Part 1 - Kopi dan Nge-date (Spoiler di bawah ini)
Part 2 - Selingkuh Hati Apa Selingkuh Bodi? di sini
Part 3 - Real Juno di sini
Part 4 - Married Man's Effect di sini
Part 5 - Awal Bertemu di sini
Part 6 - First Date & Second Datedi sini
Part 7 - Jadi Statusnya Apa? di sini
Part 8 - Harry, My BFF di sini
Part 9 - Usaha Melupakan Mas Juno di sini
Part 10 - Seorang Duda di sini
Part 11 - That Bast*rd di sini
Part 12- Hit The Rock Bottom di sini
Part 13 - How I Met Your Mother Series di sini
Part 14 - Sebuah Penjelasan di sini
Part 15- Fardhan Yang Menawan di sini
Part 16 - It's Kepo Time di sini
Part 17 - The Zonk di sini
Part 18 - The Other Woman di sini
Part 19 - Single Life di sini
Part 20 - Kamu Jahat di sini
+++++++++
Part 1. Kopi & Nge-date
Spoiler for 1. Kopi & Nge-date:
I wonder what exactly The Universe wants to tell me. Pagi ini biasa saja. Tetap macet, tetap berpolusi dan kerjaan tetap menumpuk. Tuing. Whatsapp terus bergulir dari Mas Juno. Tiba-tiba itu bikin hati deg-degan. Jam Istirahat. Ruangan sepi. Gue pun pindah ke kubikel Titi.
“Mas Juno mau kasih gue kopi enak, dia ngajak gue nge-date…” curhat gue ke Titi, BFF gue 3 tahun belakangan di Kantor.
“Lo yakin, Cit?” Tanya dia aneh.
“Nih!” gue tunjukkan whatsapp terakhir Mas Juno dengan gue. Iya. Ada kata ‘Kopi’ nya dan dia juga nulis, ‘nanti aku kasih pas kita nge-date’.
Titi mengamati dan bertanya,”Emang kalian mau apa???” Sembari duduk lagi di depan komputernya dia menekankan, “Masih aja lo jalan sama laki orang!”
“Lho, urusan laki orang ya bukan urusan gue. Dia kan mau ngasih gue Kopi Aceh Gayo, karena kemaren dia baru pulang dinas di daerah Aceh!” Kilah gue. Titi seperti mengendus bau-bau koreng ke arah gue.Gue bertekad bahwa ajakan ini sifatnya casual. Bukan ke arah cinta atau nafsu.
“Kenapa tuh kopi nggak dikirim pake ojek online aja? Harus ketemuan?”Titi mendelik lagi.
“Biarin aja, emangnya mau ngapain juga. Sudah 9 tahun juga gak ngapa-ngapain!” kilah gue.
Dan semua orang yang pernah gue beritahu soal cinta gue ke Mas Juno itu pasti bertanya serius dalam hatinya. Beneran gak pernah ngapa-ngapain?
Pertama-tama, gue gak jago pacaran. Nggak kaya orang lain yang status facebooknya bisa gonta-ganti at least 6 bulan sekali. Atau majang foto-foto kemesraan dengan cowok yang itu-itu saja dari 5 tahun lalu. Dan mereka trus married dan punya anak.
Gue, dibohongin saja kege-eran. Diajak jalan sama laki orang nggak sadar-sadar sampai akhirnya 4 tahun yang lalu zonk-nya kebuka. Lalu, setelah itu ya sudah. Dimaafkan saja. Direlakan saja. Supaya hatinya tenang dan bisa melanjutkan hidup dengan normal tanpa rasa benci. Lalu ternyata perasaan itu gak luntur-luntur. Sama seperti noda kecap di kutang.
Dan kita ngobrol lagi. Tanpa menyinggung soal yang itu. Seperti teman saja. Yang artinya juga bukan teman. Tapi apa......
Gue merasa orang lain, terutama BFF-BFF gue sebelum-sebelumnya akan berpendapat kalau gue wasting time sama Mas Juno ini. Mereka pasti komentar, ‘Si Citra, umur sudah 32, masih aja meladeni laki orang yang cuma mau senangnya doang!’. Setiap gue ultah si Reni BFF gue dari jaman SMP itu pun mendoakan supaya gue cepet dapet jodoh YANG BENER!
Gue merasa sudah bukan saatnya gue balik lagi ke Reni dan cerita soal Mas Juno. Dia sudah sibuk dengan dunia urus anak, MPASI dan reuni dengan rekan-rekan mamah muda. Yang bisa gue curhatin sekarang cuma Titi. Anak itu pikirannya masih ke gunung dibandingkan ke pelaminan. Nasib kita agak sama.
"Jadi menurut lo? Gue Iya-in apa enggak?" Tanya gue rada takut-takut. Seakan-akan Titi sudah siap sapu lidi buat ngusir gue.
+++
Diubah oleh emimi_erara 02-05-2017 17:43
anasabila memberi reputasi
1
9.2K
Kutip
60
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Waktu itu gue baru masuk kerja di daerah kebayoran lama dan ngekos. Tempat kos-kosannya campur. Boleh cewek dan boleh cowok. Mas Juno di lantai dua. Gue di lantai 1.
Pagi itu, ketika gue keluar kosan dan mulai jalan kaki ke kantor, gue teringat handphone gue yang masih tergeletak di tempat tidur. Gue balik lagi. Panik, karena waktu sudah mau jam 8. Kunci gembok gerbang kosan macet dibuka. Beruntung dari balik pagar tinggi itu ada Mas Juno yang baru mau berangkat.
Gue tersenyum padanya seraya berterima kasih. Dengan keterbatasan waktu gue ngacir ke dalam kamar, ambil handphone dibawah tumpukan bantal, dan keluar lagi. Mas Juno menunggu di depan pagar. Ia mengenakan jaket kulit yang rada junkies sesuai dengan bodinya yang tipis. Lalu, menyalakan mesin motornya.
“Aku anter yuk?” ajaknya.
“Kemana mas?” waktu itu gue belum tahu namanya.
“Kamu anak kantor ‘Intra’ kan? Aku lewat situ kok, yuk!”
Memang, kebanyakan yang ngekos di daerah sini ngantornya di PT. Intra. Jadi dia sudah tahu gue ngantor di mana. Normalnya gue nggak pernah ikut orang tak dikenal. Tapi karena waktu tersisa 10 menit lagi harus sampai ke kantor, maka gue ikut.
Biasanya kalau jalan kaki gue menempuh waktu 10 sampai 12 menit. Tapi karena diantar pakai motor, 4 menit pun sampai. Agak canggung boncengan sama cowok yang belum dikenal. Apalagi dia bukan tukang ojek. Jadi semampunya gue juga harus bisa menanggapi dia basa-basi saat perjalanan.
Gue turun, dan dia memperkenalkan diri secara resmi, “Juno!” ucapnya.
“Citra!” gue jabat tangannya.
“Boleh minta nomernya, Citra?” pintanya. Dia mempersilahkan gue mencet-mencet digit nomer handphone. Setelah itu dia pun miskol. “Itu nomor ku, nanti kalau pulang telepon saja, biar ku jemput.” Katanya.
Ya kali, gue minta jemput....
Terlihat memang Mas Juno asli Jawa. Terdengar dari logatnya yang tak bisa hilang. Badannya kurus dan sawo matang. Dia naik motor bebek biasa. Tas ransel besarnya yang tadinya tersangkut di bawah jok, dia pindahkan ke punggung.
“Aku duluan ya....!” Dia pun berlalu.
Beberapa menit sebelum makan siang dia sms ‘salam kenal citra!’. Sebuah sinyal ketertarikan. Gue masih datar. Malas membalas. Nanti juga ketemu lagi lah.
====
Gue masih belum tahu banyak soal Mas Juno. Dia sering pulang malam dan selalu parkir di depan kamar gue. Pagi, dia antar gue kalau kebetulan bertemu. Lalu terkadang gue lihat motornya parkir berhari-hari, sepertinya dia sedang keluar kota. Gue sering kesepian di kosan, teman gue sedikit. Mereka juga lebih suka hangout dulu daripada balik ke kosan.
Kadang mas Juno ngajak ngobrol di depan kamar. Ya, gue rasa dia orangnya baik. Dia cerita kalau dia adalah penghuni pertama di Kosan ini. Memang dulu di kosan tidak seramai sekarang. Gue tahu beberapa orang yang juga berkantor di PT. Intra tapi beda divisi. Dan mereka semua sibuk masing-masing.
Mas Juno bekerja di sebuah lembaga riset biochemical. Umurnya 7 tahun lebih tua dari gue. Dia sendiri jarang terlihat. Apalagi setiap week-end gue juga pulang ke rumah ortu. Gue memang belum setangguh dan semandiri yang lain. Alasannya, kasur di kos itu gak enak, sementara kasur di rumah empuk banget, ada TV dan AC. Gue jadi sering homesick.
Sampai akhirnya, 3 bulan gue memutuskan untuk pindah kerja karena gak betah di tempat kerja yang ini. Dan gue berhenti ngekos. Gue gak sempat lihat dia terakhir-terakhir.
=====
Selang sebulan setelah kepindahan gue dari Kosan, gue kerja lagi di tempat yang baru. Sebuah perusahaan Energy. Gue cuma sekretaris waktu itu. Kerjaan tak terlalu banyak, dan Bos gue menyuruh semua anak buahnya berkomunikasi lewat YM.Jaman itu YM memang jadi alat komunikasi penting. Karyawan di Perusahaan itu tak lebih dari 10 orang.
Iseng, gue pun sms mas Juno.
“Mas Juno, punya YM ga?” Seperti anak abg yang baru bikin medsos, gue mintain semua kontak YM teman-teman gue. Ada yang punya ada yang belum punya.
Tak disangka Mas Juno cepat respon. Kita jadi sama-sama add contact dan ngobrol panjang lebar. Tiap pagi dia setiap gue baru menyalakan komputer dia pun menyapa dan menggoda. Sampai suatu saat dia ngajakin nge-date.