..
“dan juga si dajjal, kami akan jadi temenmu” kata putri dengan tangan kiri mermas tanganku, dan tangan satunya mengelus tengkuk si dajjal yang mulai mendengkur di pangkuannya..
--
Teman kalian tau? Sungguh tutur kata putri yang lembut dan menenangkan adalah obat mujarab untuk masalahku, jauh lebih ampuh dari obat anti depresi yang diberikan dr.joko yang katanya mampu menyembuhkanku..
“wisnu.. murti.. kalian harus pulang, apapun yang terjadi di rumahmu hadapi itu” kata putri sambil menggandengku dan mengajaku berdiri..
Murti mengangguk, sedikit senyum tipis tersungging dibibirku walaupun tersamar oleh sinar matahari yang mulai meredup ditelan perbukitan di lembah adikarta ini...
***
Putri menuntun sepedanya, menyusuri jalan yang menurun.. sedangkan dajjal dengan antengnya duduk didalam keranjang kecil yang ada pada bagian depan sepeda cewek itu..
“kamu ngapain ke sarang put?” tanya murti yang sudah mulai tenang..
“aku mau nganter dajjal..pulang, ke tempat asalnya. Dia emang ga seharusnya aku pelihara. Seperti yang kamu bilang dulu.. dia ini binatang liar, tapi.. yaa kayak yang kamu lihat dia ga mau ditinggal. Dia selalu ngikutin aku pulang. Udah seminggu ini aku tiap sore kesini”
“mungkin dia pengen kamu pelihara” jawabku
“enggak, dia ingin bebas.. hanya saja mungkin dia kesepian... sama kayak kamu”
**
Teman, pertemuanku dengan putri memang sudah berhasil menghilangkan perasaan depresiku barusan, dengan kalimat sederhana namun ajaib dia berhasil membawa semangat baru, mengingatkanku bahwa kini tidak hanya Murti yang menjadi sahabatku. Melainkan dia.. putri sudah berikrar bahwa akan selalu menjadi teman kami. Putri juga sudah berhasil membujuku untuk pulang. Dan menghadapi apa yang harus kuhadapi..
Memang yang dikatakan putri tidak salah, namun juga bukan berarti benar 100%.
Ternyata tidak segampang itu untuk menghadapi sebuah ini.
Ayahku.. beliau menyambutku pulang dengan kemarahan besar..
Sudah sampai pada batas kesabaran beliau menghadapi kami..
Dan malam itu juga, wisnu murti harus berpisah...
Berpisah dengan sekolah...
Berpisah dengan ibu dan nanda....
Berpisah dengan kehidupan dirumah..
Berpisah dengan Dajjal
Dan berpisah dengan putri....
Malam itu juga aku dibawa kesebuah panti rehabilitasi mental dan jiwa..
Sebuah babak baru di hidup kami akan dimulai, babak baru setelah harapan yang belum lama ditanam oleh putri kini dicabut paksa oleh ayahku..
Merengut hampir semua kebahagiaanku yang tersisa..
Kini aku akan hidup disebuah penjara, yang mungkin akan menjarah semuanya dariku...
namakuve dan black392 memberi reputasi
2