Kaskus

Story

bunbun.orenzAvatar border
TS
bunbun.orenz
[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)
Spoiler for Credit Cover (THANK YOU SO MUCH):


And I know
There's nothing I can say
To change that part

But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete
A life that's so demanding
I get so weak
A love that's so demanding
I can't speak

I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak
Awake and unafraid
Asleep or dead



- Famous Last Words by MCR -


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 90% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahyang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha


Quote:


Spoiler for Special Thanks:


***



Spoiler for From Me:


Versi PDF Thread Sebelumnya:

MyPI PDF

Credit thanks to Agan njum26



[TAMAT] L.I.E (LOVE in ELEGY)

Foto diatas hanyalah sebagai ilustrasi tokoh dalam cerita ini


Quote:
Polling
0 suara
SIAPAKAH YANG AKAN MENJADI NYONYA AGATHA ?
Diubah oleh bunbun.orenz 04-07-2017 12:31
drakenssAvatar border
snf0989Avatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1.5M
7.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
glitch.7
#1178
PART 17


Pukul 8.30 malam di dalam kamarnya yang sunyi.

"Teh".

"Hm ?!".

"Duuh... Jangan ngambek terus ya",
"Maafin aku...".

"Enggak mau!".

"Ih kayak anak kecil".

"Biarin!".

Mulut Gua sudah seperti bunyi radio berisik tanpa ada saluran yang mengudara dari mulai di teras rumah tadi, diperjalanan dalam mobil ke rumahnya, sampai sekarang kami berdua ada di kamarnya. Tak henti-hentinya Gua cuap-cuap memintanya untuk tidak marah dan bete setelah dirinya mendengar sebuah kejujuran soal hubungan Gua dengan Mba Siska.

Echa tidak menangis sama sekali ataupun sedih, tapi dia marah semarah-marahnya, sampai kulit lengan, pinggang, perut dan dada Gua memerah, bahkan dibeberapa titik sampai membiru, sakit dan perih menerima cubitan melintirnya itu. Tapi apa daya, konsekuensi Gua ya begini ini, mana bisa Gua membela diri ketika dia bilang 'Lebih sakit hati aku Za!'.

"Teteh cantik..",
"Teteh cakep..",
"Teteh baik hati dan tidak sombong..",
"Dan rajin menabuuung..",
"A'a Eza minta maaf ya..",
"Pleeeaaasssee...", ucap Gua kemudian mencoba memegang kedua bahunya dari belakang.

Tapp...Tangan Gua ditepisnya.

Gua menggaruk kepala yang tidak gatal, lalu mengusap-usap wajah. Kemudian memandangi punggungnya dari sisi ranjang ini. Melihat seorang perempuan istimewa yang level kemarahannya sudah ditingkat kecamatan.

Pusing amat, Gua pun memilih rebahan di ranjang kamarnya ini. Tiduran memeluk gulingnya dan tetap memandangi punggungnya dari sini, tapi kok lama-lama mata Gua turun sedikit demi sedikit, mulut pun menganga dan, 'Hooaaamm..', ngantuk dah, cape kan sore abis lari di lapangan, belum lagi tadi pagi nganter Tante ke pasar sampai siang, lanjut jemput Teteh tercinta di bandara Soetta. Sekarang lebih baik tidur aja tanpa pikir panjang lagi.

...

Gua terbangun ketika wajah dan tangan Gua merasakan hawa dingin. Gua kerjapkan mata sebentar, menyapu pandangan ruangan kamar besar ini. Lalu Gua terduduk, memandang tubuh kebawah karena sudah ada selimut yang menutupi. Gua lihat jam tangan, ternyata sudah pukul 11.30 malam.

Gua bangun dan berjalan keluar kamar, hanya lampu beranda depan kamarnya ini yang masih menyala, Gua lihat kebawah, ruang tamu gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Gua pun berjalan lagi lalu menuruni tangga sampai Gua berada di depan kamar tamu dibawah yang pintunya terbuka setengah. Gua melirik kedalam, dan mata Gua menemukan sosok perempuan istimewa yang berada diatas ranjang kamar itu sedang telengkup memainkan laptopnya.

"Teh..", sapa Gua pelan sambil melangkahkan kaki masuk kedalam kamar.

Echa menengok dengan mata sayu, yang Gua rasa bukan sedih tapi menahan kantuk.

Gua pun duduk di lantai persis disebelah ranjang. Dagu Gua bersandar pada sisi ranjang itu, lalu tangan kanan Gua mengusap punggungnya yang tertutupi selimut. Echa kembali menatap layar laptop di depannya. Gua pun ikut melirik kelayar laptopnya, disana terpampang sebuah sketsa bangunan yang Gua rasa menggunakan sebuah aplikasi autocad atau apalah.

"Libur Teh..",
"Belajar mulu", ucap Gua.

"Biarin..",
"Daripada pusing mikirin hati yang disakitin terus", balasnya pelan tapi menusuk ke hati Gua.

Gua menghela napas pelan, lalu tangan Gua kembali mengusap punggungnya perlahan.

"Maafin aku",
"Maaf...".

"Heum".

"Jangan 'heum' aja Teh..",
"Ngomong dong".

"Heum!", makin keras suaranya.

"Maaf", ucap Gua lagi lalu berdiri dan kini duduk diatas ranjang.

Gua beranikan diri memeluknya dari atas, menaruh dagu Gua ke bahu kanannya, sisi wajah kami pun bersentuhan.

"Aku kan udah janji untuk jagain kamu Teh", ucap Gua pelan.

"Heum".

"Kan aku udah bilang Teh sama kamu..",
"Biarkan aku bebas sekarang",
"Kalau kita memulainya sekarang, aku gak yakin dan gak bisa mencintai kamu dengan tulus".

Echa menghela napas pelan, lalu wajahnya terbenam diatas tangannya. Gua usap lembut kepala belakangnya lalu mencium pipi kanannya pelan.

"Teh, maafin aku",
"Aku akan berusaha untuk ngebagi waktu, buat kamu..",
"Buat kita berdua".

Echa langsung menoleh ke arah Gua, sorot matanya tajam, dan sukses membuat Gua memundurkan wajah karena terkejut.

"Enak aja kamu bilang membagi waktu!",
"Kamu pikir Mba Siska rela gitu dengan kehadiran aku ?!",
"Jangan berani macem-macem kamu Za!",
"Seenaknya mainin perasaan perempuan!", sentaknya.

Gua langsung bangun seraya melepaskan pelukkan. Gila! Gua bodoh apa guobl0k! Sama ajalah! Beruntung Gua disadarkan oleh ucapan Echa itu. Apa yang dikatakan Echa benar, kok bisa-bisanya otak Gua malah merespon membagi waktu antara Mba Siska dan Echa, gimana perasaan kekasih hati nanti, bagaimana juga perasaan perempuan istimewa di depan Gua ini.

"Maafin aku",
"Tapi kamu juga udah tau..",
"Sekarang aku memilih siapa", ucap Gua.

"Aku mau istirahat..",
"Tolong tutup pintunya dari luar", balas Echa dengan suara pelan tanpa menengok lagi kearah Gua.

Gua menutup pintu kamar tamu yang dia tiduri, lalu Gua beranjak keluar rumah, duduk di sofa teras depan dan membakar sebatang rokok. Tidak mungkin Gua bisa tidur lagi, memikirkan kedua hubungan yang bertentangan, Siska dan Echa.

Tiga batang rokok sudah Gua habiskan dalam waktu setengah jam, Gua lihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi rasanya Gua masih belum juga ingin tidur. Otak Gua masih bekerja memikirkan kedua nama perempuan tadi, dan sialnya, entah kenapa tiba-tiba nama Mba Yu dan Nona Ukthi terbesit dipikiran Gua. Fak! Bertambah lagi beban di otak Gua.

Jika Echa saja dengan logikanya mengatakan perempuan mana yang rela membiarkan kekasihnya membagi waktunya kepada perempuan lain, apalagi sekarang ? Ada tiga nama perempuan yang menunggu kepastian Gua saat ini. Tentunya satu nama sudah Gua pilih terlebih dahulu, Mba Siska. Lalu apa kabarnya dengan Mba Yu yang sudah Gua janjikan ?

Gua perkecil lagi, Mba Yu dan Sang Teteh sama saja. Gua buai mereka dengan janji manis yang akan Gua tepati untuk kebahagiaan masa depan. Kemudian Nona Ukhti ? Memang tidak pernah Gua janjikan untuk menjadi pendamping hidup Gua kelak, tapi Gua menjanjikannya sebuah ciuman, ciuman yang akan Gua berikan nanti adalah jawaban atas penyambutan cinta Gua kepadanya. Well, it's not easy to be me, hard to love and be love. Simalakama (lagi).

Kadang kalau sedang berpikir begini, ada saja khayalan yang ngawur. Seperti sekarang, saat sebatang rokok mulai Gua bakar lagi untuk keempat kalinya, pikiran dan khayalan Gua tiba-tiba memberikan gambaran bagaimana jika Gua pacari semua perempuan itu, tapi ini jelas tidak mudah, tidak efektif. Enak enggak, pusing iya kalo ke gep. Lah belum juga Gua mulai menduakan, mentigakan atau mengempatkan mereka, otak Gua ikutan ngebul layaknya asap rokok.

Kampretnya nih otak malah terus mencari cara bagaimana membuat semuanya bahagia, yang jelas-jelas kemungkinannya hanya 0.000000001%. Mana bisa semuanya bahagia secara bersamaan! Dan sial, pikiran Gua mengatakan berikan mereka kebahagaiaan di masa nya masing-masing. Pacari beberapa waktu dulu lalu putuskan, kemudian lanjut ke 'waiting list' berikutnya, begitu seterusnya hingga semua mendapatkan kebersamaan dengan Gua di waktu yang berbeda. Dan pikiran itu langsung Gua buang jauh-jauh, karena kembali lagi Gua mengingat ucapan Ayahanda...

"Jika kamu buat mereka sakit hati, maka kamu akan menebusnya dengan sakit yang lebih mengenaskan..."

Damn it!!! Ketar-ketir Gua membayangkannya.

Tapi, bukan Agatha namanya kalau sudah memilih malah tidak bisa menyelesaikan apa yang sudah dijalani sekarang. Konsekuensi pasti ada, dan ucapan sudah tidak bisa ditarik lagi. Wejangan Ayahanda ada benarnya, dan bisa saja terjadi, tapi Gua masih memiliki satu kata kunci dari Ayahnya, Kakek Gua. Dan kali ini, Gua akan memilih untuk memberikan semua perempuan itu wejangan dari maha empu asmara. Ngoahahaha...

...

Adzan subuh sedang berkumandang dari masjid komplek perumahan Echa ketika Gua membuka mata perlahan, lalu Gua rentangkan kedua tangan untuk sekedar meregangkan sendi yang terasa sakit karena tidur menyamping beralaskan satu tangan untuk menopang kepala diatas sofa teras ini.

Dan... Hattciiih... Hadeuh! Urang katirisan coy sare diluar kos kieu teu make selimut komo deui jaket. (Gua kedinginan coy tidur diluar kaya gini gak pake selimut apalagi jaket).

Brrrrr... Dingin banget ini subuh. Gua beranjak masuk lagi ke dalam rumah dan... Oh My Goodness!
Inikah bidadari yang berasal dari surga ? Dan turun ke dunia untuk sekedar menyapa Gua ? Iman Gua diuji lagi.

"Pagi Za..", sapa Echa, lalu tiba-tiba ingat sesuatu,
"Eh ?",
"Kok kamu dari luar ?",
"Jangan bilang kalo semalaman kamu tidur di...".

"Eeuuu...",
"Iya, Heheheh.."
"Ketiduran Teh semalam di sofa teras...", jawab Gua salah tingkah.

"EZAA!", ucapnya sedikit berteriak kaget, lalu Echa pun berjalan mendekati Gua seraya menarik kain yang menutupi bagian bawah kakinya,
"kamu apa-apaan tidur diluar sih..", ucapnya lagi yang kali ini sudah tepat berada di depan Gua,
"Masuk angin nanti Zaaa, ya ampuuun... Hiiissshh..",
"Eh..", tidak jadi itu cubitan menyapa lengan Gua karena dia tersadar sesuatu.

"Hayooo...",
"Nih cubit kalau berani", ucap Gua jail seraya menyodorkan tangan kepadanya.

Echa pun mundur dua langkah sambil mendekap tubuhnya sendiri. Gua terkekeh pelan melihatnya ketakutan.

"Iiih, udah sana ambil wudhu, shalat subuh dulu Za",
"Nanti abis itu aku buatin teh anget..", ucapnya lalu bergegas menuju mushola dibagian belakang rumah.

Dududududuuuuh... Echa, memakai mukena, wajahnya bersinar terang karena basuhan air wudhu. Ya Alloh, indah sekali ciptaan Mu Ya Alloh...

Andai... Ah sudahlah, jangan andai andai terus, nanti malah jadi nyanyi lagunya 'huntu' yang judulnya 'andai'. Tapi liriknya emang mirip dikit kayak cerita Gua. Kampret emang!.

Subhanalloh itu Teteh Gua kalau dirinya memakai mukena untuk menjalankan ibadah wajib gini, cantiknya gak ketulungan, tanpa make-up, auranya keluar bingits, inner-beauty nya bukan main deh. Bisa gagal fokus Gua, bahaya ini. Istigfar Za, istigfar! Mau shalat subuh juga! Inget ma ka Gusti Alloh.

Singkat cerita, Gua pun sudah melaksanakan kewajiban dua raka'at di mushola pribadi keluarganya ini. Oh iya, Gua melaksanakan shalat berjamaah bersama Papah dan Mamahnya Echa, tentu saja Papah Echa yang menjadi imam. Gua sudah keluar dari mushola, meninggalkan Papah dan Mamahnya Echa yang masih melanjutkan membaca Al-Qur'an setelah shalat berjamaah tadi.

...

Btw, sebenarnya Gua diajak ngaji bersama sih, tapi jujur aja karena Gua semalam tidur diluar, Gua merasa perut Gua tidak beres, mules coy. Hubungannya ? Angin malam bukan aja bisa membuat ente kemasukan angin lalu kerokkan, tapi tuh angin juga masuk perut, eh sakit perut dah. Enggak perlu diceritain lah gimana Gua duduk tegang diatas closet duduk dan mem-bombardir-nya, yang jelas wanginya semerbak, wahahahaha...

Sekarang Gua dan Echa sudah berada di meja makan, sepotong roti sandwich buatannya telah tersaji di depan Gua, ditambah teh tawar hangat, ah istriable kamu Teh. Apalagi dirinya duduk tepat di bangku sebelah Gua. Benar-benar subuh yang indah...

"Diminum ya Za tehnya..",
"Biar mulesnya sedikit berkurang, nanti aku minta tolong Pak satpam beli obat warung ya..", ucapnya sambil menyuapi Gua roti sandwich.

Yoi dong, Gua kan lagi sakit, dimanja dan disuapin juga doong... Ah lebay Lu Za. Yeee Sirik aja Lu pada.
Jomblo kok dipiara... Eh. SORRY GAIS... wakakakakak emoticon-Big Grin emoticon-Peace

"Iya Teh siaap!", jawab Gua sambil mengunyah makanan,
"Eh tapi enggak usah minum obat segala, sekarang udah gak mules kok..", lanjut Gua.

"Ck, kamu tuh mules karena ketiduran diluar, kena angin malam, jadinya sakit, terus kalo bla bla bla bla bla bla....".

Kok bener ya ucapan si Dewa sore kemarin, ini Teteh Gua cerewet abis kalo soal kesehatan, harusnya masuk fakultas kedokteran nih, bukan arsitektur.

"Enggak ah Teh, orang cuman mules biasa, enggak masuk angin juga kok..", jawab Gua setelah mendengar pidatonya.

"Nurut kalo dikasih tau tuh!",
"Jangan bandel!", balasnya sambil menyodorkan suapan terakhir roti ke mulut Gua.

"Mmppfftt...", gile nyuapinnya pake tenaga, membungkam ini namanya, bukan nyuapin! Hadeuh!.

...

Matahari sudah terasa hangat menyapa kulit Gua ketika sedang menemani Teteh tercinta bersepeda ria mengelilingi taman komplek perumahannya. Gowes dan gowes pelan kaki Gua mengimbangi laju sepedanya di samping kiri, dan sudah lima putaran kami mengitari taman, akhirnya Gua pun berhenti tepat di samping bangku beton pada sisi taman ini.

Echa pun seketika menghentikan laju sepedanya dan menengok kebelakang, kepada Gua.

"EZA!",
"Kamu kenapa ?!", ucapnya lalu memutar sepeda dan mendekati Gua.

"Duuuh periih Teh perutt kuu..",
"Ssshh... Adududuh...", rintih Gua menahan sakit pada perut.

"Ya Alloh!",
"Yaudah-yaudah, yuk kita pulang, langsung ke dokter aja ya Za...",
"Eh kamu masih bisa jalan enggak ?", tanyanya semakin khawatir.

Gua hanya menggeleng pelan dengan mata yang tertutup dan kening yang berkerut.

"Ya Alloh..",
"Bentar ya, aku telpon Pak satpam dulu..", ucapnya sambil mengeluarkan hp dari saku celananya.

Tidak butuh waktu lama bagi satpam pribadi keluarganya datang menjemput Gua setelah ditelpon oleh Echa, karena memang letak rumah keluarga Echa dan letak taman berdekatan.

Singkat cerita Gua dan Echa sudah berada di klinik umum, dan setelah Gua diperiksa oleh dokter, sakit perut yang Gua alami hanyalah diare biasa. Haaaa... Gini aja ke dokter segala Teh! ucap Gua tapi dalam hati ketika sudah berada di dalam mobil menuju arah pulang. Ya mana berani Gua ngomong kayak gitu langsung, yang ada nih perut malah sakit luar dalam, diare dan cubitan melintir cap Teteh.

Tapi ternyata penyakit diare enggak bisa Gua remehin. Si diare ini nih! Emang ngajak ribut! Dan Gua K.O! Sial!
Di rumah Nenek, tepatnya di kamar Gua, tubuh Gua tergolek lemas tak berdaya, tenaga Gua hilang bagai ditelan oleh Perfect Cell musuh Son Goku. Kalo ini Son Toloyo versus Perfect Diare! Oke garing syuh!.

Gua benar-benar lemas terbaring diatas ranjang kamar, bolak-balik kamar mandi dan 'bom' ke closet adalah penyebabnya, alias efek diare.

Echa yang sudah selesai memasak bubur tanpa tambahan apapun kecuali sedikit garam kini berada di samping Gua, duduk diatas ranjang sambil menyuapi bubur buatannya itu kepada Gua yang kini telah menyandarkan punggung ke dinding kamar.

"Aaaa..", ucapnya seraya menyuapi Gua.

"Udah ah..", jawab Gua sambil menggelengkan kepala pelan.

"Satu sendok terakhir Za",
"Sayang loch ini..",
"Lagian kan kamu enggak bisa sembarangan makan sekarang, nanti diarenya makin parah loch..",
"Ayo satu suap lagi nih..", ucapnya panjang-lebar.

"Eeuumm..", Gua mengunyah sebentar suapan terakhir tersebut lalu menelannya.

"Nah gitu dong..",
"Nih minumnya",
"Oh ya, Nenek kapan pulang Za ?", tanyanya seraya menaruh mangkuk diatas lemari kecil samping ranjang Gua.

"Mungkin minggu depan",
"Soalnya kalau ke rumah si Om, Nenek tuh nginapnya 5 harian", jawab Gua.

"Ooh.. iya jauh sih ya di Bandung",
"Jadi gak mungkin cuma 2 atau 3 hari..", ucap Echa.

"Tuh tau, make nanya lagi..", iseng nih mulut.

"Istigfar Echa, istigfar", ucapnya kepada dirinya sendiri sambil mengelus dadanya,
"Untung ya kamu lagi sakit, bisa bebas dari cubitan gemes aku...", ucapnya kini kepada Gua dengan tersenyum tapi menahan sabar. Ha ha ha ha ha ha...

...

Efek positif dari sakitnya Gua membuat hari ini full pokoknya dirawat manja sama Teteh tercinta. Makan dan minum diambilin lalu disuapin, gak boleh Gua makan sendiri. Mau ke kamar mandi ampe dipapah, Gilbert! Gila berat! Padahal cuma diare ini, gimana kalo Gua sekarat, oh enggak-enggak, bahaya, kalo sekarat, bisa-bisa dia yang malah dirawat karena sedih dan jatuh sakit melihat Gua menderita. Wong waktu dulu Gua gak sakit, tapi masuk hotel prodeo aja, dia malah jatuh sakit 3 hari ampe dirawat inap. Apalagi kalo Gua sekarat.

Salah satu efek positif lainnya dari sakit diare yang Gua rasakan hari ini adalah Teteh Gua tercinta itu tidak menyinggung sama sekali soal perdebatan kami semalam dirumahnya. Yoi, dari mulai bangun pagi di rumahnya tadi, sampe sekarang di rumah Gua, Echa benar-benar tidak lagi marah, kesal, bete karena hubungan antara Gua, Mba Siska dan dirinya. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Pokoknya ma sakit membawa berkah judulnya.

...

Obat mujarab itu salah satunya adalah dukungan keluarga dan orang yang menyayangi kita dengan tulus. Dan Gua setuju untuk hal itu. Sore hari Gua sudah sehat, seenggaknya Gua sudah tidak merasakan lemas dan mules lagi. Kini Gua sedang duduk tampan sendirian di sofa teras depan kamar setelah mandi tadi, tapi tidak bersama perempuan istimewa.

Teteh dimana ? Di dalam kamar Gua. Sedang tidur ? Bukan. Lalu ? Membaca ayat suci Al-Qur'an setelah ibadah ashar. Subhanalloooh...

...

15 menit kemudian Echa keluar kamar dan bergabung bersama Gua duduk di sofa teras ini. Kami duduk bersebrangan.

"Hm..",
"Udah atuh ngerokoknya Za..",
"Nanti sakit paru-parunya..", ucapnya seraya melirik kepada kepulan asap yang keluar dari mulut Gua.

"Iya Teh, tanggung gope lagi hehehe...", jawab Gua.

"Emang gak sayang diri sendiri apa ?".

"Iya-iya, ya sayanglah...".

"Kalau kamu gak sayang diri sendiri, gimana bisa menyayangi orang lain...",
"Mulai lah dari diri kamu dulu...",
"Aku cerewet sama kamu karena sayang Za...", ucapnya dengan nada lembut nan tulus.


***


Spoiler for THANK YOU FO DA GREEN BAR:
Diubah oleh glitch.7 03-04-2017 09:47
ahmadtaufik20
snf0989
iqbalqaddafi
iqbalqaddafi dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.